NovelToon NovelToon

Terjebak Permainan Cinta

TPC (1)

Dengan jelas terdengar, dua orang saling mengikat janji pernikahan di altar. Seorang pria dan wanita itu terlihat serasi, prianya yang tampan dan pendampingnya yang juga cantik. Usai mengikat janji, mereka saling melingkarkan cincin pernikahan. Keduanya pun disahkan sebagai pasangan suami-istri.

Pemandangan yang indah, pengantin pria mencium lembut bibir pengantin wanitanya. Rona bahagia terlihat di wajah kedua pengantin. Diiringi tepuk tangan dan ucapan selamat, taburan kelopak bunga mawar pun berterbang ke udara sebagai tanda hari bahagia.

Semua orang berbahagia. Memberikan ucapan selamat juga hadiah. Jauh di dekat air mancur, seorang wanita cantik berdiri. Matanya menatap kedua mempelai yang sedang berfoto bersama. Dengan tatapan mata yang tajam dan juga senyum dinginnya, ia terus melihat arah yang sama.

"Ma ... " sapa seseorang yang baru saja mendekat.

Wanita itu berbalik, "Hai sayang, kamu darimana?" tanyanya pada seseorang yang berdiri di sampingnya.

"Dari belakang. Ayo, Ma. Kita harus ucapkan selamat pada Paman dan Bibi." ajak seseorang itu.

"Ya, tentu saja. Ayo," jawab wanita itu tersenyum sinis.

Wanita itu dan pria yang memanggilnya Mama pergi mendekati kedua mempelai untuk memberi ucapkan selamat.

"Selamat Ray, semoga kamu selalu bahagia. Aku akan terus mendoakan yang terbaik untukmu," kata wanita yang langsung memeluk pengantin pria.

"Kak, terima kasih. Selamat juga untukmu, karena Alex sudah lulus dari universitas," kata pengantin pria. Ia Menyambut pelukan Kakaknya.

Pelukan terlepas, Kakak penganyin pria tersenyum lebar mengusap wajah adiknya. Begitu juga sang Adik yang tersenyum menatap sang Kakak.

"Setelah delapan tahun, akhirnya kamu mau membuka hatimu. Aku sungguh bahagia," kata sang Kakak lagi, dengan mata berkaca-kaca.

"Semua berkatmu, Kak. Jika kamu tidak mengenalkanku pada Caroline, aku tidak akan berdiri disini saat ini." jawab pengantin pria.

Pengantin pria menatap pengantin wanita yang berdiri di sisinya. Pengantin wanita tersenyum tipis, menatap suaminya, lalu menatap Kakak ipar dan keponakan dari suaminya.

"Kakak iparmu tak bisa datang, ia sedang dalam masa sulit saat ini. Kamu tidak masalah kan?" tanya wanita cantik bernama Lily pada Adiknya, Raymond.

"Tidak masalah, aku juga tak ingin mengganggu Kakak ipar bekerja. Kedatangan Kakak dan Alex saja sudah membuatku bahagia," jawab Raymond.

Lily tersenyum, "Hari burukmu akan dimulai, Ray. Aku tidak sabar menantikanmu menderita," batin Lily tersenyum lebar.

Tidak ada yang tahu isi hati Lily, kecuali Alex dan Caroline. Raymond pun tidak tahu jika ada yang ingin mencelakainya, dan menantikan kematiannya. Dan orang tersebut adalah Kakaknya sendiri, Lily.

Lily menatap Caroline, ia mendekat dan mengucapkan selamat pada Caroline yang tidak lain adalah adik iparnya.

"Selamat sayang, semoga bahagia dan cepat melahirkan banyak keponakan untukku," kata Lily memeluk Caroline.

Caroline tersenyum tipis, ia menyambut pelukan Lily dan ia juga mendengar Lily berbisik di telinganya.

"Jangan lupakan apa yang sudah kita sepakati. Kamu harus segera melakukan tugasmu," bisik lirih Lily.

