NovelToon NovelToon

Antara Cinta Dan Cinta

Gara-gara nasi uduk.

Pagi yang dingin di musim penghujan di kota Tangerang tak menyurutkan semangat pria tampan bernama Awan untuk bangun melaksanakan kewajiban nya sebagai seorang muslim. Ia bergegas mandi dan berganti pakaian untuk melaksanakan sholat subuh di masjid dekat kost nya. Langkah pelan namun pasti membelah jalanan yang masih sepi.

Bruk...

"Kalau jalan pakai mata dong, main tabrak aja ya lo!" Ucap seorang wanita yang berjalan sempoyongan.

"Astagfirullah, yang nabrak itu mbak bukan saya. Harusnya yang marah saya mbak."

"Karena elu di tengah jalan, makanya gue tabrak. Minggir!" Wanita tersebut membentak Awan dengan tangan kanan mendorong pelan tubuh tegap Awan. Tapi tak membuat bergeser sedikitpun dari tempatnya.

Awan menghela napas di serta gerakan telapak tangan yang mengusap dadanya. Aroma alkohol menyeruak di indra penciuman nya. Dari cara bicara dan berjalan wanita yang ada di hadapannya saat ini sedang mabuk.

Tanpa peduli dengan wanita yang ada di hadapannya Awan bergegas pergi menuju masjid. Rasanya percuma berdebat dengan orang yang sedang mabuk, begitulah pikiran Awan saat ini.

Begitupun dengan wanita yang menabrak Awan, ia segera menuju tempat yang ia tuju yaitu tempat kos putri yang berhadapan dengan kost Awan.

"Tara, buka! Gue di depan kamar kos elu nih. Gue ngga berani pulang takut di hajar bokap gue. Tara, buka!" Teriak Salma dari luar pintu kamar Tara.

Iya wanita yang di tabrak Awan tadi adalah Salma teman kerja Tara. Ia selalu pulang ke kost Tara saat mabuk berat karena takut di marahi kedua orang tuanya. Ini adalah hari minggu jadi tadi malam Salma menghabiskan waktu di club malam bersama temannya sampai mabuk.

Tara menghela napas panjang. Bukan ia tidak mendengar teriakan Salma. Tapi saat ini dia sedang doa pagi. Itu adalah rutinitas setiap hari yang di lakukan Tara. Di hadapan Bunda Maria dia melipat kedua tangan sambil berdoa meminta kekuatan kepada Tuhan agar segala urusannya di lancarkan setiap hari.

Salma yang sudah kehabisan tenaga akhirnya pasrah. Ia mendudukkan tubuhnya di atas lantai keramik warna putih dengan tubuh bersender di tembok. Dengan perlahan matanya terpejam karena efek alkohol yang ia minum.

Tara sudah selesai doa paginya. Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar.

"Kebiasaan lo ya Salma. Ujung-ujungnya gue yang lo jadikan alasan. Pamit nya nginep di kost gue tahunya semalaman suntuk di club malam." Keluh Tara saat melihat Salma.

Salma membuka mata perlahan, lalu ia tersenyum menatap Tara.

"Ayo, masuk!" Ajak Tara.

"Sahabat gue baik banget sih," ucap Salma dengan susah payah bangun dari duduknya.

"Sana tidur! Gue mau belajar nasi uduk di depan komplek dulu."

Tanpa menjawab Salma membaringkan tubuhnya di kasur busa berukuran 120x200 yang ada di depan tv.

"Hem, ini nih kalau merana karena cinta. Mau sampai kapan lo kayak gini Salma. Udah gue nasihati dari awal kalau Darren itu pria brengsek. Lo nya aja yang di buta kan karena cinta. Makanya gue ngga percaya cinta bullshiit lah cinta itu." Tara berjalan meninggalkan Salma sendiri di dalam kost ia ingin membeli sarapan favoritnya yaitu nasi uduk.

Tara mengambil sweater rajut berwarna pink yang menggantung di balik pintu untuk membalut tubuh rampingnya. Aktivitas Tara di pagi hari saat hari minggu biasanya berolah raga di lapangan dekat kost nya. Tapi karena Salma datang dengan kondisi mabuk dia tidak olah raga hari ini.

"Hai, neng Tara? Pesan seperti biasa Neng?" tanya Ibu Susi penjual nasi uduk.

Selain nasi uduk, Bu Susi juga menjual berbagai menu masakan lainnya. Snack ringan dan aneka bubur. Seperti bubur sumsum, bubur kacang ijo dan lain-lain.

