Josceline masih memasang wajah kesal. Dia bahkan tak mau mendaftarkan dirinya ke Universitas mana pun, karena keinginannya tidak dituruti oleh kedua orang tuanya.
"Mommy bukannya tidak suka kamu berpergian, tapi ke negeri orang sendian bukanlah ide yang bagus Celine. Apa lagi kamu itu seorang perempuan?"
"Apa masalahnya kalau aku perempuan, Mom?"
"Aku bisa jaga diri. Aku bisa menembak, aku bisa berkelahi, aku bisa melindungi diriku sendiri, apa lagi yang kurang?"
"Oh, mommy benci harus berdebat denganmu, Celine. Pokoknya sekali tidak tetap tidak."
"Mommy menyebalkan."
Celine mengambil tas ranselnya dan lalu pergi ke luar.
"Mau kemana kau Celine?"
"Berbelanja," jawab gadis itu tanpa menoleh ke arah ibunya. Sebenarnya gadis itu sedang menyusun misi untuk bisa pergi berkeliling dunia.
"Ya Tuhan, anak ini benar-benar sulit diatur.
Celine pergi diikuti oleh 3 orang pengawal. Dia tak peduli dengan hal itu. Memang kedua orangtuanya selalu berlebihan dan jujur Celine merasa jenuh dengan kehidupannya saat ini.
Lama pergi, tiba-tiba pengawal yang mengikuti Celine datang dengan wajah pucat pasi. Giani, ibu Celine merasa sesuatu hal yang buruk terjadi pada putrinya.
"Ada apa?"
"Ma_maafkan kami, Nyonya. Nona muda kabur saat ada di mall.
"APA ...? Celine kabur?"
"Iya, Nyonya. Kami sudah mengikuti nona Celine hingga memasuki sebuah toko baju. Kami tidak tahu jika nona menyamar saat keluar dari toko itu."
Giani langsung mengambil ponselnya dan menghubungi nomor suaminya.
"Ben, putrimu kabur."
"Sudahlah, Honey. Kau tidak perlu cemas. Aku tahu kemana dia pergi. Aku akan terus mengawasinya."
Giani pun hanya bisa diam, saat suaminya berkata demikian. Dia hanya bisa pasrah saja. Dari keempat anaknya, hanya Celine yang sulit diatur. Padahal Celine adalah anak perempuan satu-satunya di keluarganya.
Celine tersenyum senang saat berhasil mengelabuhi anak buah ayahnya. Dia sudah merencanakan misi kaburnya ini jauh-jauh hari.
Celine memilih kabur karena ibunya tidak setuju dia pergi liburan seorang diri. Padahal dia sudah besar dan sudah punya SIM, tapi ibunya selalu memperlakukan dirinya seperti anak kecil.
Celine kini sedang duduk di ruang tunggu bandara. Dia sudah memesan tiket ke Los Angeles, Amerika seminggu yang lalu. Kali ini dia akan melakukan petualangan yang dia impikan.
"I'm sorry mom. Aku akan segera pulang jika aku sudah puas bermain."
Celine mengambil tas ranselnya ketika panggilan dari pengeras suara terdengar menggema bahwa pesawat yang akan menuju Los Angeles akan berangkat.
Senyum Celine mengembang, "Good bye Melbourne, see you again."
Ini akan menjadi penerbangan pertama Celine seorang diri. Biasanya dia ke mana-mana akan ditemani kakak laki-laki nya, tapi kini untuk pertama kalinya Celine akan melakukan solo travel.
Celine berangkat ke Los Angeles dengan penuh persiapan. Jika ditanya apa semua dilakukan olehnya sendiri? Jawabannya adalah tidak. Sebenarnya, semua usahanya bisa terlaksana karena ada campur tangan ayahnya.
Ayahnya sudah menyiapkan semua akomodasi untuk dirinya, itu juga karena Celine mengancam akan kabur dari rumah dan tak akan kembali lagi.
Dia kini duduk di pesawat komersil kelas bisnis. Celine meletakkan tas ranselnya di samping tempat duduknya karena kebetulan Celine mendapat tempat duduk di dekat jendela.
Dalam pikirannya Celine sedang menyusun rencananya. Dia akan berkunjung ke beberapa tempat termasuk Disney Land.
Tanpa Celine sadari sejak tadi ada seorang pria yang menatapnya dengan sangat dalam. Dia seperti sangat memuja gadis itu.
