“Dasar anak nakal.”
Suara seorang pria berumur menggelegar ketika sambungan telepon dari sebuah pangilan terputus. Julian Oliver pangusaha ternama di negara itu melangkah cepat menuju ruang kerja, mengambil sebuah stik golf yang ada disisi lemari brangkasnya. Kemudian melangkah keluar dengan terburu-buru.
Arabella gadis cantik dengan rambut sebahu pemilik manik indah itu berapapasan dengan ayahnya di pintu utama mengenyerit bertanya, untuk pertama kalinya Ayahnya tidak memberi sambutan hangat. Pria tua itu berjalan melewatinya dengan wajah penuh amarah
”Ayah.”
Julian mengabaikan panggilan putrinya lalu masuk kedalam mobil.
”Pak Sam, ada apa? Ayah mau kemana?” Tanya Arabella, ia memutar langkahnya bahkan sebelum ia masuk kedalam rumah.
”Nona? Maaf. Tuan besar ingin kekantor.”
“Kekantor? Sejak kapan kantor kita ada lapangan golfnya ?”
Gumam Arabella.
”SAMUEL!!!”
Teriakan Julian berhasil membuat Sekertaris Sam terkejut, ia kembali melanjutkan langkahnya“Maaf nona Bella, saya harus pergi.”
Untuk sesaat Bella terdiam melihat wajah Julian yang sudah duduk dikursi belakang
“Kak Raja.” Gumamnya menyadari sesuatu yang lebih buruk telah terjadi. “Pak Sam, Bella ikuy!.” Teriak gadis itu disela langkahnya, dalam sekejab kini Ellena duduk disisi pak Sam-sekertaris ayahnya.
”Tapi Nona…”
“Jalan pak Sam.”
Keheningan berlanjut Sepanjang perjalanan menuju perusahaan, sesekali Bella melirik Julian yang tampak menahan amarah, rahangnya mengeras bahkan wajahnya belum juga kembali normal ke warna aslinya.
“Pak Sam, apa Kak Raja membuat ulah lagi?” Bisik Bella, sedangkan Pria yang hampir seumur dengan ayahanya itu fokus pada jalan yang sangat sepi didepan.
“Khmm aya…”
“Diam Arabella.”
Arabella langsung mengunci mulutnya, bahkan melirik Julian pun tak berani. Gadis itu tahu jika ayahnya sudah memanggil namanya dengan lekap Julain benar-benar marah.
.
.
.
Mobil mewah hitam pekat berhenti tepat di depan grup Athena, perusahan terbesar di Negara ini yang dipimpin langsung oleh Julian Oliver. Pintu Mobil bagian belakang terbuka bahkan sebelum Sekertaris Samuel turun guna membukanya, pria tua dengan stik golfnya turun dengan tergesa-gesa, mengabaikan semua sapaan dari staf perusahaan itu.
Beberapa dari mereka saling melirik dan berbisik, tuan Julian yang selama ini selalu ramah terlihat sangat berbeda hari ini.
”Ayah, apapun masalahnya ayah tidak boleh seperti ini.” Ucap Arabella frustasi sembari mengimbangi langkah Julian. “Jika kak Raja melakukan kesalahan, biar Bella yang ngomong sama dia?”
Julian lagi-lagi mengabaikan ucapan putrinya, ia bahkan mempercepat langkahnya menuju pintu lift yang hampir tertutup.
“Ayah!”
Sial, pintu lift tertutup bahkan sebelum Arabella dan Samuel ikut masuk.
“Pak Sam tangga, lewat tangga!”
“Tapi nona…”
“Pak Sam, ini situasi genting. Kalau kita terlambat sedikit saja. Terjadi pertumpahan darah antara pemilik dan pewaris tunggal grup Athena, pak Sam kau akan kerepotan menggelar upacara kematian. Mau?”
Pak Sam menggeleng
”Kalau begitu lewat tangga darurat saja.”
”Lalu anda bagaimana?”
Dengan wajah polos dan tak berdosa Bella menunjuk lift didepannya. “Labih baik kita menggunakan dua alternatif agar sampai dipuncak gedung ini. Aku atau pak Sam lebih dulu sampai menghentikan musibah ini.”