Caroline terkejut, ia melirik ke arah Raymond. Raymond menatap Caroline dan tersenyum, Caroline tak ingin suaminya curiga, ia pun segera tersenyum dan mengiyakan ucapan Lily.

"Haha..., iya, Kak. Pasti akan aku lakukan semuanya," Caroline melepas pelukan, "Aku akan melakukan kewajibanku sebagai seorang Istri, merawat dan mendampingi Raymond. Bukan begitu sayang?" Caroline mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Ya, tentu saja," jawab Raymond.

Lily mengangguk, "Ya, aku percaya padamu. Kamu pasti bisa menjaga adik kesayanganku."

"Selamat untuk Paman, dan juga Bibi. Aku turut berbahagia," kata Alex menatap Raymond dan Caroline.

"Terima kasih, Lex. Kamu bisa membantu bekerja di perusahaan jika kau ingin langsung bekerja," kata Raymond pada Alex.

"Ya, Paman. Terima kasih," jawab Alex.

"Terima kasih," kata Caroline lirih setengah ragu-ragu.

"Bibiku terlihat sangat cantik," puji Alex menatap Caroline.

"Tentu saja, dia sangat cantik. Jika tidak, Pamanmu ini akan terus sendiri sampai tua," jawab Raymond.

Caroline hanya tersenyum, ia tidak ingin banyak bicara atau berkomentar. Caroline sendiri tidak menyangka jika Raymond bersedia menikah dengannya hanya dengan kencan buta beberapa kali. Sikap Raymond yang dingin sempat menciutkan hati Caroline, dengan segala cara Caroline pun berhasil mengubah pendirian Raymond yang seperti gunung es.

***

Pesta telah usai. Semua tamu undangan sudah pergi meninggalkan tempat pesta. Raymond mengantar beberapa tamu penting, tinggal Caroline seorang diri yang sedang duduk menunggu datangnya Raymond.

"Bagaimana perasanmu? kamu bahagia menikah dengan Pamanku, Caroline?" tanya Alex yang tiba-tiba muncul dibelakang Caroline.

Caroline memalingkan wajah menatap Alex, "Jangan terlalu dekat denganku. Kita tidak sedekat itu, Lex." kata Caroline melihat sekeliling.

Alex tersenyum masam, "Kamu berani bicara seperti itu? jangan karena kamu cantik, kamu bisa sesombong itu. Ingatlah, jika bukan karena Mamaku, kamu tak akan bisa masuk dalam keluarga kami." kata Alex mengejek Caroline

"Aku tidak butuh ceramahmu. Tutup mulutmu dan pergilah," jawab Caroline kesal.

Alex mendekat dan berbisik, "Sayang sekali, jika bukan karena kepentingan Mamaku. Sekarang kamu adalah pengantinku. Kamu terlalu cantik untuk dinikahi Pamanku." kata Alex sedikit kesal.

Caroline segera berdiri dari duduknya, "Cukup, Alex. Sekarang aku adalah Bibimu, jaga sikapmu dan ucapanmu. Aku akan adukan pada Pamanmu nanti jika kamu berani macam-macam padaku," ucap Caroline semakin kesal.

"Hahaha," Alex tertawa, "Kamu sangat manis Caroline, sungguh, aku tidak akan tahan jika kamu bersikap seperti ini padaku." kata Alex menatap Caroline.

"Aku akan hitung sampai tiga, jika hitungan ketiga kamu masih disini, aku akan teriak!" ancam Caroline.

Alex meninggikan dua alisnya, "Sial, wanita ini. Bagaimana bisa ia mengancamku seperti ini. Lihat saja nanti," batin Alex.

"Ok, aku akan pergi. Aku datang hanya ingin menyampaikan pesan dari Mamaku. Temui Mamaku besok pagi pukul sembilan, di tempat biasanya kamu bertemu Mama." kata Alex.

Caroline mengernyitkan dahi, "Bertemu? untuk apa?" tanya Caroline.

