NovelToon NovelToon

Don'T Forget Me, Hubby

Dia Pembantu

“Apa? Anak saya kecelakaan?” tanya Magdalena dengan terkejut. Bagaimana tidak terkejut, dia tiba-tiba mendapatkan telfon dari pihak kepolisian yang mengatakan kalau anak semata wayangnya mengalami kecelakaan dan saat ini sedang berada di rumah sakit. Padahal seharusnya sekarang anaknya itu sedang berbulan madu.

Dengan terburu-buru Magdalena mengambil tasnya dan turun dari lantai 2 ke lantai 1 sambil meneriaki nama supirnya.

“Tono! Tonooo!”

Tono yang sedang ngopi dengan santai di dapur dengan segera menaruh gelas kopinya di meja dan berlari menghampiri sang majikan.

“Iya, Bu,” jawab Tono saat sudah berdiri di hadapan majikannya yang tengah berdiri sambil memijit keningnya.

“Cepat siapkan mobil dan antarkan saya ke rumah sakit!” titah Magdalena.

“Ru-rumah sakit ..? Siapa yang—”

“Sudah jangan banyak tanya! Cepat siapkan mobil!” seru Magdalena kesal.

Tono pun langsung pergi ke gerasi dan mengeluarkan mobil. Kemudian dia mengantarkan Magdalena untuk pergi ke rumah sakit yang disebutkan oleh majikannya itu.

“Lebih cepat, Ton!” perintah Magdalena tidak sabaran saat Tono bukannya ngebut tapi malah mengurangi kecepatannya.

“Sepertinya di depan lagi ada pemeriksaan Bu, makanya macet begini,” sahut Tono sambil melonggokkan kepala ke luar jendela mobil yang dibuka tiga per empat.

“Ya ampun, pemeriksaan apa lagi sih! Gak tahu orang lagi buru-buru apa!” Magdalena menggerutu kesal karena di saat genting seperti ini malah ada saja yang menghambatnya, membuat darahnya jadi mendidih saja.

Agak cukup lama terjebak macet, akhirnya mobil yang tadi berjalan merayap perlahan sudah bisa melaju dengan kecepatan normal, bahkan Tono langsung ngebut karena majikannya yang duduk di jok belakang terus menyuruhnya untuk ngebut agar mereka bisa segera tiba di rumah sakit.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam Magdalena pun sampai juga di rumah sakit tempat anaknya berada. Dia segera turun dari mobil dan berjalan cepat menuju meja resepsionis.

“Di mana anak saya?” tanya Magdalena.

“Anak Ibu namanya siapa ya?” Resepsionis itu kembali bertanya karena tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Magdalena, ada banyak pasien yang ada di rumah sakit ini.

“Kaisar. Nama anak saya Kaisar. Dia korban tabrakan yang dibawa ke sini sekitar satu atau dua jam lalu,” jawab Magdalena dengan kedua tangan saling meremas.

“Oh, pasien korban tabrakan itu sekarang ada di ruang UGD, Bu.”

Tanpa mengucapkan terima kasih, Magdalena langsung berlari ke ruang UGD untuk melihat kondisi putranya itu. Sejak mendapat kabar bahwa Kaisar mengalami kecelakaan, Magdalena langsung merasa tidak tenang, dia takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada Kaisar, satu-satunya penerus keluarganya itu.

Setelah sampai di UGD dan melihat Kaisar yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit Magdalena merasa miris. Hatinya begitu sakit seperti disayat oleh sembilu. Ibu mana yang tidak sedih melihat anaknya dalam kondisi yang begini memprihatinkan? Kepala dan pergelangan tangan Kaisar diperban, serta pipinya terdapat luka gores yang lumayan panjang.

Ketika Magdalena hendak melangkah untuk menghampiri putra tersayangnya itu, dua orang polisi sudah lebih dahulu menghampirinya. Mereka memberikan beberapa pertanyaan kepada Magdalena lalu mengembalikan barang-barang seperti dompet dan ponsel milik Kaisar dan Dahlia (istri Kaisar), lalu menceritakan tentang kecelakaan yang menimpa putra dan menantu Magdalena itu.

