"Berapa kali aku harus mengatakannya agar kalian mengerti. Aku sama sekali tidak mencintainya, baik sekarang atau di masa depan, aku tidak akan pernah mencintai wanita munafik sepertinya. Jadi berhenti memaksaku untuk mempertahankan pernikahan ini" Adam berucap dengan nada tinggi menatap sosok perempuan paruh baya di hadapannya yang tak lain adalah ibunya, Davikah Anantasya
Plaakkk..
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Adam. Raut wajah ibunya memerah karena amarah. Dadanya terasa sesak dengan air mata yang sejak tadi tertahan di sudut matanya menyaksikan perubahan sifat anaknya yang semakin keterlaluan.
"Jaga ucapan kamu Adam. Naura bukan wanita yang bisa kamu perlakuan dengan kejam seperti ini.. " Seru Davikah tajam
"Seharusnya aku yang berkata seperti itu.. Atas dasar apa kalian memperlakukan Clara seperti itu dan malah mendukung wanita munafik itu. Apa perbuatannya selama ini masih kurang jelas? Atau kalian yang memang sengaja menutup mata?" Kecam Adam tak kalah menohok
"Bukan kami yang buta, tapi kamu yang buta. Kamu bahkan tidak bisa membedakan antara permata asli dan palsu. Betapa bodohnya kamu. Wanita yang begitu tulus mencintaimu justru kamu hancurkan dan injak-injak layaknya sampah? "
"Dia pantas mendapatkan itu. Aku tidak membutuhkan cintanya sama sekali. Dia tahu jelas akan hal itu. Satu-satunya yang aku cintai adalah Clara. Jadi dengan atau tanpa dukungan dari keluarga ini, aku akan tetap menikahi Clara setelah dia menyetujui perceraian ini"
"Aku menyetujui perceraian ini"
Ketiganya seketika menoleh ke arah tangga. Seorang gadis dengan tubuh kurus, wajah pucat dan perban di beberapa tubuhnya berusaha menopang dirinya yang hampir jatuh dengan sisa-sisa tenaganya agar tidak ambruk di tempat itu. Raut wajahnya datar dengan sorot mata kosong menatap ke arah pria yang baru saja mengucap cerai akan dirinya.
Ini bukan pertama kalinya Adam mengungkit soal perceraian itu. Jika bukan karena bujukan dari Davikah, mungkin Naura sudah melakukannya beberapa minggu sebelumnya. Namun apa yang bisa ia lakukan, perasaan cinta dan takut seolah menjerat dirinya untuk tetap memaklumi sikap kasar dari suaminya.
"I-ini tidak benar. Kamu masih sakit. Biar Mama membawamu ke kamar. Soal perceraian kita bisa membicarakannya baik-baik di lain hari"
"Tidak Ma. Aku baik-baik saja. Apa yang dikatakan Adam memang benar, seharusnya sejak lama aku menyetujui perceraian ini" Tutur Naura tak lagi terpengaruh akan bujukan dari Davikah
"Apa lagi yang kamu mainkan disini? Apa kamu masih belum puas berpura-pura ?"
"Cukup Adam. Hentikan omong kosong kamu, sampai kapan pun satu-satunya menantu dari keluarga ini adalah Naura" Bentak Davikah menatap tajam ke arah anaknya
"Maaf Ma. Tapi aku.. Lelah. Aku muak dengan semua ini. Aku sudah cukup bersabar selama dua tahun pernikahan ini. Tapi apa yang aku dapatkan? Hanya cacian dan makian yang aku dapatkan. Tak pernah seharipun aku merasa aman saat berada di rumah ini, selain rasa takut aku tidak merasakan apapun lagi. Bahkan aku lupa seperti apa rasa sakit itu.. " Naura tertawa sinis, menertawakan dirinya yang perlahan jatuh dalam jurang kegelapan tanpa dasar
"Bagaimana dengan perusahaan ayahmu? Apa kamu sudah tidak memikirkannya lagi?" Entah sadar atau tidak, Davikah yang sudah diselimuti perasaan amarah, mengungkit akan perusahaan ayah Naura yang baru saja berjalan normal setelah mendapat bantuan dari perusahaan keluarga Louis
Naura tertegun diam. Selama beberapa tahun ini, hubungannya dan ayahnya menjadi semakin renggang setelah kepergian ibunya. Bahkan pernikahan ini, juga berawal dari persetujuan ayahnya dan Ibu Adam.