"Ikuti saja kemauan Mama. Jika tidak, Mamaku tak akan segan-segan padamu. Ingatlah, jika Mamamu butuh banyak biaya. Aku pergi dulu, cantik." pamit Alex yang langsung pergi meninggalkan Caroline.

Caroline terdiam, ia kembali teringat akan misinya. Alasan mengapa ia harus menikah dengan Reymond yang usianya terpaut jauh darinya, adalah demi menyelamatkan nyawa sang Mama. Bisa dikatakan, Raymond lebih tua Lima belas tahun tahun dari Caroline. Usia Caroline baru menginjak duapuluh tahun, sedangkan Raymond sudah berusia tiga puluh lima tahun.

Raymond adalah seorang duda, ia sudah pernah menikah, istri pertamannya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Selama delapan tahun menyandang status duda, kini akhirnya ia melepas statusnya dan menikah dengan Caroline. Wanita yang dijodohkannya oleh Lily lewat kencan buta.

Karena melihat sisi baik Caroline dan ketulusan Caroline, Raymond yang awalnya gigih ingin menduda pun akhirnya luluh. Ia menyukai Caroline yang perhatian dan peduli akan hal-hal kecil tentangnya.

TPC (2)

Alex berpapasan dengan Raymond. Alex tersenyum kaku dan menyapa Pamannya.

"Paman, aku dan Mama akan pulang. Sekali lagi, selamat atas pernikahan Paman dan Bibi." kata Alex.

"Ya, aku bertemu Mamamu beberapa saat yang lalu. Hati-hati dijalan dan terima kasih," jawab Raymond.

"Ya," jawab Alex.

Alex pergi meninggalkan Raymond. Raymond juga kembali melangkahkan kaki untuk menemui Caroline. Belum sampai tujuannya, ia menghentikan langkahnya karena melihat Caroline berjalan kearahnya. Dengan langkah lambat dan perlahan, Caroline menghampiri Raymond.

"Apa semuanya sudah pulang?" tanya Caroline ragu-ragu.

"Ya," jawab Raymond.

"Oh ..." Caroline ber-oh ria.

"Ayo, kita juga harus pergi. Aku lelah, ingin segera istirahat," kata Raymond.

"Oh, ya. Ayo," jawab Caroline lembut.

Raymond langsung berbalik dan pergi tanpa menatap Caroline lagi. Caroline merasa canggung, ia tahu jika Raymond adalah pria es yang dingin. Tidak ada kata-kata manis dan lembut yang keluar dari mulutnya. Kelembutan sesaat hanya didapatkan saat acara pernikahannya tadi.

"Aku harus bagaimana? bisakah aku melakukannya?" batin Caroline.

Caroline mengikuti Raymond, berjalan perlahan dibelakang Raymond. Sesampainya diparakiran, Caroline dan Raymond sama-sama masuk kedalam mobil. Raymond mengemudi mobilnya, melesat jauh meninggalkan tempat pesta.

***

Lily dan Alex ada dalam satu mobil. Lily sedang berbincang dengan Alex mengenai Caroline. Lily dan Alex sedikit berdebat karena sesuatu hal.

"Kamu sudah bicara padanya?" tanya Lily pada Alex, putranya.

"Ya, aku sudah sampaikan, Ma. Tapi ... " kata-kata Alex terputus.

"Tapi apa?" sambung Lily.

"Tidak ada apa-apa, Ma. Lupakan saja," jawab Alex, tak ingin berdebat dengan Mamanya.

"Lex, lihat Mama!" seru Lily.

Alex memalingkan wajah menatap Lily, Lily mengusap wajah Alex dan menasihati Alex. Ia tahu putranya sedang sedih, tapi ia tidak bisa mengabaikan keinginannya menyingkirkan Adiknya.

"Mama tau kamu sangat menyukai Caroline. Tapi kamu juga tahu kan, rencana kita tak boleh gagal. Jika sampai gagal kamu tak akan mendapatkan apa-apa." kata Lily.

