Malam itu Nayla disibukkan dengan pekerjaannya sebagai pelayan di acara pesta kalangan konglomerat. Namun sayang, malam itu menjadi malam naas bagi gadis malang tersebut. Kesuciannya terenggut oleh seorang pria yang tidak dia kenal. Robert adalah seorang pengusaha muda yang tengah menghadiri pesta yang di gelar oleh temannya. Dalam pengaruh minuman keras yang belum pernah dia teguk sebelumnya, membuat kesadaran pria itu menghilang.
"Maafkan aku." ucap Robert dengan wajah panik, sementara Nayla hanya bisa menangis sambil menyembunyikan wajahnya sembari memeluk lututnya dengan pakaian yang tinggal atasan saja.
Meski terlahir dari keluarga kaya, Robert termasuk pria yang menjunjung tinggi etika. Dia selalu memilih pergaulan yang positif walaupun di sekelilingnya banyak teman-teman yang menjerumuskannya ke arah negatif. Namun pada malam itu Robert dicekoki minuman keras sekaligus obat untuk pria dewasa sehingga mengakibatkan gairahnya memuncak di saat kesadarannya menghilang. Dan lebih parahnya lagi, teman Robert yang bernama Rayan menjadikan Nayla si gadis polos itu sebagai umpan.
Robert melihat pukulan mental dan batin yang di rasakan oleh Nayla, tapi semua sudah terlanjur terjadi. Mahkota kegadisannya sudah terlanjur dia renggut, bahkan benihnya terlanjur masuk ke dalam tubuh Nayla. Satu hal yang Robert takuti adalah jika Nayla hamil lalu gadis itu akan nekat menggugurkan kandungan atau bahkan mengakhiri hidupnya karena frustasi. Seumur hidup Robert akan merasa bersalah karena sudah menghilangkan nyawa ciptaan Tuhan.
"Aku benar benar minta maaf, aku tidak sadar. Aku di jebak oleh temanku. Sebelumnya aku belum pernah meneguk minuman syetan itu, sehingga aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri. Aku mohon percayalah, aku tidak sengaja melakukannya dan aku akan bertanggung jawab jika sampai kamu hamil." Robert berusaha menjelaskan semuanya.
Bukannya menjawab, Nayla justru menangis tersedu. Dia tahu siapa pria yang dia hadapi, memarahinya pun percuma karena dia tahu diri posisinya hanyalah seorang pelayan, sementara Robert adalah putra seorang konglomerat yang mempunyai beberapa perusahaan ternama. Berurusan dengan keluarganya sama saja dengan bunuh diri. Nayla juga mulai berpikir bahwa apa yang di ucapkan Robert itu benar, karena sebelum mengalami kejadian naas tersebut, Nayla di paksa masuk ke dalam ruangan itu oleh Rayan.
"Aku mohon tenanglah. Kamu tidak sendiri, sudah ku katakan aku akan bertanggung jawab jika kamu sampai hamil." sekali lagi Robert berusaha menenangkan Nayla. Meski dia bukan pemain wanita, tapi Robert cukup tahu bahwa noda merah yang keluar dari organ vital Nayla menandakan bahwa gadis itu benar benar masih suci.
Mendengar ucapan Robert yang terdengar tulus, Nayla perlahan mengangkat wajahnya lalu menghentikan tangisnya meski masih terdengar terisak isak. Dia beranikan diri menatap wajah pria yang tengah menodainya, tapi Nayla tidak menemukan aura jahat dari raut wajah Robert. Yang ada dalam tatapan pria itu adalah sebongkah penyesalan.
Melihat Nayla sudah lebih tenang, Robert kembali bersuara. "Ini kartu namaku, mulai sekarang kita harus sering berkomunikasi agar aku bisa mempertanggung jawabkan perbuatanku."
Nayla mengangguk pelan lalu menerima kartu nama dari Robert yang di dalamnya tertera nomor ponsel dan juga alamat rumah dan kantornya.