"Lakukan sesukamu. Harta dan reputasi tak bisa dibandingkan dengan kebahagiaan dari anakku. Aku selalu berfikir dia hidup dengan baik di keluarga ini, tapi kenyataanya sangat berbanding terbalik dengan yang aku lihat saat ini"
Dari arah pintu masuk, seorang pria paru baya dengan seorang pria dibelakangnya, menghampiri mereka dan menyela pembicaraan mereka. Dia adalah Darius Robertson. Ayah kandung dari Naura. Sementara pria di sampingnya, adalah sahabat dari Naura, William Ludwig. Pria yang selama beberapa hari ini dikabarkan dekat dengan Naura meski keduanya hanya berteman.
"Aku sangat bodoh hingga menyerahkan putriku pada seorang pria kejam sepertimu. Kebaikan yang diberikan oleh istriku beberapa tahun yang lalu, justru kamu balas dengan tangisan. Apa kamu tidak memiliki hati nurani? Bahkan jika kamu tidak menyukainya, kamu tidak seharusnya membuatnya menderita seperti ini" Tanpa sadar air mata Darius menetes menyaksikan kondisi putrinya yang begitu memprihatinkan. Putrinya yang ceria sangat berbeda dengan yang ada dihadapannya saat ini
Tak ada senyum sedikit pun di wajahnya. Sorot matanya kosong, memperlihatkan rasa sakit yang begitu dalam. Tubuhnya yang dulu begitu dirawat nya, kini dipenuhi luka dan lebam memerah keunguan.
"Cukup Pa hiks.. " Naura jatuh tersungkur di lantai, kakinya tak mampu lagi menopang tubuhnya. Pikirannya kacau. Hatinya benar-benar hancur saat ini. Entah kesalahan apa yang dulu pernah dilakukannya hingga ia harus menerima penderitaan dan penghinaan seperti ini
...
Di tengah perhelatan hati dan pikirannya, sebuah suara tiba-tiba muncul di pikiran Naura "Bukankah sudah kukatakan untuk berhenti? Berhenti bersikap keras kepala dan biarkan aku yang menyelesaikannya. Dia sama sekali tidak mencintaimu, dia tidak menghargaimu sedikitpun, semua pengorbananmu di masa lalu tak akan pernah ternilai dimatanya"
"Aku.. Lelah.. Aku ingin beristirahat.. Aku muak dengan semua ini.. "
"Tidak apa-apa. Mulai sekarang, aku yang akan melakukannya. Kamu hanya perlu diam dan melihatku membalas perbuatan mereka satu per satu" Seorang gadis dengan tampilan yang begitu mirip dengan Naura, memeluk tubuhnya menenangkannya
...
"Naura.. Kamu baik-baik saja? Jawab aku Naura?" William memeluk tubuh Naura yang saat ini tersungkur di lantai dengan mata tertutup
Namun beberapa detik kemudian, Naura kembali membuka kedua matanya. Sorot mata yang berbeda jauh dengan dirinya yang sebelumnya "Aku baik-baik saja. Dan juga, panggil aku Nara mulai dari sekarang. " Tutur Naura lalu bangkit berdiri dengan dibantu oleh William
"N-nara?" Darius seketika membatu di tempat, ia sadar jika gadis yang saat ini berdiri di depannya bukan Naura melainkan Nara. Alter ego dari putrinya yang selama ini tidak pernah dilihatnya
Nara lalu menatap Adam tajam dengan seringai nya "Kamu bebas. Kamu bisa menikah dengannya sesuka hatimu. Mulai sekarang, tidak ada hubungan apapun lagi di antara kita" Tutur Nara menandatangani berkas perceraian yang ada di atas meja
Deg..
Sesaat setelah Naura mengatakannya, Adam merasakan perasaan aneh di hatinya. Ia tidak merasa senang sedikit pun. Selain perasaan aneh dan asing itu, tak ada lagi yang dirasakannya saat ini.
"T-tunggu Naura.. "
"Tidak perlu menahanku lagi Ma. Sebuah pernikahan dilakukan oleh dua orang, jika hanya satu yang menerima dan terus-terusan berkorban maka itu bukan lagi pernikahan" Tutur Nara dingin sebelum memutuskan naik ke kamarnya kembali
"Om? Apa yang terjadi? Nara?" Tanya Willian kebingungan
" Dia bukan lagi Naura yang kamu kenal sebelumnya. Dia adalah Nara, Alter ego dari putriku" Jawab Darius merasakan pahit dalam hatinya karena ia satu-satunya yang tahu karakter dari Nara
"Alter ego? Dua kepribadian?"