...****************...
Brak…!!!
Julian menabrakan tubuhnya dengan penuh amarah, menerobos masuk ke ruangan putranya yang sedang melakukan meeting. Sontak seluruh petinggi perusahaan menoleh ke satu arah, berdiri menyambut kedatangan Julian.
“Ayah, ada apa?”
Raja Oliver Argantara. Laki-laki dengan pahatan nyaris sempurna itu ikut kaget dan langsung berdiri saat Julian-ayahnya tiba-tiba muncul dengan sebuah stik golft.
”Selamat datang tuan Julian maaf kami…”
“Keluar, aku ingin bicara dengan putraku.”
Tak ada yang berani membantah atau menyanggah kata-kata yang keluar dari mulut pemilik grup Athena. Bahkan Raja sekalipun sebagai seorang anak.
”Ayah ada ap…”
”Kau…”
Brak!
Pahatan dari kayu jati berserakan dilantai setelah terkena stik golf milik Julian. Untung saja Raja sudah menduganya dari awal sehingga laki-laki itu bisa menghindar.
Raja, melihat ayahnya mengamuk seperti orang gila, mengayunkan stik golf sebagai senjata kearahnya.
Bodoh jika Raja tidak tahu kesalahan apa yang dilakukan oelaynya sehingga pria berumur penuh wibawah itu semarah ini “Ayah. Tenangkan dirimu! Kita bicara baik-baik.” Raja berusaha membujuk Julian yang terlihat sangat emosi
”Kamu masih ingin bicara baik-baik setelah apa yang kau lakukan pada putri tuan Willian HA?” Bentaknya
Brak.
Sekali lagi ayunan stik golf itu mengenai figura yang berjejer di meja Raja.
“Apa yang aku lakukan?”
“Kau masih bertanya? Kemari, ayah beri tahu kesalahan apa yang sudah kau lakukan anak bodoh.”
Tuan Julian hanya memiliki dua orang anak, seorang putra yang tampan dan putri yang cantik. Keduanya memilki sifat yang sangat jauh berbeda, Raja Oliver putra pertamanya calon pewaris grup Athena itu pria yang tampan , berkharismatik namun memilik sifat yang cuek, dingin, tertutup dan sangat keras kepala. Berbeda dengan Arabella Adinda Oliver, sifatnya turun dari Rossa-ibunya jauh lebih hangat ceria dan penyayang.
.
.
.
Fiuu.
“Kenapa jadi Raja yang salah? Bukannya ayah sendiri yang memintaku menemuinya?” Laki-laki itu terus menatap stik golf yang sudah terangkat keatas, tangannya sejak tadi terangkat berusaha melindungi kepalanya dari serangan brutal samg ayah. “Aku sudah menemuinya ayah. Lagi pula Sejak awal Raja sudah bilang sama ayah, kalau Raja tidak menginginkan perjodohan ini. Tapi, ayah tetap dengan pendirian ayah.”
”YAA, AYAH YANG SALAH RAJA OLIVER.” Suara Julian menggelegar, pria itu benar-benar marah sekarang. “Meski tidak menyukainya kenapa membuat seorang gadis menangis? Apa ayah dan Ibu pernah mengajarmu seperti itu?”
Raja mengehelai nafasnya lega, saat ayahnya menurunkan stik golfnya.
”Raja tidak melakukan apa-apa padanya, Raja hanya mengatakan kalau dia tidak menarik. Dandannya norak, potongan rambutnya seperti Dora, terus akhhh… Raja tidak mau ingat gadis itu lagi ayah.”
Kesabaran Julian benar-benar habis, rahangnya kembali mengeras. “Kau, bocah sialan. Hari ini ayah benar-benar akan menghabisimu Raja.”
Julian kembali mengangkat stik golfnya, Siap memukul putra sialan yang berhasil membuatnya naik pitam, namun… Tangan kecil menahannya dengan sekuat tenaga.
“Ayah, hentikan ayah! Ayah bisa terluka nanti.” Lirih Bella memohon.
