NovelToon NovelToon

Dua Hati Satu Cinta

Menolong

Seorang pria berperawakan tinggi yang sedang berdiri di parkiran mobil sebuah bar dibuat terkejut ketika seorang wanita tiba-tiba saja memeluknya dan menyembunyikan wajah ke dadanya. Pria itu terlihat langsung terdiam mematung dengan wajah heran.

“Tuan, maafkan aku. Seseorang sedang mengejarku. Aku mohon bantu aku sekali ini saja. Tetaplah diam di sini, biarkan aku memelukmu sebentar," ucap Wanita bernama Olivia.

Tanpa disadari oleh Olivia, tubuh pria itu membeku setelah tubuh mereka berdua menempel dengan sangat erat. Selama beberapa detik, pria tertegun kemudian menunduk menatap wanita yang nampak menyembunyikan wajahnya ke dalam jasnya yang tidak dia kancing sambil melingkarkan satu tangan di pinggangnya.

Pria yang dipeluk oleh Olivia bernama Vincent. Dia adalah salah satu pengusaha muda yang berbakat, juga dia merupakan anak dari pengusaha sukses di Indonesia. “Nona, bisakah kau menjauhkan tubuhmu dariku,” ucap Vincent dengan suara dingin. Dia tidak suka disentuh oleh orang lain, terlebih wanita yang tidak dikenal.

Olivia menggeleng. “Tuan, tolong tunggu sebentar. Jika mereka sudah pergi aku akan langsung melepaskanmu.”

Vincent mengangkat kepalanya dan menatap ke arah sekitar dan terlihat beberapa pria berpakaian hitam sedang menelusuri parkiran mobil di bar tersebut. Seorang pria dengan tinggi 185 terlihat menggumpat saat tidak menemukan apa yang dia cari.

“Cari dia sampai dapat! Jangan biarkan dia lolos,” ucap Pria itu pada beberapa anak buahnya.

Tubuh wanita seketika bergetar setelah mendengar itu, Vincent bahkan bisa merasakan tangan yang ada di pinggangnya terasa dingin. Merasa wanita yang mendekapnya seperti ketakutan, dia berinisiatif membuka mobil belakang lalu menarik wanita itu ke dalam dengan cepat menyudutkannya ke sudut pintu mobil sebelah kanan hingga tubuh mereka berdua kembali menempel.

“Jangan bergerak. Mereka sedang berjalan ke sini,” bisik Vincent ketika wanita itu ingin melepaskan diri darinya.

Jika dilihat dari luar, posisi mereka saat ini seperti mereka sedang berciuman begitu mesra, padahal Vincent hanya memiringkan wajahnya dan menempelkan hidung mereka berdua.

Tidak lama setelah mereka masuk mobil, pintu kaca mobil Vincent diketuk dari luar. Ketika dia membuka kaca mobilnya, wanita itu refleks memeluk leher Vincent dan menyembunyikan wajahnya di sana.

“Maaf Tuan karena sudah menggaggumu. Apa kau pernah melihat wanita ini? Seseorang bilang ada yang melihatnya berjalan ke arah sini.” Pria itu terlihat menunjukkan foto wanita yang wajahnya mirip dengan wanita yang sedang berada di dekapannya.

Tubuh Olivia langsung menegang dan  punggungnya juga seketika menjadi dingin mendengar pertanyaan pria itu. Karena terlampau takut, tanpa sadar dia menahan napasnya sambil memejamkan matanya selagi menunggu jawaban dari pria yang sedang dia peluk.

“Tidak,” jawab Vincent dengan wajah datar.

"Apa kau yakin tidak melihatnya?"

Saat melihat tatapan tidak senang dari Vincent, orang tersebut seketika mengerti kalau dirinya sudah menggaggu kesenangannya dengan wanita yang ada di pelukannya. Dia akhirnya meminta maaf.

"Baiklah, terima kasih. Maaf karena sudah mengganggumu."

