Cassie menatap cowok di depannya dengan mata terbelalak. Dia yakin dirinya tak salah dengar. Dia juga yakin bahwa dirimu tak salah lihat. Cowok di depannya memang terlalu nyata untuk dia anggap sebagai halusinasi.
"Aku tahu kamu begitu merindukanku, " ucap cowok berhidung bangir dan bertubuh tinggi itu. Cowok tersebut bahkan melemparkan senyum, kalau sudut bibir yang naik dan tidak simetris itu layak di sebut senyuman. " Ku izinkan kamu ini memandangiku sepuasmu selama lima menit hari ini. "Mata cowok itu sedikit menyipit, dan senyuman manis yang sekarang ini Cassie lihat sebagai seringai itu masih terukir di bibirnya.
Mendadak, seluruh tubuh Cassie terasa kaku.Dia ingin menjauh, tapi kakinya tak mampu untuk ia bisa bergerak seinci pun.Deru napasnya yang tak tenang terdengar jelas, mengusik perasaan nya yang semula baik-baik saja.
" Untuk apa kamu datang? " Akhirnya Cassie mampu bersuara walau yang keluar hanya empat kata itu. Empat kata yang mampu untuk mengusik hatinya.
"Untuk menemui cewek puitis ku, " sahut cowok itu santai. Sesantai langkahnya yang mulai mendekati Cassie. "Tidak boleh? "
...Cassie menelan ludah. Kenangan pahit tentang cowok itu menyeruak. Padahal dia sudah lama menguburnya. Padahal dia sudah susah payah melupakannya. Padahal........
###########
Pindah rumah. Hal yang saat ini begitu disukai oleh gadis berponi dan berjerawat itu. Dengan penuh semangat dia merapikan barang- barang yang akan dibawa ke rumah baru, seolah-olah dia sudah bosan tinggal di rumah kontrakan kecil yang selama empat tahun ini menaunginya bersama Mama dan Papa tercinta. Ah, bukan itu alasan sebenarnya. Yang jelas dia sudah tak bisa menikmati suasana yang ada di sana. Entah bagaimana, dia sudah merasa orang-orang yang ada di sekitarnya mengetahui hal memalukan yang dia alami, sehingga dia tak mampu lagi untuk sekadar bertatap muka apalagi berbicara.
Kalau saja dirinya tak terlalu polos, mungkin dia akan sangat mengenal yang namanya Make up. Kalau dirinya tidak terlalu santai, mungkin dia tak akan makan dengan porsi besar dan ngemil tanpa henti. Kalau dia tak terlalu cuek, mungkin dia tak akan berjalan di bawah sinar matahari yang terik dan jalanan yang berselimut debu. Kalau saja dia tak terlalu berpikiran positif, mungkin dia tak akan terkejut ketika tahu kalau mereka yang dianggap sebagai teman ternyata mengejek dan menghina penampilannya. Yah, kalau saja...
"Sudaaaahhh, " seru Cassie saat kardus terakhir selesai dia pak. "Ayo, kita berangkaat! " serunya semangat.
Papanya tertawa. "Sabar,Nak.Papa telepon Pick up nya dulu, " sambungnya sambil mengambil ponsel dari dalam saku.
"Oke, yah, " jawab Cassie sambil memberi hormat. Kedua orang tua menggeleng heran. Ya, meski begitu, mereka lebih suka melihat Cassie ceria seperti ini daripada berwajah durja seperti beberapa bulan yang lalu.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Pick up datang. Cassie dan keluarganya bergotong royong untuk menaikkan kardus berisi barang-barang mereka ke atas kendaraan itu. Setelah semua kardus itu terangkut, mereka pun siap menuju ke rumah baru.
Sepanjang jalan di kota Jakarta. Cassie tak pernah berhenti tersenyum. Bahkan pada pohon yang baru saja dia lewati. Dari senyumnya itu, tersirat keyakinan bahwa rumah baru itu akan memberikan kebahagiaan lebih. Benarkah?
Cassie buru-buru keluar dari pick up dan kedua matanya menatap lebar-lebar rumah baru di depannya. Rumah itu masih menggunakan desain sederhana. Bercat abu-abu pada setiap dindingnya dan coklat pada jendela. Halaman nya berukuran sedang dan sudah ada beberapa tanaman tumbuh di sana. Tinggal bagaimana si penghuni baru saja, mau merawat yang sudah ada atau menambah dengan tanaman lain.
