"Kenapa seorang ****** sepertinya dengan tidak tahu malu menginjakan kakinya di rumah ini?!" Tekan orang tua Arkan dengan tatapan tidak suka.
Arkan yang melihat kehadiran Risa yang datang bersama Senja itu lantas menghampiri dengan amarah yang meledak - ledak dibalik matanya. Arkan dengan kasar mencekat pergelangan tangan Risa hingga berdarah akibat terkena kukunya. Risa sudah biasa mendapatkan perlakuan kasar seperti itu.
"Kenapa kamu berani mendatangi rumah orang tuaku? Apakah kamu berniat mempermalukanku?! Istri sahku datang, apakah kamu tidak punya urat malu untuk berhadapan dengannya?" Tanya Arkan dengan membentak tepat di depan wajah Risa.
"Aku datang karena mendengar bahwa akan diadakan kegiatan foto keluarga, apakah kami tidak berhak untuk ikut?" Jawab Risa dengan seadanya.
Arkan tertawa keras setelahnya, "bahkan kamu tidak pernah masuk dalam silsilah keluarga, jangan pernah berharap untuk menjadi bagian dari keluarga ini, sadarlah dengan derajatmu, yang sebatas selirku, kalau bukan karena anak ini, aku sudah membuang ****** sepertimu, kamu mengincar uangku? Akan aku berikan berapapun nominal yang kamu inginkan, asal pergi dari tempat ini sekarang juga."
"Setidaknya biarkan anakmu ikut melakukan foto keluarga, mau bagaimanapun dia anakmu, hal yang paling ingin ia lakukan adalah mengabadikan sesuatu yang masih bisa diabadikan." Mohon Risa menangkupkan kedua tangannya.
"Aku tidak pernah menganggap dia yang terlahir dari rahim wanita kotor sepertimu itu sebagai anakku, jadi bawa anak sialan ini bersamamu, dia hanya akan semakin mempermalukanku di depan Ayah dan Ibu!"
...----------------...
Senja mengigit tangan Arkan membuatnya semakin marah besar. Tangannya melayang hendak menampar Senja, namun Risa dengan cepat menamengi putrinya hingga ia yang terkena sasaran tamparan keras itu. Air mata Risa jatuh dengan begitu derasnya, kemudian menatap Arkan dengan penuh peringatan.
"JANGAN BERANI SENTUH ANAKKU!" Teriaknya dengan frustasi. Dengan cepat ia membawa putrinya pergi dari sana. la merasa bersalah karena telah menghancurkan harapan putrinya dan mempermalukannya.
...----------------...
"AKU HANYA INGIN KEADILAN UNTUK ANAKKU,
APAKAH KAMU TAHU JIKA ANAKMU MENDAPATKAN PERLAKUAN BURUK DISEKOLAHNYA?! AKU TIDAK MAU JIKA DIA MENDAPATKAN PERLAKUAN BURUK JUGA DIKELUARGAMU!" Risa sudah habis kesabaran.
"Jadi kamu menyalahkanku karena ia harus menerima takdir buruk seperti takdir hidupmu?" Tanya Arkan dengan tertawa.
Risa bangkit dengan susah payah, "aku akan membawanya pergi besok, aku akan berusaha memberikan kehidupan yang lebih baik untuknya."
...----------------...
Tepat pukul sebelas malam, Senja mendengar suara tangisan yang begitu khas ditelinganya. Ia memutuskan untuk mencari tahu asal suara itu, yang ternyata berasal dari Risa yang tengah meminum minuman keras.
Sekitar tiga botol telah dihabisinya sendiri. Risa menangis dengan histeris, terlihat sangat acak - acakan.
"Mama....," lirih Senja sambil menyentuh tangan Risa, namun langsung ditepis begitu saja.
"Sudah tahu sejak awal kehadiranmu itu tidak diharapkan, kenapa mama tetap mempertahankamu? Seharusnya mama setuju dengan keputusan untuk mengugurkanmu, tidak ada yang peduli berapa harga diri yang sudah mama pertaruhkan untuk bertahan sampai detik ini." Risa mengucapkan dengan tertawa.
Senja menggenggam tangan Risa dengan kedua matanya yang berkaca - kaca, "Maafin aku, ini semua karena Senja ya, Ma?"
Risa menoleh kemudian menangkup wajahnya dan menatapnya lekat, "putriku yang manis." Tepat setelah mengatakan itu Risa kembali menangis histeris hingga membuat Senja merasa takut.
"S-semua ini salah mama karena melahirkanmu."
...****************...