“Minggir Bella, hari ini ayah akan mengahabisi kakak mu yang kurang ajar ini.”
“Ayah kendalikan diri Ayah” Tahan Arabella, disituasi seperti ini kemana perginya pak Sam? Apa lantai ini begitu jauh sampai-sampai dia terlambat melerai pertengkaran ini?
“Anak ini sudah kehilangan akal Bella, hari ini ayah akan mebuatnya sadar.”
Arabelle menggeleng cepat. “Tidak, tidak boleh. Jika ayah menghabisi kakak bagaimana dengan perusahaan? Siapa yang meneruskannya, Bella nggak mau mengurus perusahaan jika kak Raja kenapa-napa nanti.”
Bola mata Raja hampir saja meloncat keluar saat mendengar apa yang baru saja terlontar dari bibir adiknya.
“Hey. Kau bocah tengil.” Teriak Raja marah.
“Hey. Kakak tidak punya hak memanggilku seperti ini.” Balas Arabella. “Andai Ayah punya tiga anak aku tidak akan datang menyelamatkanmu.”
“Wah…”
“Maka dari itu Kau sebagai pewaris tunggal perusahaan ini harus bertahan hidup dan ber-umur panjang.” Arabella kembali menatap ayahnya penuh kepiluan. “Ayah, hentikan!”
“Kalian berdua? Aaaauuuu… Akhhh!!!” Julian tiba-tiba menjatuhkan stiknya, memegang tengkuknya yang menegang.
”Ayah,,,”
Teriak Raja dan Bella secara bersamaan, menuntun Julian untuk duduk dikursi.
“Kan, tekanan dara Ayah pasti naik.” Gerutu Bella
...****************...
“Ayah minum dulu!”
Julian menerima segelas air hangat dari putrinya kemudian meminumnya hingga tandas. Bella hanya bisa menghelai nafas panjang melihat ayah dan kakaknya yang tak pernah akur hanya karena masalah sepeleh. Gadis itu hanya pergi selama seminggu tapi sudah seperti ini. Bagaiman jika Arabella pergi sebulan?
“Apapun masalahnya jangan lakukan seperti tadi. Itu bahaya untuk kesehatan ayah sendiri.”
Julian sontak mengarahkan telunjuknya pada Raja. “Ini semua karena kakakmu, ayah sudah pusing melihat tingkahnya.”
Sesaat Raja mengangkat pandangannya pada Julian kemudian kembali tertunduk kaku dengan pandangan mata kearah lain. Enggan menatap mata penuh intimidasi yang dilayangkan ayahnya. “Dia menolak perjodohan yang ayah atur, dengan alasan tidak jelas. Dia mengatakan mata Putri tuan Wilson sangat tajam membuatnya takut, kemudian putri Nyonya Adira hidungnya pesek itu tidak cocok diwajah bukat gadis itu, Kenya putri tuan Arkana dan hari ini dia mempermasalahkan potongan rambut putri tuan Willian. Kau ben-… akhh!” Julian kembali meringis kesakitan ia memegang tengkunya yang menegang. Mendongak berusaha menenangkan dirinya.
“Cukup Ayah!” Protes Arabella. “Jika kak Raja tidak mau menikah jangan dipaksa. Aku tidak mau hanya karena mengurusi calon bujang lapuk ini ayah sakit. Ayah lebih berharga dari segalanya.”
Raja melirik adiknya tajam. “Apa? Bbbb… bujang lapuk? Kau?”
”Ehey… Jangan berteriak pada putriku. Memang benar kau bujang lapuk, ayah yakin tidak akan ada lagi gadis yang mau menemuimu karena sifatmu yang buruk itu.”
Arabella tersenyum kearah kakanya penuh kemenangan.
“Bagus. Raja juga tidak ada niat untuk menikah ayah. Jadi, hentikan! Semuanya percuma saja.”
“Terus kamu ingin apa? Selamanya seperti ini? Berharap pada sesuatu yang sudah jelas ayah tidak menyetujuinya.” Raja dia seribu kata, tangannya terkepal dibawah sana, laki-laki itu tahu arah pembicaraan Julian saat ini.
