NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Rania

BAB 1 (MIMPI DAN MASA LALU)

...💔💔💔💔...

Gerimis di malam itu menjadi saksi akan kepedihan hatinya, akan kehampaan jiwanya, dan akan kegalauan batinnya. Siapa yang bisa menyangka kenekatan ini akhirnya berujung kepada malapetaka, keegoisan menghancurkan semuanya, kekerasan hati menjadi rajanya, iman didadapun menjadi sangat tipis tanpa bisa mencegah ini semua yang akhirnya terjadi juga.

Keheningan kembali menyelimuti hatinya, air mata tidak berhenti menetes beriringan dengan air hujan yang semakin deras. Penyesalan pun semakin dalam, tapi.. apa yang mau di kata? Semua telah terjadi. Semua telah terlambat. Jiwanya terasa kosong.

Semua kenangan terindah terbayang kembali di pelupuk matanya, awal permulaan cerita yang begitu membahagiakan, tapi… akhir cerita ini tak seindah awalnya. Malahan begitu menyakitkan. Begitu memilukan. Begini kah rasanya? Begitu menyakitkan baginya? Sanggupkah dia melewati ini semua?

Bersamaan dengan ini lah baru ia sadari bahwa ia telah salah. Salah besar. Salah dalam mencintai cinta dan cara mencintai cinta.

“Mi… sayang… mohon, jangan lah bersikap seperti ini. Hancur semuanya. Kenekatan umi, kegilaan umi ini, bukannya semakin sayang Abi. Aduh.. tolonglah bersabar sayang, beri abi waktu untuk mencari penyelesaian masalah ini, jangan desak abi, semakin didesak semakin pusing abi, tolong Mi, Abi mohon...” Ujar lelaki itu setengah memohon.

Wanita yang di panggil Umi itu adalah Rania Nazwa. Wanita yang sudah beberapa kali mencoba memaksa lelaki yang dicintainya itu untuk mengikuti apa yang dirinya mau.  Rania menarik nafas panjang sebelum menanggapi perkataan lelaki kekar yang ada dihadapannya saat ini.

“Umi yang minta tolong sama abi.. mau sampai kapan Umi menunggu? Mau sampai kapan Umi bersabar? Semakin lama umi menunggu, semakin sakiiittt.. semakin periiihh…" ucapnya dengan nafas yang naik turun sedangkan air mata semakin deras mengalir dipipinya yang mulus.

"Maafin Abi Sayang, Abi yang salah... Abi yang lemah... Tapi, Abi mohon.. Beri Abi waktu lagi untuk mencari jalan keluar dari permasalahan kita ini...." Katanya.

"Mau berapa lama lagi Umi harus memberi waktu untuk Abi? Hampir 1 tahun Bi, Umi menahan rasa sakiit ini... Mau sampai kapan lagi? 2 Tahun, 3 tahun? Mau berapa lama lagi? sedangkan rasa sakiit ini semakin dalam... semakin kuat merasuk kedalam jiwa..." Ucap Rania seraya memegang dadanya yang mulai bergetar tak beraturan karena menahan kegundahan hati yang ia rasakan saat ini.

“Kalau begitu tinggalin saja abi, tinggalin..!! Karena untuk apa menjalani hubungan jika kita saling menyakiti satu sama yang lain. Tinggalin saja abi sayang…” Katanya dengan raut wajah yang sedih.

Rania terdiam untuk beberapa saat. Ia menatap mata sendu milik lelaki yang sudah singgah dihidupnya lebih kurang 4 tahunan itu. Rania kembali menggerakkan bibirnya dan berucap..

“Mana ada wanita yang mau diduain seperti ini Bi, mana ada.. Umi udah cukup sabar memberi Abi waktu untuk meninggalkan dia, tapi sampai detik ini abi masih belum juga meninggalkan dia, Abi masih mempertahankan dia, masih menjalani hubungan dengan dia. Mana ada orang yang mau diginikan Bi. Abi hanya bisa berkata-kata saja tanpa bisa membuktikan kata-kata Abi itu. Hanya bisa berjanji tapi tidak pernah untuk menepatinya...” Kata Rania seakan melampiaskan segala kegundahan hati yang ia tahan selama ini.

Gerimis pun berubah perlahan lahan menjadi hujan yang semakin deras membasahi bumi, malam semakin kelam, dingin dan basah. Cukup lama mereka terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing, membiarkan tubuh mereka basah kuyup diterpa air hujan.