Sudah 30 menit Senja berdiri di lapangan, cuaca hari ini sangat panas. Membuat kulit Senja terasa terbakar. la berusaha menulikan telinganya saat orang-orang mengejeknya. la hanya diam, jika di ladeni maka akan menjadi masalah lebih besar.
Kakinya sudah terasa kesemutan. la berusaha tetap kuat, karena satu jam lagi akan bunyi bel menandakan waktunya pulang sekolah.
"YAHAHA, MAKANNYA JANGAN KEBANYAKAN BOLOS!"
"DIA BOLOS NGELAYANIN OM-OM KALI!"
"IYA, KAN DIA MURAHAN!"
Lagi, Senja menelan caci makian itu. Hampir setiap kelas sepertinya sedang jam kosong, tadi Senja sempat mendengar bahwa guru-guru sedang mengadakan rapat untuk ujian. Mereka tidak di perbolehkan pulang, karena ada sedikit kelas yang sedang belajar.
Mata Senja terkunci pada segerombolan laki-laki yang sepertinya hendak latihan basket tanpa ada pelatih. Dan salah satu dari mereka adalah Angkasa. Terlihat jelas oleh Senja bahwa Angkasa enggan menatapnya sama sekali, membuat Senja tersenyum getir. Benar-benar seperti orang yang tidak peduli lagi.
Senja berusaha mengabaikan para laki-laki itu yang sedang bermain basket. Namun ia tetap mendengar caci makian dari para murid untuknya, seperti tidak mengenal lelah.
Dugh!
Senja memegang keningnya saat di lempar dengan gulungan kertas oleh para murid, dan itu bertubi-tubi. Senja berusaha menutupi wajahnya agar terhindar dari timpukan itu.
Tapi mereka seperti tidak punya hati dan terus-menerus melempari Senja dengan sampah.
"HEH SAKIT BEGO!" Maki Senja pada orang-orang, namun malah membuat mereka semakin senang.
"ITU KAWAN LO JA! SAMA-SAMA SAMPAH!" Ujar salah satu dari mereka lalu di iringi oleh tawa.
Senja menoleh ke arah Angkasa yang tampak biasa saja seperti yang lain. Senja tersenyum pilu, sebegitu tidak pedulinya kah Angkasa pada Senja?
Dugh!
Senja terjatuh saat yang menghantamnya bukan sampah melainkan bola basket. Bola itu mengenai pipinya hingga terasa sangat sakit.
Namun anak basket itu malah tertawa di ikuti oleh yang lain, kecuali Angkasa yang hanya terdiam. Senja menunduk dalam duduknya, ia memegangi pipinya yang terasa sakit, mungkin sebentar lagi akan membengkak.
Tanpa terasa air matanya menetes. Tapi orang-orang seperti membutakan hal itu.
"Mereka sadar gak sih gue punya hati? Mereka sadar gak sih fisik gue sakit? Mereka sadar gak sih hati gue hancur?" Lirih Senja berbicara pada dirinya sendiri.
...****************...
Angkasa terdiam, matanya menatap lurus ke arah pantai yang di hiasi oleh senja. Otaknya terus berputar mengingat kenangannya saat bersama Senja, gadis yang ia cintai beberapa tahun ini.
"Selama ini kita salah, kita melangkah di jalan yang salah. Kamu bahagia, sedangkan aku?"
Tanpa sadar air mata Angkasa jatuh mengalir. Ia bisa menahan air matanya selama di hadapan Senja, tapi tidak dengan rasa sakitnya. Ia ikhlas, tapi ada rasa tidak rela dalam dirinya.
"Aku gagal, aku selalu gagal dalam menjaga kamu, aku yakin kamu akan lebih bahagia dari pada aku." Ucap Angkasa dengan segala penyesalan terhadap gadisnya.
..."biarkan semesta berjalan dengan semestinya'...
...ANGKASA CAKRAWALA & SENJA CENCAL AURORA...
...****************...
Gadis itu terdiam sejenak kembali memikirkan semua balasan dari pesan yang ia kirim, sebelum akhirnya kekehan pelan terdengar keluar dari mulutnya.
"Memang salah berharap sama manusia, Tuhan."
Di malam yang dingin itu, Lengkara berdiri sendirian di depan kafe yang sudah tutup di pinggir jalan. Matanya menatap kosong ke jalanan basah di hadapannya. Rintik hujan yang semakin deras membuat hawa di sekitanya semakin dingin.
Setengah jam ia di sana dan sama sekali tak ada yang menjemputnya, tubuh gadis itu mulai menggigil. Ia melirik jam tangan anti air di lengannya, sepuluh menit lagi waktu menunjukkan pukul 00.00. la menghela napas pelan, hembusan napas hangat bagai asap tipis keluar dari mulutnya.
