NovelToon NovelToon

PINDAH KE DESA KEMATIAN

Prolog

Namaku Maura Liona biasa dipanggil Maura tempat tinggal ku saat ini berlokasi dekat dengan pantai yang berada di kota Lampung, aku anak kedua dan mempunyai seorang kakak laki-laki. Tapi kini Ibuku tengah hamil muda usia kandungannya masih 3 bulan, usiaku saat ini 15 tahun aku memiliki beberapa teman yang begitu dekat denganku yaitu Nur, Tari, Wati dan juga Eka.

Kami berteman sedari berada di SD yang sama namun saat SMP kami berbeda sekolah, aku bersekolah di Smp Negeri, Nur bersekolah di Smp Islamiyah Swasta kalau Tari dan Eka bersekolah di Smp Nu Swasta sedangkan Wati masih dibawah satu tingkat dibawah kami.

Hari-hari kami selalu bersama setelah pulang sekolah, semua terasa begitu indah namun semua itu tidak berlangsung lama, karena kami mendengar kabar kalau tempat tinggal kami akan dijadikan tempat wisata dan kami akan dipindahkan ke desa yang baru.

Tentu saja hal itu membuat kami tidak terima dan bersedih karena kampung inilah tempat kami dilahirkan, dan terlalu banyak kenangan indah ditempat ini. Semua warga kampung kami sangat menolak akan keputusan ini tapi kami semua tidak berdaya karena pada dasarnya kami tidak memiliki hak atas tanah tersebut.

Pagi sekali Ibuku membangunkan aku dari mimpi indah ku namun aku tidak menggubrisnya, aku masih terjerat dengan kenyamanan kasur yang seakan memiliki magnet untuk menarik diriku agar tidak berpindah tempat dari kasur empuk itu.

" Cepat bangun sayang bersiap-siaplah karena kita akan pindah hari ini " Ucap Ibuku

" Emmm..... Aku masih mengantuk Bu, biarkan aku tidur 10 menit lagi " Jawabku dengan malas

" Tidak Maura, Ayahmu sudah menunggu jadi cepat bangun dan mandi Ibu dan Ayah menunggumu dimeja makan! "

Karena tidak ingin membuat Ayah menunggu terlalu lama aku mengumpulkan niatku untuk bangun dan beranjak dari kasur tersebut.

Dengan langkah yang masih sedikit mengantuk aku berjalan memasuki kamar mandi, untuk segera membersihkan diri dan membuang semua rasa kantukku.

Setelah selesai dengan kegiatan mempersiapkan diri kini aku sudah rapi dan wangi, semua rasa kantukku berubah menjadi rasa segar dan bersemangat. Dengan langkah pasti aku keluar dari kamarku menuju ruang makan, saat telah tiba di sana aku mendudukkan kursi yang baru saja aku tarik dari bawah kolong meja makan. Aku terduduk diposisi bersampingan dengan Ibuku dan beberapa kursi lain sudah terisi dengan Ayah, Paman, Bibi, Kakak dan juga Sepupuku Andi.

" Apa kalian akan pindah hari ini juga, kenapa tidak besok saja? " Tanya paman seraya menyendok kan makanan kedalam mulutnya.

" Aku sudah menanyakan dengan Mbah Sima soal ini, katanya hari ini adalah hari yang cocok untuk pindah " Jawab Ayah

" Baiklah kalau begitu, tapi rasanya kami tidak ingin kalian meninggalkan rumah kami. Kami senang kalau ada kalian bersama kami disini, rumah ini jadi ramai apalagi ada Maura yang begitu ceria " Ucap Paman yang berusaha menahan kami

" Tenang saja paman, Maura akan sering-sering main kemari. Atau bisa juga kalian yang main ke rumah kami nanti " Jawab Aku dengan senyum ramah ku

" Ya baiklah, lalu bagaimana dengan sekolahmu apa sudah punya rencana setelah lulus mau melanjutkan  kemana? " Tanya Bibi yang kini berbaur mengobrol dengan kami

" Sudah Bi, Ayah mendaftarkan aku di SMK desa tempat tinggal baru kami "

" Sudah jangan mengobrol lagi cepat habiskan makanannya, tidak baik bicara saat sedang makan! " Ucap Ibu lembut menghentikan obrolan kami

Tak butuh waktu lama kami menikmati sarapan pagi ini, setelah selesai aku kembali ke kamarku untuk membereskan barang-barang ku yang masih belum selesai aku kerjakan semalam. Sekiranya sudah siap aku menyelesaikan semuanya namun aku berpikir sepertinya melupakan sesuatu.