"Itu benar. Dia yang saat ini, memiliki sifat yang berbanding terbalik dengan Naura, layaknya hitam dan putih" Jawab Darius untuk terakhir kalinya sebelum pergi meninggalkan rumah itu
...🥀🥀🥀...
Note :
* Alterego : karakter atau kepribadian yang dibentuk oleh seseorang untuk mengatasi ketidakmampuan atau minimnya kesempatan dalam melakukan sesuatu yang diinginkan secara maksimal. Dengan menciptakan karakter sendiri yang lebih ideal, kamu membayangkan hidup di kondisi yang lebih baik.
Terik matahari perlahan masuk melalui jendela, ke dalam sebuah ruangan mini yang dipenuhi dengan berbagai lukisan di dinding. Seorang wanita dengan rambut hitam panjang, duduk di dekat jendela dengan tangan yang sejak tadi sibuk mewarnai lukisan yang baru di gambarnya.
Dia adalah Naura Aprilia Ivora, menantu keluarga Louis. Setiap harinya, saat ada kesempatan ia akan menghabiskan waktunya melukis di ruangan sempit ini. Menyalurkan hobi yang selama ini dipendam nya karena suaminya.
Bakat melukis yang dimilikinya ini, diturunkan dari ibunya yang merupakan seorang desainer terkemuka pada masanya. Namun ia tidak pernah menduga jika akan ada hari dimana ia akan melepas hoby ini karena perbuatan dari pacar suaminya.
"Berapa kali harus aku katakan, kamu tidak layak menjadi seorang desainer.. "
"Huhh.. Lagi-lagi seperti ini.. " Reva meremas dadanya yang tiba-tiba terasa sesak, membuatnya tanpa sengaja menjatuhkan piring warnanya
Ini bukan pertama kalinya ia merasakan hal seperti ini. Tiap kali ia akan menyelesaikan lukisannya, bayangan suaminya yang tengah memarahinya seketika bermunculan di pikirannya.
Tok.. Tok.. Tok..
"Non..? " Pintu ruangan terbuka dari luar, memperlihatkan Agus yang merupakan pengurus rumah tangga di rumah ini
Pak Agus salah satu orang yang dipekerjakan khusus oleh Ibu Adam untuk menjaga dan memenuhi keperluan sehari-hari Naura selama berada di rumah itu.
"Ada apa Paman?" Tanya Naura yang memang sejak lama memanggil Pak Agus dengan sebutan Paman sebagai bentuk Terima kasih dan hormatnya karena telah mengurusnya dengan baik selama berada di rumah itu
"Apa Adam sudah pulang? "
Pak Agus mengangguk mengiyakan " Iya Non.. Tuan sudah.. "
Belum sempat Pak Agus menyelesaikan ucapannya, Naura sudah terlebih dahulu pergi "Aku akan menemuinya, tolong bantu aku merapikan alat lukisku Paman" Pinta Naura tersenyum sembari berlari pergi dengan begitu bersemangat nya
....
Naura yang kini tiba di depan ruang kerja Adam, mengatur kembali nafasnya yang tersengal sebelum masuk ke dalam.
"Aku baru saja tiba di rumah"
"Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu, kamu sebaiknya istirahat. Kamu masih memiliki janji kencan denganku besok"
"Kamu juga istirahatlah. Aku akan menjemputmu besok"
"Good night. Have a nice dream, sayang.. "
"Hmm.. Have a nice dream, honey"
Langkah Naura terhenti sesaat sebelum ia masuk ke dalam ruangan. Tangannya naik membekap mulutnya tak menyangka dengan apa yang baru saja di dengarnya. Suaminya terlihat begitu bahagia dan bahkan tersenyum lebar saat menerima telepon dari gadis yang ia yakini adalah pacarnya, Clara.
"Apa yang kamu lakukan disini? Bukankah sudah kukatakan untuk berhenti memperlihatkan wajah menjijikkanmu itu disini?" Pemilik dari suara dingin itu menatap tajam ke arah pintu ruang kerjanya
Senyum yang tadi terlihat di wajahnya saat berbicara dengan gadis di telepon tadi seketika menghilang digantikan dengan raut wajah dingin penuh kebencian.