“Maafin Abi Mi, Abi memang belum bisa. Belum bisa meninggalkan dia…” Ucapnya sambil menundukkan kepalanya, seakan tidak sanggup melihat sorot mata kekecewaan wanita yang ada dihadapannya itu.

“Jadi, kalau meninggalkan aku bisa, ha?” Tanya Rania yang kali ini dengan meninggikan nada suaranya.

Diam. Hening lagi. Yang ditanya hanya bisa menunduk lalu menggelengkan kepala.

“Jadi, apa maksudnya? Ngak bisa melepaskan dia tapi juga gak mau meninggalkan aku? Jadi maksud KAU itu APA HA??” ucapnya yang kali ini  berteriak lebih kencang sehingga memecahkan keheningan di malam itu.

“Abi ngak tau sayang, abi ngak bisa meninggalkan dia karena sesuatu hal. Dan Abipun juga tidak sanggup jika harus meninggalkan kamu. Abi bingung... Makanya Abi mohon sama kamu supaya kamu memberi waktu dan ruang untuk Abi dalam mencari solusinya. Tapi, Kamu ngak bisa sedikit saja bersabar. Kamu selalu mendesak Abi. Dan yang lebih parahnya lagi kamu nekat, nekat berbuat suatu hal diluar kendali  yang bisa saja mencelakai dirimu sendiri. Jadi, dari pada kamu semakin merasa tersakiti, Abi pasrah jika kamu harus pergi meninggalkan Abi. Abi tidak akan mencegahnya, Pergilah sayang... Tinggalkan saja Abi. Lelaki yang tidak berguna ini"  Ucap lelaki itu dengan suara yang mulai melemah.

Rania menghela nafas panjang. Percuma. Bukan sekali dua kali dia mendesak lelaki yang didepannya ini. Sudah berkali-kali dan jawabannya tetap sama, dia tetap tidak bisa memilih. Inikah karma yang harus dia tanggung saat ini? Menerima kenyataan lelaki yang sangat ia cintai, yang dulunya sangat setia dan tidak pernah mengkhianatinya tapi karena kesalahannya, karena keegoisannya, karena kenekatannya, karena kegilaannya, lelaki yang ia sayangi itupun berubah, lebih memilih wanita yang memang sifatnya bertolak belakang dengan dirinya.

“Oke. Baiklah. Kalau begitu,  aku yang pergi, biar aku yang mengalah. Jika memang ini jalan yang terbaik untuk kita, meskipun sakit yang akan aku terima... Biarlah... aku yang pergii....!!” Kata Rania akhirnya sambil menyeka air mata yang terus mengalir di pipinya. Begitu juga lelaki itu yang seperti menahan air mata yang sudah mengenang di pelupuk matanya yang merah.

Rania sungguh telah lelah, hampir 1 tahun sudah ia menjalani hubungan yang menyakiti seperti ini, dan sudah 1 tahun juga dia bertahan dan bersabar menunggu disaat lelaki yang dicintai itu kembali seutuhnya lagi dengan dirinya seperti 4 tahun yang lalu, saat mereka masih berseragam SMA. Tapi, kenyataan berkata lain. Tidak mudah lagi baginya untuk menggoyahkan pendirian lelaki itu.

Rania berlari meninggalkan lelaki itu. Tangisannya pun pecah. Ia terus berlari, berlari… tanpa tahu arah dan tujuan. Hingga sampai disatu titik, ia pun berhenti. Hujan masih turun dengan derasnya, ia melihat kebelakang. Kosong. Sepi. Satupun manusia tidak ada dibelakangnya. Lelaki itu pun tidak menyusulnya. Dadanya semakin sesak. Beginikah akhir cerita cinta dirinya? Apakah yang harus ia lakukan? Kembali kebelakang dan memohon lagi kepada lelaki itu? Dan tetap bertahan menjalani hubungan yang menyakitkan ini? Atau… pergi menjauh dari dia dan semua kenangan itu? Haruskah dia hijrah? Tapi, bagaimana caranya? Rania tidak tahu apa yang harus dilakukannya lagi. Ia merasa bingung,Jiwanya terasa hampa. Separuh hatinya seakan hilang dari dirinya. Mampukah dirinya bertahan tanpa lelaki itu?

...💞💞💞💞...

Bersambung....