“Pengemudi truk yang menabrak mobil putra Ibu dan satu mobil lainnya diduga menyetir dalam keadaan mengantuk akibat kelelahan ….” Salah satu polisi itu memberikan penjelasan yang membuat wanita paruh baya di depannya itu menutup mulut dengan kedua tangan. Sungguh Magdalena tidak bisa membayangkan kalau putranya akan mengalami hal tragis seperti ini.

Setelah mendengarkan penjelasan dari kedua polisi itu, Magdalena berjalan lemas menuju ranjang putranya. Dia duduk di kursi lipat yang ada di samping ranjang dan memandang wajah putranya dengan sedih. Dia mengusap wajah putranya yang tampan itu dengan lembut dan penuh kehati-hatian seolah dia sedang memegang sebuah guci kristal, menyentuh goresan di pipi Kaisar sambil meringis.

“Kasihan sekali putraku yang tampan ini …. Kalau saja kamu tidak menikah dengan perempuan itu, pasti kamu tidak akan jadi seperti ini.”

Magdalena melimpahkan kesialan yang terjadi pada anak semata wayangnya itu kepada menantunya yang sedang terbaring di ranjang sebelah. Sama seperti Kaisar, Dahlia juga dalam kondisi yang memprihatinkan dan saat ini belum sadarkan diri. Tapi Magdalena tidak perduli, bahkan dia berharap jika perempuan yang sudah resmi menjadi istri dari anaknya itu mati saja sekalian.

***

“Kaisar? Syukurlah kamu sudah sadar …”

Setelah menunggu sekian jam, akhirnya Kaisar siuman juga. Magdalena begitu senang ketika merasakan jari putranya itu bergerak. Dia menatap penuh harap pada putranya yang membuka mata dengan perlahan.

Namun setelah mata Kaisar terbuka sempurna, lelaki itu malah tampak linglung menatap ke sekeliling.

“Ini di mana?” tanya Kaisar dengan suara pelan.

“Kamu sedang di rumah sakit. Kamu habis mengalami kecelakaan. Tapi syukur lah karena sekarang kamu sudah sadar,” jawab Magdalena panjang lebar dan dengan senyum semringah.

Sayangnya senyum wanita paruh baya itu harus pudar saat kaisar bertanya, “Siapa …?”

“Siapa? Apa maksudmu, Kaisar?” Magdalena bertanya bingung, tidak mengerti dengan maksud pertanyaan putranya.

“Kaisar? Siapa Kaisar?” Kaisar kembali melemparkan pertanyaan yang membuat kening Magdalena semakin berkerut.

Magdalena segera bangkit dari duduknya dan memanggil dokter untuk memeriksa putranya itu.

“Apa yang terjadi dengan anak saya, Dok?” tanya Magdalena ketika dokter baru saja datang.

“Sebentar ya, Bu. Kita lakukan pemeriksaan dulu.”

Dokter wanita itu pun memeriksa kondisi Kaisar dan memberikan pertanyaan sebagai bentuk tes. Setelah selesai memeriksa pasiennya itu, dia menatap kepada Magdalena.

“Sepertinya putra Ibu mengalami amnesia,” ucap dokter.

Magdalena langsung membolakan matanya mendengar hal tersebut.

“A-amnesia?” ulang Magdalena yang takut salah dengar.

Dokter pun menjelaskan kalau benturan keras yang diterima oleh Kaisar sewaktu mengalami kecelakaan kemungkinan menyebabkan kerusakan pada bagian sistem limbik yang ada di otak putra Magdalena itu sehingga menyebabkan Kaisar hilang ingatan.

“Apa ingatannya bisa kembali pulih, Dok?”

“Kita harus menjalani pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui hal itu.”

Magdalena langsung termenung. Bagaimana bisa hal seperti ini malah terjadi kepada putranya?

“Baik Bu, kalau begitu saya permisi dulu,” ucap dokter itu yang hanya dijawab oleh Magdalena dengan anggukan.