Sebelum pergi, pria itu melirik sekilas pada wanita yang sedang memeluk Vincent, tepatnya pada wanita yang sedang menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Vincent. Beruntung posisi wanita itu membelakangi pria itu sehingga dia tidak bisa melihat wajahnya.

Pria perlahan menjauh dari mobil Vincent dan terlihat menghampiri kedua temannya kemudian berjalan menjauh dari mobil dari parkiran. Sepertinya mereka kembali mencari ke tempat lain. Setelah memastikan keadaan sudah aman, Vincent membuka suara beratnya.

“Mereka sudah pergi.”

Olivia bergeming dan tubuhnya masih bergetar. “Nona, mereka sudah pergi. Kau bisa lepaskan pelukanmu ini.”

Vincent diam-dian mengumpat dalam hatinya saat merasakan tubuhnya meremang akibat hembusan napas halus Olivia menerpa lehernya.

“Benarkah? Apa kau yakin mereka sudah pergi?”

Vincent menghembuskan napas pelan sebelum menjawab pertanyaan Olivia. “Iyaa. Mereka semua sudah pergi,” jawab Vincent pelan.

Pintu depan tiba-tiba terbuka dan terlihat seorang pria duduk di kursi kemudi. Saat dia menoleh ke belakang, dia terkejut saat melihat tuan mudanya sedang berpelukan dengan wanita dengan begitu intim. Pria itu langsung berbalik ke depan dan meminta maaf pada Vincent.

“Maaf Tuan Muda, saya tidak tahu kalau….”

“Ini tidak seperti yang kau pikirkan.”

Sebenarnya Vincent tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan pada asistennya karena itu urusan pribadinya, tetapi karena posisi mereka yang ambigu dan bisa membuat orang lain salah paham, mau tidak mau dia menjelaskan, meskipun perkataannya tidak menjelaskan situasi yang sebenarnya.

“Iyaa, Tuan Muda." Entah kenapa Pria itu merasa salah tingkah sendiri setelah melihat pemandangan tadi.

“Edric coba periksa diluar, apakah masih banyak pria berpakaian serba hitam yang berkeliaran di sini,” perintah Vincent. Melihat wajah bingung asistennya, dia berkata lagi, “beberapa pria sedang mencari wanita ini.”

Edric yang mengerti langsung mengangguk. “Baik, Tuan Muda.”

Akhirnya Edric mengerti kenapa bisa ada wanita di dalam mobil bosnya, tapi ada satu hal yang membuatnya tidak mengerti sekaligus terkejut yaitu tuan mudanya membiarkan wanita asing untuk memeluknya, bahkan tubuh mereka menempel dengan begitu erat tanpa adanya jarak sedikit pun.

Setelah beberapa menit, Edric kembali dan mengatakan kalau tidak ada lagi sekolompok pria berpakaian hitam di sekitar parkiran.

“Kau dengar? Mereka sudah pergi,” ucap Vincent setelah asistennya selesai bicara.

Sejak Edric keluar dari mobil tadi, Olivia masih enggan melepaskan diri dari Vincent karena masih takut kalau pria yang sedang mencarinya akan kembali lagi, tapi setelah mendengar perkataan Edric, Olivia perlahan melepaskan pelukannya dan menjauhkan diri dari Vincent.

“Terima kasih banyak karena sudah menolongku, Tuan. Maafkan aku karena sudah menyentuh tubuhmu tanpa ijin. Sekali lagi aku minta maaf. Aku sungguh tidak berniat melecehkanmu,” ucap Olivia seraya membungkukkan punggung ke arah Vincent dengan wajah menyesal.

Setelah Olivia turun, asisten Vincent mengamati wajahnya dengan seksama. "Tuan Muda, sepertinya aku pernah melihat wanita itu," ucap Edric seraya berpikir, "tapi aku lupa melihatnya di mana."