"Iya bu, dua bungkus ya!" Pinta Tara.

"Tinggal satu bungkus Neng, ini yang satu pesanan Mas Awan yang kost nya bersebrangan sama Neng Tara." Jelas bu Susi.

"Oh, namanya Awan. Tara suka ketemu kalau pagi bu dia udah berpakaian rapi mau berangkat ke masjid."

"Iya udah ganteng sholeh lagi. Kalau ibu punya anak perempuan, udah ibu jodohkan sama dia neng," Bu Susi bercerita dengan heboh. Sambil membayangkan wajah Awan yang tampan.

"Bikin lagi aja bu, anak satu lagi cewek ntar di jodohin sama itu ustad," Tara tertawa setelah mengucapkan kata-kata itu.

Bu Susi dan Tara sudah kenal lama jadi mereka sudah biasa bercanda seperti itu. Tidak hanya dengan Bu Sui bahkan, suami dan anak bu Susi juga dekat dengan Tara.

" Sama neng aja, kan sama-sama jomblo."

" Assalamualaikum," ucap Awan yang baru sampai di tempat jualan Bu Susi.

"Waalaikumsalam," Tara, Bu Susi dan Pak Adi menjawab serempak salam dari Awan.

"Ngobrol apa nih, pak kok asyik bener saya lihatnya tadi dari jauh." Tanya Awan memulai obrolan.

"Ini neng Tara mau beli nasi uduk, tapi tinggal satu bungkus. Karena yang satu bungkus punya mas Awan." Jelas Bu Susi.

"Oh, kasihkan mbak Tara saja bu! Aku ganti bubur sumsum saja."

"Eh, ngga usah mas. Gue bisa pesan menu lainnya." Tolak Tara.

"Pesanannya di ganti bubur sumsum saja bu, biar nasi uduknya buat mbak Tara."

"Dih, suka maksa ternyata mas nya ya. Okay lah gue ngga nolak deh. Sekalian lah mas satu minggu full traktir gue setiap pagi." Ucap Tara menggoda Awan.

"Boleh, mau setiap pagi? InsyaAllah akan aku penuhi." Jawab Awan.

"Ngga, gue bercanda mas. Makasih."

"Ealah kalian ini, ngga apa-apa mbak Tara kalau mas Awan mau. Kali aja mau di nafkahi juga seumur hidup lo mba. Kalau ibu masih single , ibu ngga akan nolak sih," Bu Susi ikut menimpali obrolan Awan dan Tara.

"Ibu ini ada-ada saja. Kalau mas Awan mau. Kalau ngga bu? Masa iya mau di paksa. Lagian ngga cocok Bu, mas Awan ganteng la ibu cantik nya pas-pasan gitu." Ejek Pak Adi kepada sang istri.

"Lo, namanya jodoh siapa yang tahu pak. Lagian kalau ibu masih muda di tolak sama mas Awan biarlah dukun yang bertindak pak."

"Ngga akan mempan sama anak kyai seperti mas Awan bu."

"Ini kan misal pak, lagian cinta ibu udah mentok sama bapak. Mana bisa ibu kelain hati pak. Ini neng nasi uduknya! Sebungkus nasi uduk cinta dari mas Awan buat neng dan sebungkus lagi ada cinta juga dari ibu," ucap Bu Susi sambil menyerahkan sekantong plastik berisi dua bungkus nasi uduk.

" Makasih, bu. Ini uangnya!" Tara menyerahkan selembar uang lima puluh ribu kepada bu Susi.

" Udah di bayar sama mas Awan neng. Tadi sekalian pas bayar bubur sumsum nya."

"Lah, beneran gue di bayarin ini. Jadi punya utang gue nih," lirih Tara.

"Rejeki neng, alhamdulillah."

"Iya bu, makasih ya!" Setelah berucap Tara pergi meninggalkan warung Bu Susi.

"Selamat menikmati sebungkus nasi uduk cinta ya neng," Goda Bu Susi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hai guys...

Terima kasih telah menyempatkan diri membaca karyaku 🙏

Di bulan ini aku nulis lagi novel baru. Ikuti terus ceritanya ya 🤗

Kisah Tara dan Awan semoga suka ❤️

Jangan lupa like dan komen ya 🙏

Aku sayang kalian ❤️

Cinta itu menurut ku bullshiit.

Jika cinta itu ada dan nyata, tapi kenapa mereka tega membuangku? Ku rasa tak ada cinta yang tulus selain cinta dari-Nya.