Kemudian Magdalena kembali duduk di kursi lipat dengan lemas. Dia menatap Kaisar dengan tatapan sedih, sedangkan putranya itu malah menatapnya bingung. Tapi kesedihan Magdalena tidak berlangsung lama karena wanita itu menyadari satu hal. Sesuatu yang tadi tidak sempat disadari olehnya.

‘Jika Kaisar tidak bisa mengingat apa pun, bukankah berarti dia tidak ingat jika sudah menikah dengan perempuan pembawa sial itu?’ batin Magdalena sambil tersenyum menatap putranya.

***

Setelah dokter selesai melakukan pemeriksaan, Magdalena dipanggil ke ruangan dokter yang memeriksa putranya tadi. Di sana, Dokter itu menjelaskan jika saat ini Kaisar mengalami amnesia akibat benturan keras saat kecelakaan itu terjadi. Setelah mendengar penjelasan dokter tersebut, Magdalena kembali ke ruangan putranya. Tapi sebelum itu, dia pergi ke tempat administrasi untuk mengurus kepindahan ruang rawat putranya agar dipindahkan ke ruangan VIP. Dahlia? Dia tidak peduli.

'Biarkan saja dia di ruangan kelas rendah, sesuai dengan kastanya!' batin Magdalena.

Setelah semuanya selesai, barulah Magdalena kembali ke ruangan sang anak. Dia langsung mengenalkan dirinya sebagai ibu kandung Kaisar. Kaisar yang bingung hanya bisa percaya begitu saja. Karena saat ini dia sama sekali tidak mengingat apapun. Kemudian netranya tak sengaja menoleh ke samping dimana ada seorang wanita yang juga di rawat di satu ruangan yang sama dengannya. Wanita itu masih pingsan dan belum sadarkan diri. Dia pun tak dapat menahan rasa penasarannya.

“Siapa dia, Bu?” tanya Kaisar kepada Magdalena.

Magdalena melirik ke arah Dahlia yang masih terbaring lemah. Kemudian dia tersenyum sinis.

“Dia itu pembantu di rumah kita. Asal kamu tahu saja Nak, kecelakaan ini terjadi saat kamu mengantarnya belanja bulanan. Dia memang pembawa sial!" jawab Magdalena dengan penuh kebohongan

Kaisar terlihat kebingungan.

“Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Dia sama sekali tidak penting. Lebih baik bersiap, sebentar lagi kamu akan dipindahkan ke ruangan VIP."

***

TBC

Wanita tidak sempurna

"Kaisar, sudah hentikan. Tidak perlu berusaha keras untuk mengingatnya. Dokter bilang kondisi kamu belum stabil. Nanti kalau sudah waktunya ingatanmu kembali dia juga akan kembali dengan sendirinya. Lagi pula juga tidak ada hal penting yang perlu kamu ingat. Jika ada yang ingin kamu ketahui kamu bisa bertanya kepada Ibu. Ibu akan menjawab semuanya," ucap Magdalena saat Kaisar meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya.

'Tentu semua yang perlu kamu tahu. Karena tidak semuanya penting untuk diingat, terlebih perempuan sialan itu!' lanjut Magdalena dalam hati.

Tadi saat Magdalena menjelaskan tentang siapa wanita yang berada di ranjang sebelah dan apa yang menyebabkan Kaisar serta wanita itu kecelakaan, Kaisar berusaha mengingat semua itu. Tapi bukannya mengingat apa yang terjadi sebenarnya, laki-laki itu hanya mendapatkan kepalanya sakit. Rasanya begitu nyeri seperti ditusuk-tusuk.

"Baik lah, Bu," jawab Kaisar. Pria itu pun mengikuti perintah ibunya. Dia tidak lagi memaksakan diri untuk mengingat peristiwa kecelakaan itu. Mungkin nanti ingatannya akan muncul kembali secara perlahan.

Tak lama kemudian Kaisar pun di pindahkan ke ruangan VIP. Tapi saat dia melihat kalau wanita yang ada di sampingnya dibawa ke ruangan yang berbeda Kaisar menanyakan hal ini kepada ibunya.