Vincent berpikir sebentar lalu berkata, "Terlalu banyak orang yang memiliki kemiripan wajah di dunia ini. Mungkin dia salah satunya."

Vincent memandang Olivia dari balik kaca mobilnya sampai dia menaiki taksi yang dia hentikan di jalan raya.

*****

Malam hari yang gelap, sebuah mobil melaju dengan kecepatan sedang di salah satu jalan raya yang sepi. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Saat melewati sebuah pohon besar, Edric tidak sengaja melihat seorang wanita sedang ditarik paksa oleh dua orang pria dan diikuti 3 pria di belakangnya.

“Tuan Muda, bukankah itu wanita yang beberapa hari lalu kau tolong?” Edric sengaja melajukan mobilnya dengan sangat pelan agar bisa melihat dengan jelas ketika mobil mereka akan melewatinya.

Vincent yang sedang duduk bersandar sambil memejamkan matanya langsung membuka matanya dan menoleh ke arah luar jendela, dia melihat wanita itu terlihat memberontak ketika akan dibawa menuju mobil berwarna hitam yang terparkir di pinggir jalan tidak jauh dari mereka.

“Berhenti.”

Edric langsung menginjak rem setelah itu menepikan mobilnya. “Tuan Muda, mau ke mana?” tanya Edric ketika melihat bosnya membuka pintu mobil belakang.

“Menolongnya.”

"Tuan Muda, biarkan saya yang...." Belum selesai Edric bicara, tuan mudanya sudah

berjalan ke arah wanita itu. Akhirnya dia ikut turun karena tidak mungkin dia membiarkan tuan muda turun tangan langsung.

"Lepaskan aku!" Wanita itu mencoba melepaskan tangannya dari pria itu seraya berteriak.

"Nona, lebih baik kau diam dan menurutlah. Bibimu sudah menyerahkanmu pada tuan kami. Kau tidak akan bisa lari."

"Lepaskan aku! Aku tidak mau!" Wanita itu adalah Olivia. Dia terus memberontak saat akan ditarik kembali menuju mobil.

"Lepaskan dia!" Vincent berdiri di belakang 5 pria yang berpakaian hitam dengan wajah dingin dan sorot mata tajam.

Semuanya serempak menoleh ke belakang dengan wajah tidak senang. "Jangan ikut campur! Ini masalah keluarga. Dia adalah istri dari tuan kami yang kabur," ucap Pria tinggi berwajah bulat dan bertubuh kekar.

Vincent beralih menatap ke arah Olivia lalu bertanya, "Apa yang dia katakan benar?" tanya Vincent dengan wajah datarnya, jika benar, dia tidak bisa ikut campur.

Olivia menggeleng kuat. "Tidak, Tuan. Dia berbohong. Aku belum menikah dan aku juga tidak mengenalnya."

Edric berdiri tepat di samping Vincent lalu membisikkan sesuatu pada bosnya. “Apa kau yakin?” tanya Vincent pada Edric setelah asistennya selesai berbisik.

“Iyaa, Tuan Muda. Saya mengenali salah satu dari mereka.”

Salah satu sudut bibir Vincent terangkat membentuk senyuman remeh. "Lepaskan dia kalau kalian masih ingin hidup di kota ini," ucap Vincent dengan wajah dinginnya.

"Kalau kami tidak mau bagaimana?" tantang salah satu dari pria berpakaian hitam itu. Tampaknya dia adalah pemimpin dari semua pria berpakaian serba hitam.

Tanpa basa-basi, Vincent menendang pria itu hingga jatuh tersungkur. "Jangan berani-berani mengganggunya lagi."

Pria terlihat terkejut dan tidak menyangka kalau Vincent akan menyerangnya lebih dulu. Dia berusaha bangun lalu mengumpat kasar sambik meringis menahan sakit akibat terkena tendangan Vincent yang sangat kuat.