Dan ya aku ingat aku lupa membawa beberapa novel kesukaanku yang masih tersimpan didalam laci meja belajar. Dengan cepat aku mengambilnya dan memasukan kedalam tas ransel yang akan aku pakai, untuk melihat rumah baruku di desa asing yang akan menjadi tempat tinggal ku nanti.

Setelah selesai dengan semuanya aku kembali keluar kamar untuk bersiap pergi meninggalkan rumah paman dan Bibi. Namun saat itu di pikiranku aku ingin melihat kampung ku terlebih dahulu sebelum aku pergi, kampung yang indah dan penuh kenangan saat ini  sudah rata dengan tanah.

" Ayah, Maura mau lihat kampung kita sebelum kita pergi boleh ya? " Pintaku pada Ayah

" Ya pergilah tapi jangan lama-lama ya karena kita akan segera berangkat " Ucap Ayah memberi izin

" Baik Yah " Ucapku lalu menyimpulkan senyumku

Aku melangkahkan kakiku menuju kampung lamaku sekedar hanya untuk melihatnya, seketika air mataku jatuh menyaksikan tempat itu. Aku melihat bayangan kenangan indah saat bersama teman-teman dan warga lain ditempat itu, perasaan dengan berat hati aku harus meninggalkan kampung kelahiran ku ini. karena mengingat pesan Ayah agar aku tidak berlama-lama disini aku pun memutuskan untuk kembali ke rumah paman dan bibi.

Kini kami sudah berada didalam mobil pribadi milik Paman dan akan segera pergi menuju desa pindahan rumah kami. Sesaat mobil akan berjalan aku segera membuka kaca mobil di sampingku untuk berpamitan, aku melambaikan tangan kepada Bibi dan sepupuku Andi.

Air mataku lagi- lagi menetes karena tak kuasa dengan sebuah perpisahan, sekiranya mobil kami sudah berada jauh meninggalkan rumah Paman. Aku pun menyandarkan badanku di bangku agar lebih tenang dan mengendalikan emosi kesedihanku.

" Masih sedih juga? " Tanya Ayah yang memperhatikan aku dari kaca atas tengah mobil.

" Iya Yah " Jawabku

" Sudah jangan sedih lagi, kan kita masih bisa bersama dengan warga yang lama dan kamu masih bisa sama-sama dengan teman-temanmu di sana " Ucap Ayah menenangkan

Mendengar hal itu aku rasa Ayah ada benarnya juga, aku pindah tidak sendiri tapi juga bersama teman-temanku jadi mengapa aku terus saja bersedih. Aku berusaha mengembalikan semangatku seperti tadi agar Ayah dan Ibu tidak mengkhawatirkan Aku.

Perjalanan kami cukup jauh kami melewati beberapa desa lain, namun mataku tak henti melihat banyaknya pepohonan disepanjang perjalanan kami. Kini aku mulai merasa tidak nyaman saat mobil paman mulai memasuki desa yang akan aku dan keluargaku tinggali nanti.

Aku merasa mulai pusing dan mual saat melihat darah yang berceceran di atas batu besar dibawah pohon yang sangat rindang yang kami lewati tadi. Aku tak mengerti mengapa keluargaku yang lain tidak merasakan hal sama seperti diriku, apa hanya aku saja tadi yang melihat darah itu.