BAB 2 (CINTA ITU FITRAH)

Allaahu Akbar, Allaaahu Akbar… Suara adzan subuh membangunkan Rania dari tidurnya yang lelap. Ia langsung terduduk dengan nafas naik turun disertai keringat dingin yang menjalari tubuhnya. Ia baru saja mimpi. Mimpi buruk pastinya.

“Astaghfirullah Hal 'Adzim…” ia beristigfar beberapa kali dan meludah 3 kali kearah kiri, mengikuti sunnah Rasul jika baru saja mengalami mimpi buruk.

Mimpi barusan membuat perasaannya menjadi tak enak. Setelah sekian lama peristiwa itu berlalu, kini hadir meskipun hanya dalam mimpi. Ia jadi teringat sebuah kalimat yang mengatakan bahwa mimpi buruk yang dialami seseorang berasal dari setan, begitu juga sebaliknya. Tapi, perasaannya sebelum tidur ia selalu berwudu, membaca doa, ayat kursi dan sholawat Nabi, tidak pernah ia meninggalkan kebiasaan baik itu. Apakah ini sebagai pertanda atau .. entahlah, semakin dipikirkan membuat kepala Rania nyut-nyutan.

Hayya 'alas-Shalaah… Panggilan sholat kembali terdengar ditelinganya. Setelah mengatur nafas yang seperti habis berlari, Rania langsung menuju kamar mandi untuk berwudhu dan segera melaksanakan kewajibannya. Selesai sholat, ia berdzikir panjang.

“Laaaillaahaillahu wahdahu laa syarika lah lahu mulku walahu hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qodir” Rania mengucapkan kalimat tersebut sebanyak 10 kali karena ia menyakini Allah akan mencatat untuknya 10 kebaikan dan menghapus darinya 10 keburukan. Subhanallah…! Betapa mudahnya meraih pahala hanya dengan sebuah kalimat yang singkat. Tapi, jarang sekali manusia mengetahuinya.

Kemudian Rania melanjutkan Tadabur Alqur’annya sendiri. Biasanya ia melakukan itu berdua dengan Raisya, sahabat setianya sejak masih SD. Tapi, kebetulan Raisya pulang kampung menjenguk orang tuanya yang lagi sakit.

Rania hampir tidak pernah lagi tidur setelah subuh. Ia mulai melatih kebiasaan baik yang satu ini semenjak dua tahun yang lalu, ketika sebuah komitmen besar menjadi pilihannya. Lagi pula, rugi baginya menyia-nyiakan waktu subuh yang justru pada saat itulah seluruh malaikat Allah turun kebumi menyaksikan hamba-hamba Allah yang tengah beribadah kepadaNya. Sungguh bangga bukan ibadah kita disaksikan langsung oleh malaikatnya Allah? Tapi, lagi-lagi tidak banyak manusia yang tahu dan menyakini hal itu. Padahal janji Allah itu pasti dan ajaran Nabi Muhammad Saw. itu adalah Shahih.

Pukul 6 tepat Rania keluar kamar. Diruang tengah masih sepi. Kelihatannya teman satu kosnya yang lain masih tidur, meskipun ia tadi sempat juga membangunkan beberapa teman kosnya yang masih tinggal dirumah tersebut untuk sholat, dan setelah selesai sholat mereka melanjutkan kembali perjuangan mereka dengan menarik selimut.

Rania melangkah keluar. Menghirup udara pagi yang masih segar tanpa terkontaminasi oleh polusi udara. Ia sedikit merilekskan badannya. Olahraga ringan, lumayan untuk kesehatan, pikirnya.  Makanya ia jarang sekali sakit meskipun aktifitas kesehariannya sangat melelahkan dan menguras pikiran. Palingan ia hanya kena flu karena alergi debu tapi cepat diatasi dengan madu yang dicampur air hangat. Ia sangat anti sekali minum obat, meskipun saat ini pekerjaannya berkiprah dibidang kesehatan dan farmasi.

Tepat pukul 7 pagi Rania memulai aktifitasnya. Pagi ini adalah jadwal kuliahnya sampai nanti pukul 9. Rania kelihatan anggun dengan gamis biru muda dan kerudung biru tua yang ia gunakan pagi itu, dengan menyandang tas ransel yang juga berwarna biru. Itu warna kesukaannya, ia pun berangkat. Sebelumnya Rania sarapan dan pamitan dengan teman kosnya yang sudah bangun.