- ***Tara*** -

Iya bu, makasih ya!" Setelah berucap Tara pergi meninggalkan warung Bu Susi.

"Selamat menikmati sebungkus nasi uduk cinta ya neng," Goda Bu Susi.

Tara tersenyum sambil menenteng kresek hitam berisi dua porsi nasi uduk. Mengingat kembali pertemuan nya dengan Awan. Lumayan ganteng dan baik, itulah yang ada di pikiran Tara.

Ceklek

Perlahan Tara masuk ke dalam kamar kost nya. Lagi-lagi helaan napas mengiringi langkahnya saat melihat sahabatnya berbaring tak berdaya di atas kasur busa miliknya.

"Mau sampai kapan lo kayak gini, Salma! Gara-gara cinta jadi kayak gini. Bangkitlah! Hidup kita terlalu indah untuk meratapi cinta. Untuk gue ngga bisa cinta sama manusia. Cukup aku cinta dengan Tuhan." Lirih Tara

"Tara, gue haus. Ambilin minum dong!" Pinta Salma.

"Udah sadar lo?" Tanya Tara, tangan kanan nya terulur memberikan segelas air putih kepada Salma.

"Udah, untung gue bisa pulang. Gue minum kebanyakan tadi malam," jawab Salma dengan sekali tegukan ia menghabiskan air dalam gelas yang di berikan Tara tadi.

Salma adalah sahabat Tara. Mereka bersahabat dari lama. Karena patah hati Salma sering menyiksa dirinya dengan minum - minuman keras dan menghabiskan waktu malam minggu nya di club malam sudah beberapa minggu terakhir.

"Lo untungnya apa sih kayak gini, Salma? Si Darren juga ngga lihat kondisi lo yang kayak gini kok. Udah sekarang tata hidup lo, masih banyak pria baik yang akan mencintai lo apa adanya."

"Gue ngga ada untung apapun, tapi gue seenggaknya bisa lupa masalah gue sejenak Tara. Gue merasa tidak layak buat siapapun setelah apa yang gue lakuin dengan Darren. Gue nyesel udah percaya ama dia. Gue nyesel Tara," teriak Salma. Sesaat ia tertunduk, menumpahkan tangisnya di hadapan Tara.

Mengatasnamakan rasa percaya karena di landasi cinta. Satu kesalahan di buat yang tertinggal hanya penyesalan semata. Yang Hilang tidak akan kembali, sakit adalah keharusan yang di rasa setiap saat. Tidak bisa lupa, tapi haruskah kita terpuruk? Bukankah semua orang pernah melakukan kesalahan?

"Lo, tetaplah lo . Masih Salma yang baik yang banyak di sayangi orang. Tidak ada yang hilang dari diri lo, Salma. Kalau lo terpupuk seperti ini apa Darren lihat lo? Apa dia akan balik lagi sama lo? Udah gue bilang dari awal ngga ada cinta tulus dari manusia. Hanya Tuhan yang tulus sama kita. Kasih sayang semua orang semu menurut gue. Dan lo masih nekat sama Darren."

Flash back on

Salma mendekat ke arah Tara yang sedang duduk di ujung kasur. Salma memeluk tubuh Tara dengan kuat. Rasanya ini adalah hal yang paling menenangkan untuk dirinya. Usia Tara tiga tahun lebih tua dari Salma. Jadi, bisa dibilang Tara adalah sosok seorang kakak bagi Salma. Sikap dan sifat Tara yang dewasa tidak semata terjadi begitu saja. Ia yatim piatu tumbuh besar di panti asuhan di caci dan di maki orang adalah hal bias untuknya saat ia memutuskan meninggalkan panti asuhan. Dan hidup di kota Jakarta tidaklah mudah. Bahkan suatu saat ia pernah menyalahkan Tuhan atas semua yang menimpa dirinya. Dibuang keluarga, di tinggal sahabat kecilnya yang pernah tumbuh bersama di panti asuhan. Di kucilkan di lingkungan kerja. Bahkan makan dengan garam pun pernah ia lakukan.

Sesat Tara terpuruk, tapi ia bangkit lagi karena di luar sana ada banyak yang lebih susah darinya. Tara tidak percaya siapapun dalam hidupnya. Orang tua yang seharusnya mencintai dan menyayangi sepenuh hati malah membuang dirinya. Lalu, cinta dari manusia mana yang Tara percaya? Menjadikan hati Tara tak tersentuh oleh siapapun. Waktunya dia habiskan untuk bekerja dan bekerja demi merubah nasibnya. Masih ingat dengan jelas saat ia dari Surabaya berangkat ke Jakarta untuk mencari sahabat kecilnya. Bermodal uang yang tidak seberapa dan selembar foto serta alamat yang tertera di daerah Kalideres Tangerang tapi ia tidak berjumpa dengan sahabatnya. Alamat yang di tuju ada tapi sahabatnya tidak tinggal di sana lagi.

