"Dimanapun kamu berada. Aku berharap kamu akan baik-baik saja. Lihatlah, dia yang kau selamatkan telah lahir. Dia begitu ingin melihat dunia. Tidakkah kau pun sama?"
*
"Sampai kapanpun aku tidak akan jatuh cinta padamu!"
"Lily?"
Kelopak mata itu perlahan terbuka, menampilkan sepasang bola mata berwarna hitam, yang biasanya akan menampilkan tatapan tajam bak elang. Tapi kini, setelah koma selama sembilan bulan, hanya binar lemah yang terpancar dari manik mata tersebut.
Tak berapa lama sejak pria itu membuka mata, keributan mulai terjadi. Dokter dan para medis berhamburan masuk ke ruang steril yang semua alatnya kini mengeluarkan alarm waspada.
"Dia bangun."
Seru seorang dokter. "Panggilkan Dokter Ortega."
"Ortega? Lily?"
*
*
Kredit Pinterest.com
Sembilan bulan lalu.
Sebuah helikopter mendarat di helipad yang berada di rooftop sebuah gedung rumah sakit. Helikopter itu membawa seorang pasien dalam kondisi koma, dari bandara Cote d' Azur. Setelah dipindahkan dari pesawat yang membawanya dari bandara itu, 17 jam lalu.
"Tanda vitalnya stabil."
Lapor Andreas yang ikut dalam perjalanan tersebut. Di belakangnya mengekor Max, tangan kanan pria yang terbaring koma. Dengan cekatan, paramedis itu bekerja. Memindahkan tubuh pria itu ke kamar VIP yang sudah diubah menjadi ruang ICU khusus, karena mereka tidak tahu sampai kapan pria itu akan sadar.
Setelah pemasangan alat penopang hidup pria itu selesai, semua dokter yang berkompeten berkumpul untuk memeriksa keadaan pria tersebut. Dengan Andreas yang menjadi pengoper informasi.
"Padahal diagnosanya Encepalopathy*, kenapa dia sampai koma?" Gumam beberapa dokter.
"Kerusakan otak disebabkan kurangnya pasokan oksigen saat paru-paru berhenti bekerja. Kekurangan oksigen itu sampai ke batang otak, bagian otak yang bertanggung jawab pada kesadaran manusia. Karena itulah dia mengalami koma."
"Analisa dari Dokter Lyandra Daniela Ortega."
Gumam Andreas. Pria itu menatap seorang gadis cantik yang sejak tadi menatap pria yang terbaring koma itu tanpa berkedip.
*
*
Setahun kemudian.
Suara tembakan terdengar dari segala penjuru. Beberapa korban tumbang karena tidak sempat menyelamatkan diri. Di tengan desingan peluru yang memekakkan telinga, beberapa orang tampak waspada melindungi dua orang yang mulai menarik pistol dari pinggang masing-masing.
"Kau brengsek, Max!"
Maki seorang pria dengan wajah rupawan, namun terkesan dingin dan kejam.
"Ayolah, K. Kau tahu sendiri kalau keadaan di lapangan tidak bisa dipastikan."
Bela pria yang dipanggil Max tersebut. Awalnya K hanya dimintai tolong oleh seorang rekannya, sesama mafia untuk mengkonfirmasi keaslian senjata yang dikirim dari Hongkong. Senjata jenis Glock, Revolver, FN, Colt 1911 dan berbagai senjata laras panjang lainnya.
Namun ternyata di tengah transaksi itu ada pihak ketiga yang mengacau. Apalagi selain ingin mencuri hasil penyelundupan senjata tersebut. K mengumpat ketika sebutir peluru nyaris melukai telinganya.
"Aku akan membuat perhitungan denganmu begitu kita sampai rumah. Kau tahu kan aku sudah pensiun dari dunia itu.
Ancaman K membuat nyali Max ciut. Setelah bangun dari koma dan menjalani pemulihan, K benar-benar mengundurkan diri dari kelamnya dunia bawah. Dia hanya sesekali turun tangan jika ada masalah. Selebihnya dia adalah dirut di rumah sakit miliknya.