Rania berjalan keluar dari gang kos tersebut dan menunggu angkot. Tidak berapa lama kemudian angkot datang dan ia segera masuk kedalam. Didalam angkot ini belum terlalu ramai, cuman ada 4 orang. Dirinya, ibu-ibu bersama anaknya dan seorang pemuda bertopi yang duduk di paling sudut sedangkan Rania duduk di paling tepi.

Beberapa saat kemudian, angkot berhenti. Ibu beserta anaknya tersebut turun. Perasaan tidak enak mulai menjalari tubuh Rania. Ia jadi teringat pengalaman tragis yang terjadi pada teman satu kuliahnya ketika diangkot. Saat itu hanya temannya sendiri perempuan, sedangkan didalam angkot tersebut ada 2 orang laki-laki berbadan besar dengan wajah seram yang seakan-akan mau menerkamnya. Salah satu dari mereka bergerak mendekati teman Rania tersebut, karena takut hal yang buruk akan terjadi pada dirinya maka ia segera minta supir untuk memberhentikan angkotnya, tapi si supir semakin melajukan kendaraan yang spontan membuat teman Rania itu melompat keluar, sehingga membuat teman Rania itu dirawat karena mengalami patah tulang dibagian kakinya.

Yach.. begini lah hidup di akhir jaman ini. Keamanan bagi setiap manusia tidak ada yang bisa menjamin. Kemana pun melangkah pasti ada saja orang yang berniat jahat, entah merampok, menjambret atau memperkosa. Parah ! Naudzubillah mindzalik. Kini pun Rania seperti dihadapkan pada situasi seperti itu. Berdua didalam angkot bersama lelaki yang ia tak tau apakah dia laki-laki yang baik atau malah berniat yang tidak baik pada dirinya. Wajarlah Rania punya pikiran jelek terhadap laki-laki itu, karena dia perempuan.

“Assalamu’alaikum, maaf mbak.. mengganggu sebentar” lelaki bertopi itu tiba - tiba menyapanya dengan ramah.

“Wa'alaikumusalam…” jawab Rania sedikit kaget akan sapaan tersebut.

“Kenapa?” selidik Rania.

“Kalau boleh tau mbak mau kemana ya?” Tanyanya dengan sok ramah.

“Emangnya kenapa?” Rania bertanya bingung.

“Mana tau tujuan kita sama, mbak,” jawabnya sambil tersenyum.

Rania tidak begitu jelas melihat wajah laki-laki itu karena dia lebih focus melihat kejalanan dan sudah siap mengambil aba-aba untuk lompat jika laki-laki sok akrab itu mulai mendekatinya.

“Mbak?” lelaki itu memangilnya lagi sambil berpindah posisi duduk agak dekat dengan Rania.

“Stop pak… Stop…!!” spontan Rania berteriak. Angkot berhenti mendadak. Lalu ia turun. Laki-laki itu hanya bisa memandang heran ke Rania.

...****...

“Maaf Buk, saya Telat….” ucap Rania sesaat setelah ia sampai didepan kelas dan mendapati seorang dosen muda yang cantik tengah menerangkan mata kuliah pagi itu.

“Ngak apa-apa, kamu boleh masuk” ucap Dosen Rania dengan senyum manisnya.

“Tumben telat” cibir Selvi ketika Rania telah duduk ditempatnya yang kebetulan bersebelahan dengan selvi.

“Pandainya berkoar-koar nyuruh orang disiplin, eehh,, dia sendiri masuk kelas telat. Ngak konsekuen” Sindiran Selvi yang pedas itu spontan membuat Rania tersentak, mau dijawab tapi Rania tahan karena ngak enak memancing keributan saat jam kuliah, biarlah nanti waktu jam istirahat ia jelaskan dengan teman satu kelasnya itu yang dari awal memang tidak suka dengan dirinya. Rania mulai memfokuskan pikirannya ke materi Psikologi kesehatan yang diberikan oleh dosen muda tersebut, ia mendengarkan dengan seksama. Topik pembahasan saat itu adalah mengenai Gangguan Psikologis Pada Masa Reproduksi Kehamilan yang salah satu contohnya adalah kehamilan yang tidak dikehendaki di kalangan remaja.