Malam itu di sebuah angkot ia duduk di pojok paling belakang sambil tangan gemetaran dengan tangan membekap tas ransel warna hitam miliknya. Angkot dari Cimone Tangerang menuju ke Kalideres dan berhenti di daerah Rajek sudah sepi tinggal beberapa penumpang saja karena jam sudah menunjukkan pukul 20.00 wib. Tara hanya diam di sebuah angkot warna kuning ia pasrah kemana angkot itu membawanya.

"Neng, ngga turun? Ini udah pemberhentian terakhir angkot. Bapak akan kembali ke Tangerang lagi neng." Jelas supir angkot kepada Tara.

"Sa-ya, ngga tahu harus kemana pak. Tadi saya dari sana cari alamat teman saya tapi ngga ketemu." Air mata yang di tahan Tara pun tumpah seketika. Seorang diri di kota orang tidak ada sanak saudara.

Sopir angkot itupun merasa iba terhadap Tara. Ia berinisiatif menolong Tara.

" Yasudah, ikut bapak ya? Nanti bapak carikan kost di daerah Cimone dekat rumah bapak."

"Iya, pak. Makasih."

Antara percaya dan tidak Tara hanya menurut si bapak sopir angkot. Kalau turun di pinggir jalan pasti akan banyak penjahat. Kalau ikut pun belum tentu bapak sopir angkat adalah orang baik-baik. Tapi, Tara memilih ikut bersama bapak sopir angkot. Setidaknya ia ngga kehujanan karena di luar sedang gerimis.

Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam. Angkot berwarna kuning itu berhenti di sebuah gang yang cukup lebar. Berhenti di depan rumah yang cukup besar di antara rumah lainnya.

"Turun, nak! Ayo masuk!" Pinta bapak sopir angkot.

Masih diam di tempat Tara semakin gemetar. Pikiran jelek tiba-tiba bersliweran di kepalanya. Kedua tangan mencengkeram kuat tas warna hitam miliknya.

Bapak sopir angkot pun mengerti. Pasti gadis yang ada di dalam angkotnya ketakutan. Ia lantas masuk rumah dan memanggil sang istri.

Tara yang melihat bapak sopir angkot pergi hanya diam. Rasa takut lapar dan gerah karena dari pagi belum mandi dan makan. Bukan tidak ada uang sama sekali tapi ia tidak berselera untuk makan.

"Assalamualaikum nak, ayo turun! Jangan takut ada ibu dan bapak disini." Sapa seorang wanita paruh baya memakai hijab sungguh cantik dan terlihat meneduhkan.

Tara mendongakkan kepalanya. Ia tersenyum melihat ibu paruh baya yang cantik tersebut.

"Waalaikumsalam, bu." Jawab Tara.

"Ayo, turun! Ini sudah malam bersihkan diriku di dalam. Jangan takut ada ibu dan bapak disini."

Tara turun dari angkot, ia berjalan mendekat ke arah ibu tersebut. Tangan Tara di gandeng untuk masuk ke dalam rumah. Langkahnya pelan mengikuti istri sopir angkot.

"Duduklah!"Pinta Ibu Nur.

"I-iya, bu," Tara duduk tapi pandangan tak henti menyapu setiap sudut ruangan yang berukuran 4x3 tersebut. Lukisan kaligrafi mendominasi serta foto sepasang suami istri yang saat di tanah suci. Dia adalah pak Rusli dan istrinya Nur. Sepasang suami istri paruh baya yang baik hati menolong Tara.

"Jangan takut, ibu dan bapak adalah pendatang dari Bojonegoro. Kita sama-sama dari Jawa. Bapak perhatikan logat kamu yang medok itu seperti orang Jawa nak. Nama kamu siapa?" tanya Pak Rusli yang ikut bersuara. Sudah dari angkot sebenarnya pak Rusli memperhatikan gerak-gerik Tara.

"Njih, pak. Kulo tiang Surabaya. Nami kulo Tara." Jawab Tara menggunakan bahasa Jawa.