Cassie tersenyum. Dia menyukai rumah baru itu sejak pertama kali Papa dan Mama mengajak nya ke sini. Tanpa pikir panjang dia melebarkan tangannya sembari menghirup udara dalam -dalam. Sebuah sambutan untuk kisah baru yang akan dia mulai.
Usai melakukan ritual tadi, Cassie kembali untuk menatap pick up. Dia menunggu hingga barang- barang nya di turunkan. Tiga kardus berisi koleksi novel romantis, komik, dan majalah yang menjadi favoritnya.Meski berat, Cassie tetap bisa mengangkat kardus nya dengan semangat.
"Biar Bapak saja, Neng, " ujar supir pick up yang menawarkan bantuan. Tangannya sudah terulur untuk mengambil kardus yang dipegang Cassie. Cassie menarik kardusnya ke sisi kanan sambil menggeleng ceria.
"Tidak usah, Pak.Saya sendiri saja yang akan mengangkat, " sahutnya, lalu membawa kardus berisi novel itu ke dalam rumah. Dia khawatir sang supir akan meletakkan kardus itu dengan sembarangan dan mungkin akan berakibat pada rusaknya buku-buku yang ada di dalam.
Karena kasihan, Papa membantu membawakan kardus tersebut ke lantai atas. Ke kamar yang sudah sejak kemarin Cassie klaim sebagai milik nya.
Kamar itu terlihat lumayan luas dan cukup untuk menampung kasur, meja belajar, lemari pakaian, rak buku, kipas angin, dan meja kecil di dekat kasur.
"Terimakasih, Papa, " ucap Cassie senang ketika pria beralis tebal dan berjanggut tipis itu selesai meletakkan kardus miliknya. Segera Cassie yang menarik kardus tersebut ke arah rak buku yang kemarin dia beli bersama Mama.
Sambil bersenandung Cassie menyusun buku -bukunya. Mulai dari novel terfavorit sampai yang biasa saja. Dia menyusun dan merombak nya beberapa kali sampai terasa pas. Anehnya, dia tak merasa lelah walau harus merapikan barang-barangnya seharian.
"Akhirnya selesai juga!" pekik Cassie riang sekali sambil memijat bahunya.Dia lalu melangkah ke balkon, membuka pintunya yang masih terkunci. Matanya menatap takjub pada langit biru dan awan putih tipis yang menggantung. Begitu cantik. Senyum Cassie mengembang seketika.
Puas memandang langit, Cassie pun dengan luar biasa cepat menyapukan pandangan. Gerakan matanya terhenti saat perhatiannya jatuh ke rumah sebelah. Rumah bercat putih dan merah bata itu tampak sunyi. Seakan tak ada yang menempatinya. Meski sudah beberapa kali Cassie ke rumah ini, dia tak sekali pun melihat keberadaan penghuni rumah sebelah.
"Apa mungkin rumah kosong? " pikirnya. Dia pun mengangkat bahu dan masuk ke dalam kamar nya lagi, bersiap belajar untuk sekolah esok.
Cassie duduk di meja belajar yang berada tepat di samping jendela kamarnya. Dibukanya jendela kamar itu agar udara segar dari luar bisa masuk. Baru setelah itu aku mengambil buku fisika.
Angin sesekali berembus lembut. Kehangatan mengurai di sekitar kamar. Cassie jadi lebih mudah untuk berkonsentrasi pada materi untuk ulangan hari senin nanti.
Dia masih asyik dengan rumus perubahan suhu dari Celsius ke Fahrenheit ketika angin dari luar tak senyaman sebelumnya. Cassie pun dapat mengalihkan pandangannya ke langit. Benar saja, langit sudah dipenuhi awan kelabu.Awan mendung tebal menggelayut di atas sana dan diselingi suara guntur. Memang, akhir-akhir ini cuaca tak bisa ditebak.Dari berita-berita yang sepintas lalu Cassie dengar, semua itu akibat pemanasan global. Efek rumah kaca.
Bersambung!!
Cassie mencoba untuk mengingat-ingat istilah itu, dan tiba-tiba dia menjerit-jerit panik. Tanpa di duga, angin dari luar berembus kencang sekali, membuka lembar-lembar buku tulis Cassie, dan cukup kencang hingga mrmbuat kertas ulangan fisika yang selalu di sisipkan dalam buku tulis nya ikut terbang bersama angin.