“Remaja bisa bilang kalau **** bebas atau **** pra nikah itu aman dilakukan. Akan tetapi, bila remaja melihat, memahami ataupun merasakan akibat dari perilaku itu, ternyata hasilnya lebih banyak merugikan. Salah satu risiko dari **** pra nikah atau **** bebas itu adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak direncanakan sebelumnya merampas “kenikmatan” masa remaja yang seharusnya dinikmati oleh setiap remaja lelaki maupun perempuan. Walaupun kehamilan itu sendiri dirasakan langsung oleh perempuan, tetapi remaja pria juga akan merasakan dampaknya karena harus bertanggung jawab…” jelas Dosen tersebut.

Pikiran Rania menerawang sejenak. Permasalahan **** bebas ini merupakan materi yang sangat menarik untuk dibahas, karena apa? Karena banyaknya remaja yang terbuai dengan kenikmatan sesaat tapi berbuah malapetaka akhirnya. Jika diteliti lebih lanjut akar permasalahan terjadi **** bebas ini adalah karena tidak diterapkannya sistem pergaulan islami dikalangan remaja. Jika bicara mengenai islam, begitu luas dan tak akan ada habisnya.  Islam adalah agama yang terdiri dari aturan-aturan yang memang mengandung kemaslahatan bagi manusia, jika ia mampu menaatinya. Contohnya saja masalah **** bebas tadi. Bagaimana tegasnya aturan islam dalam melarang khalwat dan zina, jangan kan melakukannya mendekatinya saja tidak boleh, ditegaskan Allah dalan Al-Quran :

“dan janganlah kalian mendekati zina karena itu merupakan suatu perbuatan yang keji”

Karena dampak dari perbuatan itu bukan saja dirasakan diakhirat nanti tapi juga didunia, seperti kehamilan yang tak diinginkan dan akhirnya terjadilah aborsi. Karena alasan belum siap ataupun malu seorang wanita tega menggugurkan kandungannya sendiri, sudah mendapatkan dosa zina malah membuat dosa yang baru lagi yaitu membunuh. Naudzubillah min dzalik.

Berdasarkan kenyataan tersebut patutlah kita menyebutkan jaman ini merupakan jaman jahiliah modern. Dimana sebelum Rasulullah diutus bangsa arab dikenal jahiliahnya, jika anak perempuan lahir langsung dibunuh karena dianggap aib bagi orang tersebut tapi sekarang bayi yang belum tau jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan malah langsung dibunuh.

Umat islam saat ini memang sudah jauh dari ajaran Al-Quran dan As-Sunnah. Rania terkadang sangat geram dan miris hatinya melihat fakta-fakta negatif yang terjadi dilingkungannya apalagi yang berbau **** pranikah. Dan yang lebih parahnya lagi **** ini bukan hanya menyerang remaja tapi juga anak-anak. Jika tidak dibasmi dari sekarang akar permasalahannya ini, entah jadi apa generasi muda 5-10 tahun kedepan.

Karena itulah perlu adanya pengemban dakwah untuk menyadarkan remaja dari kesalahan mereka dalam mengartikan cinta. Cinta yang awalnya fitrah dan suci jadi dinodai karena hawa nafsu yang tidak terkontrolkan. Cinta berbalut nafsu, bukan cinta yang diridhoi lagi tapi malahan cinta yang dimurkai oleh Nya.

Islam mengatur sistem pergaulan antar lawan jenis, dimana seorang wanita dilarang berdua-duaan dengan lelaki yang bukan mahramnya begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain tidak ada istilah pacaran dalam islam, entah dari mana awalnya pacaran itu menjadi suatu tradisi dikalangan remaja, yang jelas pacaran merupakan budaya Negara barat yang menjunjung tinggi **** bebas. Orang barat yang mayoritas kehidupannya bebas tanpa ada ikatan aturan agama. Itulah gaya hidup yang meracuni pola pikir dan pola sikap remaja saat ini. Ini perlu dibasmi dan di binasakan, sebab kita umat islam, kita punya aturan, kita harus hidup dibawah aturan sang Pemilik aturan yaitu Allah Azza Wa Jallah.

Rania menghentikan pergolakan antara pikiran dan hatinya. Ia kembali mendengarkan penjelasan dari dosen psikologinya itu. Tapi, penyelesaian masalah ini tidak sampai disini saja, tekad bulat mulai menjalari seluruh tubuhnya. Dia harus membahas masalah ini lebih dalam, dan memberantasnya hingga ke akar-akarnya.

