''Kamu kenapa, Mas?'' tanya Anastasya kepada sang suami, karena sedari tadi pria yang begitu di cintai nya itu terlihat gelisah. Rama seperti hendak mengatakan sesuatu, dari tadi Tasya selalu setia menunggu, tapi setelah hampir dua puluh lima menit lamanya, Rama tetap bungkam, ia membaringkan tubuhnya di atas kasur, lalu bangkit lagi, sesekali ia menatap layar ponselnya.
Sedangkan Tasya masih setia duduk di sofa yang ada di kamar mereka, Tasya sedang memeriksa beberapa laporan yang di kirim oleh karyawan nya ke laptop, laporan keuangan butik milik Tasya yang sudah berjalan tiga tahun lamanya. Sekarang butik milik Tasya sudah berkembang pesat dan memiliki anak cabang di beberapa tempat.
Tasya tidak fokus memeriksa laporan melihat gelagat aneh sang suami, tidak biasanya sang suami gelisah seperti malam ini.
''Em, Sayang, sini, duduk di sini,'' pinta Rama seraya menepuk kasur di sebelahnya, ''Ada sesuatu yang ingin Mas katakan kepada mu,'' sambung nya lagi.
Tanpa membalas ucapan sang suami, Tasya menutup laptop, ia langsung berdiri dari duduk, lalu ia berjalan menghampiri Rama.
Tasya duduk di sebelah Rama, sesuai dengan apa yang suami nya itu mau.
Rama merangkul tubuh sang istri, hingga kepala Tasya sudah bersandar di atas dada bidangnya, berulangkali Rama mengecup pucuk kepala sang istri dengan lembut. Aroma khas shampo yang menguar dari rambut Tasya, membuat Rama tak pernah bosan mengecup nya.
''Ada apa, Mas?'' Tasya bertanya lagi, ia mendongak menatap wajah tampan sang suami lekat dengan jarak cukup dekat.
''Sayang, Mas mau meminta izin kepada mu untuk menikah lagi,'' Rama berkata lancar dengan degup jantung yang tak beraturan. Ia gugup saat mengatakan itu, ia takut Tasya marah besar kepada nya.
Mendengar apa yang di katakan oleh Rama, seketika membuat Tasya melepaskan diri dari rengkuhan sang suami. Ia menjauhkan tubuhnya dari Rama.
Ia menatap Rama dengan tatapan tajam, pandangan menelisik menatap paras sempurna sang suami, kemudian matanya tertuju kepada mata pria yang ada di hadapannya. Bisa Tasya lihat, tidak ada kebohongan dari kalimat yang keluar dari mulut Rama barusan. Tasya tahu, Rama berkata dengan sadar dan penuh pertimbangan.
''Apa kata mu? Menikah lagi? Maksud Mas, Mas ingin menghadirkan madu untuk ku?'' pertanyaan beruntun keluar dari mulut Tasya. Suaranya serak dengan netra mulai berkaca-kaca.
''Iya, Tasya. Mas ingin memiliki anak, siapa tahu dengan Mas menikah lagi dengan wanita lain Mas bisa segera memiliki anak yang banyak,'' ungkap Rama menundukkan kepalanya. Jujur, rasanya ia tak kuasa melihat wajah sang istri yang tiba-tiba menjadi sedih dengan bulir bening yang sudah memenuhi kelopak mata.
''Siapa wanita itu, Mas? Siapa wanita yang telah kamu siapkan untuk menjadi madu ku?'' tanya Tasya mencoba tegar.
''Dia adalah Juwita,'' balas Rama lagi.
''Juwita sekretaris kamu di kantor?''
''Iya,'' singkat Rama menjawab.
Mendengar itu, membuat hati Tasya begitu sakit rasanya, malam ini tak pernah terduga oleh nya sang suami akan melukai hatinya dengan begitu dalam.
Ia tidak menyangka sang suami tega menduakan nya dengan Juwita. Tasya memang sudah mengenali siapa itu Juwita, karena setiap kali Tasya ke kantor mengantarkan makan siang untuk sang suami, ia selalu bertemu dengan Juwita. Pernah sekali Tasya menangkap basah Rama dan Juwita sedang berduaan di dalam ruangan Rama, saat jam makan siang, saat karyawan lain lagi berada di kantin.