Cassie meringis. Wajahnya memberengut dan bibirnya berdecak kesal. "Bikin repot, " keluhnya pada angin. Cassie suka sekali merutuk dan bergumam pada diri sendiri dan benda-benda mati atau yang tak kasatmata seperti angin tadi. Keanehannya itu menjadi salah satu alasan mengapa teman-teman SMP nya dulu semuanya menjauhinya.
Cassie buru- buru mengkritik arah kertas itu yang terbang ke balkon kamarnya. Dia pun cepat berhambur ke sana dan mulai mencari kertas ulangan yang berharga itu. Berharga karena baru pada ulangan itu Cassie mendapat nilai 100 , sementara teman-teman sekelasnya dapat rata -rata 70 dan 60.
Mata Cassie menyusuri seluruh balkon, namun nihil. Bibirnya langsung mengerucut kembali. Dia yakin tadi melihat kertasnya terbang ke balkon ini, tapi kenapa tidak ada?
Dengan enggan Cassie menjulurkan kepalanya ke halaman di bawah kamarnya. Namun, kertas yang dia cari tak terlihat. Penasaran, dia pun memutuskan untuk turun ke lantai bawah.
"Kenapa, Cas? " tegur wanita yang tingginya telah hampir sama dengan Cassie, heran melihat Cassie buru -buru menuruni tangga.
Cassie tidak menjawab pertanyaan Mamanya itu karena dia terus saja melangkah keluar.
"Di luar hujan, Cas. Nanti kamu jatuh sakit, " tegur Mama lagi.
Cassie sayup-sayup mendengar teguran itu, tapi kertas ulangan tadi jauh lebih penting daripada kemungkinan dirinya akan jatuh sakit. Kertas itu sudah menjadi harta karun satu-satunya dalam pelajaran. Tak boleh sampai hilang.
Cassie menuju ke halaman rumahnya. Matanya awas mencari kertas yang harus segera dia amankan. Sebelum hujan menyentuhkan airnya dan menghancurkan kertas berharga tadi.
"Tidak ada! " jerit Cassie kesal. Dia lalu cepat mengedarkan pandangannya ke halaman rumah sebelah. Matanya memicing tajam, mencoba menemukan yang dia cari.
"Mungkin tidak ya kalau terbang ke sana? " pikir Cassie ragu.
Setelah mempertimbangkan dengan matang dan akhirnya Cassie melangkah. Dia menuju ke pagar rumahnya secepat kilat, membukanya lalu berbelok ke kiri. Dia mematung sejenak,sambil mengamati sekitar. Dipastikannya tak ada satu pun yang melihat aksi nekadnya.
Setelah yakin tak ada orang di sekitarnya, dan menyakini rumah di depannya sekarang ini benar -benar sebuah rumah tak berpenghuni, Cassie menaiki pagar itu dan buru-buru melompatinya. Tanpa membuang waktu, apalagi kalau dirinya sibuk dengan pikiran tentang pagar rumah yang terlihat kosong ini terkunci dari dalam, Cassie pun melangkah menuju ke halam di bagian kiri rumah itu.
Cassie membungkuk sambil melihat ke seluruh halaman. Namun, meski sudah berhujan- hujanan mencari di lokasi yang dia yakini, kertas itu tetap tak ditemukannya.
Cassie melangkah ke sisi lain, tak ada juga.
"Kemana perginya? " batin Cassie dengan cemas sekaligus sedih.
Dia sungguh tidak rela kalau kertas ulangan itu hilang begitu saja. Hanya dengan kertas itu dia bisa selalu pamer dan bangga pada Mama dan Papa.
Ragu-ragu, Cassie memutuskan menuju ke sisi kanan, ke kebun yang dipenuhi bunga kerucut berwarna ungu. Kebun itu berdekatan dengan pagar samping rumahnya.
Senyum Cassie merekah saat matanya melihat lembar putih yang tergeletak pasrah di atas bunga kerucut berwarna ungu itu. Cepat- cepat dia mendekat. Benar, itu kertas yang dia cari. Diambilnya kertas itu dengan hati-hati agar tidak sobek.
"Untunglah, " batin Cassie lega sementara itu senyum lebar bertakhta di bibir mungilnya.
Cassie berbalik, memutuskan untuk pulang ke rumah sebelum Mama mengomel. Namun, tak sengaja bola matanya melihat ke dalam rumah tak berpenghuni itu. Agak aneh, beberapa daun jendela terbuka dan semua tirainya juga telah di biarkan terbuka,hal yang luput dari penglihatan nya lantaran berlari cepat tadi dan sekilas dirinya melihat ada sosok di dalam rumah itu, seperti sedang membelakangi Cassie.