“Edric, bereskan mereka semua,” perintah Vincent dengan suara berat dan sorot mata tajam saat melihat kelima orang itu akan mencegahnya membawa Olivia.

Bersambung...

Mengantar Olivia

“Edric, bereskan mereka semua,” perintah Vincent dengan suara berat dan sorot mata tajam saat melihat kelima orang itu akan mencegahnya membawa Olivia.

“Baik, Tuan Muda.”

Meskipun dia sendiri, sementara lawannya 5 orang, Edric tidak takut sama sekali. Baginya mudah mengatasi mereka semua. Sejak kecil, Edric memang sudah memiliki kemampuan bela diri yang hebat, apalagi setelah bekerja dengan Vincent, dia kembali dibekali berbagai ilmu bela diri dan memiliki sabuk tertinggi di setiap ilmu bela diri yang dia pelajari dan dia kuasi.

Sebenarnya Vincent juga menguasai beberapa ilmu bela diri seperti Edric, hanya saja dia jarang sekali menggunakannya karena biasanya Edric yang turun tangan untuk melindunginya. Asistennya itu memang sengaja dibekali ilmu beladiri yang tinggi agar bisa melindungi Vincent saat dia berada dalam bahaya.

Saat sedang berjalan menuju mobilnya, seseorang menendang punggung Vincent dari belakang hingga dia terjatuh ke depan sampai membuat Olivia memekik. "Sudah kubilang jangan ikut campur urusan kami,” ucap Pria yang menendang Vincent.

"Sepertinya kau bosan hidup." Vincent bangkit lalu menarik Olivia ke belakang tubuhnya.

Saat pria itu akan memukul Vincent, pria itu lebih dulu jatuh tersungkur karena kaki Vincent dengan cepat mendarat di perut pria itu. Vincent berjalan ke arah pria itu lalu menginjak dadanya dengan kuat.

"Pergi dari sini sebelum kesabaranku habis."

Saat melihat aura menyeramkan dari Vincent, pria itu seketika menjadi takut. Dia akhirnya bangkit dan menyusul keempat temannya yang sudah babak belur dihajar oleh Edric.

Setelah memastikan pria itu benar-benar pergi, Vincent menoleh pada Olivia. "Apa kau tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa." Olivia menatap Vincent dengan cemas, “Tuan, apa punggungmu baik-baik saja?” Dia jelas melihat saat Vincent tersungkur akibat tendangan pria tadi.

“Ya,” jawab Vincent sambil mengangguk pelan, “aku akan mengantarmu pulang. Di

mana rumahmu?”

"Tidak usah, Tuan. Aku akan naik taksi saja," tolak Olivia dengan sopan.

Vincent yang baru saja akan melangkah ke arah mobilnya seketika menoleh ke arah

Olivia. "Sulit mencari taksi di sini. Apa kau mau kejadian tadi terulang lagi?" Mata Vincent terlihat tajam, tapi wajahnya nampak sangat datar.

Olivia berpikir sejenak lalu menjawab, "Baiklah. Maaf karena sudah merepotkanmu."

Vincent tidak menjawab, melainkan langsung berbalik dan melangkah menuju mobilnya dan Olivia pun mengikuti langkahnya dari belalkang. Edric juga terlihat berjalan di belakang Olivia.

Belum sampai mobil, Edric melihat siku Olivia berdarah. “Nona, tanganmu….”

Olivia dan Vincent menoleh sambil menghentikan langkah mereka. “Tidak apa-apa. Tadi aku sempat terjatuh saat mencoba kabur dari mereka.”

Karena penasaran, Vincent melirik ke arah tangan Olivia sejenak lalu beralih menatap Edric. “Cari rumah sakit terdekat.”

Olivia langsung melambaikan tangannya dengan cepat. “Tidak perlu, Tuan. Aku akan mengobatinya sendiri nanti. Cukup antarkan aku ke rumah temanku saja.”

“Baiklah.” Edric berjalan lebih dulu lalu membuka pintu untuk mereka berdua.