“Kenapa dia tidak dipindahkan ke ruangan VIP juga, Bu? Sepertinya dia terluka parah." tanya Kaisar.

"Di ruangan VIP? Sudah bagus kita mau menanggung semua biaya berobatnya. Jadi mana mungkin kita meminta agar pembantu seperti dia juga dirawat di ruangan yang sama denganmu?" sahut Magdalena tak habis pikir.

Wanita paruh baya itu tidak mengerti dengan putranya. Sudah amnesia tapi masih saja putranya itu sibuk mengurusi Dahlia. Kalau seperti ini terus maka bisa bahaya jika seandainya Kaisar kembali mengingat Dahlia yang merupakan istrinya.

"Segala hal yang bisa membuat Kaisar mengingat perempuan pembawa sial itu harus disingkirkan. Aku tidak mau jika Kaisar kembali bersama dengan perempuan itu," gumam Magdalena saat dia keluar dari ruangan putranya dengan alasan kalau ada hal lain yang masih harus dia urus.

Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Magdalena pun memeriksa ponsel Kaisar yang tadi dia simpan di dalam tasnya. Magdalena menyalakan benda itu lalu menelusuri isinya. Dia kemudian menyimpulkan kalau isi dari benda persegi panjang itu sungguh tidak baik untuk putranya. Karena di sana banyak tersimpan hal yang bisa mengingatkan Kaisar kepada istrinya itu. Bahkan sejak di halaman depan saja Kaisar sudah memasang fotonya bersama Dahlia sebagai wallpaper. Jadi Magdalena memilih untuk menyembunyikan ponsel putranya itu dan akan menyuruh Kaisar untuk membeli ponsel baru.

Usai mengurus memeriksa ponsel Kaisar, Magdalena kemudian pergi ke ruangan dokter yang merawat Dahlia. Walaupun enggan, dia tetap melakukan hal tersebut dan berharap jika nanti dokter menyampaikan jika menantu tak diharapkannya itu mengalami luka yang cukup serius.

Tapi tak sesuai harapan Magdalena, karena dokter hanya berkata jika Dahlia mengalami lumpuh saja.

"Terjadi pergeseran pada sendi kaki kanannya dan juga patah pada tulang kering di kaki kiri pasien. Selain itu pasien juga mengalami cedera saraf tulang belakang yang menyebabkannya mengalami kelumpuhan ...."

Dokter masih menjelaskan kondisi Dahlia, tapi Magdalena tidak terlalu mendengarkannya. Apalagi saat dokter menyampaikan perihal pengobatan yang harus dijalani oleh Dahlia nantinya.

'Cih! Kenapa aku harus memikirkan soal nasib perempuan itu dan mau repot-repot membiayai pengobatannya? Lebih baik dia tetap cacat seumur hidupnya,' batin Magdalena.

***

Sementara di dalam ruang rawat inapnya, Dahlia yang sudah sadarkan diri merasa terkejut karena saat ini dirinya berada di rumah sakit.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya wanita itu lebih kepada dirinya sendiri.

Dahlia menyapu pandangannya pada ruangan tempatnya berada sekarang. Selain dirinya ada lima pasien lain yang sedang di rawat di ruangan ini. Tapi dari kelima pasien itu tak dia temukan seseorang yang sedang dicarinya.

"Di mana Mas Kaisar? Apa dia baik-baik saja?"

Bukannya mencemaskan keadaannya saat ini, Dahlia malah memikirkan kondisi suaminya. Dia ingat saat sedang berada di jalan tol tiba-tiba sebuah truk yang sebelumnya melaju dengan oleng menabrak mobil yang sedang dikemudikan oleh Kaisar. Setelah itu mobilnya berguling dan ... Dahlia tidak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya. Yang dia ingat hanya saat itu Kaisar sudah lebih dahulu tidak sadarkan diri. Dan kepala laki-laki itu banyak mengeluarkan darah segar.

Ketika Dahlia hendak menyibak selimutnya, netranya menangkap sosok Magdalena yang berjalan menghampirinya. Ibu mertuanya itu menatapnya dengan tajam sebelum mendudukkan diri di kursi yang ada di samping ranjang Dahlia.

