Sarah
Aku tidak tahu kami sedang menuju ke mana. Atau apa yang kami lakukan saat ini.
Aku hanya berjalan dan terus berjalan menyusuri jalanan.
Ku gerakan kaki ku dengan langkah gontai. Aku ingin segera menjauh dari rumah neraka itu.
Rumah yang sudah aku huni kurang lebih tujuh tahun terakhir ini bersama suami dan anak anak ku sebagai tempat tinggal kami.
Sambil berjalan, aku mengingat-ingat semua siksaan yang aku derita dari tangan suamiku sendiri yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Tulang ku dipatahkan, aku dipukuli, ditusuk dan juga diperkosa olehnya.
Dan pada akhirnya, malam ini, aku berhasil mengumpulkan cukup keberanian dan kekuatan untuk meninggalkan rumah dengan membawa serta dua putraku.
Saat kami pergi malam itu, hujan turun dengan rintik-rintik. Seolah menambah lengkap penderitaan yang ku alami.
Dengan membawa beberapa potong baju anak anak yang aku masukan dengan asal di tas ransel. Tidak ada pikiran lain selain aku harus cepat pergi meninggalkan rumah saat ini.
Aku sudah tidak tahan dengan semua perlakuan dan kekejaman yang di lakukan oleh Mathew, suami ku.
Sikap kasarnya sudah melampaui batas. Dan aku sudah tidak bisa diam saja menerima perlakuan buruknya.
Sifatnya sangat berubah drastis semenjak ia di pecat dari perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Sudah tiga minggu kami tinggal di jalanan. Aku mencoba mencari pekerjaan apa saja. Tetapi aku tak mampu membayar tempat penitipan anak untuk saat ini.
Aku ingin bekerja, untuk memenuhi kebutuhan dua putra ku. Uang yang aku bawa saat pergi dari rumah sudah habis.
Aku dan anak anak ku seminggu ini menumpang dan menginap di tempat tempat pengisian bahan bakar. Atau kadang, kami singgah di rumah kosong sebagai tempat berteduh.
Aku hampir putus asa, stress dan gila.
Tapi, ketika melihat wajah wajah yang tak bersalah dan tak tau apa apa di wajah tampan anak anak ku. Malu rasanya jika aku harus menyerah
Bisa saja aku pergi ke pantai asuhan dan menaruh mereka di sana. Tapi aku tidak bisa berpisah dengan dua buah hati ku.
Aku ingin bekerja, tapi aku tidak tahu pada siapa kedua anakku akan ku titipkan.
Mereka masih kecil kecil dan aku tidak berdaya.
Kenji berusia 4 tahun dan Kenzo berusia 2 tahun. Alasan yang membuat aku pergi dari rumah adalah karena sikap suami ku yang sudah semakin semena mena pada ku.
Selain ia tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan kami. Dia juga gila judi dan mabuk.
Saat kami pergi pun, ia malah tertawa dan terkesan mengusir kami. Dia malah asik meneguk bir nya. Entah ia sadar atau tidak. Aku tidak peduli
Padahal ada darah dagingnya yang aku bawa pergi dari rumah. Ia sama sekali tak menahan kami.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Ku langkahkan kaki ku menuju sebuah kedai restoran yang ada di pinggir jalan pada siang hari itu. Aku berniat untuk mencoba mencari pekerjaan di sana.
Sebelumnya, aku sudah memberi tau Kenji anak pertama ku untuk bisa menjaga adiknya di saat aku bekerja.
Dan anak itu menganggukkan kepalanya. Yang berarti ia paham dengan tagung jawab yang aku titipkan padanya.
Saat satu hal sudah bisa ku atasi. Di saat aku memberanikan diri untuk melamar pekerjaan. Dengan harapan aku bisa diterima dengan segala kondisi yang aku alami. Hal itu ternyata tidak membuat sang pemilik kedai berempati pada diriku.
Dan sejujurnya aku juga tidak mengemis untuk di kasiani. Aku hanya membutuhkan pekerjaan saat ini.
Aku lupa membawa dokumen dokumen penting ku seperti ijasah dan beberapa dokumen penting yang lain. Hal itu lah menyulitkan aku bisa mendapatkan pekerjaan saat ini.
Ketika aku sudah kabur dari rumah kami. Aku tak mau kembali ke rumah itu lagi, tak akan pernah.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Di sebuah restoran dengan logo huruf M yang berada di tepi jalan. Aku sengaja duduk di sebuah halte dengan kedua anak ku. Hari itu kami belum makan apapun. Kenzo masih tertidur pulas di strollernya.
Dari kejauhan aku bisa memperhatikan ada seseorang pegawai restoran sedang membuang makanan di tong sampah.
Saat kita sudah merasa lapar, yang ada di pikiran kita hanyalah bagaimana caranya kita bisa makan.
Mungkin aku bisa menahan lapar. Tapi tidak untuk kedua putra ku. Mereka pasti tersiksa dengan rasa lapar yang mereka rasakan.
"Kenji, kamu tunggu sebentar di sini ya sayang. Mama akan pergi kesana sebentar. Untuk membelikan mu makanan." kata ku pada anak pertama ku yang selalu bisa di andalkan.