Mata gadis itu kembali menelusuri jalanan mencari transportasi apa yang kira-kira bisa ia gunakan untuk pulang. Matanya memicing begitu melihat sebuah taksi datang dari kejauhan di seberang jalan.
Dengan segera gadis itu bergerak keluar sedikit dari tempat berteduhnya dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi sebagai tanda bahwa ia ingin menaiki taksi itu. Lengkara menghela napas lega ketika taksi itu berhenti di seberang jalan. la tersenyum tipis dan menaikkan tudung hoodie-nya.
Ya, ia harus menyeberang.
Namun sebuah truk yang melaju dari arah sebaliknya mengalihkan perhatian gadis itu dari taksi.
Sepertinya seru.
Hujan yang deras memburamkan semua pandangan. Lengkara tanpa pikir langsung menyeberang, sebelum akhirnya sorot cahaya mengenai wajahnya, membuat gadis itu memicingkan matanya.
Di detik terakhir, gadis itu tersenyum tipis sebelum akhirnya semua menjadi gelap begitu saja. Pada akhirnya, sedari awal taksi yang berheti di seberang jalan itu memang tak pernah ada.
...----------------...
Lengkara menjadikan Aksara rumah untuk pulang, sebaliknya, laki-laki itu membuat Lengkara patah hingga pincang.
Sesederhana bahwa mereka adalah dua insan yang saling mencintai, namun putaran takdir yang melibati kehidupan mereka berakhir dengan yang namanya perpisahan.
...AKSARA IRAMATARA & LENGKARA PUTRI SAMUDRA...
"Maa, Senja berangkat dulu ya," pamit Senja kepada mamanya yang tengah terbaring pulas di sebuah sofa yang berada di ruang tamu, dengan banyaknya botol beer disana. Ya, mama Senja adalah seorang pemabuk, semenjak ia bercerai dengan Arkan, yaitu papa Senja.
Senja keluar dari rumah dan menuju pintu gerbang, ia sudah ditunggu oleh kekasihnya disana untuk berangkat sekolah bersama.
"Aksa, kamu dari tadi ya nunggu aku? Maaf ya lama," ucap Senja.
"Enggak kok, aku juga baru aja sampai disini, yaudah yuk, dari pada terlambat, nanti gerbang sekolah ditutup," jawab Angkasa.
Senja pun segera menaiki motor Angkasa yang sedikit tinggi itu, dan segera laki-laki itu melajukan kendaraannya. Rambut senja yang terurai, terkena angin sepoi-sepoi selama perjalanan menuju sekolah, wajahnya terlihat sangat cantik seperti biasanya. Senja tersenyum sambil memeluk kekasihnya, senyumnya begitu manis dengan lesung pipi di wajahnya.
"Sa, kamu inget gak, saat kita kelas sepuluh?" Tanya Senja.
"Hah? Inget apa?" Laki-laki itu bertanya balik.
"Ihhh, itu loh, saat kamu nembak aku,"
Mendengar ucapan Senja, Angkasa seketika tertawa, ia kembali mengingat moment-moment pertama kali bertemu dengan Senja, ia dulu begitu antusias mendekati gadis itu, entah kenapa Angkasa dulu menyukai Senja saat pertama kali melihatnya, padahal dulu Senja itu anaknya pendiam, jarang bersosialisasi, selalu murung, dan suka termenung. Ada rasa nyaman dan senang saat ia bersama Senja.
"Hahahaha, inget kok, saat itu aku konyol banget ya," Ucap Angkasa.
"Enggak kok, malahan bagiku saat itu lucu, aku gak pernah lupa dengan moment-moment itu, terima kasih ya, selalu ada untukku," Ucap Senja.
Senja kembali memeluk erat tubuh Angkasa, kalau tidak ada laki-laki itu dalam hidupnya, entah apa yang dia akan lakukan saat itu.
Orang tua Senja sudah bercerai, dan ia sekarang tinggal bersama mamanya yang sering mabuk-mabukkan, dan terkadang mamanya memukul Senja tanpa alasan yang jelas. Sedangkan papanya tinggal bersama istri barunya bersama anak tirinya. Senja pernah datang ke rumah papanya, ia berharap akan disambut oleh papanya, tapi nyatanya ia malah di usir secara kasar dan dihina-hina oleh papanya sendiri.
...----------------...
Sesampainya di sekolah SMA TINEGRA, Angkasa menurunkan Senja di depan pintu gerbang, dan ia kemudian memarkirkan kendaraannya di areal parkiran sekolah.