Waktu itu Tasya menyimpan curiga kepada Rama, tetapi karena Rama yang terus meyakinkan Tasya kalau diantara dirinya dan Juwita tidak ada hubungan apa-apa membuat Tasya percaya percaya saja, karena waktu itu Tasya begitu yakin kalau Rama sangat mencintai dirinya, Rama akan memegang teguh kesetiaan cinta mereka, tapi malam ini, apa yang keluar dari bibir Rama sudah menjelaskan semuanya, sudah menggoyahkan kepercayaan nya terhadap kepala keluarga nya itu.
''Sudah berapa lama?'' lagi, Tasya bertanya.
''Em, sebelum nya Mas minta maaf, Tasya. Mas dan Juwita sudah berhubungan selama setahun lamanya, kami diam-diam menjalin hubungan dibelakang kamu, sekarang Juwita tengah hamil, makanya dengan berat hati Mas mengatakan semuanya kepada mu. Juwita terus mendesak agar Mas segera menikahi nya, dan selain itu karena Mas juga sudah tidak sabar lagi ingin menemani Juwita setiap harinya selama ia mengandung, Mas sangat bahagia dengan kehamilannya,'' jelas Rama panjang lebar.
Tasya tak kuasa untuk membendung air matanya, pada akhirnya tangis nya pecah juga, ia menutup mulutnya dengan telapak tangan agar suara tangis nya tak terdengar jelas.
''Aku izinkan kamu menikah lagi, Mas!'' ucap Tasya dengan suara serak, lalu setelah itu ia berjalan dengan langkah kaki lebar keluar dari dalam kamar. Untuk saat ini rasanya Tasya ingin merenung seorang diri, merenungkan kebodohan dan keteledorannya selama ini, bisa-bisa nya ia tidak tahu kalau selama ini sang suami telah menjalani kasih dengan wanita lain, padahal hubungan mereka sudah terjalin satu tahun lamanya.
Bersambung.
Tasya duduk di bangku besi panjang yang ada di taman samping rumah nya. Di sana ia menangis sesenggukan, tidak menyangka sang suami sebegitu tega mengkhianati dirinya selama ini. Padahal selama ini Tasya sudah menjadi istri yang setia, istri yang penurut serta perhatian.
Tasya memiliki paras yang cantik, bahkan Juwita kalah cantik jika dibandingkan dengan dirinya. Banyak pria yang menggoda Tasya, mengira kalau Tasya masih gadis, tapi Tasya tak pernah tertarik dengan godaan pria manapun, karena dirinya begitu memegang teguh kesetiaan nya terhadap sang suami, ia menjunjung tinggi harga dirinya sebagai seorang istri.
Lalu kini, apa yang dilakukan oleh Rama benar-benar telah membuat hati Tasya hancur tercabik-cabik. Rama benar-benar tidak tahu diri dan tidak tahu cara menghargai sang istri yang sudah selama lima tahun membersamai nya. Menemani dalam suka dan duka.
''Sudah, aku tidak boleh menangisi pria brengsek itu lagi. Buang-buang waktu saja! Terserah dia mau menikah lagi atau apalah, aku tak peduli. Aku masih muda, hidupku masih panjang, aku harus tetap semangat menjalani hidup, aku tidak boleh terpuruk,'' gumam Tasya menyemangati diri nya sendiri, kedua tangan nya sibuk membersihkan air mata yang membasahi pipi.
Lama Tasya duduk diluar, ia merasa enggan masuk ke dalam, sekarang rasanya Tasya begitu malas untuk bertemu dengan Rama, melihat wajah Rama yang penuh dengan kemunafikan.
***
Di dalam kamar, Rama menghubungi Juwita, ia memberi tahu kepada Juwita kalau Tasya sudah merestui hubungan mereka.
''Tuh 'kan apa aku bilang, Tasya pasti setuju. Lagian salah sendiri, sudah lima tahun kalian menikah tapi dirinya tak kunjung hamil. Sementara kita, kita baru berhubungan setahun lamanya, dan saat ini aku sudah berhasil mengandung anak mu Sayang,'' Juwita berkata panjang lebar dengan disertai tawa.
''Iya Sayang. Kamu memang dapat diandalkan,'' ucap Rama semakin membesarkan hati Juwita.
''Sekarang Tasya lagi ada di mana?'' tanya Juwita.
''Dia sedang di luar, Tasya seperti nya tengah menangis, dia seperti nya masih kaget mendengar apa yang Mas katakan tentang kita kepada dirinya,'' jelas Rama.