Tapi tadi sangat jelas sekali dan aku pikir Ayah juga melihatnya karena Ayah sama halnya denganku sedari tadi melihat kearah luar kaca mobil tapi pikiranku salah ternyata Ayah tidak bisa melihatnya.

" Ayah, Apa Ayah melihat ada darah berceceran di atas batu besar yang baru saja kita lewati tadi? " Tanyaku pada Ayah

" Tidak Maura, Ayah tidak melihatnya. " Jawab Ayah

" Beneran, yah? tapi tadi Maura melihatnya. " Ucapku merasa yakin dengan penglihatanku

" Ibu rasa kamu lelah dan merasa pusing, Maura. Mangkanya berhalusinasi seperti itu " Sahut Ibu

Karena mendengar perkataan Ibu aku hanya terdiam, tapi aku yakin sekali kalau aku tidak sedang berhalusinasi dan aku yakin kalau aku benar-benar melihatnya tadi.

Aku membuang semua pikiran negatif ku dan aku tidak ingin ambil pusing dengan apa yang aku lihat tadi, aku berusaha memejamkan mataku agar aku bisa istirahat dan berharap rasa pusingku hilang.

Baru 10 menit aku tertidur Ibu membangunkan aku karena sudah sampai di desa pindahan kami, warga lama yang tak begitu jauh tinggal dari desa tersebut menyebutnya dengan nama Desa Way Rimba.

Aku membuka kedua mataku dengan  perlahan namun rasanya sangat berat seperti ada tangan yang menahannya, aku berusaha untuk tetap membuka mataku dan akhirnya aku pun berhasil melakukannya. Betapa terkejutnya Aku saat melihat di sampingku bukan lagi Ibuku, tapi sosok hitam berambut sangat panjang yang berantakan dan matanya yang merah, terlihat lendir menjijikan keluar dari mulutnya.

" Aaarrgghhh... " Aku berteriak sekuat tenagaku dan langsung turun dari mobil milik paman, tapi keluargaku memandangku terkejut dan khawatir karena aku berteriak dengan sangat kencang.

" Ada apa Maura? " Ayahku memelukku saat aku berlari kearahnya.

" Ayah aku takut " Ucapku dengan begitu ketakutan

" Kamu kenapa, ada apa Maura? " Ucap Ibu mendekatiku

" Itu, didalam mobil ada hantu Bu." Ucapku dengan suara dan wajah ketakutan. Kakakku mengecek isi dalam mobil paman namun ia tidak melihat dan menemukan apapun di sana.

" Tidak ada apa-apa disini " Ucap kakak dengan santainya

" Tapi tadi ada, Yah. Sungguh aku tidak berbohong, Yah, Bu! " Ucapku berusaha meyakinkan mereka dengan apa yang aku lihat tadi.

" Sudah-sudah tidak ada apa-apa, Sayang." Ucap Ayah menenangkan aku seraya mengelus kepalaku.

Visual Tokoh

Prilly Latuconsina Sebagai Maura Liona

Malam Pertama

Maxime Bouttier Sebagai Rangga

Mimin Eva Sebagai Nur

Tissa Biani Sebagai Eka

Adzwa Aurel Sebagai Wati

Syifa Hadju Sebagai Tari

Aku dan keluargaku menghampiri rumah kami yang baru selesai dibangun 2  bulan lalu, di samping kanan dan kiri rumahku adalah rumah tetangga yang tidak terlalu akrab dengan keluargaku saat dikampung kami sebelumnya. Tapi untuk hal itu aku dan keluarga harus mulai membiasakan diri untuk berbaur dengan tetangga baru kami, terlihat mereka menyambut kedatangan kami dengan sapaan yang ramah.

" Akhirnya kalian datang juga " Ucap Bu Sunarmi tetangga sebelah kanan rumahku.

" Iya Bu, bagaimana enak tidak tinggal di desa baru ini? " Ucap Ayahku karna Bu Sunarmi lebih dulu pindah ke Desa Way Rimba.

" Ya begitulah, kami masih membiasakan diri tinggal disini. Meski suasana disini berbeda dari kampung kita sebelumnya. " Jawab Bu Sunarmi dengan raut wajah yang kurang menyukai Desa baru kami.