Alex terdiam, Alex merasa kesal juga sedih, ada rasa kecewa juga dalam hatinya. Namu, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain patuh pada rencana Mamanya.

"Aku tahu," jawab Alex.

"Kamu menyukainya, tapi dia tidak menyukaimu. Dia menyukai uang," kata Lily lagi.

"Itu karena Mamanya sedang sakit. Dibandingkan Paman, aku jauh lebih tampan dan lebih muda," batin Alex kesal, tapi ia tidak mungkin bicara langsung pada Mamanya sesuai isi hatinya.

"Ya, Ma. Aku tahu," jawab Alex.

"Lupakan saja cinta sesaatmu itu. Mama akan carikan wanita yang tepat untukmu. Caroline mamang cantik, tapi dia bukan wanita yang cocok, dia hanya akan menyusahkanmu saja. Kamu lihat, betapa dia senang akan uang yang Mama berikan," jelas Lily.

"Sudah cukup, Ma. Jangan bahas Caroline lagi. Aku lelah membicarakannya," kata Alex protes.

"Kenapa Mama selalu begini. Lebih mementingkan keinginan pribadi, dibandingkan kebahagiaan putranya. Menjengkelkan saja," batin Alex.

"Ya, ya, ayo." jawab Lily.

Lily tahu putranya sedang kesal. Ia pun langsung diam karena tidak ingin membuat putranya semakin marah.

Lily berpikir, Calorine adalah wanita yang luar biasa. Yang bisa membuat putra kesayangannya jatuh cinta. Meski begitu, ia tidak akan pernah setuju kalau Caroline menjalin hubungan dengan Alex.

Alex menambah kecepatan laju mobil yang dikemudikannya. Alex dan Lily, mereka meninggalkan tempat pesta untuk kembali pulang ke rumah.

***

Sesampainya di rumah, Raymond langsung masuk dalam kamar. Caroline masih diam mengikuti Raymond masuk dalam kamar. Caroline bingung harus apa, ia segera mendekati Raymond yang sedang melepas jas.

"Biar aku bantu," kata Caroline membantu melepas jas Raymond.

Raymond menatap Caroline, ia tersenyum tipis membelai wajah cantik Caroline.

"Terima kasih," ucap Raymond lembut.

Caroline menatap Raymond, pandangan mata mereka bertemu. Caroline tersenyum tipis, tangannya bergerak melepas dasi kupu-kupu yang dikenakan Raymond.

Melihat kecantikan istrinya, membuat Raymond ingin melakukan sesuatu yang lebih. Dengan lembut ia menahan tengkuk Caroline dengan tangan kiri, dan memeluk pinggang Caroline dengan tangan kanan. Raymond mendekatkan wajahnya, mencium bibir Caroline. Ciuman hangat dan lembut, sentuhan Raymond membuat Caroline merasa tidak nyaman. Caroline tanpa sengaja mendorong Raymond yang dirasanya membuatnya tidak nyaman.

"Ma-maafkan aku, aku akan belajar perlahan." kata Caroline merasa gugup.

Caroline meletakan jas dan dasi di sofa. Dengan gerakan perlahan, ia membantu suaminya melepas kancing kemeja. Sungguh, ia merasa canggung. Ada rasa takut dan juga rasa gelisah yang tidak bisa diungkapkan.

"Aku tidak akan memaksamu. Lakukan sesuai yang kamu inginkan," jawab Raymond menahan diri.

Caroline menunduk, "Maaf," lirih Caroline.

"Tidak apa, aku tahu ini berat untukmu. Kamu sudah mencoba yang terbaik. Maafkan Kakakku yang sudah memaksamu bersamaku," kata Raymond lagi.

Caroline menggelengkan kepalanya perlahan, "Bukan karena itu, aku hanya masih belum siap jika kita

..." ucapan Caroline terhenti, ia langsung terdiam.

