Dor
Dor
Dor
Pasangan suami istri itu di serang mendadak pada malam hari, tak ada yang tersisa, keadaan rumah dibuat berantakan, jejak pembantaian juga sudah di hapus, pelenyap berpikir sudah tak ada petunjuk apapun yang mereka tinggalkan di tempat kejadian.
"Tugas kita sudah selesai, waktunya berpesta, tuan pasti senang apa yang di minta telah terpenuhi."
"Kamu benar, ayo kita pergi."
Kedua pria bertopeng meninggalkan kediaman Atharrayhan dan membuat keadaan dari luar terlihat biasa saja.
𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙊𝙣
Zain Atharrayhan terlahir dari keluarga sederhana, Deon ayahnya bekerja sebagai karyawan kantor di perusahaan Telekomunikasi pada bagian teknis, selain itu Deon juga memiliki kemampuan sebagai hecker, tak jarang banyak dari kalangan atas ingin membujuknya untuk bekerja sama, namun tak satu pun tawaran dari mereka yang di terima meskipun uang yang di tawarkan tak sedikit. Deon hanya mengunakan kemampuannya untuk hal yang berbau positif dan membantu orang yang memang membutuhkan keahliannya itu.
Deon merupakan pria yang berperinsip, baginya uang tak lebih berharga dari pada keselamatan keluarganya, jika keahliannya di pergunakan untuk menghancurkan lawan, maka Deon akan langsung menolaknya.
Cklek
Deon memasuki rumah bernuansa abu-abu dengan desain minimalis yang memberikan kehangatan di dalamnya, setelah seharian lelah bekerja.
"Mas, baru pulang, maaf aku ketiduran jadi nggak dengar mas buka pintu." Maya mengerjap membuka mata yang sempat tepejam waktu menunggu suaminya pulang. Mensejajarkan duduknya dengan Deon yang sudah duduk bersandar pada dipan.
"Kenapa, apa ada masalah di kantor?" Maya heran tak biasanya suaminya itu murung sehabis bekerja meskipun pekerjaan kantor teramat banyak, sepertinya ada masalah yang membebani pikiran Deon saat ini.
"Tidak ada, sudah tidurlah hari sudah larut." kalimat singkat yang di ucapkan Deon pada Maya, Maya tak menolak perkataan Deon, sebab Deon tak suka di bantah. Maya yakin jika suatu saat suaminya pasti akan bercerita padanya saat suasana hatinya sudah lebih biak.
Maya tetap memejamkan matanya meski hatinya saat ini tidak tenang memikirkan keadaan suaminya.
Hari sudah berganti, matahari dengan senang hati menunjukkan sinar hangatnya pagi ini.
"Zain ayo bangun, nanti kamu terlambat ingat hari ini ada latihan olahraga bukan?" Maya berteriak membangunkan putra kesayangannya.
"Iya bu..." Zain baru saja membuka mata, melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul enam, langsung bergegas membersihkan diri.
"Apa putra kita bangun kesiangan lagi, sebaiknya kamu jangan terlalu memanjakannya agar dia tak menjadi anak yang malas." tutur Deon memperingatkan, Deon ingin mendidik putra tunggalnya dengan disiplin yang tinggi.
"Tak apalah mas, lagi pula Zain kan masih kecil."
"Maka dari itu, sewaktu kecil kita harus menanamkan moral yang baik untuk bekal Zain dimasa mendatang."
Zain turun dengan pakaian sudah rapi hendak bergabung sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah.
"Hari ini kamu pulang jam berapa?"
"Mungkin sedikit terlambat, Ayah, ada kelas extra." jelas Zain sambil makan.
"Memang kenapa Ayah?"
"Oh ya, Zain boleh minta izin untuk menginap di rumah teman Zain nggak yah, hari ini ada tugas kelompok yang harus di kumpulkan besok, jika Zain paksain pulang, Zain takut kemalaman."
Deon terlihat menghela nafas, "Baiklah tapi janji jaga sikap saat menginap di rumah temanmu."
Maya hanya menyimak obrolan manis antara ayah dan anak pagi ini.
"Zain berangkat dulu ya ayah." Zain berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda, antara rumah dan sekolah hanya berjarak lima kilometer.