Kurang lebih 14 jam, Celine kini tiba di bandara Internasional Los Angeles. Dia merenggangkan otot tubuhnya sesaat sebelum menuruni pesawat.
"Los Angeles, i'm coming." Celine benar-benar hanya pergi membawa ransel dan tas kecil yang selalu dia sembunyikan di balik mantelnya. Suhu di Los Angeles hari ini mencapai 10° celcius. Namun, hal itu tak menyurutkan semangat Celine untuk berkunjung ke negara itu.
"Nona Celine."
"Anda paman Stuart?" Tanya Celine. Sebelummya dia sudah diberitahu oleh ayahnya jika nanti akan ada yang menjemput dirinya di sana.
"Anda benar, Nona. Mari ikut saya."
"Ya terima kasih, Paman dan maaf jika aku merepotkan."
"Tidak perlu sungkan. Sudah menjadi tanggung jawab saya secara langsung pada tuan Benjamin."
"Baiklah, jika begitu aku tidak akan sungkan lagi."
Mereka akhirnya pergi dari bandara itu, Pria yang tadi menatap Celine di dalam pesawat akhirnya memilih mengikuti mobil yang membawa Celine.
"Kau melihat gadis tadi?"
"Ya tuan muda."
"Bukankah dia cantik sekali?" kata pria itu.
"Apa tuan Marrick menginginkannya?"
"Ya, tentu saja. Siapa yang tidak mau memiliki kekasih secantik gadis tadi. Kita ikuti terus mobil itu. Supaya aku tahu di mana dia tinggal.
"Baik, Tuan."
Di dalam mobil Stuart, Celine merasa mobilnya terus diikuti. Dia sesaat menoleh ke belakang. Lalu tak lama Celine berdecak.
"Kita diikuti, paman."
"A_apa?"
"Paman tenang saja. Arahkan mobilnya ke hotel saja. Biar aku yang urus sisanya."
"Tapi, Nona."
"Turuti saja mauku, Paman. Daddy tidak akan memarahimu. Aku hanya ingin tahu apa maunya orang-orang di dalam mobil itu."
"Baik, Nona."
"Besok paman tidak usah menjemputku ke apartemen. Minta tolong orang lain saja untuk menyewakan mobil untukku."
"Baik, Nona."
Stuart benar-benar berbelok di hotel. Setelah Celice memberitahukan nomor ponsel pada Stuart, dia masuk ke dalam hotel. Matanya sempat melirik mobil yang mengikutinya. Mobil itu juga berhenti di hotel itu untuk beberapa saat.
Celine tak memperhatikan langkahnya saat memasuki hotel hingga tanpa sadar dia menabrak tubuh seseorang hingga membuatnya terhuyung. Namun, beruntung seseorang menahan tubuhnya.
Celine langsung membungkukkan badannya. "Maafkan aku, Tuan. Aku benar-benar tidak sengaja."
"Apa kau buta?" tanya pria itu dengan nada sinis dan datar. Mendengar ucapan yang cukup mengesalkan itu, Celine mengangkat wajahnya dan menatap pria di depannya dengan tajam.
Saat kedua tatapan mata mereka bersirobok, Celine justru terpaku dengan wajah tampan pria itu.
"Selain buta, ternyata kau juga tuli?"
"Ah, sial. Kenapa hari pertama di negara ini aku harus bertemu orang-orang menyebalkan seperti mereka," gumam Celine. Namun, pria di depannya masih bisa mendengar dengan jelas ucapan gadis itu.
"Apa katamu?"
Celine tersenyum miring. "Oh, ternyata kau juga tuli rupanya."
Orang-orang yang berdiri di belakang pria itu tampak terbelalak kaget mendengar ucapan gadis yang sangat berani itu.
Pria tadi tersenyum, rupanya gadis ini belum tahu siapa dirinya.
"Kau salah mencari musuh gadis kecil," ujar pria itu.
"Ada apa Damian?" Seorang wanita cantik menghampiri pria itu, pakaiannya sungguh kekurangan bahan menurut Celine.
"Hanya gadis ingusan yang sedang mencari masalah."
"Dengar Paman! Pertama aku tidak suka membuat masalah. Aku menabrakmu dan aku sudah mengatakan maaf tadi, tapi karena kau sudah tua, mungkin pendengaranmu mulai menurun, tapi kemudian kau mengataiku buta dan tuli. Kau itu benar-benar orang yang sangat menyebalkan."