Deg!
Jantung Cassie berdentum keras. Kegugupan kini melandanya. Matanya terbelalak. Dia pun meneguk ludah dengan paksa sementara itu jantungnya masih bermaraton. Hal yang paling dia benci di dunia ini adalah hantu dan film horor yang tak menyangka bahwa hari ini,di usianya yang baru menginjak enam belas tahun, dia menemui makhluk tak kasatmata yang telah menampakkan diri di siang bolong.
Jadi sekarang, jangan salahkan pikirannya yang mulai menduga sosok yang memunggunginya adalah...
"Kyaaaa!! " Cassie tak mampu lagi menahan rasa takutnya. Teriakannya mengundang perhatian dari" Penghuni " yang ada di rumah kosong itu.
Sosok yang memunggungi Cassie tadi berbalik, menatapnya dengan satu alis terangkat.
"Hantuuuuuu! " teriak Cassie lagi seraya cepat- cepat melarikan diri. Dia tak mau berlama-lama di rumah kosong itu. Bila-bila dia jadi santapan hantu siang bolong.
Cassie berlari kencang ke arah pagar. Dia juga membuka pagar dengan gerakan cepat, lalu menutupnya dengan kecepatan yang sama. Lalu bergegas menuju ke rumahnya. Wajahnya pucat. Hantu tadi masih terekam jelas sekali di dalam ingatannya. Berambut pendek dengan wajah cantik. Mata pekatnya menatap Cassie dengan ekspresi terganggu.
"Bagaimana ini? " Cassie meringis dalam hati. " Bagaimana kalau dia marah karena tadi Cassie ke rumahnya, lalu mencekik lehernya dan juga mencengkram kaki Cassie... dan menyeret paksa ke rumah itu lagi? Huwaaa... "
Cassie berlari setengah melompat dengan cepat ke ruang tengah.Khawatir hantu tadi sudah tiba di rumahnya dan siap untuk mencengkram kaki nya.
Sementara itu, sosok yang Cassie kira hantu tadi justru memiringkan sedikit kepalanya. Dia juga memastikan bahwa ia memang melihat ada seorang perempuan dengan tubuh agak berisi berdiri di halaman rumahnya.Bahkan dia juga mendengar teriakan cempreng yang sangat luar biasa memekakkan telinga tadi.
Sekian detik memikirkan siapa perempuan yang berwajah kucel dan rambut basah itu, akhirnya dia pun menyimpulkan bahwa perempuan itu hanyalah orang gila yang kebetulan mampir ke rumahnya.
"Ya ampun, Cassie!kenapa kamu hujan- hujanan seperti ini? " Mama yang telah keluar dari dapur langsung menyambut Cassie dengan wajah dan tatapan mata marah karena melihatnya basah kuyup.
Cassie tak mampu menjawab. Jantungnya pun masih berdegup kencang. Dia masih khawatir hantu tadi mengikutinya. "Ma.. Mama... " rengek Cassie terbata.
Melihat wajah pucat Cassie, Mama wajah dan tatapannya berubah diserang rasa panik. "Kamu kenapa? "
Cassie nyaris menitikkan airmatanya. "Apa benar yang Cassie lihat tadi hantu penunggu rumah itu? Apa benar dia mengikuti Cassie ke sini? Bagaimana Cassie tidur malam ini?Jangan- jangan dia akan masuk ke mimpi Cassie? " pikir Cassie semakin takut.
"Kenapa, sayang? " tegur Mama cemas sambil mengelus rambut Cassie yang basah. Mama tak jadi marah karena Cassie ketakutan.
Bersambung!!
Cassie melirik ke sekitar rumah, memastikan si hantu yang dilihatnya tak mengikutinya. Setelah yakin hantu itu tak ada di dekatnya, dia pun kini menatap Mama dengan wajah meminta bantuan dan perlindungan dari Mama.
"Ta... Tadi, " ujarnya terbatas, "Cassie baru saja melihat hantu penghuni rumah sebelah." Dan, jantungnya masih berdetak tak tentu..
Kening Mama berkerut. "Rumah sebelah? " ulang Mama.
Cassie mengangguk cepat sebagai jawaban.