''Hm, dia sedih paling sebentar saja. Kamu jangan terlalu memanjakan dia ya Mas. Yang harus kamu manjakan itu aku, karena saat ini aku tengah mengandung anak mu,'' ucap Juwita lagi. Saat ini Juwita merasa sangat senang, karena memang momen inilah yang ia tunggu tunggu selama ini. Ia ingin memenangkan hati Rama, membuat Rama berpaling sepenuhnya dari Tasya.
''Iya Sayang, rasanya Mas sudah tidak sabar ingin berada di sisi kamu, mengelus perut mu yang sudah mulai membuncit,''
''Iya Mas. Aku juga, aku juga sudah tidak sabar ingin tidur ditemani kamu. Makanya kamu urus secepatnya semua keperluan untuk pernikahan kita, supaya kita bisa segera menikah dan tinggal bersama,''
''Iya. Besok Mas akan mengurus semuanya. Kalau begitu Mas sudahi dulu panggilan nya ya. Takut Tasya mendengar, nanti dia malah semakin sedih. Kamu tidurlah, istirahat yang cukup. Sampai ketemu besok,''
''Baiklah Mas. Aku mencintaimu,''
''Mas juga mencintai mu Sayang,'' balas Rama, lalu panggilan terputus.
Di depan pintu kamar, ternyata Tasya sudah berdiri dengan kedua telapak tangan mengepal erat. Sungguh, hatinya begitu sakit mendengar sang suami yang sedang berbicara bersama Juwita lewat sambungan telepon. Di saat ia sedang terluka, tapi sang suami malah biasa biasanya saja.
''Enak sekali kalian. Bisa-bisanya kalian bahagia di atas penderitaan aku. Bisa-bisanya kalian saling mengucapkan kata cinta di saat hati ku begitu hancur karena cinta. Awas saja kamu, Mas,'' Tasya berucap di dalam hati. Setelah itu ia membuka pintu kamar dengan kasar. Tasya masuk ke dalam kamar bukan untuk tidur bersama Rama, tapi ia ingin mengambil leptop miliknya. Tasya akan kembali memeriksa laporan yang sempat tertunda.
''Sayang, ayo tidur lah,'' melihat Tasya kembali ke kamar, Rama ingin merengkuh tubuh Tasya. Tapi dengan cepat Tasya menepisnya.
''Aku ingin mengambil leptop ku saja. Aku akan tidur di kamar tamu malam ini,'' Tasya berkata tanpa menatap wajah Rama.
''Lho, kenapa begitu?'' tanya Rama dengan dahi berkerut.
''Aku masih butuh waktu untuk memenangkan diriku sendiri,'' ucap Tasya lirih.
''Baiklah kalau begitu. Sekali lagi Mas minta maaf,'' Rama hanya membiarkan Tasya keluar dari dalam kamar dengan membawa leptop dan beberapa berkas miliknya. Rama merasa bersalah melihat wajah sang istri yang biasanya selalu ceria tapi kini berbuah murung.
''Sudah, jangan dipikirkan lagi. Lagian aku tidak salah, poligami diperbolehkan di dalam agama, aku akan berusaha untuk bersikap adil kepada Tasya dan Juwita,'' gumam Rama seraya tersenyum tipis. Rama lalu merebahkan dirinya di atas kasur, ia bersiap untuk tidur.
Di kamar tamu, Tasya kembali berkutat dengan laptop yang menyala. Tasya berusaha menyibukkan dirinya dengan pekerjaan yang ada, supaya ia tidak berlarut-larut memikirkan pengkhianatan Rama. Tetapi meskipun Tasya sudah berusaha untuk kuat, tetap saja air mata nya lolos dari netra tanpa bisa ia bendung.
Semua butuh waktu, luka yang baru semalam tidak akan sembuh malam itu juga. Butuh beberapa hari, minggu, bulan atau bahkan beberapa tahun untuk menyembuhkan luka tersebut.
Tasya saat ini memutuskan untuk bertahan dengan Rama, ia bersedia untuk di madu. Bukan karena Tasya bodoh, tapi ia ingin melihat sendiri dengan mata kepala nya, bagaimana cara Rama bersikap kepada dirinya besok saat Juwita sudah resmi menjadi madu nya. Selain itu karena Tasya juga ingin mengurus semua harta yang ia kumpulkan selama menikah dengan Rama, ia tidak boleh menjadi wanita lemah, pergi begitu saja dengan hati yang terluka tanpa membawa apapun. Pergi begitu saja membiarkan Rama dan Juwita berbahagia di atas penderitaan nya.