"Iya Mama." jawaban dengan wajah yang lusuh karena sudah dua hari kami tidak mandi.
"Oke, good sayang. Jaga adik mu. Mama akan segera kembali."
Aku pun kemudian berjalan menuju restoran tersebut dengan maksud mengais makanan dari sana. Sebelum para pegawai restoran itu benar-benar membuang makanan ke tong sampah.
Sarah
"Kenji, kamu tunggu sebentar di sini ya sayang. Mama akan pergi kesana sebentar untuk mendapatkan makanan." kata ku pada Kenji. Sambil ku arahkan telunjuk ku mengarah ke restoran tersebut. Kenji, putra pertama ku yang selalu bisa aku andalkan.
"Iya Mama." jawabannya dengan ekspresi wajah yang menurut. Wajahnya tampak lusuh, karena sudah dua hari kami tidak mandi.
"Oke, good sayang. Jaga adik mu. Mama akan segera kembali."
Kemudian aku berjalan menuju restoran tersebut dengan maksud mengais makanan dari sana.
Sebelum para pegawai restoran benar-benar membuang makanan ke tong sampah.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Sambil menghadap ke arah restoran itu dengan tegap. Aku berfikir sejenak.
"Disaat dalam keadaan darurat seperti ini, seseorang rela merendahkan diri mereka hanya untuk bisa bertahan hidup. Agar mereka tidak mati konyol. Aku melakukan ini demi Kenji dan Kenzo. Mereka butuh makan." ucap ku berkata-kata pada dirinya sendiri.
Hidup kedua putra ku saat ini ada di tangan ku.
Setelah aku berhasil mendekati tong sampah yang di letakan di sisi belakang restoran. Aku kembali membeku.
Aku berfikir dan bertanya-tanya dalam hati. Apakah aku boleh mengambil sisa-sisa makanan itu sebelum mereka membuangnya ke dalam tong sampah.
Ku pikir pasti boleh.
Syukur syukur ada satu atau dua buah ayah yang masih utuh.
Kelaparan benar benar membuat orang tidak peduli dengan harga diri.
"Hai, sedang apa kamu di situ?" sebuah suara maskulin terdengar dari belakang.
Menyadari jika kini aku sedang di pergoki oleh seorang karyawan restoran. Membuat ku menjadi sedikit gugup.
Akhirnya, ku beranikan diri untuk menghadap ke arah pria yang baru saja datang dan menangkap basah aku.
"Aku lapar, dan aku butuh makanan." Dia mulai memindai ku. Menelusuri penampilan ku dari atas sampai bawah.
"Kenapa tidak membeli makan di dalam." Sebuah pertanyaan bodoh kenapa ia tanyakan! padaku.
"Aku tidak punya uang." jawab ku berterus terang.
Tak lama kemudian. Seorang kasir mendengar percakapan kami. Dari pintu masuk restoran yang ada di belakang. Ia berkata sesuatu.
Dia bilang ayam-ayam itu akan diletakkan di atas tutup tempat sampah agar bisa kuambil.
Aku mengucapkan terima kasih kepadanya.
Akhirnya, aku bisa memberikan anak anak ku makan pada hari itu.
Selama beberapa hari. Kami memperoleh makanan dengan cara seperti itu.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Pada suatu hari, ketika aku sedang berjalan bersama kedua anakku melewati sebuah restoran yang khusus menjual pizza.
Aku mencari tahu apakah aku boleh meminta sekelas air putih untuk anakku yang kecil. Karena ia merasa kehausan.
Tak sengaja aku melihat seorang pria berwajah tampan dan berotot. Dia pria paling tampan yang pernah kulihat yang duduk di restoran.
Aku tahu, penampilan ku tak karuan. Saat tak sengaja aku menatapnya. Ia tersenyum ramah kepada ku. Tidak hanya tersenyum manis padaku, tetapi ia juga tersenyum pada Kenzo dan Kenji.
Aku kemudian memberikan diri untuk bertanya kepadanya. Apakah aku boleh meminta segelas air dan mempersilahkan kami duduk sebentar saja di bangku. Karena jujur saja, kami kelelahan.
Pria itu ternyata sangat baik. Ia menyuruh kami duduk di sebuah bangku lalu ia berjalan menuju kasir.
Tak berselang lama, ia kembali datang pada kami sambil membawakan air dan pizza.
Dia mempersilahkan pada kami untuk menikmati makanan tersebut.
Karena kami sudah lapar, terutama anak anak ku. Kami menikmati pizza itu dengan penuh haru.
Kemudian ia memulai pembicaraan. Dan dia kemudian bertanya tanya pada ku. Kenapa aku seperti gelandangan.
Apakah penampilan ku seburuk itu?
Ya, aku memang gelandangan sekarang. Seorang gelandang yang membawa serta dua anak.
Mungkin ia sudah bisa menebaknya. Jadi ia langsung saja bertanya kepadaku tentang rumah tangga.
Dan mau tidak mau, aku pun sedikit bercerita tentang keadaan ku. Pada pria asing yang terlihat ramah dan baik itu. Yang saat ini duduk bersama kami.