Senja berjalan di lorong koridor bersama Angkasa, dan tak jarang pula ada gadis-gadis yang menyapa Angkasa disana, namun laki-laki itu tak pernah menggubris mereka.
Senja sudah berada di depan kelasnya yaitu kelas Xll MIPA 1, dan ia hendak memasuki ruang kelas tersebut.
"Makasih ya, sudah anterin sampai kedepan kelas," Ucap Senja.
"Iya, kamu yang rajin ya belajar nya, jangan bengong terus," goda Angkasa, dan kemudian ia pamit untuk kembali ke kelasnya, dan Senja pun juga memasuki kelasnya.
Kelas Senja dan Angkasa berbeda, Senja kelas Xll MIPA 1 dan Angkasa kelas Xll IPS 2. Walaupun kelasnya berbeda, tapi Angkasa selalu datang ke kelas Senja, di saat istirahat atau pun saat bel pulang.
Senja pun duduk di bangkunya dan ia mulai menyiapkan buku mata pelajaran sekarang.
"Senjaaaa," Panggil Bulan, ia adalah sahabat Senja sejak Sekolah Menengah Pertama ( SMP ). Bulan selalu ingin bersama Senja, semenjak kejadian yang tak mengenakkan di masa putih biru.
Dulu Bulan sering di-bully oleh teman-temannya, karena papa Bulan adalah seorang kriminal, yang pernah membunuh seorang wanita.
Bulan sering kali di bully melalui perkataan dan juga tak segan-segan temannya melukai fisiknya. Bulan juga pernah di kurung di toilet sekolah, untung saja saat itu ada Senja yang membukakan pintu. Senja memang sering memperhatikan Bulan, ia selalu menyendiri dan kerap kali ia di bully. Namun, Senja saat itu tidak mau ikut campur. Sampai suatu ketika Senja melihat Bulan yang hampir dilempar dengan sebuah batu oleh siswa laki-laki, dan kemudian ia mendekap Bulan hingga kepala Senja yang terkena lemparan itu, dan hingga sekarang bekas luka jahitan di kepala Senja masih ada, walaupun sudah tertutup oleh rambut.
"Ihh, Senja, kok gue dikacangin sih," Ucap Bulan sekali lagi.
"Hmm, iya, apa?" Jawab Senja singkat.
"Tadi lo dianterin Aksa lagi ya? Cieeee yang bucin,"
"Apaasih Lan," ucap Senja malu-malu kucing.
"Tapi bener kan kata gue, Aksa tu orang nya perhatian, ganteng, baik lagi," tutur Bulan. Yang kemudian dibalas anggukan oleh Senja.
Tring-tring
Bel masuk pun berbunyi, semua siswa kelas Xll MIPA 1 mulai memasuki ruang kelas. Kelas yang tadinya sepi, sekarang mulai riuh akan kedatangan mereka.
"Anak-anak, harap tenang ya!" Ucap Bu Yasmin memasuki ruang kelas, dan mendadak kelas tersebut menjadi hening. Bu Yasmin selaku guru Biologi menerangkan dan memaparkan materinya di depan ruang kelas.
Sudah 3 jam mata pelajaran biologi berlangsung, akhirnya bel istirahat pun berbunyi, dan siswa-siswi disana kembali ribut, ingin rasanya cepat-cepat untuk pergi ke kantin.
"Baiklah anak-anak, sekian materi yang saya sampaikan, karena sudah bel istirahat berbunyi, silakan kalian istirahat dulu," ucap Bu Yasmin kemudian ia meninggalkan ruang kelas, dan diikuti oleh siswa-siswi disana.
"Senja, lo gak mau ke kantin? Lo nggak laper? Ayo ke kantin, nanti keburu rame di sana dan nasi gorengnya keburu habis," ajak Bulan.
"Iya sabar, Lo gak lihat gue lagi ngapain?" Jawab Senja yang sedang memasukan buku-bukunya kedalam tas.
Selesai memasukan buku-bukunya, Senja dan Bulan langsung menuju ke kantin. Dan ternyata benar, disana sudah ramai akan siswa-siswi yang tengah bergerombol.
"Tuh kan, sekarang jadi rame banget, kamu sih lama banget beres-beres bukunya," ucap Bulan.
"Semoga aja nasi gorengnya masih ada ya," harap Senja.