Sejak saat itu mereka saling bertukar nomor ponsel kemudian mulai saling berkomunikasi. Dan kebetulannya lagi, Robert juga mulai tertarik dengan kepribadian Nayla yang sederhana serta pendiam. Tentu saja gadis itu juga di lengkapi oleh Tuhan dengan paras manis ayu alami yang memikat hati Robert.
Satu bulan telah berlalu dan satu minggu sudah Nayla menunggu jadwal menstruasinya yang tak kunjung tiba. Hingga akhirnya, ketika dia melakukan tes kehamilan, muncullah dua garis merah yang selama ini sangat dia takutkan. Berita penting itu lekas dia sampaikan kepada Robert. Meski terlihat panik, tapi Robert adalah pria yang konsekuen dengan ucapannya.
"Akan aku mengenalkan kamu kepada keluargaku, dan secepatnya aku akan menikahi mu."
Kedua bola mata Nayla membulat sempurna ketika mendengar ucapan Robert, pria konglomerat yang akan menikahinya.
"Tapi.... " terlihat keraguan dan ketakutan di wajah Nayla mengingat status strata sosial mereka.
"Tenanglah, ada aku disini." jawab Robert.
Pada malam harinya, Robert benar benar mengajak Nayla datang ke rumahnya untuk menyampaikan niat, serta alasan mengapa Robert harus segera meminang Nayla.
"Apa? Kamu mau menikahi gadis gembel ini? Tidak! Mama tidak setuju! " Mama Robert yang bernama Nyonya Indri adalah orang yang pertama kali menentang hubungan Robert dan Nayla. Di tambah lagi dengan tatapan sinis dari adik serta adik ipar Robert yang tinggal serumah dengan Robert, membuat nyali Nayla semakin menciut. Tubuhnya terasa dingin dan wajahnya pucat melihat sambutan yang di berikan oleh keluarga calon suaminya.
"Ma, Robert mohon mengertilah. Robert harus bertanggung jawab atas perbuatan Robert." pinta Robert kepada mamanya.
"Robert, kamu itu jangan bodoh! Belum tentu dia hamil anak kamu. Bisa jadi itu hanya akal akalan dia agar kamu nikahi dan dia mau numpang hidup sama kita!" satu tudingan dari Nyonya Indri benar benar menyakiti hati Nayla.
"Maaf Ma, kali ini Robert akan mengambil keputusan sendiri. Robert akan menikahi Nayla. Jika tidak, maka Robert akan merasa bersalah seumur hidup." Jawab Robert dengan tegas kepada Nyonya Indri.
"Kamu keterlaluan Robert! Dasar wanita jala-ng! Anak siapa yang kamu katakan sebagai anak dari Robert?" Nyonya Indri tidak bisa menahan emosinya sehingga spontan dia menampar Nayla dan hendak menjambak rambutnya. Dengan sigap, Robert pun menepis tangan mamanya.
"Ma, tenang Ma. Jangan bertindak kasar." bentak Robert kepada mamanya.
"Kamu berani membentak Mama demi membela si jala-ng ini?" Nyonya Indri semakin tidak terima.
"Sudahlah Kak, kasihan Mama. Kakak dengarkan dong apa kata Mama. Jangan malah belain perempuan jala-ng itu!" Vera ikut menimpali ucapan Nyonya Indri.
"Tidak Vera, maaf. Kakak akan tetap menikahi Nayla. Jika kakak tidak di perkenankan lagi tinggal di sini, kakak akan pergi." Robert berkata dengan sangat tegas dan serius.
Tangan Nyonya Mariam sudah tak bisa tertahan dan ingin menampar mulut putranya, tapi Vera berusaha menahan.
"Tahan Ma, jangan lakukan itu. Kakak tidak bersalah, yang salah adalah perempuan jala-ng itu!" Vera kembali menyudutkan Nayla.