"Ya, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar siap. Aku tidak akan melakukan hal bodoh ini lagi. Jangan takut," ucap Raymond tersenyum, "Aku ingin mandi, kamu bisa berganti pakaian dan menghapus riasanmu." imbuhnya.

Caroline mengangguk, "Ya," jawab singkat Caroline.

Dengan langkah cepat, Raymond pergi meninggalkan Caroline menuju kamar mandi. Caroline menghela napas panjang, ia memejamkan mata dan membayangkan kejadian yang baru saja terjadi. Jantungnya berdegup kencang. Sebenarnya ia menahan diri didepan Raymond, sampai tubuhnya gemetaran.

"Tidak, aku tidak boleh punya perasaan apapun padanya. Aku harus melakukan apa yang diminta Nyonya Lily. Aku harus menemukan berkas dokumen itu lalu menukarnya, dan aku juga harus memberikan bubuk racun pada Raymond. Ahhh, sial! Kenapa hidupku seperti ini. Haruskah aku menjadi penjahat?" batin Caroline menyesali keadaannya saat itu.

Caroline membuka mata, ia segera berganti pakaian, ia juga langsung duduk di hadapan meja rias untuk menghapus riasannya.

***

Sepuluh Menit kemudian...

Pintu kamar mandi terbuka, Raymond keluar dari kamar mandi, ia berjalan mendekati tempat tidur sambil mengosok kepalannya dengan handuk.

Dari cermin Caroline melihat Raymond, "Sudah selesai?" tanya Caroline memalingkan wajah menatap Raymond.

Raymond menatap Caroline, "Ya. Jika kamu ingin mandi, pergilah," jawab Raymond.

"Ya, aku ingin mandi. Badanku terasa lengket," jawab Caroline, berdiri dari duduknya.

"Semua sudah disiapkan di kamar mandi, pilih apa yang kamu perlukan. Jika tidak ada kamu panggil saja aku, aku akan minta pelayan menyiapkan." kata Raymond.

"Tidak perlu, aku bisa pakai apa yang ada. Aku pergi mandi dulu," kata Caroline yang langsung pergi ke kamar mandi.

Raymond terdiam, ia tersenyum menatap Caroline yang berjalan kekamar mandi.

"Dia selalu menolak semua yang aku berikan," batin Raymond.

Raymond selesai mengeringkan rambut, ia menyisir rambutnya dengan jari, lalu pergi meninggalkan kamar. Ia tidak ingin membuat Caroline tidak nyaman karena keberadaannya.

TPC (3)

Caroline selesai mandi, ia mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Dibukanya pintu, ia keluar dan melihat sekeliling. Tidak ada siapa-siapa, hanya dirinya seorang.

"Dimana dia?" gumam Caroline.

Caroline duduk di depan cermin. Dengan perlahan masih mengeringkan rambutnya. Matanya menatap cermin, ia kembali terbayang akan ciumannya dengan Raymond.

Tanpa sadar Caroline menggigit bibir bawahnya dan meraba bibirnya sendiri.

"Raymond adalah orang pertama yang berciuman denganku. Sebelumnya aku tak pernah berciuman, bahkan berkencan." batin Caroline.

Caroline menyatukan bibir bawahnya dengan bibir atasnya. Matanya terpaku masih menatap ke arah cermin.

Tiba-tiba saja, ada suara pintu diketuk dari luar kamar. Caroline kaget, ia langsung memalingkan kepalanya menatap pintu kamarnya.

"Siapa?" tanyan Caroline dengan suara lantang.

"Saya, Nyonya. Bolehkah saya masuk," jawab seseorang dari luar kamar.

"Masuklah," jawab Caroline memberi izin.

Seorang pelayan wanita masuk setelah membuka pintu kamar. Caroline berdiri, ia berjalan menghampiri pelayan wanita itu.

"Ada apa?" tanya Caroline.