" Tentu saja sangat berbeda Bu, karna kita ini kan baru pindah nanti lama-lama juga akan terbiasa. " Ucap Ibuku mengusir Kecemasan Bu Sunarmi.

" Semoga saja kita betah tinggal disini ya, dan semoga gusti Allah senantiasa melindungi kita. " Ucap Ayah Menenangkan.

Kini kami masuk kedalam rumah bersama-sama tak terkecuali pamanku, saat aku menapaki kakiku memasuki rumah kesan tidak nyaman yang aku rasakan. Tapi aku berusaha menghilangkan pikiran buruk dan mencoba untuk tetap biasa saja dihadapan keluargaku.

Aku memasuki kamarku guna meletakan barang-barangku yang sudah ku bawa dari rumah Paman, sebenernya barang- barang kami sudah dibawa lebih dulu satu hari sebelum kami pindah hari ini. Jadi barang-barang yang saat ini kami bawa adalah barang- barang berukuran kecil saja.

Malam Harinya.....

Hari sudah berganti malam dan waktu sudah menunjukan Pukul 11:30 namun aku belum juga bisa tertidur. Aku keluar dari kamarku karena aku merasa lapar, sebenarnya sehabis sholat Isya kami sudah makan malam tapi entah kenapa aku merasa lapar lagi.

Aku berjalan menuju dapur dan memasak mie instan untuk mengganjal rasa laparku, mengisi perutku dengan sedikit makanan mungkin saja aku bisa tertidur kembali.

Setelah mie instan sudah selesai aku masak, aku pun meletakannya di atas meja makan. Aku melangkahkan kakiku ke arah dispenser tidak jauh dari meja makan untuk mengambil segelas air minum, namun saat aku kembali ke meja makan ternyata mie instan yang ku letakkan di atas meja makan tadi sudah hilang.

" Loh, kemana mie instanku tadi? " Ucapku dengan heran

" Padahal tadi aku letakkan di atas meja ini, kenapa sekarang tidak ada? "

Aku bertanya-tanya dalam hati

Terlihat Ibuku menghampiriku di dapur, aku melihat Ibu terasa begitu berbeda kini ia terlihat lebih pucat dari biasanya dengan mimik wajahnya datar tanpa ekspresi sedikitpun.

" Ibu, apa Ibu melihat mie instanku di atas meja makan? " Tanyaku kepada Ibu namun ia hanya menggelengkan kepalanya bertanda bahwa ia tidak tahu.

" Tapi Bu, aku ingat sekali kalau mie instan itu aku letakkan disini! " Ucapku masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi sekarang.

Ibuku hanya terdiam dan terduduk disalah satu kursi meja makan dengan tatapannya begitu kosong, aku merasa bingung mengapa Ibu bersikap seperti tidak biasanya.

" Ah yaudah lah lebih baik aku masak lagi mie instan yang baru, mungkin aja Ayah atau Kakak yang mengambilnya lalu membawanya kedalam kamar mereka. " Ucapku positif thinking.

" Ibu, apa Ibu mau ku buatkan mie instan juga? " Tanyaku pada Ibu namun ia hanya menggelengkan kepalanya.

" Tidak mau ya, yaudah kalau begitu biar aku buat satu saja. " Ucapku masih memasak mie instan

Tak lama kemudian akhirnya mie instanku sudah matang, dan aku berniat membawanya kembali ke meja makan. Namun betapa terkejutnya aku saat melihat mie instan yang ku buat tadi sebelumnya ada di atas meja makan.

" Loh, ini mie instannya ada disini. " Ucapku begitu herannya

" Kalau mie instan yang tadi sudah ada lalu mie instan yang ini siapa yang akan memakannya? tidak mungkin kan aku akan memakan keduanya. "

Namun saat aku melihat mie instan yang sedang ku pegang, aku begitu terkejut karena mie instan yang baru saja ku masak bukanlah mie, melainkan cacing-cacing tanah yang begitu banyak didalam piring yang sedang aku pegang.