"Oalah, Surabaya to. Yowes saiki ados kono nduk. Awakmu di resikki. Terus mengko mangan bareng."

"Sampean niku pak, awakke dewe rung siram kok ngangkon wong liyo."

"Iya, yo bu. Yowes bapak siram ndisek lah," Pak Rusli berlalu meninggalkan istri dan Tara di ruang tamu.

"Ayo, ikut ibu ke kamar atas. Nanti bisa mandi di sana. Karena ada kamar mandi di dalamnya."

Saat sudah di lantai atas Tara begitu terkejut melihat kamar yang ada di dia atas.

Perdebatan di pagi hari.

"Ayo, ikut ibu ke kamar atas. Nanti bisa mandi di sana. Karena ada kamar mandi di dalamnya."

Saat sudah di lantai atas Tara begitu terkejut melihat kamar yang ada di atas.

"Masuk neng, bersihkan dirimu!" Pinta Bu Nur.

Dengan takjub Tara memandang setiap lukisan yang terpampang di dinding. Kamar yang di dominasi warna pink, Tara bisa menyimpulkan kalau ini adalah kamar perempuan.

"Ini adalah kamar anak bungsu Ibu, dia sekarang di pondok pesantren. Pulang ke rumah tiga bulan sekali." Jelas Ibu Nur.

"Kalau anak ibu yang lain?" tanya Tara.

"Yang satu kerja di Bandung dan yang satu lagi sudah nikah, sekarang tinggal sama suaminya di Wonosobo." Jawab Ibu Nur.

"Bapak dan ibu sendiri dong setiap hari? Ke tiga anaknya kan sudah hidup jauh dari kalian."

"Yang di Bandung seminggu sekali pulang neng. Yang di Wonosobo jarang karena jarak jauh. Tapi setiap hari selalu berkabar dengan ibu dan bapak lewat telepon."

Tara menggangguk paham. Sepertinya harmonis sekali. Tidak seperti dirinya yang di buang orang tuanya. Tapi setidaknya Tara pernah merasakan kehangatan keluarga saat di panti asuhan. Dari suster-suster di panti dan dari saudara di panti asuhan.

Bu Nur menyadari diamnya Tara. Lalu ia berkata "Neng, mandilah dulu! Nanti kita makan malam bersama. Ibu tinggal ke bawah sebentar ya?"

"Iya bu."

Bu Nur pergi meninggalkan Tara sendiri agar lebih leluasa.

"Pasangan suami istri yang baik. Anak-anaknya pasti sangat bahagia memiliki orang tua seperti bu Nur dan pak Rusli." Lirih Tara.

Ada perasaan iri terbesit di hati Tara. Betapa bahagianya anak-anak Pak Rusli yang memiliki orang tua baik dan sayang kepadanya. Berbeda dengan Tara yang sejak bayi sudah di buang oleh orang tuanya.

Tidak mau larut dalam kesedihan masa lalu Tara segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Tidak butuh waktu lama Tara selesai dengan ritual mandinya. Ia turun dengan kaos oblong warna hijau dan celana panjang.

"Ayo, kita makan bersama neng!" Ajak Bu Nur.

Tara menggangguk setuju ia mendudukkan tubuhnya di samping tempat duduk bu Nur.

Mereka bertiga makan dengan lahap dengan menu oseng kangkung dan ayam goreng.

"Alhamdulillah," Ucap Pak Rusli di akhir makan nya.

"Alhamdulillah, malam ini masih di beri nikmat pak." Saut Bu Nur.

"Iya, bu. Neng Tara malam ini nginep di sini dulu! Besok pagi biar di temenin ibu cari kost di gang sebelah." Ucap Pak Rusli.

"Iya pak." Jawab Tara.

Keesokan paginya Tara di temani Bu Nur mencari kost di gang sebelah rumah pak Rusli. Dan sampai sekarang Tara tinggal di kost tersebut. Hubungan Tara dengan pak Rusli dan keluarga juga sangat baik. Berawal dari pertemuan mereka Tara yang sebagai penumpang angkot dan pak Rusli sebagai sopir dan pemilik angkot. Pak Rusli sebenarnya memiliki beberapa kamar kost tapi sudah penuh sehingga Tara harus mencari di tempat lain.

Flash back off

Tara masih setia mengusap punggung Salma. Kalau sudah seperti ini Tara seperti ibu bagi Salma. Sifat dan sikap Tara yang memang sangat peduli kepada adik-adiknya di panti menjadikan nya pribadi yang tulus dan saling mengasihi.