Senyum Mama mengembang seketika. "Kamu ini. Itu pasti Erika. Kalau tidak, berarti anaknya. Mereka bukan hantu. Kamu saja yang terlalu berlebihan, " kata Mama menenangkan sambil menahan tawa. "Eh, Mama sudah bilang belum kalau anaknya ada dua, yang satu SMA juga dan yang satu sudah kerja. Yang SMA satu sekolah denganmu. Dia kelas sepuluh juga. "
Cassie mengerutkan keningnya. "Benar, Mama? " ulangnya. "Kenapa Cassie tidak melihat mereka selama kita bersih-bersih rumah ini?"
Mama mengangguk sebagai jawaban. "Mungkin mereka diam di kamar mereka masing-masing selagi kamu ke sini. Jadinya kamu tidak melihat. Kalau Erika, dia baru keluar rumah kalau dia mau pergi ke pasar sama saat menyiram tanaman. Pagi dan sore. Sedangkan kamu, kamu selalu ke sini siang hari setelah pulang sekolah, makanya tidak ketemu, " jelas Mama.
"Tapi kenapa rumahnya sepi sekali? Seperti tidak ada penghuninya, " tanya Cassie heran.
"Kamu seramai apa? Mereka cuma berempat di rumah sama seperti kita juga, " jelas Mama yang menengok kearah kakaknya yang tersenyum geli dengan keheranan Cassie.
Cassie mengangguk-angguk. "Jadi bukan hantu? " tanya Cassie memastikan.
Reno kakaknya menggeleng sambil tersenyum geli. "Bukanlah, bocah. "
Lalu Mama menjelaskan. "Bukan.Terus, anak- anaknya memang hobi diam di rumah. Padahal cowok, " tambah Mama. Dia terlihat antusias sekali menceritakan anak tetangga sebelah itu.
"Cowok? " tanya Cassie.
"Lha mulai kepo kalau cowok anak tetangga kita di sebelah itu.. " kata Reno kakaknya yang jalan ke tangga menuju ke lantai atas.
Rasa takut yang memenuhi dada Cassie pun berangsur pergi, berganti dengan rasa ingin tahu atau kepo persis seperti yang dikatakan oleh Reno kakaknya itu. Namun Cassie ingat lagi tadi dia kira hantu bisa jadi Tante Erika. "Eh tapi, kalau yang tadi itu Tante Erika, kok wajahnya muda sekali? Awet muda, ya... " pikir Cassie.
"Mama mengangguk. " Mereka.. " Mama tampak ragu untuk melanjutkan, "ganteng, Cas. "
"Ih, Mama!! " seru Cassie kesal. ' Cowok ganteng' sudah keluar dari buku kamus kehidupan Cassie. Dia benci cowok -cowok ganteng. Mereka itu bagi Cassie sombong. Dan mereka merasa amat senang menghina cewek berwajah biasa saja.
Wajah Cassie berubah keruh. Dia jadi teringat pada penolakan yang dia alami beberapa bulan lalu. Sebenarnya rasa suka yang dia punya lebih kepada rasa kagum, tapi cowok dengan wajah ketampanan yang setara dengan Wang Yi Bo itu malah menolaknya dengan kasar sekaligus bisa mempermalukannya. Sial!
Melihat wajah kusut Cassie, Mama sadar sudah salah bicara. Dia mengungkit luka lama Cassie yang belum sembuh. Remaja mana yang bisa menganggap masalah perasaan itu masalah yang tidak ada artinya? Mama sangat paham akan hal itu. Jadi, dia mencoba membicarakan hal lain.
"Tapi anaknya Erika yang besar itu sering juga berwajah kusut. Sepertinya dia tipe anak yang pemarah dan dingin. Kamu harus hati-hati loh , kalau nanti bicara dengannya, " ujar Mama yang diberikan anggukan gaya bergosip Reno.
"Kalau adiknya sih ramah deh, " imbuh Reno dari lantai atas sambil memegangi tiang.
"Masa sih, Mama, Kak? "
Baik Mama maupun Kak Reno menganggukkan kepala mereka dengan yakin. "Coba nanti kamu ikut Mama dan kenalan sama anak-anaknya. kau bisa lihat betapa dinginnya anak pertamanya itu! "
"Kayak batu es dong, Mama? " Cassie terkekeh usai mengatakan hal tersebut.
Mama dan Kak Reno ikutan terkekeh. " Sudah. Sana, ganti baju. Bajumu sudah basah begitu. Nanti kamu sakit. Sudah dibilang jangan main hujan-hujanan, "tegur Mama kemudian.
Cassie cengengesan. Lalu berjalan menuju ke kamarnya di lantai dua bersebelahan dengan kamarnya Kak Reno.