K bergerak cepat dengan keahlian menembak yang sudah tidak diragukan lagi. Pria itu menghujani lawannya dengan peluru yang dia lesakkan dari Glock hitam kesayanganya, sementara di pinggangnya masih ada si mungil Colt 1911. Satu tangan pria itu menggengam cadangan peluru yang bisa dia isikan dalam sekelip mata.
"Kalian membuatku muak!"
Teriak K, sesaat setelah lesatan peluru dari dua senjata laras pendek itu menghabisi hampir semua orang di sana. Tidak peduli lawan atau kawan semua tumbang diterjang timah panas dari moncong senjata milik K.
"Siapa yang menyuruh kalian?"
K menginjak telapak tangan seorang pria yang masih bergerak. Darah mengalir dari luka di paha kirinya. Luka karena peluru yang K tembakkan. Pria itu tidak menjawab, lebih tepatnya tidak mampu menjawab. Hanya ringisan lirih yang terdengar dari pria itu. K semakin menekan pijakannya, hingga darah mengalir dari telapak tangan pria itu. Tulangnya terasa remuk, pria itu melolong menahan sakit.
"K! Hentikan itu! Kau bisa membunuhnya."
"Memang dia sudah mati."
Jawab K santai. Pria itu berlalu, hingga dia menghentikan langkahnya. "Ayo pergi, dia datang."
Max bergerak, mengikuti langkah K, masuk ke sebuah mobil. Lantas melajukannya dari sana.
"Satu mobil meninggalkan TKP. Pengejaran di lakukan!"
"Ohh shhhitttt!!"
K mengumpat, pria itu melajukan mobil bak raja jalanan yang tengah berlomba. Jalanan itu pun menjadi arena lomba balap bagi K dan aparat kepolisian yang bertugas. Beberapa kali K berkelit, menghindar dari kejaran mobil polisi.
"K....pelan sedikit!"
K menyeringai mendengar perkataan Max. Bukannya mengerem, pria itu malah menaikkan kecepatan kuda besi tersebut. Hingga Max mendelik kesal dibuatnya. Sementara itu di TKP, seorang pria memakai jaket kulit tampak serius memeriksa tempat itu.
"Semua mati."
Pria itu menghela nafas. Meski semua mati, tapi yang mengherankan mereka tidak membawa barang bukti berupa beberapa koper berisi senjata api berbagai jenis beserta amunisinya.
Kredit Pinterest.com
"Mereka lolos!"
Pria itu memejamkan mata, sembari mengumpat. Berapa kali dia gagal menangkap otak dari semua kekacauan ini. Penyelundupan senjata api, perdagangan wanita dan yang sedang trend saat ini, pembunuhan random dengan tujuan diambil organ dalamnya lantas dijual ke pasar gelap.
"Sial!"
Pria itu mengumpat frustrasi, beberapa bawahannya hanya bisa menggeleng. Cukup tahu bagaimana stresnya sang atasan akhir-akhir ini. "Pak, lihatlah ini."
Pria dengan name tag Leonard Danilo itu mendekat ke arah anak buahnya. Sebuah tato berbentuk X terlihat di punggung tangan seorang korban.
"Hampir semua memiliki tato X, Pak." Leon, begitu dia biasa dipanggil mengerutkan dahinya.
Di tempat lain, K langsung membuang jaket kulitnya. Menyisakan kaos hitam ketat yang membalut tubuh atletisnya. Satu sentuhan dari jarinya membuat lima monitor muncul sekaligus di hadapannya. Meski hanya seperti hologram, tapi itu adalah monitor sungguhan.
"Command to The Eye, X searching."
"Suara dikenali. Sistem sedang bekerja."
Jawaban laksana robot terdengar, dan K berbalik menerima kaleng minum dari Max. Di belakang K, monitor itu mulai bekerja setelah logo dari klan Black Chimaera muncul.
"Yakin kalau ini mereka?"