“Saat tahu gadis itu meninggalkamu ayah sangat senang. Karena dari awal ayah tahu jika gadis itu tidak mencintaimu Raja.”
“Ayah…”
“Diam kamu! Saat ini ayah berbicara didepanmu jadi dengarkan!”
Julian menghelani napas, menumpukkan sukunya pada paha. Pria paru baya itu menatap Raja. Hingga kemudian kalimat yang mengejutkan lolos dari mulut Julian.
”Ada anak temen ayah, Ellena. Lusa kita akan menemuinya” Lanjut Julian, kali ini berbeda dengan sebelumnya. Julian yang langsung turun tangan menemui gadis yang akan dijodohkan dengannya.
“Ayah , stopit. Raja sudah bilang tidak akan mau menikah dangan gadis-gadis yang ayah pilih untuk Raja. Tidak akan pernah.”
Julian mengangguk pelan, memasukkan tangannya di kedua saku celana yang ia kenakan, kakinya menyilang santai, menatap lurus kearah putranya. “Lalu kau akan menikah dengan siapa? Wanita itu?”
Atmosefer diruangan itu seketika berubah mencekam, Raja mengangkat tatapannya penuh intimidasi pada sang ayah. Melihat kebungkaman putranya Julian tersenyum miris.
“Jadi, tebakan ayah benar? Kau masih berharap pada wanita yang sudah menghianatimu?”
“Ayah ini tidak ada hubungannya dengan siapapun. Aku tidak ingin menikah karena keinginan ku, lagi pula Raja masih fokus dengan perusahaan juga kuliah magisterku belum selesai.”
”Itu karena kesalahan mu sendiri yang selalu menunda pendidikan.” Julian melirik kearah Bella sakras. “Katakan, berapa umur kakakmu?”
”Tiga puluh.”
”Kamu dengar Raja. Ayah masih memakluminya tapi, mengenai gosib kamu seorang gay ayah tidak terima. Bahkan dewan direksi mengadakan rapat secara tiba-tiba karena berita ini semakin mencuat ke publik. Mereka tidak manginginkan calon pewaris yang memiliki kelainan seksual, itu akan memperburuk citra perusahaan.”
Raja menghelai nafasnya panjang, hanya karena laki-laki itu tidak memiliki kekasih diusia yang cukup matang bukan berarti dia penyuka sesama jenis.
“Ayah itu hanya gosib. Aku normal.”
“Kalau begitu menikah saja apa susahnya?”
“Raja tidak mau.”
“Jadi, benar gosib itu?”
Bella yang sejak tadi begitu antuasias menunggu jwaban kakaknya. “Tidak ayah, aku normal. Hanya tidak ingin menikah, jangan memaksaku!”
“Itu artinya kak Raja benar-benar gay.” Gumam Arabella melemas.
“Diam Ellena.”
“Bagaimana aku tidak berfikri seperti itu, kakak tidak mau menikah, menolak semua gadis yang ayah jodohkan dan Selama ini kak Raja hanya bergaul dengan Leo dan om Edward. Gimana kita nggak mikir kayak gitu.”
Raja mengerang, mengangkat telunjuknya pada Arabella. “Kau gadis nakal, sekarang berada dipihak siapa?”
“Tentu aku selalu dipihak ayah.”
”Sudah.” Ucap Julian. “Sebelumnya ayah sudah katakan, temui gadis bernama Ellena Roselyn. Ayah sudah memutuskan menjodohkan mu dengannya. Ini muttlak tidak ada penolakan.”
Raja kalah, laki-laki itu hanya bisa diam menerima semua keputusan Julian. Lain halnya dengan Arabella, gadis itu seolah memikirkan sesuatu yang rumit.
“Ellena, Ellena Roselyn Hazelt Kheil?”
Julian mengangguk saat nama itu terlontar di bibir Arabella.
”Ya, dia putri teman ayah. Kau mengenalnya Bella?”
Arabella menggeleng cepat dengan senyuman memaksa. “Tidak ayah.”