"Sudahlah, Damian. Jangan didengarkan omongannya."
"Ya, sebaiknya jangan dengarkan aku dan pergilah, paman. Ku harap aku tidak bertemu denganmu lagi."
Damian mengepalkan tangannya, sudah 2x gadis di depannya itu memanggil dirinya paman. Apa wajahnya setua itu?
"Kau tunggu saja, aku akan membuatmu menyesal telah berurusan denganku."
"Let's see aku tunggu tantangan darimu." Celine tersenyum manis dan lalu pergi meninggalkan Damian dan rombongannya.
Mereka semua tidak menyangka ada orang yang berani pada tuan mereka. Terlebih lagi itu adalah seorang gadis cantik. Sungguh sangat menarik.
"Sudah lah honey, kenapa kau tampak begitu kesal."
"Chester antar Zenya pulang ke apartemennya."
"Tapi, honey .... "
"Aku lelah Zen, aku mau istirahat."
Damian memutar langkahnya kembali ke lobi hotel. Teriakan panggilan Zenya kekasihnya sama sekali tak dia pedulikan. Entah kenapa Damian merasa terganggu dengan panggilan yang Celine sematkan pada dirinya.
Celine memesan kamar hotel dengan santai. Dia menyerahkan kartu debit nya untuk pembayaran kamar itu. Setelah mendapat key card nya Celine segera berjalan menuju lift. Dia menekan tombol lift, sembari menunggu pintu lift terbuka, Celine menyalakan ponselnya yang sejak kemarin sore dia matikan.
Saat pintu lift terbuka, Celine terkejut saat sebuah tangan kekar menariknya masuk ke dalam lift itu.
"Hei, kenapa kau lancang menyentuhku!" Pekik Celine kesal. Dia menatap tajam pemilik tangan lancang itu. Namun, mata Celine langsung terbelalak kaget.
"Kau .... "
"Apa maumu?" tanya Celine kesal.
"Kau salah mencari lawan, gadis kecil." Damian menatap Celine tajam
Celine tersenyum miring. "Kau yang salah, Paman. Atau, jangan bilang kau tertarik padaku?"
"Aku tertarik padamu? Jangan mimpi."
Ting!
Bunyi lift berdenting. Namun, baik Damian dan Celine tak ada yang keluar. mereka masih saling melempar tatapan tajam.
"Jika kau tidak tertarik padaku, kenapa kau memilih mengikutiku daripada mengantar kekasihmu pulang. Oh ayolah, aku bukan gadis polos yang bisa kau perdaya."
"Jika kau tidak bisa diam, Aku akan membuatmu menyesal telah berbicara."
Ting!
Lift kembali berdenting, kali ini Damian keluar sembari menarik tangan Celine.
"Hei, lepaskan tanganku."
Celine meronta. Namun, Damian tetap memegang tangan gadis itu. Saat Damian akan menempelkan key cardnya, Celine menggigit tangan Damian.
"Oh, ****."
Celine segera melangkah menuju lift dan menekan tombolnya dengan kesal. Dia bersedekap sembari menunggu tanpa menggubris Damian. Damian kembali mendekati Celine. Tidak akan dia lepas gadis yang telah berani menentangnya.
Saat pintu lift terbuka, Damian hendak menarik tangan Celine. Namun, gadis itu dengan kekesalannya menendang perut Damian. Karena tak menyangka akan mendapat serangan dari Celine. Damian hampir saja terjengkang. Pintu lift tertutup, Damian mengumpat kesal.
Celine menekan nomor lantainya dan juga menekan beberapa nomor lantai lain. Tujuannya untuk mengelabui Damian. Celine mengurungkan niatnya untuk menginap di hotel itu. Karena firasatnya buruk.
Celine mengembalikan key card yang belum dia pakai. Dia langsung keluar mencari taksi untuk pergi dari hotel itu.
"Sial, mau liburan, tetapi malah bertemu paman menyebalkan itu."
Sementara itu, Damian sangat kesal. Dia tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh wanita mana pun. Damian segera mengambil ponselnya dan menghubungi Chester, asistennya.
"Chest, setelah mengantar Zenya, kau cari tahu soal gadis tadi."
("Baik, Tuan.")
"Aku mau besok kau harus menangkapnya untukku. Beraninya dia berbuat ulah di depanku."
("Baik, Tuan.")