" Arrggghh... Ini Cacing!. " Ucapku seraya membuang piring yang ku pegang.

" Hiii... Hiii... Hiii... " Terdengar suara tertawa dari Ibuku.

Aku melihat kearah Ibuku betapa terkejutnya aku saat melihat Ibuku, kini  ia sudah berubah menjadi sosok hitam berambut sangat panjang dengan mata yang sangat merah dan mulut mengeluarkan banyak lendir menjijikan.

" Aarrggghh...." Teriakku dengan sangat kencang. Aku merasa begitu sangat ketakutan, bulu kudukku berdiri saat melihat sosok yang sama saat aku baru tiba di desa ini.

Aku berlari dengan sangat cepat berusaha menjauh dari sosok tersebut, namun saat aku tengah berlari kakiku tersandung kaki kursi meja makan. Sontak saja aku jatuh tersungkur kelantai, aku menyeret tubuhku agar bisa menjauh dari sosok tersebut namun sosok itu sudah lebih dekat ke arahku.

Aku berusaha terbangun namun kakiku sepertinya tertarik oleh sosok tersebut, aku mencoba melepaskan kakiku dari cengkraman sosok tersebut. Aku merasa begitu takut saat sosok itu menatap tajam ke arahku, tidak ingin menyerah dengan keadaan aku berusaha terbangun dan berlari menjauh dari sosok menyeramkan itu.

" Ayah, Ibu, Kakak.... Tolong aku! Arrgghhh... " Aku meminta pertolongan kepada keluargaku, dengan sekuat tenaga aku berteriak berharap mereka bisa menolongku.

Aku berlari kearah kamar Ayah dan Ibuku dan mencoba membangunkan mereka.

" Tok... Tok... Tok... Ayah, Ibu buka pintunya! " Aku mengetuk pintu dengan sangat cepat dam keras, berharap mereka bisa terbangun dan menolongku.

" Ceklek... " Suara pintu terbuka

terlihat Ayah dan Ibu keluar dari kamar. Dengan cepat aku memeluk Ayahku dengan sangat erat, aku menangis ketakutan dengan tubuh yang masih gemetaran.

" Ada apa sayang, kenapa kamu ketakutan seperti itu? " Tanya Ibuku begitu panik saat melihat kondisiku.

" Ayah, Ibu. Tadi di dapur ada hantu menyeramkan sekali " Ucapku dengan bibir masih gemetar.

" Hantu? Tidak mungkin di rumah ini ada hantu sayang, kamu hanya mimpi buruk saja, Maura? " Ucap Ibu tidak percaya

" Iya sayang, mungkin kamu hanya mimpi buruk. " Ucap Ayah juga tidak percaya.

" Benar Yah, Bu. Aku tadi melihat hantu di dapur, sungguh aku tidak berbohong! " Ucapku meyakinkan

Karena mendengar suara teriakanku tadi Kakak pun ikut terbangun dan mendekat kearah kami.

" Aku tadi mendengar suara Maura berteriak, ada apa?. Mengapa Maura terlihat ketakutan sekali? " Ucap Kakak dan bertanya saat melihat ke arahku.

" Tadi kata Maura dia melihat hantu di dapur." Ucap Ayahku memberitahu

" Benarkah? Ayo kita cek kesana! " Ucap Kakak penasaran

Kami berempat kembali ke dapur untuk memastikan apa yang aku lihat tadi, namun saat kami berada di dapur kami tidak melihat apa pun.

" Mana hantu? tidak ada hantu disini! " Ucap Kakak dengan santainya

" Tapi tadi aku melihatnya disini, sungguh! " Ucapku begitu yakinnya dengan apa yang aku lihat tadi.

" Sudahlah, ayo tidur lagi sudah tengah malam ini! " Ucap Ayah menyuruh kami untuk tidur kembali.

Aku kembali ke kamarku diantar oleh Ayah dan Ibuku karena aku masih merasa begitu takut dan tidak berani jika harus ke kamar sendirian.