Gadis itu memalingkan wajahnya enggan menatap Raja yang sejak tadi menatapnya sakras, seolah menyedilik wajah gusar adiknya. Dari sekian banyak gadis di kota ini kenapa harus Ellena yang akan menjadi kandidat calon istri untuk kakaknya. Tak sekalipun hilang dibenak Arabella saat dia melabrak Ellena hanya karena kesalah pahaman kecil. Gadis itu sangat malu bahkan hanya sekedar mengingatnya saja.
Beberapa menit berperang dengan kepalanya sendiri Arabella bangun dari duduknya, menatap sang ayah dengan senyuman. “Karena ayah dan kakak sudah baikan, Bella mau pergi dulu.”
“He. mau kemana?” Tanya Raja tajam.
“Kekampus, Bella ada kuliah.“
“Bella, kau baru tiba setelah perjalan jauh. Apa kau tidak capek?”
Arabella menggeleng pelan. “Nggak Ayah, hari ini Bella harus melapor ke prodi.” Jelas Arabellas. “Lagi pula aku nggak mau kayak anak Ayah yang cowok itu. Udah tua, eh belum selesai kuliahnya.” Sindirnya seraya Gadis itu melangkah keluar setelah melontarkan ejekan pada Raja.
“Dasar bocah tengil.”
Raja Oliver Argantara
“Ellena.”
Gadis berambut hitam lurus sepunggung sedikit ikal bagian bawahnya menoleh cepat. Ia terpaksa menghentikan tangannya yang sejak tadi mengotak atik motor kesayangannya dibawah sana. Gadis itu bangkit setelah beberapa jam bergelut dengan alat-alat perkakas motornya.
“Ada yang nyari lo.”
Salah satu alis gadis itu terangkat penuh tanya. Begitupuny pria tampan berwajah dingin dibelakang Ellena, sorot matanya tajam tak bisa di artikan.
“Siapa Gas?”
Belum sempat pria bernama Bagas itu membalas pertanyaan Ellena, seorang gadis mungil dengan manik indah itu berjalan pelan mendekat kearahnya. Sontak membuat Ellena mundur selangkah, beberapa bulan berlalu soda dingin yang gadis itu lempar kewajahnya masih terasa setiap kali ia melihat wajah Arabella
”Akhh, aku datang dengan kedamain. Tidak ada insiden kaleng soda lagi.” Ucap gadis itu seketika menghentikan langkahnya
Ellena semakin mengenyerit penuh tanya, gadis angkuh yang beberapa bulan dia temui bahkan mengubah cara bicaranya.
“Masih ingat aku kan.”
Ellena mengangguk. “Sodanya juga masih inget.”
Tanpa aba-aba atau kesiapan Ellena, Bella memegang tangannya . Menggenggamnya erat. “Aku kesini datang untuk meminta maaf dengan tulus, hari itu aku benar-benar melakukan kesalahan. Jadi mohon maafkan aku El!”
Sekali hentak Ellena menarik tangannya. “Hey, kau gila? Apa kesambet penghuni pohon belimbing itu.”
“Tidak. Aku waras kok kak, aku datang dengan kedua kakiku meminta maaf dengan tulus. Lupakan kesalah pahaman kita waktu itu. Aku ingin mulai menjalin hubungan baik dengan mu.” Meski Arabella mengucapkannya penuh kesungguhan tapi entah mengapa wajahnya terlihat lucu. Ellena sampai menggigit bibirnya untuk tidak tertawa.
“Kenapa tiba-tiba sih.”
“Jangan tanya! Aku kesini benar-benar dengan hati yang tulus meminta maaf.”
“Iya. Sejak awal aku sudah maafin kok, kamunya aja yang selalu ngehindar di kampus.”
“Aku tidak menghindar, hanya mengambil jalan lain.” Elak Arabella.
“Jadi dimaafin kan.”
“Iya.”
Sebuah senyuman manis terbit diwajah Arabella, ada kelegaan di rongga dasa gadis itu. Jika suatu saat Ellena berhasil meluluhkan hati kakaknya dan menjadi iparnya maka tidak ada lagi kecanggungan diantara mereka lagi.