K hanya terdiam, sebelah telinganya memantau tampilan layar hologram. "Berhenti! Tampilkan semua!"
Sistem mulai menjelaskan siapa sosok yang kini muncul di layar utama. K tampak tersenyum puas. Dia tahu benar sosok yang tengah sistem itu tampilkan. Dalam dunia gelap dia tahu, tapi saat ini pria itu menggunakan identitas lain yang K sendiri belum berhasil meretasnya.
"Aku tidak terlalu peduli kalau dia mengacaukan pasar Eropa. Tapi kalau dia mulai mengusikku. Maka aku akan menghadapinya."
Di satu sisi, seorang gadis terlihat sumringah ketika sang kekasih hati menjemputnya. Rasa lelah seakan lenyap seketika saat melihat senyum sang kekasih.
"Kak Rio tidak perlu repot kemari jika sibuk."
"Pekerjaanku sudah selesai. Jadi aku bisa menjemputmu."
Jawab Rio manis. Senyum Rio benar-benar membuat gadis itu bahagia. Tanpa gadis itu tahu siapa sebenarnya Rio.
****
*Encephalopathy adalah suatu istilah yang luas untuk setiap penyakit otak yang mengubah fungsi atau struktur otak. Penyebabnya antara lain tumor, infeksi dan stroke
Sumber google.com
Hai readers karya baru dari author nih, mohon dukungannya ya....
****
Kredit Pinterest.com
Meet K
Johannes Arka Kian Rivaldy, dunia bawah menyebutnya K. Pemimpin klan mafia Black Chimaera yang hampir dua tahun meninggalkan negara asal klan mafia tersebut. Sebelum mengalami koma selama sembilan bulan akibat menyelamatkan nyawa wanita yang dia cinta. K meminta Max, membawanya pulang ke kota ini. Kota di mana sang adik juga tinggal. K adalah kakak dari Andrea Kirana Sky.
"Kau membuat pihak kepolisian curiga."
Max berucap kesal. Akibat kekesalan K, pria itu menghabisi seluruh anggota mafia yang ada malam itu. Membuat kepolisian curiga plus kemarahan klan mafia lainnya. Sebab mereka kehilangan anggota juga barang mereka. Jelas mereka rugi besar. Tapi K diam saja saat Max menggerutu tidak karuan.
"Berikan saja mereka ganti rugi. Toh kita juga akan untung banyak."
Cengir K. "Kau sengaja kan membunuh mereka. Karena permintaan organ dalam di pasar gelap sedang tinggi."
"Hei bisnisku resmi ya. Ada tanda tangan dari keluarga yang diambli organ dalamnya. Mereka juga menerima uang dari penjualan organ itu. Mereka sejahtera tahu."
"Tapi itu palsu."
Potong Max cepat. K lagi-lagi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pria itu masih berkutat di depan The Eye, sistem peretas paling canggih yang diciptakan olehnya. Saking canggihnya banyak badan keamanan dunia merasa was-was dengan keberadaan sistem itu. Beberapa klan mafia bahkan organisasi gelap sudah berusaha mencuri ataupun meretas bahkan berniat menghancurkan sistem The Eye, tapi tak satupun yang berhasil.
Sementara itu, Leon seketika memijat pelan pelipisnya. Mayat-mayat yang kemarin mereka temukan di TKP pagi ini sudah tidak ada. Ada satu yang tertinggal. Tapi setelah diperiksa seluruh organ dalamnya semua bermasalah. Bisa dipastikan jika mayat yang lain akan diambil organ dalamnya.
"Ada yang mencurigakan. Mobil yang kemarin melarikan diri apa sudah bisa ditemukan?"
Seorang anggotanya melapor kalau nomor plat mobil itu ditemukan di jalanan di luar kota. Leon menggeram marah. Itu berarti satu kesempatan mereka kembali terlepas. Pria itu keluar dari ruangannya berjalan menuju ruangan lain. Memeriksa ponselnya lantas memghubungi seseorang.