Damian masuk ke kamarnya, dia tersenyum miring. Tak akan dia lepas gadis itu meski harus memburunya hingga ke liang lahat dia tak peduli. Tidak ada yang pernah berani menyinggung dirinya dan baru gadis itu yang berani padanya.
"Aku pasti akan menangkapmu, gadis kecil," ujar Damian.
Damian langsung masuk ke kamar mandi. Dia berdiri di depan cermin wastafel. Damian memperhatikan wajahnya, dia ingin memastikan apakah benar wajahnya semakin terlihat tua?
Celine sampai di apartemen yang disediakan oleh ayahnya. Semua administrasi atas nama Stuart, jadi bisa dipastikan tidak akan ada yang bisa menemukan Celine, selama dia ada di dalam apartemen itu.
Celine merebahkan tubuhnya, Rasanya lelah luar biasa apalagi di luar hujan mulai turun dengan lebat. Sejenak Celine teringat akan mommynya. Dia mengambil ponselnya di saku mantelnya, Celine mencari nomor ibunya.
Beberapa kali deringan barulah panggilannya dijawab oleh ibunya.
"Ada apa anak nakal?"
"Aku baru sampai, Mom. Aku akan segera pulang," kata Celine. Meski berkata begitu, air muka Celine tampak sendu. Apalagi dia baru saja mengalami kejadian tak mengenakkan hatinya semakin getir karena dia merasa bersalah pada ibunya.
"Mom, i'm sorry."
"Jangan dipikirkan, Mommy hanya minta kau jaga dirimu. Jangan sampai sakit karena tidak akan ada yang membuatkan bubur untukmu."
"Ya, mom. Aku mau tidur dulu. Sampaikan salamku untuk daddy. I love you."
Celine mematikan teleponnya. Dia bangkit untuk melepas mantelnya. Celine melakukan room tour kilat di apartemennya.
Celine tersenyum saat membuka kulkas. Ayahnya benar-benar memperhatikan dirinya sampai sedetail itu.
Celine sebenarnya ingin kuliah di sana, tapi kejadian tadi dengan pria bernama Damian membuat Celine urung dan akan mencari universitas di kota lain di negara itu.
Celine harap tak akan pernah lagi berurusan dengan Damian, dia tahu Damian bukanlah orang biasa. Jangan sampai pria tadi muncul lagi dan menganggu hidupnya.
Tapi siapa yang akan tahu? Apa yang akan terjadi nanti?
***
Keesokan harinya, Damian membanting gelas yang ada dalam genggamannya. Chester baru saja memberi laporan jika dia tidak bisa menemukan jejak Celine.
"Apa begitu sulit mencari seorang gadis?"
"Kami hanya tahu identitasnya bernama Josceline Alexander. Selebihnya tidak ada info apapun."
"Menurutmu?"
"Dia bukan gadis biasa, Tuan," jawab Chester.
"Jadi menurutmu begitu?"
"Ya, Tuan."
"Bagaimana dengan Zenya?"
"Kemarin nona Zenya marah-marah dan ku rasa dia sudah menghubungi Ibu anda."
"Biarkan saja. Aku sudah kebal mendengar omelan ibuku. Yang terpenting yang perlu kau ingat, kau harus mendapatkan gadis itu bagaimana pun caranya."
Chester hanya bisa mengiyakan perintah bosnya, meski dia merasa ada yang aneh dengan tuannya. Hanya karena masalah sepele dia mengincar gadis itu.
Chester tak tahu jika hal sepele itu telah melukai harga diri atasannya. Damian sejak dulu digilai banyak wanita. Namun, hanya gadis itu yang tak menganggapnya.
Damian Roberto, pria berusia 30 tahun. Dia memiliki usaha di bidang pelayaran, dan memiliki sekitar 50 kapal pesiar. Selain usahanya itu, Damian juga merupakan seorang mafia, penyedia senjata api ilegal.
Damian memiliki seorang kekasih bernama Zenya. Namun, bukan berarti dia cinta pada wanita itu, Damian terpaksa memacari Zenya agar ibunya tidak terus menerus mencarikannya jodoh.
Damian bukan tidak bisa mencari pasangan, Dia hanya malas berurusan dengan wanita. Akan tetapi, kemarin ada seorang gadis yang membuat seorang Damian merasa terusik harga dirinya dan wanita itu adalah Celine.
Saat ini Damian sedang berada di atas kapalnya. Dia sedang ada janji dengan rekan bisnis dunia bawahnya.