“Serius.”
“Ya, tapi aku masih ingat soda dingin yang kamu lempar diwajahku Bel.” Balas Ellena sedikit meledek, detik selanjutnya dia tertawa ketika wajah Bella berubah sayu. “Tidak , aku hanya becanda kok. Di maafkan.”
Arabella menatap lamat wajah Ellena yang cantik, sungguh gadis itu memang sangat cantik. Mata bersinar juga hidung yang mancung, bibir berisi semerah buah cery bahkan tanpa bantuan lipglouse disana.
“Aku yakin kali ini kakak ku tidak akan kabur lagi.” Disaat kata-kata itu keluar dari mulut Arabella suara bising sebuah motor yang baru saja datang membuat Ellena kesulitan mendengarnya.
“Apa? Kamu bilang apa?” Tanya Ellena sekali lagi
Arabella menggelang pelan dengan sentuman. “Tidak, bukan apa-apa kok.“ Arabella kemudian melirik jam kecil yang melingkar dipergelangan tangannya. “Aku senang karena kita udah nggak ada masalah, mulai hari ini aku mau kita jadi teman atau aku jadi adik untuk kak Ellena.”
“Aaa… Apa? Kak Ellena, adik? Oh tidak. Aku sudah maafin kamu bukan berarti kamu jadi adik aku ya.”
Ellena tersenyum. “Tapi aku yakin Sebentar lagi kita akan jadi adik kakak.” Kata-kata Arabella berhasil membuat seribu tanya dibenak Ellena. Sebelum gadis itu benar-benar meninggalkan bengkel yang menjadi markas AEROX Arabella memeluk Ellena
“Bella. Nggak ada pelukan.” Refleks gadis itu melepas pelukannnya.
“Sorry.” Ucapnya sambil berlari bahkan hampir menabrak seseorang saat ingin pergi.
“Dia lucu tapi sediki aneh.”Ellena tersenyum tipis, ia menggeleng pelan. Tidak mengerti dengan kerandoman gadis itu.
.
.
.
“Dia cewek yang nyiram lo kan di area balap tempo hari.”
Akselio , pria berwajah datar juga dingin namun memiliki paras yang sangat rupawan itu adalah ketua dari geng motor AEROX. Selama ini Aksel begitu dingin dan tertutup namun semenjak kehadiran Ellena yang saat ini menjabat jadi wakilnya perlahan laki-laki mencair dan jauh lebih hangat dari sebelumnya.
“Iya. Namanya Arabella. Dia Junior aku juga dikampus.”
“Ngapain dia dateng? Mau nyiram lo lagi?”
“Nggak, dia dateng minta maaf karena kejadian tempo hari.”
“Beneran hanya karena itu?”
Ellena mengangguk, gadis itu kembali meraih sebuah kunci yang sempat ia letakkan tadi. “Kenapa nanya-nanya? suka?”
”Nggak lah, dia bukan tipe gue.”
“Semuanya bukan tipe kamu. Emang cewek yang kamu suka kayak giman? Nggak bosen apa jomblo terus?”
Akselio terdiam dalam waktu yang lama, tiba-tiba saja dia tertarik memerhatikan wajah cantik Ellena dengan wajah tanpa tersentuh makeup sedikitpun. Akselio terpaku setiap kali gadis itu mentapnya, perasan yang sungguh indah namun tak bisa terungkap sampai detik ini.
Tanpa sadar, laki-laki itu mengucapkan kata yang tidak seharusnya dia ucapkan hari ini. “Kayak lo.”
“Ha?”
Ellena mengerjabkan mata, menatap Akselio dengan raut tidak percaya. Sementara laki-laki itu sontak memalingkan wajahnya. Aksel meruntuk-ki ke bodohannya. Apa yang tadi dia katakan, apa benar-benar keluar dari mulutnya? Tidak, untuk saat ini Ellena tidak boleh tahu perasaannya yang sesunggunya.
“Bilang apa tadi?”