"Apa sekarang mas akan bercerita, katakanlah mas sebenarnya apa yang terjadi jangan sembunyikan apapun dariku!" pinta Maya dengan tegas, ia tak suka suaminya menyembunyikan hal sekecil apapun darinya.
"Baiklah, akan aku ceritakan." Deon menepuk kursi mengisyaratkan maya untuk duduk di sampingnya. Deon menarik nafas sebelum akhirnya membuka suara bercerita.
Ceritakan saja semuanya Deon, bukankah seorang istri tempat kita berbagi cerita dan dari mereka kita mendapat solusi dari masalah kita!
"Kemarin sewaktu pulang bekerja ada beberapa orang yang membawaku ke suatu tempat, mereka memintaku melakukan hal yang tidak aku sukai."
Maya masih setia menyimak setiap kalimat yang di keluarkan suaminya dan berharap menemukan solusi untuk masalah Deon.
"Memang mereka menginginkan apa dari mas?"
"Mereka menginginkan aku untuk meretas perusahaan 𝘌𝘢𝘴𝘺 𝘨𝘳𝘶𝘱 milik keluarga Wiliam, mereka ingin aku menghancurkan perusahaan itu dengan kemampuanku ini, bagaimana aku bisa melakukannya, meskipun mereka menawarkan harga yang sangat tinggi aku tak akan melakukan pekerjaan itu."
"Sudah beberapa kali mereka mengirimkan permintaan itu, Mereka bahkan sempat mengancam akan melukai kalian," ucap Deon lirih, ia tak mau Maya merasa ketakutan saat deon menceritakan ancaman mereka.
"Bagaimana mereka bisa berbuat serendah itu hanya untuk kepentingan pribadi." Maya ikut emosi mendengarnya.
"Entahlah, sekarang aku binggung harus berbuat apa, aku takut mereka akan benar-benar mencelakai kalian."
" Apa sebaiknya kita laporkan saja mereka ke polisi, kita pasti akan mendapat perlindungan dari pihak berwajib."
"Tidak semudah itu, bu, mereka selalu mengawasi pergerakan kita." sangah Deon.
"Lebih baik kita pindah saja dari sini, ayah nggak mau kalian kenapa-napa."
"Baiklah kita tunggu Zain pulang setelah itu kita pergi dari tempat ini." Deon membawa Maya dalam pelukannya, berharap dengan pergi dari kediamannya saat ini bisa mengurangi masalah.
Tanpa mereka ketahui kediaman Atharrayhan sudah di intai oleh beberapa orang tak di kenal yang menggunakan kalung berbentuk tengkorak, setiap pembicaraan bisa mereka dengar melalui alat yang mereka pasangkan secara diam-diam saat meminta Deon untuk melakukan apa yang di minta oleh bosnya.
"Hallo, sepertinya mereka mau melarikan diri, apa sebaiknya kita bawa mereka secara paksa?" tanya orang bertopeng itu.
"Hahaha... mereka mau melarikan diri? Jangan berikan ampun pada mereka, lenyapkan lah siapapun yang ada di dalam rumah itu, hancurkan keluarga kecil itu, lakukanlah nanti malam agar tak ada bukti yang tertinggal."
Tut...
"Kau berani menolak tawaran ku dan sudah berani menghinaku nyalimu ternyata besar juga, akan ku buat kau menyesal telah melakukan ini kepadaku Deon Atharayhan, akan ku pastikan namamu tak akan ada lagi di bumi ini besok pagi.
"Zain kamu jadi kan menginap di rumah ku?"
"Iya, aku sudah mendapatkan izin."
"Setelah pulang sekolah kita langsung saja ke rumah ku ya, akan ku tunjukkan apa yang sudah aku buat kepadamu."
"Oke..."
Zain yang sudah berada di rumah Tian merasa gelisah, entah karena apa dia sendiri tidak tahu. Zain menepis berkali-kali perasaan itu dan kembali mengerjakan tugas kelompok bersama Tian.
Ikatan batin antara anak dan kedua orang tuanya memang sangatlah kuat, apa yang di rasakan oleh Zain memang benar. Malam ini terjadi pembantaian terhadap kedua orang tuanya di rumahnya sendiri.
𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙤𝙛𝙛
Waktu telah berlalu, setelah semalam bersenang-senang di rumah Tian, Zain akhirnya pulang ke rumah.
"Ibu, Ayah, Zain pulang." teriak Zain saat menginjakkan kaki di teras rumahnya.
"Kenapa tidak ada yang keluar menyambutku, tidak seperti biasanya."
Dengan langkah kaki lebar Zain memasuki Rumah yang tampak sepi.
Ceklek
"Ayah.... Ibu....hiks...hiks...hiks." Zain berlari menghambur ke arah kedua orang tuanya yang sudah bersimbah darah tergeletak di lantai. tak ada kehidupan dari keduanya.
"Siapa yang tega melakukan ini kepada kalian, mengapa ada orang yang melenyapkan kalian?" tangis Zain pecah, hatinya nyeri melihat keadaan kedua orang tuanya saya ini. Beberapa pertanyaan bergelayut di kepala anak berusia dua belas tahun itu.
Dengan perasaan sedih yang teramat dalam, Zain berusaha mencari bantuan, namun sayang kedua orang tuanya sudah tiada dengan cara mengenaskan.
"Siapa pun kalian kalian telah melenyapkan kedua orang tuaku dengan sangat keji, aku akan membalaskan dendam atas kematian ke dua orang tuaku, akan ku pastikan pelakunya merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan oleh ayah, ibuku!" kilat kebencian dan rasa sedih yang teramat dalam bercampur menjadi satu dalam sorot mata tajam milik Zain.
Pemakaman kedua orang tuanya sudah selesai, Zain mengenggam kalung berbentuk tengkorak, yang ia temukan di samping jenazah ibunya menjadi petunjuk atas dalang pelenyapan kedua orang tuanya. Mengenggam erat kalung itu, hingga darah segar mengalir dari sela-sela jari milik Zain. "Akan ku cari kalian sampai dapat, tunggulah saat itu datang, aku akan menjadi malaikat kematianmu."
Keringat mengucur deras di pelipis seorang pemuda tampan yang tidur tanpa mengunakan baju atasan, terlihat dia sedang mengeleng ke kanan dan kiri tanpa henti.
"Aku mohon jangan tinggalkan aku, ayah, ibu, Zain tak mau sendiri!"
"Tidak Ayah, Ibu!"
"Tidak...!"
Teriakan nyaring terdengar dari lantai atas kamar pribadi Zain.
"Zain kamu kenapa, apa kamu bermimpi buruk lagi?" seorang wanita paruh baya menghampiri Zain yang terduduk dengan keringat membasahi pelipis dan nafas yang terdengar terengah-engah. Wanita itu memberikan segelas air putih dan meminta Zain meminumnya agar sedikit lebih tenang.
"Sepertinya kamu bermimpi buruk lagi, Zain. Apa sudah lebih baik?" tanya mommy Maya setelah air dalam gelas telah tandas oleh Zain.
"Iya, mom, mimpi itu terus saja meghantuiku!"
Maya mengelus surai rambut putranya itu, "Sudah jangan terlalu di pikirkan, bukankah mimpi hanya bunga tidur? sekarang, lebih baik kamu mandi dan ikut bergabung di meja makan. mommy tunggu di bawah ya!" mommy Maya keluar dan meninggalkan Zain sendiri.
Zain turun dan menyibak gorden jendela kamar miliknya, pemandangan nan indah di pagi hari sedikit bisa menenangkan pikirannya. "Andai kalian masih disini, di sampingmu, aku pasti akan menjadi menjaga kalian sepenuh hatiku, aku merindukan kalian, Ayah, ibu!"
Drettt...
Drettt...
Handphone milik Zain berdering, sebuah panggilan masuk atas nama Alex.
"Katakan, aku tak mau mendengar berita buruk apapun itu!" pungkas Zain kesal.
"Tidak tuan, kali ini berita bagus, kami telah menangkap penyusup yang berani menjadi mata-mata di markas kita."
"Bagus, interogasi dia, aku akan datang satu jam lagi!"
Tut...
"Ck!!, sepertinya ada yang mau bermain-main dengan ku!" umpat Zain kesal.