Usai makan malam, Cassie pergi ke kamarnya dan menuju ke pintu balkon. Dia bermaksud untuk menutupnya, namun dibatalkannya.Karena
dari tempat Cassie berdiri, dirinya dapat melihat kamar di sebelah rumahnya. Lampu kamar itu menyala. Benda-benda yang memenuhi ruangan kamar terlihat cukup jelas. Ada poster pembalap motogp Valentino rossi dan marquez yang telah menempel di dindingnya.
Kening Cassie mengernyit " Itu kamar siapa? Anak pertama Tante Erika ataukah kamar anak kedua dari Tante Erika yang Mama ceritakan tadi? Kalau Tante Erika benar secantik dan juga seawet muda itu, pasti anak-anaknya ganteng banget, ya? " pikirnya dengan rasa iri hati yang memuncak. Sungguh Cassie sangat ingin sekali punya wajah cantik seperti Tante Erika. Bahkan dengan rambut sependek itu, tidak mengurangi gurat cantik di wajahnya. Benar-benar bentuk wajah idaman banget. "Ah, apalagi Tante Erika juga langsing. Ugh, Cassie juga ingin punya body selangsing itu! "
Sekelebat bayangan yang masuk ke kamar itu mengusik pikiran Cassie. Orang itu pun terlihat mengambil sesuatu lalu duduk di tepi ranjang. Ia adalah sosok berwajah cantik yang tadi siang di lihat Cassie.
"Ehh? Tante Erika kok ke kamar itu? Tapi wajar sih, itu kan kamar anaknya. Cantik banget Tante Erika itu. Kurus lagi. Iriii.... " gumam Cassie nada manja.
Merasa diperhatikan, sosok cantik itu menatap kamar Cassie. Cassie pun segera mengalihkan pandangannya dan beranjak masuk ke dalam. Dia menutup pintu dan tirai tanpa berani untuk melihat ke sana. Entah mengapa jantungnya itu berdegup sangat kencang ketika mata cantik itu mengarah ke kamarnya.
"Kenapa aku malah bersembunyi seperti ini? " tanya Cassie heran sambil memukul kepalanya pelan, seakan-akan menghukum dirinya sendiri karena kebodohannya.
Sementara itu sosok cantik itu menggelengkan kepala lalu kembali duduk di tepi ranjang sambil bermain gitar dan bernyanyi sendirian namun di temani seekor kucing persia cantik yang duduk di atas meja belajar.
"Di dunia ini ada juga orang yang kepo sama aku sampai segitunya. " kata sosok cantik itu yang mengelus bulu kucingnya.
Pintu kamarnya di ketuk dari luar oleh adiknya yang bernama Kenny Rogers yang begitu pintu dibuka langsung melompat ke ranjangnya tanpa minta izin dahulu darinya.
"Kak, bolehkah aku meminta tolong sama Kakak untuk satu kali saja? " pinta Kenny Rogers sambil memeluk guling.
"Tak bisa.. " jawab sosok cantik itu dengan judes sekali.
"Ayolah, Kak. Nanti Kenny traktir makan siomay di depan kecamatan yang menjadi favorit mu. " Kata Kenny Rogers memelas kepada Kakaknya yang judes sekali namun menggemaskan sekali seperti boneka saja.
Bersambung!!
Nb:
Cassie gadis remaja cantik yang tidak sadar kalau dirinya memiliki kelebihan tersendiri yang dapat memikat hati seorang pemuda anak tetangga sebelah rumahnya sendiri.
Aaron pemuda tampan dan cantik yang dingin dan angkuh namun perhatiannya cuma pada satu orang gadis saja yang telah menyentuh hati dinginnya menjadi hangat dengan cara -cara yang unik.
Kimberly gadis cantik yang selalu menjadi teman curhat Kenny Rogers adiknya Aaron untuk gadis itu bisa mendekati Aaron yang unik itu.
Kenny Rogers teman satu sekolah Cassie yang super crazy namun ia selalu ada untuk Cassie.
Reno Wijaya Kakak Cassie yang posesif banget sama Cassie semenjak tahu adiknya memiliki luka yang dalam dari seseorang yang menolak adiknya itu.
Silvana teman sekolah Cassie yang sangat baik sekali yang juga merupakan adik dari Ronaldo.
Alvaro cowok ganteng yang pernah menolak Cassie.
Ronaldo penggemar berat Kimberly dari SMP dan juga teman dekat Aaron.
Marisa Kakak perempuan Silvana yang juga pacar Reno Wijaya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!