"Kenapa kau seperti ini. Apa kamu benar-benar tidak memiliki keluarga atau kerabat?" tanya nya penuh dengan rasa ingin tau.
"Aku seorang yatim-piatu, dan tidak punya saudara. Kerabat ku tinggalkan di lain kota. Aku tidak bisa menjangkaunya." jawab ku, ketika ia bertanya tentang keluarga ku yang lain.
"Membina rumah tangga dan mempertahankannya memang berat. Perlu kerja sama yang baik antara suami-istri. Agar sebuah hubungan pernikahan bisa berjalan dengan baik. Aku memahami kondisi mu. Dan jujur saya, seharusnya suami mu tidak memperlakukan kalian seperti ini. Kalian harusnya di lindungi. Maaf, apa suami mu sebrengsek itu? Aku saja sebagai seorang pria tidak tega melihat kalian. Apa lagi dua putra mu ini sangat tampan." Dia rupanya penasaran dengan suami ku.
"Suami ku sebenarnya orang baik. Hanya saja, mungkin dia depresi ketika ia kehilangan pekerjaannya. Sedangkan kebutuhan kami banyak. Belum lagi tagihan tagihan rumah yang harus kami bayar." jelas ku padanya.
Sejenak aku bertanya pada diriku sendiri. Apa sudah benar jika aku bercerita tentang aib rumah tangga ku pada pria asing ini.
Entahlah, aku tidak tau. Aku hanya terbawa suasana saat ia mengintrogasi ku soal keadaaan buruk yang menimpa ku.
"Boleh tau nama mu?" Akhirnya ia bertanya juga siapa nama ku. Dengan sedikit ragu, aku akhirnya memberi tau nama ku, dan juga memberi tau nama kedua putra ku.
"Sarah, senang berjumpa dengan mu. Aku Cris," ucapnya, memberi tau namanya.
"Cris, Cris saja?" tanya ku.
Konyol, kenapa aku sok akrab dengannya. Dia tersenyum tipis menanggapi pertanyaan tak berbobot yang aku tanyakan padanya.
Cris, ia kemudian izin meningalkan meja tempat kami duduk untuk menjawab telepon. Karena ada seseorang yang menghubunginya.
Setelah ia selesai menjawab telepon. Cris, datang kembali ke meja kami dengan membawakan lebih banyak makanan.
"Ini makanlah lagi, jika kalian sudah kenyang. Kalian bisa membungkusnya." ujarnya. Aku sangat malu menerima kebaikan Cris.
"Dimana kalian selama ini tinggal?" tanya Cris, sebuah pertanyaan yang sebenarnya sulit untuk aku jawab. Tapi karena dia sudah bertanya. Maka aku pun harus menjawabnya.
"Aku tinggal di tempat pengisian bahan bakar. Terkadang juga aku tinggal di rumah-rumah kosong yang ada di tepi jalan. Agar kami tidak kepanasan dan kehujanan." Cris nampak mengangguk-angguk mendengar ceritaku.
"Lalu bagaimana kalian bisa membersihkan diri? Anak terkecil mu pasti sering buang air kecil."
"Kami selalu menumpang membersihkan diri di tempat pengisian bahan bakar. Kami menggunakan toilet umum itu untuk melakukan bersih-bersih diri."
"Kenapa kau tak kembali pulang ke rumah suami mu. Kau tidak bisa bertahan dalam kondisi seperti ini. Kalian butuh tempat tinggal yang layak. Kau harus mengambil langkah." kata Cris ada benarnya. Aku juga memikirkan itu setiap detik. Tapi aku belum menemukan titik terang dari penyelesaian masalah ku yang saat ini harus pasrah menjadi gelandangan.
"Setiap hari aku juga berfikir seperti itu Cris. Aku tidak lantas diam saja menghadapi situasi ini." kataku pada Cris. Aku tidak mau di anggap sebagai ibu yang tidak berguna dan tega mengajak anak anak ikut dalam kesusahan hidup. Kenji dan Kenzo tidak pantas merasakan ini. Saat aku seumuran mereka. Aku hidup nyaman bersama ayah dan ibu ku. Tetap ternyata keadaan berbeda. Aku justru tidak bisa memberikan itu pada kedua anak ku. Sehingga membuat mereka di paksa untuk merasakan pait nya penderitaan.
Dan aku yakin, situasi ini akan menjadi pengalaman paling buruk bagi mereka.
Terkadang kita tidak tahu permainan nasib akan membawa kita ke mana. Yang ada kita harus bersiap dengan semua nasib atau takdir yang telah Tuhan berikan kepada kita.
Aku juga tidak pernah menyangka jika keadaan aku akan seburuk ini. Bahkan anak-anakku juga mengalami kejadian yang seperti ini.
Padahal jauh sebelum itu kehidupan aku dan juga suamiku berlangsung dengan sangat normal bahagia dan biasa-biasa saja. Tapi Siapa tahu justru saat ini aku berada dalam fase terburuk di mana sebuah perjalanan kehidupan yang aku tidak pernah menyangka jika aku bisa dalam kondisi seperti ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!