*
*
Malam menjelang pagi dan adu tembak terdengar di sebuah pulau terpencil di pesisir pantai utara kota itu. Kembali desingan peluru menghiasi malam.
"Menyerah dan kami akan mengampuni kalian."
"Kami tidak sudi bekerjasa dengan kalian. Kalian perampok, penipu. Kami lebih baik bekerjasama dengan Black Chimaera......"
Pria itu ambruk dengan peluru menembus jantungnya tanpa bisa menyelesaikan kalimatnya. "Habisi semua yang membangkang." Perintah seorang pria dengan tato X di lengan bagian dalam.
Pria itu berjalan melewati tubuh yang sudah mati. Sembari menghisaap rokok di tangannya. Pria itu menatap kilau lampu yang berada di seberang sana. Ibu kota yang sangat ingin dia takhlukkan. Juga satu orang yang selalu menghalangi langkahnya. K, pemimpin klan Black Chimaera yang sangat dia benci. Karena K, sang paman meninggal. Orang yang sangat berjasa pada hidupnya.
"Aku akan menghabisimu secara perlahan. Mulai dari orang yang kau cinta."
*
*
Pagi menjelang, seorang wanita cantik tampak bersiap menuju ke ruang kerjanya. Lyandra Daniela Ortega, mengenakan blus berwarna pastel dipadu rok selutut berwarna coklat. Lengkap dengan jas dokter serta rambut diikat sebagian. Tampilan Lyli, begitu dia biasa dipanggil begitu manis. Setidaknya itu bagi satu orang yang tengah berjalan di belakangnya.
K tengah mengikuti langkah Lyli. Tidak tahu kenapa sejak dia bangun dan tahu kalau Lyli yang merawatnya, pria itu jadi terus menempel pada gadis itu.
"Pagi, Ly."
Sapa K manis. Dia adalah pribadi yang berbeda saat siang hari. Humble, ramah dan tengil. Mendengar sapaan yang familiar di telinganya, Lyli memutar matanya jengah. Sudah pasti itu dia, dugaannya benar. Ketika Lyli masuk lift, pria itu mengikutinya.
"Jangan aneh-aneh, Ian!"
Ketus Lyli pada K yang dia panggil Ian. Di lingkungan rumah sakit, K dipanggil Ian atau nama belakangnya Rivaldy.
"Ayolah Ly, itu kan sudah lama sekali. Masak iya masih inget aja."
Lyli melengos mendengar ucapan Ian. Ingatannya kembali ke masa SMA. Di mana waktu itu, dirinya ditolak mentah-mentah oleh sosok Ian. Bahkan pria itu dengan sombong bersumpah kalau dia tidak akan jatuh cinta pada Lyli meski dia wanita terakhir di dunia.
Lyli sakit hati waktu itu. Hingga membenci sosok Ian. Tapi rasa benci itu sesaat goyah ketika Lyli mendapati tubuh Ian terbujur koma dua tahun lalu. Sampai Lyli yang dokter spesialis syaraf itu bersedia merawat Ian. Meski dia benci pada Ian, demi alasan kemanusiaan, Lyli mengesampingkan perasaannya sendiri.
Alhasil sembilan bulan sejak kedatangan Ian, pria itu sadar dari komanya dan secara mengejutkan pulih dengan sempurna, sebuah keajaiban dalam dunia kedokteran kembali terjadi. Bahkan mungkin Lyli sedikit menyesali keputusannya merawat Ian, karena pria itu sekarang jadi mengejarnya. Tidak peduli walau Lyli punya kekasih.
"Tentu saja aku ingat. Aku gak amnesia ya."
Ketus Lyli, keluar dari lift karena dia sudah sampai di divisinya di lantai lima. Sedang Ian terus naik ke lantai 10 di mana ruangannya berada.
"Ck...ck...gini amat kena karma karena omongan sendiri."