Di atas kapal itu, banyak anak buah Damian yang bersiaga karena Bos mereka akan melakukan transaksi besar.
"Tuan. Tuan Yamamoto sudah tiba."
"Ajak dia ke ruangan biasanya dan siapkan minuman yang kemarin aku pesan."
Damian langsung menuju ke ruangan khusus untuk bertransaksi. Rekannya dari Jepang membungkuk memberikan hormat pada Damian. Damian pun membalasnya dengan gestur yang terlihat sangat luwes.
"Apa kabar, tuan Yamamoto."
"Selalu luar biasa, tuan Damian. Apa senjatanya sudah siap?"
"Tentu saja, aku selalu menepati ucapanku." Damian memberi isyarat pada Chester untuk mengambilkan barangnya. Asisten Yamamoto juga menyiapkan uang yang mereka bawa dalam koper.
Barang yang dipesan tuan Yamamoto sudah diletakkan di atas meja. Damian membuka penutupnya dan menunjukkannya pada tuan Yamamoto. Pria asli keturunan Jepang itu tampak puas dengan barang itu.
Transaksi sejauh ini berjalan dengan lancar, sampai tiba-tiba ....
"Tuan, kapal kita di kepung!" Seru salah seorang anak buah Damian. Damian mengumpat. Dia menatap rekan bisnisnya dengan tajam.
"Aku tidak mungkin menghianatimu, tuan Damian."
"Bawa barangnya dan berikan uangnya. Anak buahku akan mengeluarkanmu dengan aman," kata Damian.
Chester mengambil alih tugas mengamankan tuan Yamamoto. Sedangkan Damian sudah bersiap dengan mengeluarkan dua buah pistol dari balik jasnya.
Damian berjalan keluar dari ruangannya. Dia ingin tahu siapa kali ini yang ingin ikut campur dengannya.
Belum sempat melihat dimana musuhnya, Damian tiba-tiba mendapat tembakan. Pria itu semakin mengumpat karena bahunya terserempet peluru.
"Oh, aku akan habisi siapapun yang berani menggangguku."
Tak dapat dielakkan aksi tembak-tembakan itu pun terjadi. Namun, itu bukanlah masalah bagi Damian. Dalam sekejap semua musuh berhasil ditumpas.
"Apa kalian sudah mendapatkannya?"
"Sudah, Tuan. 2 orang dalam keadaan pingsan sudah dibawa Matius ke markas."
"Bagus. Siksa mereka sampai mereka mengakuinya."
Damian pergi dari area kapalnya, karena anak buahnya akan melakukan pembersihan. Biasanya mereka akan membuang mayat musuh-musuhnya ke tengah lautan.
Jangan salahkan dia bersikap kejam, karena prinsip Damian, dia akan membunuh siapapun yang berani mengusik organisasinya.
"Kau kedatangan tamu lagi, Dam?" Seorang pria tampan berdiri di depan mobil Damian.
"Hmm, untuk apa kau kesini?"
"Aku sudah mendapatkan apa yang Chester mau. Kau tidak mungkin tertarik dengan seorang gadis kan?"
"Tutup mulutmu Mateo atau kau akan berakhir sama seperti mereka. Sekarang katakan cepat di mana gadis itu?"
"Wow, kau sungguh tak sabar rupanya."
Mateo langsung menunjukkan rekaman seorang gadis yang memang dicari oleh Damian. Senyum tipis terukir di bibir pria itu. Mateo sampai merinding melihat senyum sepupunya yang sangat jarang terlihat.
Setelah cukup lama mengurung diri di kamar, Celine akhirnya merasa tak tahan. Paman Stuart sudah mengiriminya mobil yang dia inginkan. Jadi dia akan berkeliling dan melanjutkan niatnya liburan.
Namun, Celine sama sekali tak tahu jika Damian sudah menyebar beberapa anak buahnya untuk mengawasi apartemen Celine.
Celine memakai celana jeans hitam dan sweater berwarna putih. Dia juga memakai syal berwarna hitam. Celine menggerai rambutnya.
Seperti biasa Celine selalu memakai tas kecil yang melingkar di dadanya. Tas itu berisi uang tunai dan kartu penting. Celine selalu menyembunyikan tas itu. Karena menurut Celine itu sangat perlu. Mengingat jika sewaktu-waktu dirinya bisa menjadi korban penjambretan.
Celine turun ke basemen mengambil mobilnya. Dia tak tahu jika sejak dirinya berdiri di samping mobil, sudah ada dua orang yang mengawasinya.