"A-aku hanya ingin melihatmu, kita sudah tidak bertemu selama 3 minggu. Karena itulah aku menghampirimu.. " Naura berucap dengan wajah menunduk takut menatap pria itu
Pria itu adalah Adamson Louis. Putra tunggal keluarga Louis, yang tak lain adalah suami dari Naura saat ini. Sejak awal ia memang menentang pernikahan ini, namun karena ancaman dari Ibunya yang ingin mengeluarkannya sebagai ahli waris, ia dengan terpaksa setuju untuk menikah dengan Naura, gadis yang begitu dibencinya selama ini.
"Hentikan sandiwara kotormu itu. Siapa yang coba kamu tipu dengan berpura-pura menyedihkan seperti itu, aku bukan ibuku yang bisa dengan mudah masuk ke dalam perangkapmu. Jadi menjauh dariku sebelum aku benar-benar berlaku kasar padamu" Adam mendorong tubuh Naura kasar keluar dari kamar itu, membuatnya tersungkur tak berdaya di lantai namun sama sekali tidak membuat Adam merasa kasihan barang sedikit pun dan bahkan membanting kasar pintu kamar itu
"Nona tidak apa-apa? Apa ada yang sakit? " Pak Agus yang sudah menebaknya sejak awal sengaja mengikuti Naura ke atas
Dan benar saja, apa yang ia khawatirkan benar-benar terjadi. Majikannya sekali lagi bersikap kasar pada istrinya. Tak ada sedikitpun rasa kasihan dan prihatin yang dirasakannya, selain kesalah pahaman yang kian hari semakin membesar.
"Aku baik-baik saja Paman, tidak perlu mengkhawatirkanku" Naura tersenyum simpul, meski tubuhnya terasa sakit dan patah ia tetap memaksa dirinya untuk tersenyum, agar tidak terlihat menyedihkan di depan orang lain
"Entah terbuat dari apa hati Nona muda. Aku benar-benar merasa sedih saat Tuan berlaku kasar seperti ini"
Selama dua tahun pernikahan ini, Pak Agus adalah satu-satunya orang yang menjadi saksi dari perjuangan Naura selama ini.
"Paman terlalu menyanjungku, itu wajar jika dia bersikap seperti itu padaku. Bagaimana pun, aku bukan orang yang ada dihatinya saat ini. Tapi aku percaya, suatu saat nanti ia pasti akan bisa melihat ketulusan hatiku" Naura berucap dengan senyum lebar di wajahnya
Tak pernah sekalipun Naura menyesali atau pun berniat mundur dari pernikahan ini. Ia tahu dengan jelas seperti apa sifat dari Clara yang selama ini hanya ditunjukkannya di depannya. Karena itulah, Naura tidak akan pernah setuju berpisah dengan Adam dan membiarkan Clara mendapatkan apa yang diinginkannya. Bahkan jika ia harus merelakan impiannya, ia tetap rela melakukannya selama ia tetap bisa berada di sisi Adam meski dirinya dianggap transparan oleh suaminya sendiri.
"Aku akan beristirahat, Paman bisa melanjutkan pekerjaan Paman" Tutur Naura tak ingin merepotkan lagi
Naura lalu masuk ke dalam kamarnya, merebabkan tubuhnya di kasur empuknya, sembari menatap langit-langit kamarnya.
"Sstt... " Naura meringis kesakitan saat ia bergerak ke samping, rasa sakit yang sejak tadi ditahannya perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya.
Naura melepas pakaiannya dan berdiri di depan cermin. Menatap tubuhnya yang terlihat begitu mengerikan. Lebam sebelumnya bahkan masih belum hilang dan sekarang ia sudah memilikinya lagi di lengannya.
"Kamu kuat Naura.. " Gumam Naura berusaha menguatkan dirinya untuk bisa tetap bertahan
"Dasar bodoh.. Sampai kapan kamu akan membiarkannya melukaimu seperti ini? Apa ini benar-benar sepadan?"
Saat ini Naura memiliki sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh kedua orang tuanya. Naura memiliki alterego, dia memiliki kepribadian lain yang begitu bertolak belakang dengan sifatnya yang sebenarnya.
"Tapi aku mencintainya, jadi tidak perlu membujukku. Karena aku akan tetap berada di sisinya apapun yang terjadi"
"Tapi tidak dengan menyakiti dirimu sendiri. Kamu harus ingat, bukan hanya kamu pemilik dari tubuh ini. Dan jika suatu saat aku yang keluar, aku pastikan akan membuat pria itu merasakan rasa sakit yang berkali lipat dari apa yang tubuh ini rasakan"
Naura terdiam. Ia memang tidak pernah bisa menang jika berdebat dengan Nara, Alterego miliknya.