" Tidurlah Maura! Ayah dan Ibu menemanimu sampai kamu tertidur. " Ucap Ayah menenangkanku agar aku bisa tertidur kembali.

" Iya Yah, tapi janji jangan tinggalkan aku sebelum aku tertidur ya! " Ucapku seraya menidurkan tubuhku.

" Iya Ayah janji " Ucap Ayah meyakinkan.

15 menit kemudian aku pun  tertidur lalu Ayah dan Ibu kembali ke kamar mereka meninggalkan aku sendiri yang tengah tertidur. 

Halusinasi kah?

Aku menikmati tidurku dan melupakan semua tentang kejadian yang terjadi di dapur tadi, dan aku tidak mendapatkan gangguan apapun dan dari siapapun.

Malam kini telah berganti pagi hari,

aku terbangun dari tidurku dan segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diriku. Aku melangkahkan kakiku keluar kamar sekiranya tubuhku sudah bersih dan rapi, aku merasa sudah siap untuk mengikuti tes penerimaan siswa-siswi baru hari ini.

Aku membawa tas ranselku yang didalam sudah terdapat alat tulis dan beberapa perlengkapan untuk mengikuti tes masuk SMK nanti. Dengan langkah pasti aku menuju dapur untuk sarapan dengan keluargaku.

Terlihat Ibuku sedang menyiapkan sarapan di atas meja makan, Ayah dan Kakak juga sudah berada di sana terduduk di kursi yang sedari tadi sudah menungguku. Aku menghampiri mereka, dan mendudukkan diriku di kursi berhadapan tepat dengan Kakakku.

" Bagaimana Maura, apa kamu sudah siap untuk tes hari ini? " Tanya Ayah

" Iya yah, Maura sudah siap! " Ucapku begitu semangat

" Ibu do'akan semoga kamu lolos dan mendapat nilai yang tinggi ya, Nak. " Sambar Ibu seraya memberikan roti tawar terdapat selai strawberry didalamnya.

" Aamiin, makasih ya Bu. Maura akan berusaha agar bisa lolos tes  dan mendapat nilai yang tinggi. " Ucapku seraya menerima roti pemberian Ibu, kemudian aku mulai memakannya.

Setelah selesai menikmati sarapan pagi, aku berangkat untuk mengikuti tes penerimaan siswa-siswi baru di SMK WAY RIMBA. Aku berangkat diantar oleh Ayahku menggunakan sepeda motor milik keluarga kami.

Ayah mengemudi dengan kecepatan sedang hingga aku masih bisa melihat dengan jelas  banyak pepohonan yang berada disisi kanan dan kiri jalan. 10 menit perjalanan akhirnya kami pun tiba, Ayah menghentikan motor tepat didepan gerbang sekolah.

Saat aku turun dari motor terlihat Nur menghampiriku, aku berkata pada Ayah agar ia tidak perlu menunggu dan menemani saat tes berlangsung. aku memintanya untuk langsung pulang ke rumah saja karena ada Nur yang akan menemaniku.

Nur adalah salah satu temanku, lebih tepatnya ia adalah seniorku waktu masih disekolah dasar. Dia 3 tahun lebih tua dariku, ketertinggalannya ia dengan teman-teman seumurannya karena dia pernah tinggal kelas 3 kali. Nur memang gadis yang kurang pintar dalam pelajaran, ia sangat susah menangkap ilmu yang diberikan oleh guru karena kelambatan dalam berpikir.

Aku dan Nur berada satu kelas yang sama saat aku sudah kelas 3 sekolah dasar, saat mengetahui kekurangan Nur aku mencoba membantunya. Dan saat ia bersamaku kini ia tidak lagi tinggal kelas seperti biasanya, dia selalu naik kelas hingga seperti sekarang.

Aku bersyukur bisa membantunya setidaknya aku memiliki teman dekat yang baik dan polos sepertinya. Aku dan Nur memasuki sekolah dan segera menuju ruang tempat kami tes penerimaan siswa-siswi baru.