Dua orang itu mengawasi Celine dari jarak aman. Mereka sudah terbiasa menjadi mata-mata.
Celine menjalankan mobilnya. Seharusnya dia pergi saat musim panas bukan musim dingin, tapi dia harap dia tetap bisa mendapatkan best moment dalam liburannya.
Celine tiba di Disney Land. Matanya berbinar, ada sisi kekanak-kanakan dalam diri Celine yang sekarang tampak mendominasi.
Setelah membayar tiket masuk, Celine mulai menjelajahi seluruh tempat di Disney Land. Celine sesekali mengambil foto dirinya dengan kamera ponsel. Anak buah Damian pun mengikuti Celine dari jarak yang cukup jauh. Namun, masih bisa tetap mengawasi gadis itu. Salah satu dari mereka mengambil foto Celine dan mengirimkannya pada Damian.
Damian sedang duduk di sebuah mini bar di dalam kapal pesiar. Dia menatap foto Celine yang dikirim oleh anak buahnya dan hampir saja dia menyemburkan minumannya.
Damian menatap foto itu dengan seksama, sungguh pemandangan yang sangat jauh berbeda. Kemarin dan sekarang. Ekspresi Celine sungguh membuat seorang Damian semakin penasaran.
"Mulai sekarang kau akan menjadi buronanku, Josceline Alexander," gumam Damian.
Seulas senyum tipis kembali terukir di bibirnya dan hal itu membuat Chester dan Mateo merinding.
Kedua orang kepercayaan Damian itu saling melempar tatapan. Mereka tahu, arti senyuman itu. Berarti Damian sangat menginginkan gadis itu. Entah apa yang akan Damian lakukan, tapi yang pasti itu bukan sesuatu yang baik.
Celine tampak puas berjalan-jalan. Tanpa terasa waktu sudah beranjak sore. Celine memutuskan untuk kembali ke apartemennya.
Dalam perjalanan, cuaca tiba-tiba berubah dengan cepat. Hujan tiba-tiba turun. Semula hujan tak terlalu lebat. Namun, lama kelamaan hujan semakin lebat.
Celine menepikan mobilnya, Dia tak dapat melihat apapun di depan. Dia khawatir jika tetap nekat mengemudi, dirinya malah justru tak selamat. Jarak dari Disneyland hingga apartemennya cukup jauh. Celine tak mungkin melanjutkan perjalanannya apalagi tadi di berita mengatakan jika di sana akan terjadi hujan badai.
"Sungguh sangat menyebalkan. Kenapa hujannya harus sekarang," ujar Celine menggerutu.
Celine melirik kiri kanannya, siapa tahu ada restoran siap saji atau hotel. Jujur saja, saat ini dirinya lapar dan mengantuk.
Anak buah Damian lagi-lagi mengirim foto pada Damian, tapi kali ini alis Damian tampak bertaut. Pria itu segera menekan tombol panggil.
"Halo."
"Ya, Tuan?"
"Apa dia terjebak di dalam mobil?"
"Iya, Tuan. Jarak pandang kami terbatas karena hujannya sangat lebat."
"Jika begitu tangkap dia dan bawa dia ke hadapanku."
"Baik, Tuan."
Dua anak buah Damian saling melempar tatapan mereka akhirnya kembali menjalankan mobilnya dan memepet mobil Celine.
Celine menatap mobil itu dengan tajam. "Oh, apa lagi sekarang?" gerutu gadis itu.
Dua orang pria mengetuk kaca mobil Celine. Celine membuka sedikit kaca jendelanya.
"Ada apa, Pak?"
"Bisa kami minta tolong?"
"Apa?" Celine menatap kedua orang itu curiga. Jika hanya meminta tolong kenapa mereka harus turun bersama?
"Keluarlah dulu nona."
"Aku tidak mau basah, cepat katakan apa yang kalian perlukan," ujar Celine tak sabar. Dia merasakan gelagat aneh dua orang itu.
"Cepat turun atau kita gunakan kekerasan untuk membuatmu turun," kata salah seorang pria lainnya. Celine menghela napas kasar.
Dia mulai menyalakan mobilnya, tanpa mempedulikan kedua orang itu. Dua orang suruhan Damian itu saling melempar tatapan.
"Sebaiknya kalian minggir atau aku akan menabrak kalian.
Celine memundurkan mobilnya hingga membuat dua orang pria itu terkejut.