“Silahkan, Nona.”

Dengan wajah sungkan, Olivia tersenyum. "Terima kasih, Tuan."

"Edric, itu nama saya Nona. Cukup panggil nama saya saja."

"Baik Tuan, maksud saya Edric. Wanita tersenyum canggung lalu masuk ke dalam mobil.

******

Mobil itu melaju setelah semuanya berada di dalam mobil. Saat dalam perjalanan, tiba-tiba mobil memasuki pelataran sebuah rumah sakit besar dan hal itu membuat dahi Olivia berkerut. Meskipun heran, tapi dia tidak berani bertanya.

“Ayo, turun.”

Olivia menampilkan wajah terkejut sekaligus bingung saat Vincent membuka pintu mobilnya.

“Lukamu harus diobati."

“Nona, lebih baik obati dulu lukamu. Kau tenang saja, setelah ini kami pasti akan mengantarmu ke tempat tujuan,” ucap Edric saat melihat wajah ragu Olivia.

Akhirnya dia mengikuti langkah Vincent dari belakang. Mereka berdua berjalan ke arah IGD diikuti oleh Edric. Setelah mereka memasuki ruang IGD, Vincent langsung meminta seorang Dokter untuk menangani Olivia dengan cepat. Karena ruang IGD sedang ramai, Dokter meminta mereka untuk antri, apalagi saat melihat luka Olivia tidak terlalu serius, meskipun lukanya mengeluarkan darah.

Edric tahu kalau tuan mudanya tidak suka menunggu, terlebih lagi di rumah sakit, akhirnya Edric maju dan membisikkan sesuatu pada Dokter tersebut hingga membuat dokter itu melebarkan pupil matanya. Wajah Dokter itu menegang sesaat lalu bergegas menangani Olivia setelah meminta maaf pada Vincent.

“Nona, siapa namamu?” tanya Edric saat dia akan mengurus administrasinya.

“Olivia, namaku Olivia.”

Vincent yang berdiri di dekat Olivia terlihat melirik sekilas pada wanita berparas cantik itu setelah menyebutkan namanya. Selesai Olivia diobati dan diperban, mereka meninggalkan rumah sakit lalu melanjutkan perjalanan menuju rumah teman Olivia. Butuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai di tempat tujuan.

“Jadi ini rumah temanmu?” Tanpa diduga, Vincent bertanya pada Olivia setelah mobilnya berhenti tepat di loby sebuah apartemen.

“Iyaa, Tuan,” jawab Olivia sopan, “terima kasih sudah menolongku tadi."

Vincent hanya mengangguk dengan wajah datarnya. "Terima kasih Tuan Edric karena sudah mengantar saya."

"Sama-sama, Nona," jawab Edric seraya mengangguk.

“Panggil Olivia saja.”

Sebelum turun dari mobil, Olivia sempat menoleh ke kursi belakang yang tadi dia duduki. Dia tidak sengaja bertatapan dengan mata pria tampan yang duduk di belakang. Mereka berdua bertatapan selama beberapa detik, setelah itu, Olivia mengalihkan pandangannya saat merasa wajahnya memanas. Entah kenapa, dia tiba-tiba gugup bertatapan dengan pria yang sudah menolongnya itu, apalagi saat mengingat adegan dimana tubuh mereka berdua menempel tanpa jarak waktu itu.

"Apakah kita akan langsung pulang, Tuan Muda?" tanya Edric seraya menoleh ke belakang.

Vincent terlihat masih menatap ke arah Olivia. "Hhmmmm.” Kemudian dia menarik pandangannya setelah melihat Olivia berjalan masuk ke dalam apartemen di depannya.

Setibanya di apartemennya, Vincent berjalan menuju balkon apartemennya sambil membawa minuman kaleng di tangannya. Dia duduk di sofa panjang sambil menatap ke arah depan. Di sampingnya, duduk Edric yang sedang menerima telpon dari seseorang.