Pagi sekali Naura sudah terbangun dan kini sibuk memasak beberapa sarapan untuk Adam. Sudah tiga minggu sejak ia berada di luar kota, karena itulah Naura memutuskan untuk sekedar membuatkan sarapan untuknya.
"Apa ada yang bisa saya bantu Non?" Tanya Bi Eka, Art di rumah itu
"Kalau begitu, bantu aku menyiapkannya di meja Bi" Jawab Naura yang hampir menyelesaikan masakannya
Sama halnya dengan Pak Agus, Naura juga lumayan dekat dengan Bi Eka. Seringkali saat Adam keluar kota, Naura terkadang menghabiskan waktu dengan Bi Eka, mempelajari berbagai resep makanan dan kue dari Bi Eka.
"Aku naik ke atas dulu Bi.. " Ucap Naura sebelum berbalik naik ke lantai atas
"Entah apa lagi yang akan diperbuat Tuan.. " Bi Eka berucap sembari menggelengkan kepalanya seolah sudah paham apa yang akan terjadi pada Naura selanjutnya
Meski sudah menduga apa yang akan terjadi, tak ada satupun yang menegur ataupun mencegat Naura karena sifat Naura yang selalu saja optimis dan percaya jika suatu saat nanti Adam akan membuka hatinya untuknya.
....
Tok... Tok... Tok...
Naura mengetuk beberapa kali pintu kamar Adam tak berani untuk masuk begitu saja. Meski Adam sudah memperingatkan untuk tidak mengunjungi kamarnya, Naura tetap memilih datang meski ia akan berakhir mendapat cacian dan yang lebih parahnya pukulan dari Adam.
"Ad... "
Baru saja Naura akan memanggil nama Adam, pintu kamar sudah terbuka dari dalam dengan Adam yang kini lengkap dengan setelan jasnya.
Adam melirik sinis ke arah Naura yang saat ini menundukkan kepala siap untuk mendengar cacian darinya. Namun berbeda dengan yang dipikirkan Naura, Adam sama sekali tidak menegurnya.
Dalam sesaat, Naura merasakan perasaan lega dalam hatinya. Namun beberapa detik kemudian, senyum kecil yang baru saja terukir di wajahnya seketika luntur saat terdengar suara seorang wanita dari benda pipih yang saat ini berada di genggaman Adam.
"Aku sudah membuatkan sarapan untukmu, segeralah datang sebelum sarapannya dingin.. "
"Aku berangkat sekarang.. " Balas Adam tersenyum
Dada Naura terasa sesak saat menyaksikan suaminya yang begitu bahagia hanya dengan berbicara dengan wanita itu. Senyum yang bahkan tak pernah sekalipun ia dapat darinya.
"A-aku sudah membuat sarapan untukmu.. " Ucap Naura memberanikan diri
Adam lalu berbalik menatap Naura. Senyum yang tadi diperlihatkan nya kini menghilang, beralih dengan raut wajah datar dan sinisnya.
"Apa kamu tuli? Clara baru saja berkata jika dia sudah membuatkan sarapan untukku. Jadi berhenti memperlihatkan wajah menjij*kkanmu itu di hadapanku"
Setelah mengucapkan kata-kata kasar itu, Adam berbalik pergi meninggalkan Naura yang masih berdiri di tempatnya menatap kepergiannya.
"Non.. " Panggil Bi Eka merasa kasihan akan nasib Nona Muda-nya
"Aku tidak apa-apa Bi. Aku akan naik beristirahat" Ucap Naura lirih
"Bagaimana dengan sarapannya Non? "
"Terserah Bibi.." Reva tidak perduli lagi, nafsu makannya menghilang sesaat setelah Adam menolak ajakannya
Meski ia sudah berulang kali mengalaminya. Naura tetap merasa sesak dan sakit di dadanya. Dua tahun pernikahannya sama sekali tidak berarti dimata Adam. Selain sebutan Menantu Keluarga Louis, tak ada lagi yang bisa diterima oleh Naura.
...***...
Setelah menempuh perjalanan selama hampir setengah jam, Adam akhirnya tiba di sebuah rumah minimalist yang berada tak jauh dari perusahaannya.
Pintu rumah itu terbuka dari dalam, memperlihatkan seorang wanita cantik dengan rambut pirang. Senyum bahagia merekah di wajahnya saat melihat Adam turun dari mobilnya.