Bersambung.
Keesokan paginya, Tasya masih berusaha bersikap biasa saja kepada Rama.
Tasya bangun pagi pagi sekali, ia memasak dan membersihkan beberapa sudut rumah.
Untuk urusan pekerjaan rumah, biasanya Tasya menghandle semua nya sendiri. Selama ini kalau lagi sedang tidak sibuk-sibuk amat, Tasya lah yang membereskan rumah, memasak dan menyiapkan keperluan sang suami, selama ini dirinya selalu berusaha untuk menjadi istri yang betul-betul melayani semua kebutuhan sang suami, tapi balasan yang ia dapat dari sang suami sungguh diluar dugaan, sampai kapanpun Tasya tidak akan pernah memaafkan yang namanya pengkhianatan.
Kalau Tasya sedang sibuk mengurus butik, maka ia akan memperkerjakan seorang pembantu rumah tangga, pekerja yang bisa di panggil pagi hari dan pulang sore hari, pembantu yang bekerja harian dan upah pun di bayar harian.
***
Beberapa menu hidangan sarapan pagi sudah berada di atas meja. Pagi ini Tasya memasak ayam goreng balado, ikan goreng, tahu tempe goreng, sambal terasi di sertai tumis bayam dan rebusan daun singkong. Menu masakan sederhana, yang begitu di sukai oleh Rama.
''Sebelum aku meninggalkan kamu, aku harus melayani kamu dengan memasak makanan kesukaan mu, supaya saat aku pergi, kamu merasa begitu kehilangan aku. Akan aku buat kamu menyesal, Mas,'' gumam Tasya tersenyum tipis. Kini, dirinya sudah duduk di kursi meja makan. Penampilan nya juga telah rapi, setelah ini rencananya Tasya akan mengunjungi butik miliknya, sudah selama seminggu ia tidak berkunjung ke butik, selanjutnya Tasya akan menyibukkan diri dengan mengembangkan bisnis nya. Masalah yang datang tidak akan membuat dirinya terpuruk, tetapi akan ia jadikan sebagai penyemangat untuk lebih maju lagi dalam menjalani hidup.
Pagi ini, mata Tasya tampak bengkak, bagaimana tidak, semalam air mata terus saja lolos dari netra tanpa bisa ia cegah, selain itu, tadi malam Tasya juga begitu sulit untuk memejamkan mata, untuk masuk ke alam mimpi. Alhasil, tadi malam ia hanya tidur sekitar dua jam saja.
''Sayang, kamu sudah bangun ternyata, kamu kenapa tidak membangunkan Mas?'' saat Tasya tengah menatap hidangan sarapan pagi di atas meja, tiba-tiba Rama datang menghampiri nya.
Datang datang Rama langsung mencium pipi Tasya, hingga membuat Tasya kaget.
Sikap Rama masih sama seperti hari kemarin, tetap bersikap manis kepada sang istri, seperti tidak terjadi masalah apa-apa diantara mereka.
Berbeda dengan Tasya, perlahan-lahan Tasya mulai menjaga jarak dari Rama, dan ia juga tidak bisa pura-pura bahagia, ia tidak bisa bersikap seperti dulu setelah mendengar permintaan sang suami tadi malam.
''Aku lupa membangunkan kamu,'' jawab Tasya datar. Tasya menghapus pipi nya, pipi bekas ciuman Rama. Jika dulu Tasya akan merasa sangat senang kalau Rama mengecup pipinya, berbeda dengan sekarang, sekarang yang ada malah Tasya merasa jijik. Mengingat Rama yang bukan hanya membagi cinta, tetapi juga telah membagi raga dengan wanita lain. Tasya tidak suka berbagi kalau untuk urusan pasangan. Kayak tidak ada pria lain saja. Pikirnya.
''Lupa?'' Rama memasang wajah kecewa. Biasanya setiap pagi Tasya lah yang selalu membangunkan dirinya, tapi pagi ini Tasya tak melakukan itu, sehingga membuat Rama bangun sedikit telat dari biasa.
''Hm,'' balas Tasya singkat seraya mengunyah makanan nya.
Melihat sikap dingin yang ditunjukkan oleh sang istri, membuat Rama tak suka.