Ian bergumam sendiri sembari masuk ke ruangannya. Di dalam sudah ada Max dan satu lagi asisten yang mengurusi urusan rumah sakit. Ian langsung menduduki kursi kebesarannya, memundurkannya, dan dia langsung masuk ke ruang rahasia bersama dua asistennya. Sistem The Eye mulai terhubung. Menampilkan berbagai kejadian dari seluruh dunia yang sedang ingin Ian ketahui. Melalui pemindaian sensor otak, The Eye mampu merespon apa yang otak Ian pikirkan. Bahkan sebelum pria itu memberi perintah. Kecuali untuk keadaan tertentu.
"Semua berjalan lancar. Pengiriman organ dalam kita sudah sesuai permintaan dan jadual."
Ian tersenyum. Semua seperti yang dia harapkan. Hingga tiba-tiba saja, ruangan itu berputar dan ketiganya kembali ke ruang kerja Ian. Bersamaan dengan pintu yang dibuka tanpa permisi.
"Apa yang kau lakukan?"
Lyli melempar satu dokumen dengan kasar ke depan Ian. Setelah itu Lyli memejamkan mata, berusaha menahan amarah yang berkecamuk di dadanya. Ian sendiri langsung meraih dokumen yang dihempaskan Lyli ke atas mejanya, lantas mulai membacanya. Sementara itu Max dan Riel, asisten Ian yang lain langsung undur diri.
"Kembalilah. Aku akan menyelesaikannya."
"Awas kalau kau sampai mencabut semua fasilitasnya. Dia prioritasku."
"Iya, Lyli sayang. Nanti aku urus."
Lyli mendelik mendengar ucapan Ian. Suara tawa terdengar ketika Lyli membanting pintu saat keluar dari sana.
"Mafia kena karma, lu!"
Ian menggaruk kepalanya mendengar perkataan Max. Malam menjelang, Ian baru saja kembali dari divisi Lyli setelah menyelesaikan masalah sang gebetan. Cielah... gebetan. Satu sudut bibir Ian tertarik, melihat senyum Lyli meski hanya sepintas. Tidak masalah, asalkan gadis itu senang. Terlebih yang dilaporkan Lyli memang menyalahi prosedur rumah sakit.
Mobil Ian baru saja melewati satu tikungan, ketika The Eye memberitahu satu mobil membuntuti. Senyum Ian merekah. Dia memang suka dengan aksi kebut-kebutan di jalan raya. Terlebih dengan anggota mafia lain. Satu hal yang dia suka, sebab aksinya tidak pernah terekam CCTV jalanan.
"Show time!"
Ucap Ian senang ketika The Eye memberitahu jalanan di depannya kosong. "Singkirkan mereka untukku."
Sistem langsung merespon, dan CCTV sepanjang jalan itu langsung error semua. Malam itu kembali menjadi malam yang menegangkan plus menyenangkan bagi seorang Ian aka K.
*****
Up lagi readers,
Ritual jempolnya ditunggu lo....
****
Ian melirik kaca spion mobilnya, pria itu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mobil di belakangnya ikut menaikkan kecepatan kuda besi mereka. Senyum Ian mengembang. Ini yang dia harapkan. Kebut-kebutan ala film Too Fast Too Furious pun terjadi. Ian merasa senang ketika The Eye menampilkan raut wajah kesal pengejarnya. The Eye terhubung dengan satelit Icarus milik Rusia.
Hingga citra satelit itu pun mampu ditangkap oleh sistem. Lantas ditampilkan di monitor yang Ian pasang pada mobilnya. Melihat pengejarnya mencoba mengimbangi kecepatannya, Ian semakin gila-gilaan memacu kuda besinya. Maklum pria itu memakai Lamborghini Aventador yang kecepatan maksimal bisa mencapai 349 km/jam. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kuda besi itu melaju kencang tanpa kendala di jalanan kosong.
Kredit Pinterest.com
Lamborghini Aventador
Beberapa detik berlalu dan mobil lawannya mulai menyerah. Ian tersenyum penuh kemenangan. Namun senyum itu tidak berlangsung lama. Karena dari sisi kiri masuk mobil yang sama dengannya. "Sial!" Ian mengumpat seketika. Terlebih ketika orang yang mengendarai mobil itu melambaikan tangan pada Ian. Ian semakin yakin kalau semua ini terencana.