"Zain ayo turun!" mommy Maya memanggil putranya yang tak kunjung turun.
"Iya mom, Zain turun." Zain melangkah santai dengan pakaian kemeja dan celana panjang yang memperlihatkan ketampanan pemuda berusia Dua puluh lima tahun itu.
"Duduklah ayo kita makan," Mommy Maya mengambilkan sarapan untuk suaminya dan putranya.
"Kamu mau pergi kemana, Zain?" Daddy Brian bertanya melihat penampilan putra angkatnya itu.
"Seperti biasa dad, aku mau pergi ke bengkel." jawab Zain singkat.
Daddy Brian hanya bisa geleng-geleng dengan tingkah putra angkatnya itu, "Apa kamu tidak tertarik untuk melanjutkan perusahaan daddy, Zain?"
Zain menatap Daddy nya lekat, "Bukan Zain tidak bersedia dad, hanya saja Zain masih ingin menikmati hidup Zain seperti ini, tanpa ada beban menumpuk yang harus Zain pikul, percayalah dad, suatu saat Zain akan kabulkan permintaan Daddy. Sekarang tersenyumlah ini masih pagi dad, jangan murung seperti itu!"
"Kamu itu, terserah kalau begitu, daddy hanya bisa menunggu."
Zain sangat bersyukur memiliki keluarga angkat yang sangat menyayangginya, bukan karena apa, dalam keluarga Miller memang tak memiliki anak kandung, kecelakaan yang dulu pernah di alami oleh mommy Maya membuatnya tak bisa memiliki keturunan sampai akhirnya bertemu dengan Zain waktu itu.
𝙁𝙖𝙡𝙖𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙤𝙣
Zain yang telah kehilangan segalanya dalam waktu semalam, sekarang hanya bisa menjalani hidup di jalan sebagai gelandangan. Beban hidup yang Zain pikul waktu itu membuatnya hendak menyerah, namun kematian yang didapat oleh kedua orang tuanya seakan menampar Zain untuk tetap berdiri kokoh di atas kedua kakinya sendiri dan mulai mencari cara untuk membalaskan dendam yang masih menyala di hatinya.
Zain yang sedang asik menikmati sesuap nasi pemberian orang kaya yang bersedekah, di ganggu oleh beberapa orang pasar yang terlihat garang, ada sekitar lima orang preman yang berusaha menganggu ketenangan Zain.
Merasa tak bersalah Zain tak mau menuruti apa kemauan preman pasar itu.
"Sepertinya kita harus gunakan cara kekerasan buat lawan nih bocah tengil." ucap preman tersebut.
Tanpa persiapan Zain yang masih fokus menikmati makanannya mendapat beberapa pukulan di wajahnya ulah dari para preman.
"Itu adalah akibat karena lo nggak mau nerutin perkataan kita."
Saat preman hendak melangkah pergi, Zain yang sudah di kuasai amarah, berusaha bangkit dan memberikan perlawanan, "Hari ini aku atau kau yang akan mati kita lihat saja." satu kalimat terucap begitu saja dari mulut Zain.
Zain melawan dengan sisa tenaga yang di miliki, melayang mengangkat kaki dan menendang dua preman yang hendak menyerang membuat keduanya tersungkur ke tanah.
Bugh...
Satu pukulan di arahkan tepat ke ulu hati membuat preman itu memuntahkan darah segar.
Bugh...
pukulan selanjutnya du arahkan pada perut preman yang hendak menyerang dengan menggunakan pisau lipat, semua nya telah jatuh tumbang ke tanah. Belum menyerah para preman itu mencoba bangun, seperti tidak terjadi apa-apa pada mereka.
"Kurang ajar, rupanya kau sudah bosan hidup anak ingusan."
"Maju lawan aku, aku tidak takut pada kalian, kalian sendiri yang mengantarkan nyawa kepadaku, maka terimalah ini." Zain mulai melakukan serangan menggunakan kelincahan bela diri yang dimilikinya.
bugh
blam
brak....
Tubuh Preman itu menghantam meja yang biasa di gunakan untuk berjualan oleh pedagang.
"Akhhh... " rintihan para preman yang sudah terkapar di tanah dengan luka memar di sekujur tubuh.