Selesai menelpon, Edric menghadap Vincent. "Tuan Muda, ada seseorang yang pernah melihat Nona Jesica di LA. Apa Tuan ingin mencari tahu lebih detail lagi?"

Vincent terdiam dengan wajah datarnya selama beberapa detik kemudian berkata, "Dengan siapa dia di sana?"

"Sendiri, Tuan Muda."

Vincent menyesap minumannya dengan wajah dinginnya lalu berkata, "Biarkan saja."

********

Olivia berjalan masuk ke dalam loby apartemen temannya setelah mobil Vincent pergi. Setelah berada duduk di sofa loby, Olivia menelpon temannya untuk memberitahukan padanya kalau dia ada di loby. Dia tidak bisa naik ke atas karena membutuhkan kartu akses di lift menuju lantai apartemen temannya.

Setelah menunggu selama 10 menit, seorang wanita yang memakai piyama tidur, berjalan menghampiri Olivia yang sedang duduk sambil menatap ke bawah. "Liv, ada apa denganmu? Kenapa mendadak ke sini?"

Olivia berdiri sambil tersenyum kaku pada temannya. "Ceritanya panjang. Aku ke sini

karena ingin menumpang di apartemenmu sementara, apa boleh?"

Nesya adalah teman sekolah Olivia dan Nesya adalah satu-satunya teman dekat Olivia hingga kini. Nesya adalah anak yatim-piatu yang tinggal di panti asuhan dulunya. Sejak dia masih sekolah, Olivia lah yang sering membantu Nesya masalah keuangan hingga dia bisa mandiri dan akhirnya bisa tinggal di sendiri di apartemen kecil di dearah Jakarta timur yang dia beli sendiri dari hasil jerih payahnya sendiri.

Nesya tesenyum lalu menjawab, "Tentu saja boleh, kenapa harus bertanya lagi." Matanya tiba-tiba tertuju pada perban yang ada di siku tangan sahabatnya itu. “Ada apa dengan tanganmu?”

Olivia tersenyum. “Panjang ceritanya.”

“Baiklah, kita bicara di atas. Ayo cepat ikut

aku." Tanpa menunggu respon dari Olivia, Nesya berjalan lebih dulu menuju lift.

Setelah duduk di ruang tamu, Nesya langsung bertanya pada Olivia. "Sebenarnya apa yang terjadi, Liv?"

"Bibiku memaksaku menikahi tuan Barron. Aku kabur dari rumah karena aku tidak mau menikah dengannya."

Bersambung....

Tinggal Bersama Nesya

"Bibiku memaksaku menikahi tuan Barron. Aku kabur dari rumah karena aku tidak mau menikah dengannya."

Mata Nesya membelalak. "Apa bibimu sudah tidak waras? Kenapa dia ingin memaksamu menikah dengan tuan Barron?"

Nesya tentu saja kenal dengan tuan Barron. Dia salah satu orang kaya yang ada di Indonesia hanya saja dia sudah tua. Bahkan jika dibandingkan dengan mendiang ayahnya, tuan Barron lebih tua lima tahun.

Olivia sebenarnya berasal dari keluarga kaya ayahnya termasuk pengusaha yang sukses. Kemalangan menimpa keluarganya saat ayahnya ditipu oleh rekan kerjanya dan membawa kabur uang miliaran milik ayahnya, karena ulah rekan kerjanya itu perusahaan milik Ayah Olivia mengalami kebangkrutan.

"Ayahku meninggalkan banyak hutang Nes dan kami tidak sanggup untuk membayar hutang-hutang tersebut. Setelah perusahaanku bangkrut, kami tidak memiliki apapun lagi. Bahkan rumahku sudah disita oleh Bank jadi selama ini aku menumpang di tempat bibiku. Karena tidak sanggup membayar hutang, bibiku memaksaku untuk menikah dengan Tuan Barron agar dia bisa membantu untuk melunasi hutang-hutang ayahku," ungkap Olivia dengan wajah sedih.