''Ah, biarkan saja dulu, mungkin Tasya masih kaget dengan perkataan ku tadi malam. Yang penting dia masih memasak makanan kesukaan aku,'' ucap Rama di dalam hati, ia menenangkan dirinya sendiri.
Setelah itu ia memasukkan makanan ke dalam piringannya, karena Tasya tak melakukan itu, Tasya makan lebih dulu, ia makan dalam diam dengan tatapan terus tertuju ke bawah. Tasya selalu menghindar menatap Rama. Kalau biasanya suasana di meja makan selalu ramai karena suara celotehan Tasya, karena kecerewetan Tasya dalam menilai penampilan Rama, berbeda dengan sekarang, sekarang suasana meja makan berubah menjadi begitu sunyi dengan kekakuan yang di rasakan oleh Rama karena sang istri yang mendadak menjadi dingin dan pendiam. Ada sesak yang ia rasakan melihat wajah datar sang istri, tapi, saat mengingat Juwita yang tengah hamil, ia merasa apa yang dilakukan nya sudah benar, karena menurutnya Tasya tidak lah sempurna menjadi seorang istri, karena Tasya yang tidak bisa memberikan nya keturunan.
***
Setelah sarapan, Rama dan Tasya berangkat ke tempat kerja menggunakan kendaraan mereka masing-masing.
Kalau Tasya langsung menuju butik, berbeda dengan Rama, Rama melajukan kendaraan roda empat milik nya ke rumah Juwita, ia akan menjemput Juwita, sang calon istri.
Setibanya di rumah Juwita, Juwita menyambut Rama dengan senyum mengembang, ia juga memeluk Rama dengan begitu erat.
''Masuk dulu, Sayang,'' tawar Juwita, kini mereka berdua tengah berdiri di teras rumah.
''Tidak usah Sayang. Nanti kita telat ke kantor,'' tolak Rama halus.
''Ya sudah, kalau gitu aku ke dalam dulu, ya. Aku mau pamit sama Mama,''
''Iya,''
Juwita masuk ke dalam rumah, tidak lama setelah itu ia keluar lagi dengan seorang wanita yang berusia sekitar lima puluh tahun berada di samping nya, wanita itu adalah Mama nya.
''Tante,'' Rama mengambil tangan Santi, Mama nya Juwita. Ia menyalami tangan sang calon mertua.
''Duh, calon mantu ganteng amat sih,'' puji Santi seraya menatap Rama lekat dengan sebuah senyuman yang ia tunjukkan.
''Tante bisa saja,'' balas Rama dengan senyum lebar.
''Juwita sudah menceritakan semuanya kepada Tante, Tante harap habis minggu ini pernikahan kalian bisa segera di langsung kan, Tante tidak mau kehamilan Juwita di ketahui oleh orang banyak dan menjadi bahan gunjingan di masyarakat,'' ucap Santi lagi.
''Iya, Tante. Nanti malam isya Allah aku akan mengajak Mama dan Papa aku ke sini, nanti malam aku akan melamar Juwita, biar semua urusan pernikahan aku dan Juwita bisa di percepat, biar kita bicarakan semua nya nanti malam,'' balas Rama. Mendengar itu membuat Juwita dan Santi tersenyum senang.
Santi sudah tahu kalau Rama adalah pria beristri, tapi karena Rama merupakan atasan Juwita di kantor yang mempunyai jabatan tertinggi di perusahaan membuat dirinya melupakan tentang status Rama, ia tidak peduli Rama sudah beristri, yang penting putrinya bahagia, yang penting ia bisa memiliki menantu yang kaya raya.
Setelah itu Rama dan Juwita pamit pergi ke kantor. Santi melepas kepergian mereka dengan senyum mengembang, rasanya dirinya sudah tidak sabar lagi ingin memiliki menantu kaya, supaya dia bisa meminta apapun yang ia mau kepada sang menantu.
''Enak banget, yak . . . Anak melakukan kesalahan tapi malah di dukung,'' tiba-tiba seorang pria berceletuk. Pria itu adalah kakak Juwita. Juwita memiliki kakak lelaki yang masih lajang, sedangkan papa nya sudah lama meninggal.
Santi menepuk bahu sang putra dengan keras.
''Mama menyetujui hubungan Juwita dan Rama juga karena memikirkan kamu, supaya kamu tidak capek-capek lagi kerja untuk memenuhi kebutuhan Mama. Supaya kamu bisa nabung dan segera menikah,'' ucap Santi.