Balapan itu kini berlangsung imbang. Baik Ian dan lawannya kini bisa melaju seimbang di jalan raya yang seketika berubah menjadi lintasan balapan bagi dua super car itu.
Jalan raya itu hampir mencapai ujungnya, dua pengemudi itu masih saling menyusul satu sama lain. Ekor mata keduanya saling mengawasi. Lawan Ian memakai masker, sedang dirinya berada di balik perlindungan The Eye. Jadi lawannya tidak melihat rupa dirinya yang sebenar. Tapi The Eye mampu menampilkan wajah di balik masker lawan Ian.
Ian menyeringai penuh kemenangan ketika dia melihat akhir dari jalanan ini. Ian pikir dia akan menang. Tapi siapa sangka, di detik terakhir, lawan Ian memberi kode mati dengan tangannya. Ian mengalahkan pandangannya ke depan. Tidak ada apa-apa di sana. Tapi ketika dia menoleh ke lawan Ian. Ian membulatkan mata. Lawan Ian tengah membidiknya. Dan "dooorr", "kratak". Kaca mobil anti peluru dengan tebal 43 mm, itu retak kemudian pecah. Berikutnya terdengar ringisan Ian karena peluru itu berhasil melukai lengannya.
Pria itu buru-buru menghentikan mobilnya. Kepala Ian langsung bersandar pada kemudi. Bersamaan dengan itu, dilihatnya lawan Ian melajukan mobilnya, meninggalkan Ian setelah melambaikan tangan. Ian memejamkan mata, menahan perih sekaligus panas pada lukanya yang mulai mengalirkan darah.
"Mobil polisi jarak 500 meter."
"Sial! Ambil kendali."
The Eye merespon. Ian menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ketika kemudi mobil itu diambil alih oleh sistem. Tapi dengan polisi mengejar mereka. Ian tidak mungkin meminta sistem untuk mengebut. "Cari tempat untuk sembunyi. Lalu kamuflase."
Sistem merespon, menyalip sebuah truk kontainer, ketika mereka mulai masuk ke jalanan padat kendaraan. Mobil Ian melesat cepat lantas memotong laju truk kontainer tersebut, ketika mobil Ian belok kiri tanpa memberi tanda. Supir kontainer itu terkejut. Lantas menginjak pedal rem sedalam yang dia bisa. Bunyi "ciiiiiiitttttt" keras terdengar ketika ban mobil kontainer itu beradu dengan aspal. Truk besar itu berhasil berhenti tapi dengan posisi melintang di tengah jalan.
"Sial!" Polisi yang mengejar Ian mengumpat kesal. Melihat keadaan kontainer itu, bisa dipastikan kalau target mereka berhasil lolos.
Sedang Ian berhasil melarikan diri dari kejaran polisi. Mobil pria itu mulai mengubah tampilannya. Dari warna hitam menjadi merah dengan nomor plat yang juga ikut berganti. "Done" sistem memberitahu Ian. Mobil merah menyala itu kini sedang melaju di antara bangunan tinggi menjulang. Kawasan apartemen.
"Kau perlu dokter."
Sistem bicara sembari menganalisa luka Ian. Pria itu sesekali memejamkan mata. Dia perlu dokter, dia perlu painkiller. Saat itulah dia melihat seseorang.
Lyli baru saja keluar dari mobilnya. Hari ini pasiennya cukup banyak hingga mengharuskan dia tinggal di rumah sakit sampai larut malam. Wanita cantik itu sudah melepas jas dokternya. Karena sudah malam, Lyli memutuskan untuk pulang ke apartemennya yang lebih dekat.
Lyli baru akan menekan tombol tutup pada pintu lift ketika seseorang menahan pintu. "Tolong aku!" Lyli membulatkan mata melihat siapa yang ada di hadapannya.
"Kau kenapa?"