Ya, gadis itu belum sarapan tadi pagi, Senja langsung pergi menuju ke sekolah tanpa makan terlebih dahulu, karena dirumah jarang ada bahan-bahan makanan yang bisa di masak, mamanya pun semenjak bercerai jarang mengurus pekerjaan rumah, apalagi mengurus Senja, dan sejak saat itu Senja melakukan pekerjaan rumah sendirian. Dimulai dari menyapu, mengepel, cuci piring, hingga memasak untuk makan malam, Senja juga sering membersihkan muntah mamanya di saat mabuk, dan itupun sudah Senja lakukan semenjak SMP.
Senja melihat sekeliling untuk mencari tempat duduk, tidak mungkin kan dia makan sambil berdiri, sebelum itu dia harus mencari tempat duduk untuk dirinya dan Bulan terlebih dahulu, sedangkan Bulan, dia menerobos antrian dan membeli makanan untuk mereka.
"Senja, Senjaa, sini," panggil Angkasa seraya melambai-lambaikan tangannya.
Senja yang mendengar dan melihat Angkasa melambaikan tangannya, langsung menuju ke meja makan yang laki-laki itu tempati, Gadis itu pun duduk di samping Angkasa sembari menunggu pesanannya yang di bawa oleh sahabatnya.
"Kamu udah makan?" Tanya Angkasa.
"Belum, ini masih nunggu Bulan, dia lagi antri membeli nasi goreng," jawab Senja.
Setelah berbincang-bincang cukup lama, akhirnya Bulan keluar dari antrian dan membawa dua piring nasi goreng. Senja yang melihat Bulan sedang celingak-celinguk, langsung mengangkat tangannya dan melambaikannya. Bulan yang melihat Senja dan Angkasa serta teman-teman laki-laki itu, segera menghampiri Senja.
"Aksa ikut makan bareng kita juga Ja?" Tanya Bulan.
"Iya, tadi gue nggak dapat tempat duduk, tapi untung ada Aksa tadi yang mau bagi tempat duduknya," jawab Senja.
"Oh gitu, makasih ya Sa," ucap Bulan kepada Angkasa, dan kemudian dibalas anggukan oleh laki-laki itu.
Setelah mereka selesai makan, mereka pun pergi ke kasir yang berada di samping kantin untuk membayar apa yang mereka santap tadi, dan kemudian mereka berpisah kembali ke kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
Pada pukul 16.30 Bel sekolah berbunyi, menandakan mereka semua diperbolehkan pulang. Angkasa pergi mengambil kendaraannya di parkiran dan kemudian menunggu Senja di depan pintu gerbang sekolah, setelah menunggu, Senja pun datang dan menaiki kendaraan Angkasa, laki-laki itu pun melajukan kendaraannya untuk mengantar gadis itu pulang.
...----------------...
"Makasih ya, Sa, udah mau nganterin aku pulang, kamu nggak mau mampir dulu?" Tawar Senja yang berada di depan pintu gerbang rumahnya.
"Nggak sayang, aku udah di tungguin sama mama dirumah, adikku katanya lagi nangis-nangis, rewel banget," ucap Angkasa.
"Si Akhas? Kok dia nangis?" Tanya Senja lagi.
"Nggak tau, katanya dia nyariin aku, yaudah aku pulang dulu ya, kamu hati-hati di rumah, kalau ada apa-apa telpon aku ya," jawab Angkasa.
"Iya, kamu juga hati-hati di jalan, jangan ngebut," ucap Senja. Kemudian Angaksa pulang meninggalkan gadis itu, dan Senja pun memasuki rumahnya.
Rumah yang begitu sepi disore hari tanpa ada siapapun kecuali Senja. Gadis itu pun menaiki tangga dan memasuki kamarnya untuk mengganti pakaian, setelah itu ia turun dan membersihkan botol-botol beer yang masih berserakan disana, kemudian ia memasak makan malam untuk dirinya dan juga mamanya yang sebentar lagi akan pulang dari kantornya.
Jam menunjukkan pukul 22.00 malam, tapi Risa, mama dari Senja tak kunjung pulang hingga makanan yang Senja buat menjadi dingin, tapi Senja tetap menunggu mamanya itu pulang, walaupun Senja tahu apa yang akan terjadi padanya.
Brak-brak
Suara gedoran pintu rumah Senja yang menandakan bahwa mamanya sudah pulang.
"SENJAA, BUKA PINTUNYAAA!!" Teriak Risa
"SENJAAAA!"
"Iya ma, sabar," jawab Senja dan kemudian membukakan pintu yang tidak terkunci itu.
Risa kemudian masuk menabrak bahu Senja hingga membuat gadis itu meringis, dengan langkah sempoyongan akibat mabuk Risa masuk kedalam rumah, ya, lagi-lagi dia mabuk, mata dan muka Risa memerah akibat alkohol yang wanita itu minum.