Dengan langkah lebar Zain meninggalkan Preman pasar dengan senyum devilnya.
𝘔𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘡𝘢𝘪𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩, 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘬𝘶 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵, 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴 𝘥𝘦𝘯𝘥𝘢𝘮 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘢𝘺𝘢𝘩, 𝘪𝘣𝘶. Zain berucap dalam hati.
Tanpa di ketahui oleh Zain, ada seseorang misterius yang melihat semua perkelahian itu.
"Kalian bawa anak itu ke markas bagaimanapun caranya." perintah pria bertopi.
"Baik tuan, laksanakan."
Beberapa orang keluar dari dalam mobil dan mulai mencari Zain. lingkungan pasar itu tidak terlalu besar hingga mudah bagi mereka menemukan apa yang di minta oleh bosnya.
"Kau anak kecil, ikutlah dengan kami ada yang ingin bertemu denganmu."
"Untuk apa bertemu denganku, aku tak mengenalmu, lalu untuk apa aku menurutimu!" pungkas Zain cepat.
"Menurut lah, kami tak akan menyakitimu." ajak beberapa pria berpakaian hitam itu.
Zain hendak melawan, tapi sebuah jarum sudah melesat ke arahnya yang menyebabkan Zain jatuh ke tanah.
"Bawa dia ke mobil!" perintah pria bertopi yang berdiri tak jauh di belakang Zain.
Zain kini berada di sebuah ruangan bernuansa abu-abu dengan dokter yang sedang memeriksa keadaannya.
"Bagaimana Dok, lukanya tidak ada yang serius kan?"
"Tidak, hanya luka memar tapi memang butuh penangan yang yang tepat, beruntung anak ini memiliki daya tubuh yang kuat." jelas Dokter Fahri pada kedua pasangan suami istri itu.
"Syukurlah, dia baik-baik saja."
"Saya permisi, tuan, nyonya."
Di sebelah ruangan Zain berada, sepasang suami istri sedang membahas masalah Zain.
"Kamu yakin mas, kita akan menjadikannya penerus kita?"
"Apa kamu tidak yakin kepadaku, aku sudah beberapa hari ini memperhatikannya, dan aku menginginkan anak itu untuk menjadi putra kita, pewaris segala kekuasaanku." jelas Brian berusaha membuat Maya mengerti akan keputusannya.
"Lalu keluarganya?"
"Dia yatim piatu, beberapa orang mengatakan jika keluarganya telah di bantai pada malam hari dan dia beruntung bisa selamat, jadi tidak masalah bukan jika kita mengangkatnya menjadi putra kita."
"Ada hal istimewa yang dapat aku lihat dari diri anak itu." tambah Brian yakin akan keputusannya.
"Baiklah, aku menurut apa kata mas, semoga dia tidak menolak permintaan kita." keduanya kemudian menghampiri Zain di kamar sebelah.
Hampir satu hari Zain pingsan, Maya dengan telaten merawat Zain, dia sudah menganggapnya sebagai putranya sendiri.
"Aku dimana?" tanya Zain dengan suara lemah.
"Tenaglah, kamu ada di rumah mommy," Maya membantu Zain agar bersandar di dipan.
"Ibu siapa, mengapa aku disini?"
"Kamu ada di rumahmu, nak, sekarang aku adalah ibu mu, selamat datang di keluarga miller." ucap Maya lembut.
"Keluarga baru, maksudnya?" tanya Zain yang masih belum mengerti.
"Kamu sekarang kami angkat menjadi putra Kami, jadi biasakanlah dirimu di rumah ini, oh ya, Nama kamu siapa?"
"Zain Atharrayhan."
"Mulai sekarang namamu berganti menjadi Zain Miller, dan mulai saat ini panggil aku mommy, kamu mengerti, sekarang istirahatlah." pinta Maya, kemudian berjalan pergi meninggalkan Zain untuk beristirahat.
𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙤𝙛𝙛
Zain kini telah tiba di markas, markas tersebut sebenarnya memang milik daddy Brian, selain perusahaan dady Brian juga menjadi penguasa di dunia gelap, namanya sudah terkenal hingga ke seluruh negri, tak ada yang berani menganggu ketenangannya. Namun sejak Zain di angkat menjadi putra keluarga Miller, maka seluruh kekuasaan baik dunia terang maupun dunia gelap telah jatuh sepenuhnya ke tangan Zain Miller. Mengenai dunia bisnis, Zain masih belum tertarik untuk terjun langsung, tetapi untuk dunia gelap Zain telah terjun pada saat usianya menginjak dua puluh tahun.
"Dimana orang itu?"
"Di ruang penyiksaan tuan."
"Apa sudah mendapat informasi siapa bos besarnya?"
"Orang itu tidak mau mengaku, ia setia menutup mulutnya rapat-rapat."
Tanpa bertanya lagi Zain langsung masuk ke dalam dengan senyuman mengerikan.
"Katakan siapa bos besarmu?" tanya Zain yang duduk di hadapan tawanannya dengan kaki di angkat ke atas.
"Ciih..."
"Kau sendiri masih menyebunyikan wajahmu, apa kau takut wajahmu di ketahui oleh ku?"
Zain tertawa, "Takut kepadamu, kau bahkan hanya tikus kecil yang mungkin sudah salah masuk kandang!"
Amarah terlihat di wajah pria yang kedua tangannya sedang di rantai.
"Cepat katakan, aku sudah bertanya dengan baik-baik kepadamu, jadi jangan pancing kemarahanku atau kau akan merasakan hal yang mengerikan yang bahkan tak pernah kau bayangkan sekalipun."
𝘖𝘩 𝘢𝘴𝘵𝘢𝘨𝘢, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘶𝘢𝘯 𝘡𝘢𝘪𝘯 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯, gerutu Alex dalam hati.
"Aku tak takut, lebih baik cepat kau bunuh aku, dengan begitu kau membantuku menutup rapat informasi yang ingin kau ketahui, hahaha..." tawa penyusup itu percaya diri.
"Sepertinya kau meragukan kemampuanku, ini akan menjadi akhir dari hidupmu." Zain memerintahkan Alex untuk membawakan senjata mainannya.
Sebuah meja kini sudah di letakkan di hadapan Zain, Zain membuka penutupnya, menampilkan beberapa jenis pisau dari yang terkecil hingga pedang samurai nya.
"Sepertinya aku akan sedikit bermain di sini."
srek...
srek...
Aahh...
Zain memulainya dengan wajah, melukis lukisan yang buruk pada wajah penyusup. "Hahaha...Sekarang kau tak terlihat seperti manusia, wajahmu sungguh jelek di banding sebelumnya."
"Apa kau masih belum mau membuka mulutmu itu?"
"Kau tak akan dapatkan apa yang kau mau, Zain pecundang!" teriak penyusup itu.
"Rupanya kau sudah mengetahui namaku, namaku terlalu indah untuk kau sebut." emosi Zain mulai memuncak, mendengar namanya di hina oleh penyusup itu, Zain tak akan mengampuni orang yang berani merendahkan namanya di hadapannya.
Zain meletakkan pisau kecil itu dan langsung mengambil samurai miliknya, mengayunkan nya tepat ke leher penyusup.
wush...
Pedang itu masih berhenti di leher, "Aku berikan kau satu kali kesempatan, katakan siapa bos besarmu, apa tujuanmu datang ke markasku?" kali ini terlihat gurat ketakutan dari wajah penyusup itu.
"A-aku dari klan mafia Deorge, aku kesini untuk mencari tahu seperti apa wajah ketua mafia Dragon black."
Setelah mendapat apa yang di mau, Zain mengayunkan pedangnya menebas kepala penyusup hingga terguling jatuh ke tanah, darah segar mengenai wajah Zain yang tertutup topeng.
"Bereskan, berikan pada harimau kesayanganku dia pasti sangat menyukai hadiah dariku!"
Alex dan beberapa bawahan Zain melongo menyaksikan apa yang baru saja terjadi di hadapannya.
"Bik Tuan."
Zain kemudian pergi meninggalkan ruangan tersebut, tujuannya kini hanya pergi ke bengkel untuk melakukan pekerjaannya di sana.