"Akhirnya kamu sadar juga." Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Magdalena dan diucapkan oleh wanita paruh baya itu dengan nada kentara tidak sukanya.

"Di mana Mas Kaisar, Bu?" Tanya Dahlia kepada ibu mertuanya itu dengan cemas.

"Kamu tidak perlu memikirkan Kaisar. Aku bisa merawat putraku dengan baik. Sebaiknya kamu pikirkan dirimu sendiri yang cacat itu," sahut Magdalena sambil mendengkus kasar.

"Ca ... cacat? Apa maksud Ibu?" tanya Dahlia tidak mengerti.

"Kamu ini tidak mengerti arti kata cacat ya? Dasar bodoh! Ini dia yang membuat saya tidak suka jika putra saya menikah dengan kamu."

Dahlia diam saja, tidak menanggapi hinaan yang dilayangkan oleh ibu mertuanya itu.

"Sekarang ini kamu sudah tidak bisa berjalan, kedua kaki kamu mengalami kelumpuhan. Dan saya tidak habis pikir kenapa kamu selalu saja menyusahkan keluarga saya," ucap Magdalena dengan wajah yang tidak enak dipandang.

Dahlia yang mendengar ucapan dari ibu mertuanya itu langsung menyibak selimutnya dan melihat kedua kakinya yang diperban. Dia berusaha menggerakkan kakinya itu secara perlahan. Tapi nihil. Kakinya sama sekali tidak bisa digerakkan. Bergeser satu inci pun tidak bisa.

"Percuma saja. Mau kamu berusaha sekeras apa pun kaki kamu tidak akan bisa digerakkan!" seru Magdalena.

"Dan satu lagi. Saat ini Kaisar mengalami amnesia dan dia tidak mengingat siapa dirimu. Jadi sebaiknya kamu jauhi dia jika kamu memang tidak berniat untuk menjadi benalu untuknya, karena wanita cacat seperti kamu hanya akan menjadi beban untuk anakku!" pesan Magdalena yang terlihat seperti sebuah perintah yang tidak ingin dibantah.

"Ta- tapi ..."

"Tidak ada tapi-tapian!" ucap Magdalena tidak mau dibantah. Setelah mengucapkan kata-kata menyakitkan itu, Magdalena bangkit dari kursinya dan pergi meninggalkan menantunya itu sendirian.

Dahlia yang sangat syok setelah mendengar ultimatum dari mertuanya itu hanya bisa menangis tersedu. Apalagi saat mendengar Kaisar yang sampai amnesia, itu artinya Kaisar juga terluka parah. Dahlia berusaha turun untuk menyusul suaminya. Dia ingin melihat bagaimana kondisi Kaisar saat ini. Tapi percuma. Sekeras apapun dia berusaha, kakinya yang lumpuh itu membuatnya tidak bisa meninggalkan ranjangnya.

Tidur Terpisah

"Kapan saya boleh pulang, Dok?" Tanya Dahlia ketika dokter melakukan visit ke ruangannya.

"Saat ini kondisi Ibu bisa dikatakan baik. Dalam waktu kurang dari dua minggu Ibu banyak mengalami perkembangan yang baik, jadi besok mungkin Ibu sudah boleh pulang," jawab dokter disertai senyum ramahnya.

"Benar, Dok?"

"Iya. Tapi itu tergantung dengan kondisi Ibu sendiri. Jika sampai besok semuanya baik-baik saja, Ibu sudah bisa diperbolehkan pulang."

Dahlia bernafas lega setelah mendengar informasi tersebut. Akhirnya setelah menunggu cukup lama dia akan segera pulang juga.

Sebenarnya bukan karena dia bosan berada di rumah sakit, tapi lebih karena dia rindu dengan suaminya, Kaisar. Sudah dua Minggu Dahlia dirawat di Rumah Sakit, namun dia sama sekali belum bertemu dengan Kaisar. Ibu mertuanya ada satu dua kali datang ke ruangannya, tapi tentu saja bukan untuk mengecek kondisinya apakah sudah lebih baik atau belum. Wanita paruh baya yang melahirkan suaminya itu hanya datang untuk memastikan jika Dahlia tidak melanggar apa yang sudah diperintahkannya untuk tidak berusaha mendekati Kaisar.