''Si Rama itu bodoh juga jadi orang ya, udah punya istri cantik nan seksi tapi bisa-bisa nya ia mau menikah dengan Juwita yang biasa saja. Aku sih berharap Rama dan Tasya bisa segera bercerai, supaya aku bisa mendekati Tasya, si wanita pujaan hati,'' celetuk Jack lagi.
''Udah Jack, jangan gila kamu, Mama tidak akan pernah setuju kalau kamu menikah dengan seorang janda. Sana pergi kerja. Lagian Tasya tidak mungkin mau bercerai dari Rama, dia juga sudah menyetujui kok pernikahan Rama dan Juwita,''
''Cepat atau lambat Tasya pasti akan meminta cerai kepada Rama,'' kata Jack lagi, kini Jack sudah berada di atas motor ninja nya.
''Itu mah bagus, supaya adik kamu bisa menguasai semua harta Rama,''
''Harta terus ...'' balas Jack, setelah itu motor nya melesat meninggalkan sang mama yang masih berdiri di atas teras. Santi merasa kesal mendengar perkataan sang putra.
''Dasar anak kurang ajar!'' gerutunya.
Jack memiliki bengkel yang cukup besar, dan bengkel nya sudah berkembang memiliki anak cabang di beberapa tempat.
Jack merupakan pria yang kalau berbicara suka ceplas-ceplos, selama ini Jack sudah berulangkali menasehati sang mama dan sang adik, ia mengatakan kalau apa yang dilakukan oleh Juwita adalah hal yang salah, tapi Juwita tidak pernah mendengar nasehat sang kakak.
Selama ini ternyata diam diam Jack begitu mengagumi sosok Tasya, karena Tasya cukup terkenal di sosial media, Tasya merupakan seorang selebgram yang memiliki banyak pengikut. Foto fotonya yang cantik dan menarik membuat orang-orang dengan suka rela mengikuti akun sosial media miliknya. Dan setiap harinya Jack selalu memantau sosial media milik Tasya, ia selalu bermimpi bisa memiliki Tasya. Iya, hanya bermimpi saja karena rasa nya sampai kapanpun ia tidak akan pernah bisa memiliki wanita sempurna seperti Tasya.
***
''Kok mata kamu bengkak dan sedikit merah?'' tanya Sean, sahabat dekat Tasya. Kini Tasya dan Sean sudah berada di ruangan Tasya. Sean merupakan pria tampan dan mapan yang masih lajang, Sean merupakan salah satu diantara banyaknya pria yang mengagumi sosok Tasya.
''Aku enggak kenapa-kenapa. Tadi malam kelilipan,'' balas Tasya.
''Kamu ngapain pagi-pagi ke sini? Kamu enggak ada kerjaan di kantor?'' sambung Tasya lagi, ia heran saja melihat Sean yang sudah mengunjungi dirinya di butik. Kebetulan jarak kantor milik Sean dan butik milik Tasya cukup dekat.
''Aku pengen tahu kabar kamu saja,'' balas Sean, ''Kebetulan tadi aku melihat mobil kamu masuk ke halaman butik,'' sambung nya. Sean duduk di kursi di depan Tasya, sedari tadi ia terus menatap wajah Tasya lekat, hingga membuat Tasya salah tingkah.
''Aku baik. Kamu lihat sendiri, 'kan?''
''Tidak, kamu tidak baik-baik saja. Aku tahu. Kalau Si Rama itu menyakiti kamu, kamu katakan kepada aku, biar aku yang akan melindungi kamu, biar aku yang akan menyambut kamu, aku selalu setia menunggu mu Tasya,'' Sean berkata dengan sungguh-sungguh.
''Apaan sih kamu ngaco banget! Udah sana pergi, aku mau kerja,''
''Ya, iya. Aku akan pergi. Tapi wajah cantiknya jangan di tekuk begitu, senyum dong,''
''Okey. Lain kali kamu jangan lancang lagi. Jaga ucapan mu itu. Aku ini wanita bersuami,'' tegas Tasya.
''Baiklah Tuan Putri,'' balas Sean, setelah itu ia berlalu dari ruangan Tasya setelah melihat senyuman Tasya. Tasya hanya mampu menggeleng kecil melihat tingkah sang sahabat. Pagi ini Sean sudah berhasil membuat mood nya sedikit lebih baik.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!