Berita mengenai perusahaan Olivia yang bangkrut memang sudah Nesya dengar, tetapi dia tidak tahu kalau ayah Olivia berhutang banyak. Yang dia tahu adalah Ayah Olivia terlibat kasus penipuan dan investasi bodong. Perusahaannya tiba-tiba bangkrut dan Ayah Olivia meninggal karena serangan jantung.

"Kenapa kau tidak cerita padaku?" tanya Nesya sambil mengusap lembut bahu Olivia karena merasa iba sahabat baiknya itu. Dulu, dia memiliki segalanya dan kini Olivia tidak memiliki apapun lagi, bahkan tempat tinggal saja tidak punya.

"Aku malu padamu, Nes."

Berita tentang ayahnya menjadi seorang penipu sudah terdengar ke seluruh negeri. Keluarga mereka menjadi buah bibir oleh orang-orang yang tidak tahu mengenai kebenarannya. Beruntung identitasnya tidak terkuak di publik sehingga dia tidak perlu bersembunyi dari orang-orang.

"Kalau begitu, kau bisa tinggal selamanya di sini bersamaku. Kau tidak perlu kembali ke rumah bibimu."

Sudah saatnya Nesya membalas kebaikan Olivia. Selama ini, dia tidak tahu bagaimana caranya membalas budi pada Olivia karena dia memiliki segalanya, tapi kini ada peluang baginya untuk bisa membantu sahabatnya itu.

"Terima kasih, Nesya."

Olivia merasa beruntung memiliki sahabat seperti Nesya. Dia tidak menjauhinya seperti teman-temannya kayanya yang lain. Bahkan saat ini, teman-temanya yang dulu baik padanya sekarang berpura-pura tidak mengenalnya.

"Tapi kau harus bersabar, apartemenku tidak semewah rumahmu. Bahkan kamarmu lebih besar dari apartemenku ini."

Olivia tersenyum. "Aku justru berterima kasih karena kau mau menampungku di sini."

Dahulu, Nesya sangat sering menginap di rumah Olivia. Menjadi anak tunggal membuatnya kesepian sehingga dia sering kali memaksa Nesya untuk menginap di rumahnya. Semenjak ibu Olivia meninggal 5 tahun lalu, ayah Olivia tidak menikah lagi jadi Olivia merasa sangat kesepian. Apalagi ayahnya sibuk bekerja dan selalu pulang malam.

"Aku senang kalau bisa membantumu. Anggap saja Ini rumahmu, kau juga sudah banyak membantu aku dulu," ucap Nesya sambil tersenyum, "Tadi kau ke sini naik apa?

"Aku diberi tumpangan oleh orang yang menolongku tadi."

Olivia kemudian menceritakan bagaimana dia kabur dari kejaran anak buah tuan Baron hingga akhirnya ditolong oleh Vincent dan Edric.

Setelah mendengar semua cerita sahabatnya, iris mata Nesya melebar. "Astaga, tapi kau tidak apa-apa, kan?

Olivia menggeleng pelan. "Aku tidak apa-apa." Wajah Olivia berubah menjadi murung, "tapi aku harus segera mencari pekerjaan. Aku tidak bisa berdiam diri terlalu lama karena aku harus membayar semua hutang ayahku."

"Memangnya berapa hutang ayahmu?

Olivia kembali menggeleng lemah sambil menjawab, "Aku juga belum tahu berapa, yang pasti sangat banyak. Aku harus mencari pekerjaan yang gajinya tinggi."

Sebelum perusahaan ayahnya bangkrut, Olivia bekerja di perusahaan ayahnya sebagai sekretaris ayahnya.

"Aku akan membantumu mencari pekerjaan nanti, tapi aku tidak bisa mencarikanmu pekerjaan di perusahaan besar."