"Ma, mama minum dulu ya," Ucap Senja seraya menyodorkan air putih.
Tapi mamanya malah mengamuk dan menyiramkan air itu ke wajah Senja dan wanita itu tanpa aba-aba menarik rambut Senja dengan kencang.
"Kamu ambilkan mama beer di lemari pendingin ya, sekarang!" Ucap mamanya di depan wajah Senja hingga tercium mau beer dari mulut Risa.
"Awww, ma, sakit," ringis Senja.
"Kamu nggak dengar kata mama!"
"Dengar Ma, dengar, tapi beernya kan udah habis ma, mama sudah minum terlalu banyak kemarin," jawab Senja sambil menahan rasa sakit yang ia rasakan.
Mendengar tuturan dari Senja, Risa kemudian bangkit dari duduknya, wanita itu mengencangkan tarikan tanganya dari rambut Senja dan Risa mulai menarik-narik rambut Senja serta pukulan demi pukulan, tamparan demi tamparan di layangkan kepada putrinya itu.
"Awww, sakit maaa, berhenti, sakit maaa, hiks-hiks," mohon Senja kepada Risa, tapi Risa tidak menghiraukan perkataan anaknya dan malah melanjutkan pukulannya.
Setelah wanita itu puas, ia itu pun melepaskan tangannya dari rambut Senja, dan kemudian Risa kembali ke sebuah sofa dan merebahkan tubuhnya disana. Sedangkan Senja, ia kembali ke kamarnya dengan jalan yang terkulai lemah.
Senja merebahkan tubuhnya di atas kasur, ia menahan rasa sakit di seluruh badannya, gadis itu memejamkan matanya dan berharap semoga hari esok menjadi lebih baik dari pada sekarang, itulah doa yang selalu dia pinta sebelum ia terlelap.
Keesokan harinya, Senja terbangun sedikit kesiangan, kepalanya pusing akibat jambakan yang Risa lakukan kemarin malam, tapi sakit itu tidak mematahkan semangat Senja untuk pergi bersekolah. Gadis itu bergegas pergi ke kamar mandi dan menyiapkan diri serta barang-barang yang harus di bawanya sebelum berangkat ke sekolah.
Senja menuruti anak tangga rumahnya, dan seperti biasa, gadis itu melihat mamanya yang tengah tertidur di sebuah sofa, tapi kali ini tidak ada botol beer yang berserakan dimana-mana. Senja mendekat ke arah mamanya, gadis itu berpamitan kepada Risa dengan mencium punggung tangan wanita itu saat dalam keadaan tak sadarkan diri.
Senja kemudian mengambil sebuah kertas dan pulpen dari dalam tasnya, kemudian ia menuliskan sesuatu dan ditempelkannya kertas itu di pintu luar lemari es.
"Ma, Senja pamit ya, kalau mama lapar, tinggal hangatin aja makanan yang ada di dalam lemari es, Senja udah masak kok kemarin malam, semoga mama suka ya," Pamit Senja, kemudian gadis itu keluar dari rumah.
Seperti biasa, Angkasa sudah menunggu Senja didepan pintu gerbang rumah gadis itu, laki-laki itu melihat Senja yang baru saja keluar dari pintu rumah. Angkasa langsung membelokkan kendaraannya dan bersiap-siap untuk mengantar kekasihnya itu ke sekolah.
"Pagi Aksaa, maaf ya, kamu jadi nunggu lama banget, ternyata aku lupa memasang alarm kemarin malam," ucap Senja.
Angkasa yang mendengar gadisnya itu menyapa dan memanggil namanya, langsung menoleh dan menyapa balik gadis itu. Laki-laki itu terkejut melihat pipi Senja memerah dan bibirnya sedikit sobek. Angkasa bergegas turun dari motornya dan memegang pipi serta dagu gadisnya itu.
"Mukamu kenapa? Kok bisa luka sama lebam gini?" Tanya Angkasa dengan nada khawatir.
"Nggak apa-apa kok,"
"Nggak apa-apa gimana, apa mamamu memukul mu lagi?" Tanya Angkasa kembali.
"Issss, apaansih, ini aku cuma jatuh loh," elak Senja.
"Jatuh gimana, mana ada orang jatuh terus pipi dan bibirnya luka, apalagi itu lebam loh," Angkasa tak percaya.
"Ada loh, kemarin aku jatuh dengan gaya tengkurap, makanya gini, kalau gaya kayang beda lagi," bohong Senja.