Sementara Nayla hanya bisa menjadi penonton pasif dengan wajah pucat pasi dan dada yang sesak serta tenggorokan tercekat hingga membuat lidahnya sulit untuk bersuara, apalagi membela diri.
Setelah berusaha menenangkan diri sejenak, akhirnya Nyonya Indri kembali bersuara.
"Baiklah, kamu boleh menikahi dia tapi dengan satu syarat!"
"Mama? Mama serius? Ma, ini bukan main main loh?" Vera segera menentang jawaban Nyonya Indri.
"Diamlah! " Nyonya Indri justru menyuruh Vera diam dan hal itu membuat Vera kesal.
"Syaratnya apa Ma?" tanya Robert dengan sopan.
"Jika sudah menikah, kalian tidak boleh pindah rumah. Kita harus tetap tinggal bersama." jawab Nyonya Indri.
Tentu saja syarat itu langsung di setujui oleh Robert, karena menurutnya syarat itu sangat wajar dan tidak memberi tekanan padanya. Usai mendapat persetujuan dari mamanya, Robert berpamitan untuk mengantar Nayla pulang. Dan sebelumnya tanggal pernikahan mereka sudah di tentukan.
"Kenapa sih mama ngasih izin Kak Robert nikah sama perempuan gembel itu?" tanya Vera dengan ketus.
"Diam kamu. Kamu nggak tahu apa yang sedang mama rencanakan. Mama akan buat dia menyesal karena meminta untuk menikah dengan Robert!" jawab Nyonya Indri.
"Jadi, mama nggak sungguhan nerima dia?" tanya Vera dengan wajah yang lebih ceria.
"Ya nggak lah, mama cuma ingin bermain halus di depan kakak kamu. Tapi lihat aja, kakak kamu juga akan mama buat menyesal karena menikahi perempuan itu!"
Dua hari kemudian.
Pernikahan dadakan di adakan di rumah Robert dan hanya keluarga inti saja yang hadir dalam acara itu. Nyonya Indri memang sengaja tidak mempublikasikan acara tersebut dan Robert pun tidak mempermasalahkan hal itu. Yang terpenting baginya adalah hubungan dia dan Nayla resmi menjadi suami istri.
Pada malam pertama dari acara pernikahan mereka, semua berjalan lancar dan wajar seperti pada umumnya walaupun Nayla belum di ajak berkomunikasi sama sekali oleh keluarga Robert. Hingga akhirnya tiba di hari ke empat dimana Robert sudah mulai masuk bekerja. Sebelum berangkat, Robert berpamitan kepada istrinya.
"Aku pergi ke kantor dulu. Kamu baik baik di rumah ya, jangan sungkan jika ingin berbicara dengan yang lain." ucap Robert sambil mengecup kening istrinya.
Nayla tersenyum sambil mengangguk, kemudian dia cium punggung tangan suaminya sebelum pria itu masuk ke dalam mobil.
Usai mengantar sang suami hingga ke halaman rumah, Nayla kembali masuk ke dalam. Dia akan mencoba untuk lebih dahulu menyapa mertua dan adik iparnya agar mereka bisa lebih saling mengenal karena ketika di hadapan Robert, Nyonya Indri dan Vera tidak menampakkan rencana jahatnya.
"Pagi dik Vera." sapa Nayla kepada Vera yang tengah duduk santai di depan TV sambil menikmati buah.
"Eh sini kamu!" sahut Vera dengan ketus.
"Iya dik, ada apa?" tanya Nayla ramah sambil duduk di sebelah Vera.
"Ini, tolong potongin kuku kaki ku dong!" titah Vera.
"Ku-kuku kaki dik?" tanya Nayla tak percaya.
"Iya, kenapa? Kamu nggak mau?" tanya Vera balik.