"Tidak masalah Nesya. Aku justru tidak mau bekerja di perusahaan yang besar."

"Kenapa?" tanya Nesya dengan dahi berkerut.

"Kau tahu sendiri kasus Ayahku sedang banyak diberitakan di media. Aku tidak bisa menggunakan identitasku saat ini. Aku takut mereka mengenaliku. Mereka semua sedang mencari keluargaku untuk meminta ganti rugi. Reputasi keluargaku juga sudah hancur, mereka tidak akan mau mempekerjaan anak seorang penipu."

"Lalu apa yang akan kau lakukan?

"Untuk sementara waktu aku akan mencari pekerjaan yang tidak menggunakan ijazahku."

"Akan sulit mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi kecuali...."

"Kecuali apa?" Olivia menatap sahabatnya dengan antusias.

"Kecuali, kau mau bekerja di klub malam," jawab Nesya setelah dia menampilkan wajah ragu selama beberapa detik.

Olivia langsung menolak dengan tegas. "Aku tidak mau menjual tubuhku."

"Bukan itu maksudku, Liv. Bukan pekerjaan itu aku yang maksud."

"Lalu pekerjaannya apa?" tanya Olivia dengan wajah heran.

Nesya terdiam selama beberapa saat kemudia berkata, "Ini pekerjaan yang berisiko, sepertinya kau tidak akan bisa melakukannya."

Olivia menjadi lebih penasaran dengan pekerjaan tersebut. "Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan?" desak Olivia.

"Lebih baik lusa kau bertemu dengan temanku dia akan menjelaskan semuanya padamu."

Olivia mengangguk dengan semangat. Selama tidak berhubungan dengan transaksi tubuh. Dia rela bekerja apapun selama gajinya besar. "Aku membutuhkan banyak uang, selama gajinya tinggi, aku akan melakukan apapun kecuali menjual tubuhku."

"Tenang saja, aku tidak mungkin menawarkan pekerjaan Anda seperti itu padamu."

********

"Liv, aku berangkat kerja dulu. Di kulkas ada bahan makanan kalau kau ingin memasak," ucap Nesya setelah dia meraih tasnya yang ada di atas meja.

"Iyaa," jawab Olivia sambil mengangguk.

Nesya bekerja di salah satu perusahaan yang cukup jauh dari apartemennya jadi dia harus berangkat lebih pagi, apalagi dia harus menggunakan transportasi umum untuk bekerja agar bisa berhemat. Biasanya sebelim berangkat kerja, dia sarapan roti dan untuk makan siang biasanya dia makan dikantin kantornya. Dia jarang sekali memasak karena dia hanya tinggal sendirian.

Setelah Nesya pergi bekerja, Olivia memutuskan untuk keluar mencari pekerjaan, meskipun nanti dia bekerja di club malam, dia tetap harus bekerja di tempat lain agar bisa mengumpulkan uang lebih cepat untuk membayar hutang mendiang ayahnya. Olivia memutuskan mencari pekerjaan di restoran ataupun di minimarket sebagai pekerja paruh waktu. Meskipun pekerjaannya menguras tenaga, tapi Olivia tetap harus mencari pekerjaan sampingan.

"Tuan Muda, bukankah itu Nona Olivia yang hampir saja aku tabrak kemarin malam?" Edric mengarahkan pandangannya ke arah wanita yang baru saja keluar dari restoran tempat mereka berada.

Vincent memutar kepalanya dengan pelan ke arah di mana Edric memandang. "Sedang apa dia di sini? Kenapa dia nampak lesu?" ujar Edric lagi sambil menatap Olivia dengan wajah penasaran.

Vincent hanya diam seraya memperhatikan Olivia yang sudah berada di luar restoran. "Tuan Vincent, maaf sudah membuatmu menunggu." Vincent dan Edric menarik pandangannya saat seorang pria tinggi menghampiri mejanya.

"Tidak masalah, kami juga baru saja tiba."

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!