"Tapi—"
Belum sempat Angkasa bertanya lagi, Senja dengan cepat menaiki motor Angkasa. Gadis itu menyuruh kekasihnya untuk bergegas pergi kesekolah agar tidak terlambat, apalagi pengawas guru piket sekarang adalah guru killer. Tak mau berdebat dengan gadisnya, Angkasa segera menaiki motornya dan melajukan kendaraannya itu.
...----------------...
Di dalam kelas Xll MIPA 1, diadakan ulangan harian mendadak, beberapa siswa disana mendadak ngeblank dihapan kertas soal mata pelajaran Matematika itu. Memang ada beberapa orang yang celingak-celingukan dan beberapa orang lagi mengerjakannya dengan santai, termasuk Senja.
"Shhhht, shhttt, Sen, Senjaaa," Panggil Surya dengan berbisik.
Surya adalah teman masa kecil Senja, Surya tahu kalau orang tua Senja sudah bercerai, ia pernah dijodoh-jodohkan oleh teman-teman sekelasnya, karena mereka berdua cocok, sepertinya?
"Senjaaa, jawaban nomor 3 apa?" Tanya Surya dengan berbisik.
"Iss, jawabannya 4 loh, padahal soalnya cuma 2 pangkat 2 ( 2² ) doang," Jawab Senja kesal.
Selesai menjawab soal-soal, bel istirahat pun berbunyi dan mereka semua mengumpulkan kertas jawaban mereka di depan meja guru. Surya mendekat ke arah meja Senja dan duduk di depan gadis itu, diikuti oleh Bulan.
"Ja, nomor 8 kamu jawab berapa?" Tanya Bulan.
"Soal nomor 8, itu jawabannya 6,25 sih," jawab Senja.
"Hah? Bukannya 6,20 ya?"
"Iss, aku gak tau juga, kalau Surya gimana?" Tanya Senja kepada Surya.
"Kalau aku, kalau aku 331 hehe," jawab Surya cengengesan.
Mendengar jawaban Surya, Senja dan Bulan menggeleng-gekengkan kepalanya, mereka lalu menuju ke kantin sekolah.
Seperti hari-hari biasa siswa-siswi SMA TINEGRA pulang pada pukul 16.30. Senja dan Angkasa janjian untuk sepulang sekolah ini akan pergi ke taman balai kota.
"Gimana, dah siap?" Tanya Angkasa yang sudah berada di depan pintu gerbang sekolah.
"Udah, yuk jalan," ucap Senja, kemudian ia menaiki motor Angkasa, dan laki-laki itu pun melajukan kendaraannya menuju ke sebuah taman.
...----------------...
Sesampainya di taman, mereka berdua bergandengan tangan seraya berjalan menyusuri jalan umum. Lalu mereka duduk di kursi taman yang disediakan untuk umum, mereka memandangi sekeliling taman itu, di depan mereka terdapat danau dengan bunga teratai dan angsa sebagai penghiasanya, di tengah danau, terdapat jembatan yang melengkung yang menghubungkan jalan yang Senja dan Angkasa lewati dengan jalan yang ada di seberang.
"Sayang, kamu harus jujur ya, kamu kenapa? Kok bisa sih wajahmu lebam," Tanya Angkasa kembali, tapi tidak di gubris oleh gadis itu.
"Senjaaa," Panggil Aksa sekali lagi.
"Ya, iya, ini dah aku mau jujur, aku di pukul sama mama," jawab Senja dengan sedikit nada ketus.
"Mamamu mabuk lagi?"
"Iya, tapi nggak apa-apa kok kalau dia mau mukulin aku, yang penting mama gak ngelakuin hal nekat kayak dulu lagi," ucap Senja saat mengingat kejadian yang hampir merenggut nyawa mamanya.
Angkasa mulai merangkul pundak Senja, laki-laki itu menyandarkan kepala gadisnya itu ke pundaknya. Angkasa tahu bahwa Senja selalu memendam masalahnya sendiri, makanya ia mengajak Senja pergi berdua untuk meluluhkan hati gadis itu.
"Sa, ke pantai yuk," ajak Senja.
"Ngapain?" Tanya laki-laki itu bingung.
"Nggak ada, aku pengen aja lihat sunset di pantai, boleh kan?"
"Yaudah ayo, tapi kalau udah hampir mau malam, kita langsung pulang ya," Ucap Angkasa membuat kesepakatan.
Mereka berdua lalu beranjak pergi dari taman dan akan pergi ke pantai, mereka melaju dengan cepat agar tidak keburu langit menggelap.
...----------------...
Di pantai yang mereka tuju, ternyata benar, disana ada sedikit orang, dan pemandangan saat matahari terbenam sangat indah, apalagi dengan suara ombak-ombak yang menabrak karang, menambah kesan suasana yang tenang.