Karena tidak mau membuat masalah, Nayla pun menuruti kemauan adik iparnya. Dia duduk di lantai layaknya seorang pelayan dan mulai memotong kuku Vera. Namun, baru saja Nayla memulai memotong dua kuku di jemari kaki Vera, Nyonya Indri tiba tiba berteriak.
"Eh, eh, eh, apa apaan kamu Vera! Kenapa Nayla kamu suruh memotong kuku kamu?"
Seketika hati Nayla berbunga karena mertuanya seakan memihak kepadanya.
"Apaan sih Ma? Aku kan cuma minta tolong gitu doang! Memang nya Mama juga mau nyuruh dia?" tanya Vera.
"Tugas dia itu masih banyak Vera, kamu nanti aja kalau mau nyuruh dia. Eh kamu Nayla, ayo buruan kerjakan tugas kamu di belakang!" titah Nyonya Indri kepada menantunya.
"Tu-tugas Ma?" tanya Nayla bingung.
"Iya, kenapa? Kamu pikir kamu di sini akan menjadi Nyonya besar? Enak saja anakku harus kerja dan kamu di rumah enak enakkan?Sekarang pergi ke belakang dan ini kamu baca jadwal kegiatan kamu setiap hari!" Seru Nyonya Indri sambil menyodorkan sebuah kertas berisi setumpuk pekerjaan yang harus Nayla kerjakan.
Belum juga Nayla melangkah ke belakang, mertuanya kembali berkata, "Eh tunggu dulu. Apa kamu di beri uang sama Robert? Kalau iya, bawa sini semua! Semua kebutuhan di rumah ini Mama yang atur, jadi kamu tidak perlu pegang uang. Masih bagus kamu dapat makan dan tidur gratis di rumah mewah. Harusnya kamu tahu diri!"
Seketika hari Nayla terkoyak dengan ucapan pedas sang mertua, tapi dia tak mampu untuk melawannya. Segera dia berjalan ke kamar sambil menyeka air mata dan mengambil uang pemberian Robert lalu dia berikan kepada ibu mertuanya.
Hampir setengah hari melakukan pekerjaan rumah yang melelahkan, Nayla ingin masuk ke kamar untuk sejenak beristirahat. Usia kandungannya yang masih sangat muda membuatnya mudah lelah. Namun ketika baru saja dia membuka pintu, terdengar ada suara yang memanggilnya.
"Heh, mau ngapain?" tanya Nyonya Indri.
"Maaf Ma, Nayla mau istirahat sebentar. Semua pekerjaan sudah selesai kok." jawab Nayla dengan menundukkan kepala.
"Enak aja mau istirahat di kamar. Kamar ini hanya boleh kamu pakai tidur kalau putraku juga ada di dalam. Jadi jika sekarang kamu mau istirahat, sana istirahat di gudang!"
Hati Nayla begitu terkejut dengan perintah mertuanya yang menyuruhnya istirahat di gudang. Akan tetapi karena tubuhnya benar benar merasa lelah, Nayla pun tidak menolak. Baru saja Nayla melangkahkan kakinya menuju gudang, mertuanya kembali memanggil.
"Heh, apa kamu sudah menyiapkan makan siang?"
"Makan siang?" tanya Nayla heran. Karena yang dia tahu memasak bukan termasuk ke dalam daftar pekerjaan yang di berikan oleh mertuanya.
"Iya memasak!" jawab Nyonya Indri dengan ketus.
"Tapi Ma, di kertas itu tidak ada... "
Ucapan Nayla terpotong oleh ucapan mertuanya,
"Tidak ada apa? Kalau tidak ada di sana, apa kamu tidak mau melakukan perintahku? Menantu macam apa kamu?" hardik Nyonya Indri.
"Bukan begitu Ma, ba-baik saya akan masak." jawab Nayla dengan menundukkan kepala.
"Ya sudah masak sana! Aku mau makan ayam bakar." titah Nyonya Indri.