Lyli cukup panik melihat lengan Ian yang berdarah. Begitu sampai di unit Lyli, gadis itu dengan cekatan mengobati luka Ian. "Kau tertembak?" tanya Lyli.
Ian tidak menjawab. Pria itu hanya terdiam menikmati rasa perih yang alkohol berikan. "Ini harus dioperasi. Kau harus pergi ke rumah sakit."
"Lakukan dengan cara lama."
Lyli dan Ian sesaat berpandangan. Hingga pada akhirnya Lyli tidak punya pilihan. "Jangan nangis aku tidak punya anastesi atau painkiller untuk operasi."
Perkataan ketus Lyli di sambut senyum penuh arti oleh Ian. "Aku akan menemukan pain killer alami." Kata pria itu santai. Ian telah membuka kemeja hitamnya, menyisakan tubuh berotot yang seketika membuat Lyli menelan ludahnya.
"Kenapa? Tubuh pacarmu tidak sebagus milikku?"
Lyli melengos mendengar ejekan Ian. Jangankan melihat tubuh sang kekasih. Berciuman saja mereka belum pernah. Padahal mereka sudah satu tahun berpacaran. Enggan menanggapi ucapan Ian, Lyli hanya fokus pada penjepit yang sudah dipanaskan. Sterilisasi zaman dulu. "Aku mulai!"
Ian memejamkan mata, merasakan besi panas itu mulai menyeruak masuk di antara dagingnya. Kembali meninggalkan rasa perih dan panas sekaligus. Rasa sakitnya semakin menjadi ketika besi itu menemukan sasarannya. Sebuah gerakan mencongkel Lyli lakukan. Meski lembut, tapi Ian benar-benar kesakitan. Nafas pria itu memburu. Menahan sakit luar biasa, pria itu perlu painkiller atau apapun untuk mengalihkan rasa sakitnya.
Hingga ketika Lyli menarik penjepit bersama pelurunya. Ian dengan cepat menarik pinggang Lyli. Membawa tubuh ramping Lyli ke atas tubuhnya. Tanpa memberi waktu Lyli untuk berpikir. Ian langsung mencium bibir Lyli. Satu tangan Ian menekan tengkuk Lyli. Menjerat Lyli agar tidak lari. Mata Lyli membulat, menyadari kelancangan Ian. Gadis itu menekan dada Ian, ingin melepaskan diri. Tapi pria itu justru memperdalam ciumannya. Lily gagal memberontak. Meski terluka, tapi tenaga Ian begitu besar.
"Painkiller alamiku."
Seringai penuh kemenangan Ian tampilkan. Detik berikutnya, Ian mulai memejamkan mata. Menikmati rasa sakit yang berangsur berkurang. Lyli mendengus geram atas aksi Ian. Pria kurang ajar itu sudah mencuri ciumannya.
"Kau benar-benar brengsek Ian. Kau membuatku merasa aku telah berselingkuh dari pacarku."
"Aku tidak hanya akan menyelingkuhimu. Tapi aku akan merebutmu darinya."
Kata Ian lirih. Sepertinya pria itu mulai tertidur. Membiarkan Lyli menyelesaikan tugasnya. Membersihkan sisa darah di lengan berotot Ian. Memberinya antiseptik lantas membalut luka pria itu. Lyli perlahan mengusap peluh Ian yang ada di dahi pria itu.
"Kau memang brengsek sejak dulu." Maki Lyli sembari melihat sebutir peluru yang ada wadah stainless stell kecil. "Kaliber 9 mm, ini dari jenis Glock 17. Dan ditembakkan dari jarak dekat." Gumam Lyli pelan.
Tanda tanya mulai timbul di pikiran Lyli. Siapa Ian? Kenapa dia mendapatkan luka tembak sedekat ini? Serta beberapa pertanyaan lain yang tiba-tiba saja membuat Lily menarik kesimpulan soal siapa Ian. Apa dia seorang.....?
****
Up lagi readers,
Jangan lupa ritual jempolnya 🤗🤗🤗
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!