" Permisi Kak, aku mau tanya ruang untuk tes penerimaan siswa-siswi baru dimana ya? " Tanyaku kepada pria salah satu pengurus Osis yang melintas didepan kami. Namun ia tidak menjawab pertanyaanku, matanya membelalak saat melihatku.

" Permisi Kak, dimana ruang tes penerimaan siswa-siswi baru? " Tanyaku sekali lagi mencoba membuyarkan pandangan pria itu terhadapku.

" Emmh, Ruang tes ya? kamu tinggal lurus aja dari sini terus belok kiri, ruangannya samping kantor guru! " Ucap pria tersebut menjelaskan dengan sedikit salah tingkah.

" Oh di sana ya, maksih ya Kak." Ucapku lalu aku dan Nur melangkahkan kaki kami menuju arah yang pria itu dimaksud.

" Tunggu, Mari aku antar! " Ucap pria itu menghentikan langkahku dan Nur.

Akhirnya aku dan Nur diantar oleh pria itu.

Kini kami telah tiba diruang tes tersebut, aku dan Nur mengucapkan terima kasih kepada pria itu karena telah mengantar kami.

" Kalian masuklah bentar lagi tes akan dimulai! " Ucap pria itu

" Oh iya, kenalin namaku Rangga! " Ucap pria itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya. Aku dan Nur membalas untuk menjabat tangannya secara bergantian.

" Nur "

" Maura "

Kami saling memperkenalkan diri masing-masing. Namun tak lama pria pergi meninggalkan kami karena ia harus bertugas kembali.

Aku dan Nur memasuki ruang tes dan terduduk di bangku secara bersampingan.

" Nur semangat ya, gue yakin lo bisa! " Ucapku menyemangati

" Iya lo juga semangat ya, Maura! " Ucap Nur juga menyemangatiku.

Aku tahu Nur lebih tua dariku tapi ia tidak ingin aku memperlakukannya seperti senior dariku, dia ingin aku menganggapnya seumuran denganku.

Tes penerimaan siswa-siswi baru sudah selesai kami jalani, aku merasa begitu puas karena menurutku soal yang tertera tidak sesulit seperti dalam pikiranku. Namun Nur berbeda denganku ia merasa kalau soal yang tertera lumayan sulit baginya, tapi aku mencoba meyakinkannya kalau aku dan dia akan lolos nanti.

Terlihat Kak Rangga menghampiri kami saat kami baru saja keluar dari ruangan tersebut.

" Bagaimana, apa soalnya sulit? " Tanya Kak Rangga dengan ramahnya.

" Sulit, Kak Rangga " Ucap Nur dengan melasnya

" Benarkah? Kalo menurut kamu, Maura? " Tanya Kak Rangga kepadaku

" Lumayan Kak " Ucapku lalu tersenyum.

" Ya sudah, semoga aja kalian berdua lolos! " Ucap Kak Rangga menyemangati.

" Aamiin....." Ucapku dan Nur bersamaan.

" Yaudah Kak, kami pulang duluan ya. " Ucapku berpamitan

" Iya, hati-hati ya kalian! " Ucap Kak Rangga

Aku dan Nur pergi meninggalkan Kak Rangga dan menuju gerbang sekolah, terlihat Ayahku sudah menungguku diluar gerbang sekolah. Aku berpamitan kepada Nur untuk pulang lebih dulu dan dia mengiyakannya.

Aku dan Ayahku segera pulang ke rumah, namun saat diperjalanan aku melihat sosok anak kecil melintas didepan kami.

" Ayah, Awaaaas! " Ucapku berteriak dan hal itu membuat Ayah terkejut, seketika ia menghentikan laju motornya.

" Ada apa, Maura? " Tanya Ayahku dengan herannya.

" Tadi kita hampir menabrak anak kecil, Ayah. " Ucapku menjelaskan

" Anak kecil yang mana? Ayah tidak melihatnya. " Ucap Ayahku tidak percaya.