Dengan kemampuan masak yang minim Nayla sangat takut jika melakukan kesalahan. Tapi berkat ponsel yang sempat dia pegang, dia mencari resep cara memasak ayam bakar yang enak. Setelah selesai memasak, segera dia sajikan makanan itu di meja. Karena waktu sudah menunjukkan pukul dua belas, Nyonya Indri dan Vera sudah menunggu di ruang makan. Setelah menyajikan menu makan siang, Nayla hendak duduk menduduki kursi yang biasa dia duduki ketika makan.
"Heh, siapa suruh duduk di situ? Mau ngapain?" bentak nyonya Indri.
"Mau ma-kan Ma, aku lapar." jawab Nayla.
"Enak saja! Kamu boleh duduk dan makan di atas meja ini jika Robert juga ada di kursi ini. Jika tidak ada, kamu makan di belakang sana. Dan satu lagi, tunggu sampai kami selesai makan, baru kamu boleh mengambil makanan di meja ini!"
Lagi lagi Nayla harus menelan kalimat pahit dari mulut mertuanya. Dia ke belakang sambil meraih ponselnya, dia bertekad untuk mengadukan semua kepada Robert lalu pergi dari rumah itu. Namun sayang, rencananya itu tercium oleh nyonya Indri.
"Kamu mau ngapain? Awas jika kamu berani mengadu kepada Robert, maka ucapkan selamat tinggal kepada kedua orang tuamu!"
Deg, hati Nayla bagai terbentur tebing tinggi nan keras. Tidak pernah dia duga jika orang tuanya akan ikut di bawa bawa meski mereka tidak melakukan apapun. Demi menjaga keselamatan orang tua mereka, Nayla memilih untuk diam dan tidak mengadukan apa apa kepada siapa saja.
Siang itu perut Nayla benar benar sangat lapar, dia segera menghampiri meja makan ketika dia lihat mertua dan adik iparnya sudah meninggalkan tempat. Tetapi sayang sekali, yang tersisa di meja hanya tinggal sambal dan mentimun. Ayam bakar telah habis.Nayla hanya bisa mengelus dada. Karena merasa sangat lapar, dia pun akhirnya mengambil makanan itu seadanya, lalu dia bawa dia ke belakang untuk di makan.
Karena terlalu lelah dengan pekerjaannya, Nayla tidur di gudang beralaskan kardus di atas kursi tua yang sudah tidak terpakai. Rupanya Nyonya Indri punya rencana sendiri mengapa menyuruh Nayla tidur di gudang.
Kriiiiing,
Suara ponsel berdering di atas meja Robert, pria itu segera menerima panggilan tersebut karena tertulis itu adalah panggilan dari mamanya.
"Halo Ma, ada apa?"
"Robert..... " jawab Nyonya Indri sambil menangis.
"Mama menangis? Ada apa Ma?" tanya Robert panik.
"Pulanglah nak, lihat istrimu. Dia tidak mau tidur di kamar dan memilih tidur di gudang karena marah sama Mama. Mama malu sama para pembantu, dikira mama adalah mertua yang kejam. Padahal mama tadi hanya minta dia untuk bantuin masak ayam bakar tapi dia malah marah dan katanya tidak mau menginjak kamar kamu lagi karena merasa seperti pembantu...hi..hi...hi..." dengan pandainya Nyonya Indri memutar balikkan fakta dan memfitnah Nayla.
"Apa?" Robert sedikit kurang percaya dengan ucapan Mamanya, karena yang dia kenal Nayla adalah gadis pendiam. Mana mungkin dia berani melawan mamanya?
"Kamu pasti tidak percaya sama Mama sebelum kamu lihat dengan mata kepala kamu sendiri. Jadi pulanglah agar kamu percaya. Mungkin hanya kamu yang bisa merayu Nayla agar tidak marah lagi.." Nyonya Indri melengkapi fitnahnya dengan drama yang akan dia buat selanjutnya.
"Baik Ma, aku akan segera pulang."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!