Bagi Senja, dengan pergi ke pantai dan melihat sunset di sore hari, akan membuatnya tenang, dan sedikit melupakan rasa sakitnya. Saat itu ingin rasanya Senja menangis, tapi ia malu untuk menunjukkan wajahnya saat mengeluarkan air mata.
"Hei, gapapa kok, nangis aja, jangan ditahan," ucap Angkasa saat melihat mata Senja berkaca-kaca.
"Aku nggak nangis kok, lagian nangis itu gak akan menyelesaikan masalah," jawab Senja.
"Memang menangis itu nggak nyelesain masalah, tapi, dengan menangis, sedikit penat pada pikiranmu akan minggat," jelas Angkasa, yang membuat gadis itu mengeluarkan bulir bening dari matanya.
Segera Angkasa mendekap gadis itu dalam pelukannya, dan laki-laki itu mengajak Senja untuk duduk berdua di sebuah batu yang berada di pantai itu.
Langit semakin menggelap, dan orang-orang yang berkunjung ke pantai tersebut kebanyakan kembali ke rumah masing-masing, kecuali Angkasa dan Senja yang masih setia melihat sunset yang hampir tenggelam. Pantai itu menjadi begitu sunyi, hanya ada mereka berdua yang masih duduk dan berpelukan satu sama lain.
"Sayang, apakah sunyi itu menyenangkan Ya?" Tanya Angkasa.
"Iya, bahkan sunyi telah menjadi teman dan tempat menceritakan semuanya, tanpa orang lain bisa tau loh Sa," jawab Senja.
"Kamu terlalu mendalami perannya ya, sayang?" Tanya Angkasa lagi.
"Bukan mendalami, tapi menjalani, bukan kah seorang aktor harus bisa membawa penontonnya hanyut didalam ceritanya kan, Sa,"
"Tanpa harus tau bagaimana setting ulang dari aktor itu ya, sayang?" Tanya Angkasa lagi dan lagi.
"Iya, jangan tunjukkan bagaimana kelemahanmu, jangan tunjukkan kesedihanmu, karena kita nggak tau, siapa yang bisa kita percaya kan," jawab Senja, dan dibalas senyum serta anggukkan pada gadisnya itu.
"Lain kali, kamu jangan mendem masalah sendiri lagi ya, kan ada aku," ucap Angkasa.
Melihat cahaya sunset yang sudah hampir menghilang, Angkasa mengajak Senja untuk pulang kembali kerumah. Namun gadis itu ingin sedikit lebih lama lagi di sana, Angkasa melihat mata gadisnya yang sendu, hanya bisa mengiyakan permintaan gadisnya, untuk sedikit lebih lama di sana.
"Aksa, kamu inget gak pertemuan pertama kita? Apakah pertemuan bisa dikatakan kebetulan?" Tanya Senja.
"Senja, tidak ada yang kebetulan di dunia ini, bahkan air hujan pun memiliki alasan mengapa ia jatuh membasahi bumi," jawab Angkasa dengan senyumnya.
"Lalu bagaimana dengan Pertemuan yang singkat?"
"Senja, lihatlah langit kemerahan yang perlahan hilang dari cakrawala sana, bukankah keindahan semburat jingga itu adalah bentuk ucapan perpisahan dari matahari untuk langit?" Jelas Angkasa.
"Lantas apa kaitannya?"
"Bukan tentang sesingkat apa pertemuan, tapi tentang bagaimana kamu membuat kesan indah pada akhir cerita, dan kenangannya tak terbuang sia-sia"
Mendengar jawaban dari Angkasa, membuat Senja tersenyum lebar, ia merasa beruntung bertemu dengan Angkasa, seseorang yang selalu menemaninya.
"Aksa, boleh aku minta sesuatu gak?"
"Ya, boleh aja, kamu mau minta apa sayang?"
"Di hari kelulusan nanti, aku mau kamu membawa mawar putih ke pantai ini, kita ngerayain hari itu berdua ya," pinta Senja.
"Hari ini kita bisa membelinya—"
"Enggak, aku mau itu di hari kelulusan aja, Sa" Potong Senja.
Mendengar hal itu, Angkasa sekali lagi mengiyakan permintaan Senja, ia senang jika gadisnya itu senang. Setelah matahari sepenuhnya tenggelam, mereka pun pulang, Angkasa mengantarkan Senja kembali kerumahnya.
Pantai ini akan menjadi saksi bisu kita berdua, dan semoga kenangan ini tak pernah hilang dari memory.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!