...💦💦💦💦...

BERSAMBUNG..

BAB 3 (TEMBOK PEMBATAS)

Jam tepat menunjukkan pukul 02.00 wib dini hari. Fitra belum juga tidur, malam ini dia seperti kalelawar, ia bergantian memasuki kamar rawatan pasien dan memastikan semua pasien rawatan diruang itu baik-baik saja.

Seketika langkah kakinya berhenti dikamar paling sudut. ia menolehkan pandangannya ke jendela kamar itu dan mendapati seorang wanita berbalut mukena putih sedang sibuk dalam zikir panjangnya, ia tersenyum lebar menyaksikan pemandangan yang hampir tiap malam ia saksikan.

Entah kenapa melihat wanita itu hatinya menjadi damai, sejuk dan tenang. Apalagi aktifitas yang rutin dilakukannya yaitu Sholat Tahajud. Ingin rasanya Fitra berkenalan dengannya tapi seakan ada pembatas yang membuat Fitra tidak bisa mendekati wanita yang sudah hampir 1 bulan di rawat di rumah sakit karena adanya tumor di bagian kepalanya.

Sama seperti malam-malam sebelumnya, Fitra hanya memandangi wanita itu dari kejauhan. Wajahnya putih bersih, atau bisa dibilang agak pucat, hidungnya mancung dan bibirnya tipis. Fitra tidak tahu rambutnya panjang atau pendek karena ia selalu menggunakan kerudung.

Setelah puas melihat aktifitas malam wanita shaliha itu, dia pun beranjak pergi ke kamar perawat. Ia menghempaskan badannya disamping Reno, teman satu dinasnya malam ini. Masih ada sisa waktu sekitar 3 jam lagi. Dia harus mengistirahatkan matanya. Sambil membaca doa, Fitra terbayang wajah lembut wanita itu dan detik kemudian tertidur dengan lelapnya.

...***...

“Ren, pasien dikamar 1 dan 2 atas nama ibu Roslina dan Helena ada obat yang akan di  injeksi jam 5 ini. Tolong kamu injeksikan ya, aku sholat dulu. Gantian kita, oke?” jelas Fitra sebelum pergi ke mushola.

“Siip Bos!!” jawab Reno singkat.

Fitra melangkahkan kakinya kearah Musholla yang berada di lantai dasar. Ia turun menggunakan lift. Adzan subuh sudah berkumandang, terlihat ada 5 orang laki-laki disaf depan dan 2 perempuan di saf belakang. Jumlah yang sangat sedikit bagi Fitra dibandingkan jumlah pasien, keluarga pasien serta dokter dan perawat yang bertugas malam ini.

Fitra hampir tidak pernah melalaikan waktu sholat wajibnya. Baginya panggilan sholat dari Allah adalah paling utama dibandingkan panggilan dari pasien-pasien rawatan, kecuali jika itu darurat dan menyangkut nyawa pasiennya.

Sebenarnya kebiasaan sholat tepat waktu itu butuh latihan. Jangan harap kita bisa sholat tepat waktu disaat jam kerja sedangkan disaat jam istirahat atau santai saja kita selalu menunda-nundanya, itulah pilihan kita. Kita yang buat dan kita yang akan memilihnya.

Fitra  lelaki yang taat beribadah, dalam sholat ia tidak pernah ketinggalan dan selalu mengusahakan tepat waktu serta berjamaah di masjid. Dia dulunya pernah merasakan hidup dalam lingkungan pesantren, lingkungan yang membentuk mental dan kepribadiannya menjadi mental dan kepribadian islami. Tapi sayang, setelah tamat orang tuanya memaksa dirinya untuk kuliah di keperawatan yang padahal dia ingin sekali mengambil jurusan dakwah.

Menjadi perawat bukan pilihannya. Awalnya dia memberontak dan malas-malasan dalam belajar, tapi sebuah nasihat indah datang menyirami kalbunya, nasihat indah dari seorang guru ngajinya saat dipesantren dulu. Ustadz Soleh namanya.