Tak butuh waktu lama Zain kini telah sampai di bengkel miliknya sendiri, Zain datang ke bengkel bukan sebagai pemilik tetapi sebagai pegawai dan tentunya sudah dengan pakaian karyawan bengkel biasa. Tak ada yang tahu siapa sebenarnya Zain, dari lima belas karyawan bengkel, tak ada dari mereka yang tahu siapa pemilik bengkel tersebut, mereka tak pernah bertemu dengan pemiliknya sekalipun, padahal sebenarnya pemiliknya sudah membaur dengan karyawan lain.
Sungguh miris hidupmu Zain, mengapa tidak memberitahu saja pada mereka agar mereka hormat kepadamu Zain?
Semua itu Zain lakukan untuk menghindar dari musuhnya, menjadi ketua mafia membuat Zain selalu di buru oleh klan mafia lainnya. Dengan Zain yang menutup akses menuju dirinya, setidaknya Zain dapat memastikan keamanan orang di sekitarnya. Ya, meskipun nama Daddy Brian sudah sangat terkenal di dunia Mafia, tapi tak ada dari mereka yang mengetahui wajah dari putra Brian. Brian masih menyembunyikan wajah Zain dari massa sampai Zain benar-benar siap untuk tampil di muka umum.
"Kau terlambat lagi Zain."
"Untung saja bos pemilik bengkel ini tak pernah kemari, jika tidak pasti kita kena omel darinya sebab melanggar peraturan." Vino menghampiri Zain.
"Sorry, tadi aku harus bersih-bersih dulu baru berangkat bekerja." bohong Zain, meskipun tak sepenuhnya.
"Yasudah tak apa, kita lanjut kerja saja, daripada ada yang mengadu jika kita tidak becus bekerja itu tidak baik untuk pekerjaan kita." ujar Doni.
Zain langsung saja mengerjakan permintaan pelanggan yang memang sudah menjadi langanaan di bengkel tersebut.
🌹🌹🌹🌹🌹
Di sebuah rumah sakit, seorang ayah sedang berjalan mondar mandir di depan ruangan ICU. Pria tua itu sedang menunggu kabar dari putrinya yang sedang di periksa oleh Dokter.
"Kenapa dengan putriku, selalu saja dia membuat ulah, apa tidak bisa dia seperti kakaknya yang tak pernah membantah setiap ucapanku!" Pria yang di sebut ayah itu tidak terlihat khawatir tetapi terlihat sedang emosi saat mengetahui jika putri keduanya membuat ulah di kampusnya.
"Awas saja saat Dokter sudah selesai memeriksa akan ku beri pelajaran anak itu agar tak membangkang lagi."
Dari arah resepsionis datang seorang ibu dan gadis yang umurnya tidak terpaut jauh dari pasien yang sedang di periksa oleh Dokter di dalam.
Ibu dan gadis itu adalah Sinta dan letha yang merupakan, ibu dan kakak Keysa. hubungan mereka tidaklah baik. Keysa yang merasa sang Ayah membeda-bedakan dia dengan kakaknya selalu membuat ulah baik di kampus atau di luar kampus.
Dokter keluar dari ruang pemeriksaan, "Apa anda keluarga pasien."
"Saya ayahnya Dok."
"Mari ikut saya ke ruangan, saya akan menjelaskan kondisi putri bapak."
Dirga mengikuti kemana Dokter pergi sedangkan letha dan Sinta memilih menunggu di depan ruang ICU.
"Begini pak, kondisi putri bapak tidaklah baik-baik saja, putri bapak mengalami gagal jantung, kondisi ini cukup berbahaya sebab tidak ada obat untuk penyakit ini, kecuali dengan melakukan operasi pencangkokan jantung."
Bagian di hantam batu yang besar hingga serpihan itu melukai hati yang terdalam, Dirga tak menyangka putri yang di anggap selalu membangkang, tak pernah mau menurut apa katanya sekarang sedang berjuang melawan maut.
"Bagaimana bisa dik putri saya mempunyai penyakit berbahaya itu?" Dirga heran, menurutnya putrinya sehat-sehat saja selama ini. Tak pernah ada keluhan yang di berikan oleh putri keduanya itu.