Refleks Akselio menggeleng. “Nggak. Lo belum pulang?” Tanyanya tiba-tiba gugup.
“Mau. Entar jam empat.”
“Udah jam lima El.”
Ellena melotot, ia segera mengambil ponselnya yang ter-charger dibelakang Akselio. Kali ini matanya bahkan hampir meloncat keluar. Dua belas panggilan tak terjawab dari ayah, tujuh dari ibu dan sebuah pesan dari Elvano kakaknya.
‘Ellena kau dimana? Pulang sekarang! Papa mencarimu.’
‘Ellena kau dimana?’
‘’Sekedar info aja, papa menuju ketempat itu.’
“Shit. Kenapa baru bilang Aksel? Kalau udah jam lima?” Protes Ellena, gadis itu segera bangkit hendak membersihkan tangan, namun langkahnya terhenti saat sepasang sepatu hitam kini memblokir jalanya. Ellena mendongak dengan senyum memaksa.
“Papa!” Gumamnya pelan.
“Kau tidak pulang jadi papa yang datang menjemputmu.” Ucap Adams rendah.
“Lena baru mau kok pulang pa. Ini mau cuci tangan.”
Adams tertegun saat melihat tangan putrinya yang lembut penuh dengan cairan oli. Sepertinya kali ini pria itu harus percaya jika kepribadian tertukar benar adanya. Ellena yang seharusnya tinggal dirumah memasak, bermain boneka tapi malah Elvano yang lebih banyak menghabiskan waktunya didapur.
“Papa kenapa? kok bengong? Bukannya mau pulang? Ayo!!!” Ellena menarik tangan Adams agar cepat pergi dari sana, ia sedikit tidak nyaman dengan tatapan beberapa orang yang melihatnya.
“Xel, motor aku beresin ya.” Bisik Ellena saat berbalik diselah langkahnya untuk pergi.
Aksel mengangguk pelan.
...****************...
“Apa?”
Mulut Ellena menganga tidak percaya. Kalimat yang keluar dari mulut Adams berhasih membuat jantung Ellena berdegub kencang. Ia melempar tatapannya pada sang ibu yang sudah membawa sebuah gaun yang sangat indah ditangannya.
“Kenapa kaget El? Bukannya kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya?”
Ellena kembali menarik tatapannya pada Elvano-kakaknya. Setelah beberapa hari berlalu akhrinya pria itu kembalai dari perjalanan bisnis
“Kapan? Perasan nggak pernah.”
“Sebelum kakak keluar kota, ingat?”
Ellena menarik kembali memorinya beberapa hari yang lalu. Gadis itu melangkah turun dengan melodi dibibirnya, memainkan kunci motor di jari telunjuk. Pagi, itu Ellena melihat ketegangan di wajah Adams juga Elvano. Namun Ellena tidak ambil pusing, paling permasalahan mereka menyangkut pekerjaan kantor dan Ellena sama sekali tidak tertarik akan hal itu.
”El, apa kau sedang dekat dengan seseorang?” Tanya Elvano tiba-tiba, sendok ditangan Ellena seperti memiliki rem cakram, berhenti tepat di depan bibirnya. “Aksel, Bagas, Rubi dan anak-anak kampus lainnya Lena lumayan dekat. Kenapa?”
”Bukan cowok seperti itu maksud kakak. Pacar atau gebetan misalnya.”
“Hee? Kakak nggak percaya sama Lena? Selama ini Lena hanya main di bengkel itupun disana kita udah kayak saudara. Apaan sih?”
Adams meletakkan cangkir tehnya secara kasar, ia menatap putrinya tajam. “Kamu masih aktif di geng motor itu El?”
Ellena tesenyum, merayu sang Ayah. “Iya pa, tapi Lena kan udah janji nggak akan terluka dan nggak akan merusak nama baik keluarga. Ini hanya sekedar hobby.”
“Hobby? Seharusnya hobby anak gadis itu memasak, danda dan semacamnya. Tapi kamu malah sebaliknya. Nggak. Papa tidak setuju El, Hentikan kegiatan tidak berguna itu.” Tegas Adams
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!