"Udah belum nangis nya?" Tanya Tara.

"Gue ngga nangis ya. Udah kering nih air mata." Kilah Salma. Ia tidak mau mengakui kalau sebenarnya dirinya sedang menangis.

"Yasudah, iya ngga nangis tapi ingus keluar semua bikin kaos gue basah."

"Mana ada kayak gitu, udah lah gue mau ke kamar mandi sebentar," Salma mengurai pelukannya. Ia beranjak dari tempat duduknya.

Melihat Salma yang sudah masuk ke dalam kamar mandi. Tara segera menyiapkan piring untuk tempat nasi uduknya agar bisa di nikmati bersama Salma.

" Lo habis beli nasi uduk di depan ya? " Tanya Salma yang baru keluar dari kamar mandi.

"Ngga, ini tadi gue dibayarin mas yang kost

di depan." Jawab Tara.

"Wuih, siapa tuh? Jangan-jangan dia naksir lo ya? Lumayan lah, dari pada lo jomblo terus."

"Jomblo bahagia itu sesuatu ya Salma. Dari pada punya pasangan ujung-ujungnya di tinggalin kayak lo."

"Ngga semua pria itu brengsek Tara. Masih ada pria yang baik kok."

"Ngga ada cinta dari pria yang tulus. Gue ngga percaya cinta dari manusia. Cukup cinta gue sama Tuhan. Sayang iya, cinta dan buta karena suatu hubungan dengan seorang pria adalah hal yang mustahil buat seorang Tara."

"Dih, lo sekarang bilang gitu. Ntar lo bucin baru tahu rasa."

"Gue tahunya micin yang bikin masakan sedap."

"Percuma gue debat sama lo."

"Yasudah ngga usah debat. Emang gue ngga percaya cinta dari pria."

Salma lelah berdebat dengan Tara. Hati sahabatnya sudah membeku. Rasa sakit di masa lalu karena di buang orang tua, serta rasa percayanya kepada sahabat masa kecilnya membuat Tara jera akan suatu hubungan yang spesial dengan lain jenis. Terkadang satu atau dua peristiwa yang membuat orang terluka itu mampu mengubah semuanya.

Rasa takut yang berlebihan sakit hati dan kecewa membuat hati orang mengeras seperti apa yang di alami Tara. Tinggal percaya kepada orang lain begitu tipis seperti selembar tisu. Hidupnya tidak suka ikut campur urusan orang lain dan dia akan cenderung menyendiri.

"Udah, yok makan!" Ajak Tara.

"Habis makan gue istirahat di sini ya?"

"Iya, dan seperti biasa nyokap lo akan telepon ke gue buat nanyain lo. Dan gue bilang lo masih molor."

"Tara kau yang terbaik."

"Ingat jajan gue seminggu jangan lupa. Di dunia ini ngga ada yang gratis. Rugi aku dong udahan ngasih makan, tidur gratis pula."

"Ngutang dulu gue. Besok kalau gajian gue bayar. Tapi ntar gue sengaja lupa ngga bayar."

"Ck, teman luknat kau, tahu gitu ku biarkan saja kau tidur di luar."

Akhirnya mereka tertawa setelah perdebatan kecil tadi. Tara sudah mengenal baik keluarga Salma. Karena Tara sendiri di Jakarta dia sering berkunjung di rumah Salma. Selain pak Rusli dan Bu Nur orang tua Salma juga sangat sayang dan baik dengan Tara.

Bukankah selalu ada hal baik yang mengelilingi kita saat kita punya perasan yang tulus. Dan tidak ada balasan kebaikan melainkan kebaikan pula itulah prinsip Tara. Jadi hidup sendiri mengandalkan diri sendiri tidak punya orang tua tapi masih ada beberapa orang yang tulus dan sayang padanya.

"Gue tadi pagi nabrak pak ustad deh pas jalan ke sini." Ucap Salma di sela makannya.

"Kok bisa? Ko jalannya meleng ya?"

"Ustad nya wangi banget dan kayaknya tampan deh." Puji Salma kepada Awan yang di tabrak nya tadi pagi.

"Namnya Awan, dia kost di depan."

"Ha, serius? Lo kenal sama dia?" tanya Salma yang semakin penasaran dengan sosok Awan.

"Nasi uduk yang lo makan di traktir sama dia."

"Apa! Lo serius?" Tanya Salma sambil berteriak.

"Dua kali serius ini nasi uduk dia yang bayar."

"Aduh gue jadi enak deh kalau gini." Ucap Salma.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!