Dia adalah Clara Agustina. Wanita yang sudah menjadi kekasih Adam dari sejak keduanya berkuliah. Sama seperti Naura, Clara juga berkuliah di Universitas yang sama dengan Naura dan Adam.
Sebelum pernikahan Adam dan Naura, Clara menghilang begitu tiba-tiba bahkan tanpa diketahui oleh Adam.
Barulah setelah keduanya menikah, Adam tiba-tiba mendapatkan keberadaan Clara yang ternyata berada di luar negeri melanjutkan pendidikannya. Tanpa berfikir panjang, Adam langsung menjemput dan membujuknya kembali ke Indonesia tanpa menghiraukan keberadaan Naura.
"Aku sudah menunggumu sejak tadi.. " Sambut Clara berlari memeluk tubuh Adam
"Ini semua karena wanita s*alan itu yang mengacaukan moodku" Balas Adam mendengus kesal saat membayangkan wajah Naura yang selalu dianggapnya munafik
"Tidak perlu memikirkannya. Ayo masuk ke dalam, sebelum sarapannya dingin"
Keduanya lalu masuk ke dalam rumah, dengan Clara yang masih bergelayutan manja di pundak Adam.
"Aku sudah memasak makanan favorite mu" Ucap Clara menghidangkan udang goreng pedas manis yang tadi dimasaknya khusus untuk Adam yang memang sejak dulu menyukainya
"Hmm.. Sejak kapan kamu bisa memasak?" Tanya Adam karena sebelumnya mereka hanya memesan makanan antar
Clara menghela nafasnya panjang "Aku belajar saat berada di luar negeri. Bagaimana pun ini makanan kesukaanmu, jadi aku belajar membuatnya. Meski aku hanya bisa membuat ini " Jawab Clara menertawakan dirinya yang hanya bisa membuat satu makanan itu
Meski ia tidak begitu menyukai udang karena kulitnya yang begitu mengganggu, ia tetap dengan terpaksa melakukannya demi menyenangkan Adam.
"Kamu tidak harus melakukannya lagi, cukup minta pembantu untuk membuatnya" Ujar Adam tak ingin merepotkan Clara
"Jadi apa yang akan kamu lakukan hari ini?" Tanya Clara kemudian
"Aku hanya akan ke kantor"
Clara terdiam sejenak sebelum akhirnya sebuah ide terlintas di benaknya "Apa aku bisa ikut denganmu? Aku terlalu bosan tinggal sendiri di rumah ini" Tanya Clara menatap Adam penuh harap
"Baiklah. Kamu bisa ikut denganku" Jawab Adam menyetujui
Mendengar hal itu, Clara bangkit dari kursinya dan menghampiri Adam "Makasih.. Love you.. Muach.. " Clara memeluk Adam dari samping lalu mengecup pelan pipi kanan Adam mesra
"Love you too.. " Balas Adam ikut mengecup pipi kiri Clara mesra
...
Setelah menyelesaikan sarapan paginya, Adam dan Clara berangkat ke perusahaan Adam yang berada tak jauh dari rumah Clara tadi.
Kedatangan Clara ke perusahaan, membuat seisi perusahaan menjadi gaduh lantaran Adam yang terkenal akan perlakuan dinginnya pada Istrinya justru dengan terang-terangan menggandeng seorang wanita cantik ke perusahaan.
Kabar terbaru ini menyebar hanya dalam hitungan menit saja. Tak terkecuali, pada Gibran yang merupakan sepupu dari Adam yang juga bekerja di perusahaan di bawah arahan Adam langsung.
Setelah mendengar berita yang kurang mengenakkan itu, Gibran dengan cepat menemui Adam di ruangannya.
"Adam..! " Panggil Gibran membuka pintu ruangan itu
Keningnya berkerut saat melihat adegan mesra di hadapannya dimana Adam yang dengan mesrahnya merangkul Clara di pangkuannya.
Clara yang melihat kedatangan Gibran sontak bangkit berdiri, tak berani menatap ke arah Gibran yang sejak dulu menentang hubungan ini.
"Apa yang sebenarnya kamu lakukan? Apa otakmu bermasalah hingga membawa wanita sepertinya ke perusahaan?" Sarkaz Gibran menatap sinis
"Jaga omongan kamu Gibran"
"Kamu yang seharusnya menjaga sikap kamu Adam. Apa menurutmu ibumu akan tinggal diam melihatmu berbuat seperti ini" Ucap Gibran mengingatkan sebelum akhirnya memilih keluar dari ruangan itu
...🥀🥀🥀...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!