"Hei nona, kau sangat tidak sopan."
"Pergilah sebelum aku menendang kalian berdua."
"Bagaimana jika kami memaksa." Dua orang anak buah Damian tak peduli jika mereka basah kuyup. Yang mereka ingin segera menangkap gadis itu dan membawanya pada bosnya.
Pria yang tadi mengetuk kaca jendela memasukkan tangannya ke mobil Celine. Dia memaksa ingin membuka pintu mobil Celine.
Gadis itu buru-buru menaikkan kaca jendelanya. Tangan pria tadi masih terus berusaha. Namun, sayangnya semakin lama tangannya semakin terhimpit kaca jendela hingga akhirnya dia memilih menarik tangannya.
"Benar-benar bodoh." Celine langsung bermanuver menggertak dua orang itu dengan menginjak pedal gas hingga kedua pria itu melompat menjauhi mobil Celine.
Celine tersenyum sinis. Dia lantas segera pergi meski hujan masih sangat lebat. Entah mengapa di saat begini dia jadi teringat dengan Damian.
Apa jangan-jangan dua orang tadi adalah orang-orang suruhan Damian? Bisa saja kan?
Celine jadi merinding, sepertinya dia benar-benar salah menyinggung orang. Celine terus melajukan mobilnya menerobos derasnya hujan. Celine mengedarkan pandangannya dan melihat hotel. Dia segera berbelok sebelum orang-orang tadi mengikutinya.
Celine mengambil ponselnya terlebih dahulu, dia ingin menghubungi ayahnya dan mengatakan apa yang terjadi dengannya barusan. Namun, baru dering pertama, Celine tiba-tiba menekan ikon merah.
Tidak-tidak. Dia tak mau mengadu. Jangan sampai ijin liburan yang susah payah dia dapatkan harus sia-sia karena masalah ini.
Celine segera turun dari mobil dan menuju ke resepsionis. Dia lapar dan ingin makan.
"Bisakah kau memberitahuku dimana letak restoran?" tanya Celine.
"Restoran kami berada di lantai atas Nona. Anda bisa kesana."
"Terima kasih." Celine pun bergegas menuju lift agar bisa segera ke restoran. Perutnya benar-benar sudah lapar karena tadi dia hanya mengganjal perutnya dengan sepotong roti.
Celine melupakan kejadian tadi. Dia memang bukan tipe orang yang berlarut-larut. Saat lift terbuka, Alis Celine sedikit terangkat karena dia melihat seorang wanita berdiri memeluk mesra seorang pria. Namun, pria itu bukan pria yang sama seperti yang dia temui kemarin. Celine tersenyum samar.
"Kasihan sekali dia, ternyata wanita nya mendua."
Celine masuk ke dalam lift mengabaikan dua orang itu.
"Honey, kapan aku harus putus dari Damian? Aku sudah muak menempel padanya, dia sama sekali tidak mau menganggapku."
"Sabarlah, Zenya. Kau bahkan belum menguras seluruh hartanya," jawab pria itu lirih sembari melirik ke arah Celine.
Celine memasang wajah datarnya. Dia jadi merasa jika Damian adalah pria yang sangat menyedihkan. Ternyata seperti sebuah kebetulan, tujuan pasangan selingkuh itu rupanya sama dengan dirinya yaitu restoran. Celine memilih duduk di dekat jendela. Sedangkan Zenya dan prianya duduk tak jauh darinya.
Kadang tanpa Celine inginkan, matanya sesekali melirik pasangan menjijikkan itu. Celine lalu memanggil pelayan dan memesan makanan.
"Apa kau sendiri saja, Nona?" tiba-tiba suara seorang pria mengagetkan Celine. Celine memicingkan matanya, dia tak mengenal pria itu, tapi kenapa pria itu mendekatinya?
"Siapa kau?" tanya Celine, menatap tajam pria itu.
"Perkenalkan aku Marrick. Aku melihatmu sendirian saja. Apa aku boleh bergabung?"
"Maaf, sayangnya tidak. Aku sedang ingin sendiri dan sedang tak ingin di ganggu," jawab Celine ketus.
Pria itu tersenyum tipis mendapat penolakan dari gadis itu. "Baiklah, maafkan aku telah mengganggumu."
"Ya, pergilah dari hadapanku."
Gadis yang sangat menarik. Aku pasti akan mendapatkanmu, gadis cantik. Gumam pria itu dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!