"Maafkan saya, Nyonya. Saya diminta Tuan untuk membantu Anda. Apa yang Anda butuhkan, Nyonya?" tanyanya ramah.

Caroline terdiam sesaat, "Aku tidak butuh apa-apa, Bibi. Bibi bisa kembali mengerjakan pekerjaan yang lain," jawab Caroline dengan suara yang lembut.

"Baiklah jika begitu. Nyonya ingin makan apa untuk makan malam? atau, apa makanan yang Anda sukai dan tidak sukai. Saya akan mengingatnya," tanya Bibi pelayan.

Caroline tersenyum, "Bibi, aku tidak pemilih soal makanan. Aku juga tidak punya alergi apapun. Tidak ada yang perlu dicemaskan," jawab Caroline.

Caroline juga menjelaskan. Jika kedepannya, Bibi pelayan tidak perlu sungkan padanya.  Ia akan memanggil atau meminta tolong, jika memang itu diperlukan.

"Saya mengerti, Nyonya. Anda bisa memanggil saya jika butuh sesuatu. Saya permisi," Bibi pelayan berpamitan untuk pergi meninggalkan kamar.

"Ya," jawab Caroline kembali tersenyum.

Bibi pelayan itu pun pergi. Caroline menutup pintu kamar dan kembali berjalan mendekati meja untuk mengeringkan rambutnya dengan pengering rambut, lalu merapikannya dengan sisir.

***

Tiba saatnya makan malam. Raymond dan Caroline duduk berdampingan. Pelayan sibuk menyajikan makan malam, malam itu banyak menu tersedia di meja makan.

"Banyak sekali," ucap Caroline menatap meja makan.

"Aku meminta Bibi Ann untuk memasak semuanya. Karena kamu tak mau memilih makan malam apa yang kamu mau," jawab Raymond menjelaskan.

"Ya, aku mengatakan pada Bibi jika aku tidak pemilih soal makan. Tapi ini terlalu banyak," jawab Caroline menatap Raymond.

Raymond tersenyum, "Makanlah semua, aku ingin istriku gemuk dan sehat," jawab Raymond.

"Apa? ka-kamu ingin aku gemuk?" tanya Caroline mengecilkan suaranya seperti berbisik.

Raymond mengambil sepiring steak dan memotongnya. Ia ingin memberikan steak itu pada Caroline.

Raymond menganggukkan kepala, "Ya, apakah ada yang salah dengan itu?" tanya Raymond.

Caroline terdiam, matanya terus menatap Raymond yang sibuk memotong steak. Sampai Raymond menatap Caroline dan tersenyum meminta Caroline segera makan.

"Sudah ku potong, ayo makan." kata Raymond. Meletakkam piring berisi steak yang sudah ia potong di atas meja, dihadapan Caroline.

Caroline menusuk steak dengan garpu dan melahapnya. Dikunyahnya perlahan, Caroline merasakan rasa steak yang dimasak Bibi pelayan.

Raymond menatap Caroline, "Bagaimana? apakah sesuai seleramu?" tanya Raymond.

"Ya, ini sangat enak. Aku suka," jawab Caroline  tersenyum.

Raymond tersenyum tipis, ia mengusap kepala Caroline dengan lembut. Caroline merasa canggung, sikap Raymond seakan berlebihan padanya. Caroline mencuri pandang menatap sekeliling, ia merasa malu jika sampai dilihat oleh para pelayan.

Raymond dan Caroline makan dengan tenang. Mereka bergitu menikmati makan malam saat itu. Suasana hening, keduanya hanya sesekali berbicara.

***

Dua puluh menit kemudian ...

Makan malam selesai. Raymond menyeka mulut Caroline agar bersih. Lagi-lagi Caroline merasa aneh dan canggung. Ia belum pernah diperlakukan seperti itu.

"Aku masih ada pekerjaan. Kamu bisa kembali ke kamar lebih dulu," kata Raymond.

Raymond berdiri dari duduknya, saat ingin melangkah pergi, Caroline memanggilnya dan langsung menyampaikan keinginannya.