Tapi saat Dahlia bertanya bagaimana kondisi Kaisar dan apakah suaminya itu baik-baik saja, Magdalena sama sekali tidak memberikannya jawaban. Hanya cibiran yang keluar dari mulut ibu mertuanya itu.

"Masih berani kamu menanyakan tentang kondisi Kaisar? Dasar perempuan tidak tahu malu! Kaisar jadi seperti ini karena kamu, dan kamu masih merasa punya hak untuk tahu tentang dirinya? Jangan harap!" Hardik Magdalena sebelum wanita itu pergi meninggalkan ruang rawat sang menantu.

Dahlia hanya bisa menghela napas dan berusaha untuk memenangkan hatinya. Dia belum pernah menjadi seorang ibu, tapi sebagai seorang perempuan dia bisa mengerti kenapa ibu mertuanya itu bersikap demikian kepadanya. Tentu saja Magdalena marah karena Kaisar mengalami kecelakaan dan terluka sampai laki-laki itu pun juga mengalami amnesia. Tapi hal ini terjadi juga bukan keinginan Dahlia. Semua terjadi karena sudah suratan takdir.

Mulanya Dahlia enggan untuk percaya informasi yang disampaikan oleh ibu mertuanya itu. Tapi setelah lama dirawat di rumah sakit ini dan tak pernah dia dapati Kaisar datang untuk menengoknya, Dahlia mulai percaya kalau suaminya itu memang benar-benar hilang ingatan. Karena laki-laki itu tidak ingat kalau dia memiliki seorang istri yang mengalami kecelakaan bersamanya.

"Kamu itu sekarang sudah jadi wanita cacat, tidak pantas bersanding dengan anak saya yang sempurna. Yang ada kamu hanya akan bikin malu Kaisar, hanya akan jadi benalu!"

Dahlia kembali teringat akan ucapan tajam yang keluar dari mulut ibu mertuanya. Walau semarah apa pun Magdalena kepada dirinya, Dahlia masih berharap jika ibu mertuanya itu tidak terus menerus menyudutkannya seperti itu. Tapi harapan hanya tinggal harapan. Karena sepertinya Magdalena memiliki stok kata-kata kasar dan tajam yang seperti tidak ada habisnya.

Kembali Dahlia menghela napasnya panjang. Dia harus bersabar untuk saat ini, dan menahan rindunya sebentar lagi. Karena besok dia sudah boleh pulang, yang itu artinya dia akan bertemu dengan suaminya. Pria yang sangat dicintainya.

***

"Mbak Dahlia hati-hati ya," ucap Bi Endang yang sedang membantu Dahlia turun dari ranjang dan bersama seorang perawat wanita paruh baya yang bekerja sebagai pembantu di rumah suaminya itu memindahkan Dahlia ke atas kursi roda.

Hap!

Akhirnya Dahlia berhasil di pindahkan juga ke kursi roda. Lalu Bi Endang mendorong kursi roda Dahlia sampai ke tempat parkir, di mana Tono sudah menunggunya di luar mobil.

"Mbak Dahlia gimana kabarnya? Sudah baikan?" sapa Tono.

"Alhamdulillah sudah, Mas Tono," jawab Dahlia disertai senyuman yang hanya di bibir dan tidak sampai ke mata.

Jujur saja ketika melihat bahwa Bi Endang yang datang untuk menjenguknya Dahlia merasa kecewa. Dia pikir jika yang akan datang nanti adalah Kaisar. Atau paling tidak ibu mertuanya sendiri. Tapi yang didapatinya malah pembantu dan supir keluarga Aditama. Sementara suami dan ibu mertuanya entah sedang di mana sekarang

"Maaf ya Mbak kalau saya gendong sebentar," ucap Tono yang meminta izin sebelum mengangkat tubuh Dahlia dan meletakkannya di jok belakang. Sementara Bi Endang melipat kursi roda nyonya mudanya itu dan menaruhnya di bagasi.