"Semua itu bisa terjadi pak, mungkin dari pola hidup yang tidak sehat, ataupun dari kurang gerak, bahkan pikiran juga bisa mempengaruhi kerja jantung pak, kita akan melakukan operasi setelah kita menemukan jantung yang cocok untuk putri bapak, selama itu kami harap bapak bisa bersabar menunggu."
"Lakukan apapun yang di perlukan Dok, berapapun biaya akan saya penuhi, asalkan putri saya selamat." air mata Dirga kini jatuh membasahi pipi, kenyataan yang di dapat membuatnya melupakan kemarahan pada putrinya itu.
"Berapa bodohnya aku sebagai orang tua, aku tak pernah menyangka akan terjadi seperti ini, bertahanlah sayang ayah akan lakukan apapun untuk kesembuhanmu." Dirga bermonolog sambil berjalan ke arah ruang rawat Keysa.
Ckleek
"Keysa... dimana anak itu, apa dia berulah lagi dengan kabur dari rumah sakit?" Dirga segera mencari putrinya hingga keluar area rumah sakit pun Dirga tidak menemukan Keysa.
Dreettt...
Dreettt...
"Iya mas, ada apa?" tanya Sinta yang kini sedang asik menikmati makan siang di restoran dekat rumah sakit.
"Kamu di mana, Keysa kabur, kenapa kamu tinggalkan dia begitu saja!" ucap Dirga yang kini tengah marah pada istrinya.
"Keysa kabur, lalu dimana dia sekarang?"
"Aku tidak tahu, aku sudah mencarinya di rumah sakit tapi tidak aku temukan keberadaannya."
"Kami kesana mas, tunggu kami , kita pasti akan menemukan keysa."
Tut...
🌾🌾🌾🌾
Keysa memilih kabur dari rumah sakit, saat dia menyadari bahwa ayahnya akan segera mengetahui apa yang selama ini keysa sembunyikan.
Ya, sebaik apapun sebuah rahasia di sembunyikan, jika sudah waktunya ketahuan pasti semua akan tahu.
"Aku tak mau karena penyakitku ini ayah memberikan kasih sayang palsu," keysa berucap lirih.
Kini Keysa berjalan tanpa alas kaki dengan arah tujuan tak tentu, Keysa sebenarnya hanya ingin menghindari ayahnya untuk saat ini.
"Kemana aku harus pergi?" tanpa sadar Keysa berjalan sedikit ke tengah membuatnya hampir saja terserempet mobil.
"Woi kalau jalan pakai mata!" umpat pengendara mobil.
Keysa tak menggubris umpatan-umpatan yang di layangkan untuk dirinya, ia terus berjalan.
"Aku lapar."
Mata Keysa tertuju pada sebuah bangku di taman, keysa memilih untuk beristirahat di bangku tan itu.
Bugh....
Akh...
Sebuah kaleng bekas minuman mengenai kepala Keysa.
"Siapa yang berani melempar kaleng ke sembarang arah?" Keysa sedikit berteriak.
"Maaf mbak, nggak sengaja." ucap Zain datar.
Keysa yang masih menunduk, kini mengangkat kepalanya, memandang pria yang berdiri di hadapannya.
"Pangeran.... "
"Maaf anda bicara apa?"
"Oh tidak... tidak... lain kali jangan di ulangi, itu bisa berbahaya untuk orang lain."
Zain kini menatap wajah gadis itu dengan saksama, ia melihat ada setetes darah yang terlihat di lubang hidungnya, "Apa kaleng ini terlalu kencang mengenaimu, sampai kau mimisan?"
Keysa segera menutupi hidungnya, "Mungkin." jawab Keysa singkat.
Keysa tahu itu bukanlah karena keleng, tetapi karena memag kepalanya sudah pusing dari tadi.
"Yasudah jika tak apa-apa," ucap Zain yang kemudian pergi dari hadapan Keysa.
"Nam_" Keysa hendak menanyakan nama pria itu tapi wujudnya saja sudah tidak terlihat.
"Apa ini mimpi, dia seperti pangeran yang selalu hadir di mimpiku, andai aku bisa bertemu kembali akan ku tanyakan siapa namanya...." Keysa bersorak ria seakan mendapat harta karun berlimpah. Pertemuannya dengan Zian sedikit memberinya semangat menjalani hidup yang mungkin tak akan lama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!