"Apa aku boleh ikut bersamamu?" tanya Caroline tiba-tiba.

Raymond memalingkan wajah menatap Carolie dan mengangguk, "Ya, ayo. Temani aku menyelesaikan pekerjaanku," jawab Raymond mengulurkan tangan pada Caroline.

Caroline menatap tangan Raymond, lalu menatap Raymond. Dengan segera ia menggapai uluran tangan Raymond dan segera berdiri dari tempatnya duduk.

Keduanya pergi dari meja makan menuju ruang kerja Raymond. Caroline ingin lebih dekat dan mengenal Raymond. Agar misinya berjalan lancar, ia perlu melakukan pendekatan, bukan?

Diruang kerja, Raymond meminta Caroline duduk di sofa.

"Duduklah, aku akan selesaikan pekerjaanku dengan segera." kata Raymond.

Caroline mengangguk, "Hm, bekerjalah." jawab Caroline.

Raymond mengusap lembut kepala Caroline dan berjalan menuju meja kerjanya. Caroline duduk di sofa, ia menatap Raymond yang sudah mulai sibuk dengan komputer dan setumpuk berkas dokumen di atas meja.

"Terlihat sekali kalau dia pria pekerja keras. Apa dia memang sesibuk itu, ya?" batin Caroline penasaran. Ia ingin tahu bagaimana keseharian Raymond saat bekerja.

Mata cantik Caroline sesekali melihat sekeliling. Sesuatu membuatnya tertarik, ia melihat sebuah foto berukuran sedang, foto seorang wanita cantik.

"Hm, foto wanita? siapa, ya?" batin Caroline ingin tahu.

Perlahan Caroline berdiri dan berjalan mendekat. Dilihatnya dengan cermat foto itu. Mata Caroline melebar, wanita difoto itu sungguh cantik. Disamping wanita cantik itu ada Raymond yang juga tersenyum tampan.

"Apakah ini foto istri pertamanya?" batin Caroline menebak.

"Cantik sekali," batin Caroline lagi.

Caroline meraba foto itu perlahan. Caroline merasa tidak percaya diri, ia merasa kecantikannya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan wanita dalam foto yang ia lihat.

"Bagaimana bisa ada wanita secantik ini, ya? Apa dia benar-benar manusia? Wajahnya sangat cantik, matanya, hidung bahkan sampai bentuk bibirnya sempurna. Melihatnya bersanding dengan Raymond, mereka sangat serasi." batin Caroline memuji dan mengagummi fofo di hadapannya.

Cukup lama Caroline berdiri memandang foto di hadapannya. Sampai ia dipanggil oleh Raymond.

Dari meja kerjanya, Raymond melihat Caroline sedang menatap dan fokus pada sebuah foto di ruang kerjanya. Ia pun memanggil istrinya.

"Caroline," panggil Raymond.

Caroline tidak menjawab. Sepertinya Caroline terlalu fokus sampai tidak mendengar, jika Raymond memanggilnya. Karena panggilannya tidak dijawab, Raymond kembali memanggil Caroline.

"Sayang ... " panggil Raymond mesra.

Caroline terkejut. Ia seperti mendengar sesuatu. Ia pun memalingkan wajah dan menatap Raymond, "Ya ... a-apa kamu memanggilku? jawab Caroline ragu-ragu. Ia takut salah dengar.

"Ya, aku memanggilmu, tapi kamu tidak menjawabnya. Kamu sedang apa?" tanya Raymond.

"Tidak ada, hanya melihat-lihat saja." jawab Caroline.

"Kemarilah," kata Raymond meminta sang istri mendekat padanya.

"Ya? aku ke mana?" tanya  Caroline bingung.

"Ke sini. Mendekatlah padaku," kata Raymond.

Caroline berjalan perlahan mendekati Raymond. Ia penasaran, kenapa ia dipanggil oleh Raymond dan diminta mendekat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!