“Fitra.. kamu harus bisa menerima jalan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mu. Mana tahu Allah punya rencana lain yang lebih indah dengan masuknya kamu di sekolah keperawatan ini. Memang benar jurusan dakwah itu sangat bagus dan sebagai pedoman kita nantinya dalam melakukan kewajiban dakwah, tapi yang harus kamu tahu juga, bekerja sebagai seorang perawat yang merawat orang sakit dengan ikhlas dan sabar juga bisa menjadi dakwah alternatif bagi kamu. Dakwah itu luas. Bukan hanya diartikan berdiri diatas mimbar lalu berkoar-koar. Dimanapun kamu bisa melakukan kewajiban dakwah itu sambil bekerja sebagai perawat contohnya”

Sejak itu lah semangat Fitra kembali menyala-nyala. Saat kuliah pikirannya bercabang dua, siang hari ia sibuk mencari ilmu keperawatan dan malam harinya ia sibuk mencari ilmu yang berkaitan dengan dakwah islam sampai sekarang setelah ia kerja.

Fitra dikenal sebagai perawat laki-laki yang paling ramah dengan pasien. Saat menyuntikan obat ataupun menggantikan cairan infus, Fitra selalu menyempatkan diri mengeluarkan kata-kata mutiara yang indah dengan kalimat motivasi yang menggugah sehingga membuat semangat pasien untuk sembuh semakin kuat, tidak jarang pasien tersebut berlinang air mata karena bahagianya atas perhatian Fitra. Rata-rata pasien disana sudah berumur 30 tahun keatas, Fitra menganggap pasien tersebut kakak, ibu atau neneknya, karena ruangan tersebut hanya khusus untuk wanita. Tapi, ada satu pasien yang masih berumur muda sekitar 22 tahunan. Pasien muda dikamar paling sudut itu lah yang mengganggu pikirannya sebulan belakangan ini, pasien itu tidak bisa ia dekati, lagi-lagi seperti ada tembok pembatas yang menghalanginya, Fitra tidak tahu apa itu, padahal hampir setiap malam wanita berwajah lembut itu menangis dalam doanya. Ingin rasanya Fitra hadir menyejukkan hatinya, tapi ia tidak mampu melakukannya.

“Ren, Pasien dikamar paling ujung sebenarnya diagnosa pasti dokter apa ya?”Tanya Fitra ke teman dinasnya pagi itu.

“Itulah masalahnya sampai detik ini dokter belum ngasih kepastian. Awalnya kata dokter ada pembengkakan gitu dikepalanya seperti tumor gitu tapi ngak tahu lah tumor ganas atau jinak, nanti kita tunggu dokter Aldi periksa dia lagi. Dokter Aldi masuk pagi ini” jelas Reno.

"Emangnya ada apa Ra?" Tanya Reno dengan penasaran.

"Ngak... cuman pengen tahu aja. Soalnya sudah lama juga kan dia disini." Jawab Fitra.

"Nah, itu yang aku bingungkan. Biasanya kamu selalu gak bisa melihat pasien lama-lama disini. Pasti ada aja cara kamu untuk memotivasi mereka biar semangat untuk sembuh. Tapi, ke wanita muda itu kok ngak bisa kamu lakukan seperti ke yang lainnya?" Ujar Reno dengan memandang Fitra dengan penuh tanda tanya.

"Hhmmm... entahlah Ren, aku juga ngak tahu.." Jawab Fitra sambil menngangkat bahunya.

"Apa mungkin karena ia masih muda ya? cantik pulak lagi tu makanya kamu jadi ragu" Tebak Reno sambil senyum-senyum.

Fitra mengabaikan pertanyaan Reno tersebut, akan tetapi di dalam hatinya ia berdoa semoga wanita berwajah lembut itu tidak menderita penyakit yang parah dan segera sembuh.

Sebelum pulang, Fitra sempatkan diri lagi untuk melihat wanita itu. Dia penasaran, sedang apa wanita itu? Dari jendela yang terbuka Fitra bisa melihat jelas wanita bernama Sofwa itu sedang berbaring di tempat tidurnya, ia lagi tidur dan sendirian tanpa ada yang menemaninya. Satu pertanyaan pun muncul dibenak Fitra, dimanakah keluarganya? Tadi malam memang ada yang menemani dia, seorang ibu-ibu yang mungkin orang tuanya, tapi pagi ini Fitra tidak menemukan ibu tersebut dikamar Sofwa. Sarapan di mejapun sepertinya belum disentuhnya. Keinginan Fitra untuk hadir menjadi penyejuk hati dan penyemangat hidup bagi Sofwa semakin kuat, tapi… tembok pembatas itu… Harus dia hancurkan dulu!!

...💖💖💖💖...

BERSAMBUNG..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!