" Benar Yah, tadi aku melihatnya melintas didepan kita. " Ucapku dengan begitu yakinnya.

" Sudahlah, Maura! Kamu ini hanya halusinasi saja " Ucap Ayah masih tidak percaya dengan perkataanku.

Tidak ingin berdebat dengan Ayah, aku pun mengabaikannya dan Ayah melajukan motornya kembali.

Kini kami telah tiba di rumah kami dengan cepat aku memasuki rumah, terlihat Ibu sedang menonton tv diruang keluarga.

" Assalamu'alaikum, Bu. " Ucapku mendekati dan mencium tangannya.

" Wa'alaikumussalam, akhirnya kamu pulang juga. Bagaimana tesnya lancar? " Tanya Ibu

" Lancar, Bu. " Ucapku kemudian terduduk di sofa di samping Ibuku. Kemudian aku melihat dan memegang perut Ibuku yang sudah lumayan membesar.

" Adik kapan keluar sih, Bu? Maura sudah tidak sabar ingin mencium dan menggendongnya. " Ucapku seraya mengelus lembut perut Ibuku.

" 4 bulan lagi sayang, usia kandungan Ibu baru 5 bulan. " Ucap Ibu lalu tersenyum.

" Masih lama ya, Bu? padahal aku ingin adik cepat keluar biar aku bisa menggendongnya! " Ucapku menatap wajah Ibuku.

" Tidak lama lagi sayang, kamu yang sabar ya! " Ucap Ibu seraya mengelus rambutku yang sepanjang bahu.

" Iya Bu, Maura pasti akan sabar menunggu. Kalau begitu aku ke kamar dulu ya, aku merasa lelah sekali. " Ucapku lalu beranjak dari dudukku.

" Tapi sayang, kamu kan belum makan siang. Makan dulu sana! " Ucap Ibu menahanku

" Ya baiklah " Ucapku lalu pergi meninggalkan Ibu yang masih terduduk di sofa.

Aku melangkahkan kakiku menuju dapur untuk makan siang, 15 menit kemudian aku pun selesai makan dan kemudian aku menuju kamarku untuk mengistirahatkan tubuhku.

Tiba Dikamar....

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur dan mulai memejamkan kedua mataku, aku menarik selimut menutupi tubuhku sampai batas dada untuk menyamankan tubuhku.

Namun tak lama kemudian mataku mulai terpejam dan aku tertidur sangat pulas sekali. Tapi saat beberapa menit saja aku baru merasakan tidur yang nyenyak, kini aku tidak lagi merasakan kenyamanan dan kehangatan tubuhku. Aku merasakan udara dingin di sekitarku dan saat aku membuka mata, aku melihat selimut yang menutupi tubuhku terjatuh kebawah lantai.

Aku mengambil selimut itu dan menutupi tubuhku kembali, tapi saat beberapa menit kemudian selimut tersebut terjatuh lagi hal itu terus saja terulang kembali. Aku merasa mulai takut dan tidak nyaman dengan kondisi seperti sekarang, aku berusaha menutupi seluruh tubuhku dengan selimut hingga tidak menyisakan bagian apapun dari diriku terlihat.

Aku berusaha memejamkan mataku berharap bisa tertidur kembali namun hal itu tidak terjadi. Aku merasa ada yang memanggil namaku beberapa kali tapi aku tidak mengenali suara tersebut.

" Maura.... Maura.... Maura... " Terdengar ada yang memanggil namaku, suaranya sangat tipis tapi terdengar sangat jelas di telingaku.

Karena rasa penasaran aku pun membuka selimut yang menutupi wajahku, dan saat aku membukanya aku melihat sekitar yang ada di hadapanku.

" Tidak ada siapa-siapa disini " Gumam ku dalam hati

" Maura... Maura... Maura... " Suara itu terdengar lagi, aku mencari sumber suara tersebut dan aku rasa suara tersebut berasal dari atas, aku pun melihat kearah atas.

" Aaarrgghhh.... " Teriakku dengan lantangnya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!