Setelah selesai memindahkan Dahlia juga menyimpan kursi roda nyonya mudanya itu, Tono dan Bi Endang masuk ke dalam mobil. Keduanya sama-sama duduk di jok depan. Lalu Tono menyalakan mesin dan mengemudikan mobil untuk pulang.

Sepanjang jalan pulang Dahlia hanya diam saja sambil menatap ke luar dengan wajah murung. Saat ini dia pun pulang ke rumah mertuanya, karena memang di sanalah dia dan suaminya tinggal. Kaisar adalah anak tunggal, jadi dia adalah pewaris satu-satunya di keluarga Aditama.

Tetapi saat sampai di Rumah sang ibu mertua, Dahlia dibuat terkejut saat dia tidak diperbolehkan naik ke lantai atas.

"Kamar Mbak Dahlia sudah bukan di atas lagi," ucap Bi Endang yang melirik ke arah Tono seolah meminta bantuan laki-laki itu untuk menjelaskan kepada Dahlia.

"Lalu di mana kamar saya sekarang?" tanya Dahlia kebingungan.

Bi Endang pun mendorong kursi roda Dahlia dan membawanya masuk ke dalam kamar pembantu. Hal ini sungguh membuat Dahlia semakin terkejut dan bertanya-tanya. Kenapa kamarnya sekarang malah di sini? Bukankah seharusnya dia tidur di kamar yang sama dengan Kaisar?

Saat hendak menanyakan hal itu kepada Bi Endang, Dahlia mengurungkan niatnya ketika matanya menangkap sosok Magdalena yang berjalan menghampirinya.

"Sekarang kamu tidur di sini!" Ucap Magdalena sambil menunjuk ruangan yang jauh lebih kecil dari kamar sebelumnya yang bak kamar hotel bintang lima itu.

"Kenapa, Bu? Bukankah seharusnya aku—"

"Mulai saat ini kamu tidak akan tidur satu kamar dengan Kaisar. Selain itu kamu juga tidak boleh mengaku kepada Kaisar kalau kamu adalah istrinya. Karena mulai detik ini kamu bukan lagi menantu, tapi pembantu!"

Duar!

Seperti ada petir di siang bolong. Dahlia sungguh terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh ibu mertuanya itu.

"Bagaimana bisa aku berbohong kepada Mas Kaisar?" tanya Dahlia yang tidak habis pikir jika ibu mertuanya memperlakukannya sampai seperti ini.

"Apa kamu keberatan?"

"I-itu ..."

"Jika kamu tidak setuju dengan apa yang saya ucapkan tadi, kamu bisa angkat kaki dari rumah ini!" ucap Magdalena sambil menatap tajam menantunya yang tengah duduk di kursi roda itu.

Dahlia mengepal tangannya. Sungguh ini adalah pilihan yang sulit. Dia tidak bisa mengatakan kepada Kaisar bahwa dirinya adalah pembantu dan bukan istri dari laki-laki itu. Tapi dia lebih tidak bisa lagi jika berpisah dengan Kaisar. Sehingga mau tidak mau dia menuruti saja perintah Magdalena. Sejak awal, Magdalena memang sudah menunjukkan rasa ketidaksukaannya terhadap Dahlia. Tapi tidak separah ini. Dan sekarang, wanita itu lebih bebas menunjukkan rasa ketidaksukaannya terhadap Dahlia karena saat ini Kaisar sedang amnesia. Andai suaminya itu dalam keadaan sehat dan baik-baik saja, tentu dia tak akan membiarkan Dahlia diperlakukan dengan semena-mena.

Dahlia pun hanya bisa mengangguk pasrah sambil menahan rasa sesak di dadanya. Yang entah kenapa rasanya begitu sakit hingga dia merasa sulit bernafas. Belum lama dia dan Kaisar menikah, tetapi badai sudah datang menerpa rumah tangganya. Kuatkah ia menghadapi ujian ini? Entahlah, hanya waktu yang bisa menjawab semuanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!