Shaka berjalan dengan cepat bahkan setengah berlari. Di belakangnya seorang wanita gendut terus mengikutinya. Wanita tambun itu bernama Arabella atau lebih sering dipanggil Ara.
"Jangan ikuti gue terus!" bentak Arshaka atau Shaka. Dia merasa risi karena Ara selalu mengikutinya.
Ara dan Shaka kenal sudah sangat lama. Dari mereka masih kecil. Kebetulan orang tua mereka juga berteman.
"Kenapa? Gue kan calon istri lo?" tanya Ara sembari menggoyang-goyangkan kepalanya.
"Sssstt.. Jangan keras-keras!" Shaka menutup mulut Ara karena takut perkataan Ara itu di dengar oleh banyak orang.
Ara dan Shaka memang dijodohkan dari mereka masih kecil. Perjodohan itu karena sebuah ramalan pada saat mereka lahir dulu. Seorang peramal mengatakan jika Shaka memiliki banyak kesialan dihidupnya. "Anak bapak ini nantinya akan mengalami banyak kesialan." kata sang peramal.
"Kesialan?" karena masih berpikiran kolot. Orang tua Shaka percaya begitu saja dengan apa yang peramal itu katakan.
"Iya. Tapi, tenang. Akan ada seorang bayi yang lahir pada malam bulan purnama, dia memiliki tanda lahir di sekitar telinganya, bayi itu yang akan menghancurkan semua kesialan anak bapak dan ibu. Selama mereka bersama, kesialan itu akan hilang." kata sang peramal lagi.
"Tapi dimana kita akan menemukan bayi perempuan itu?" tanya papanya Shaka.
"Kalian tunggu saja pada malam bulan purnama."
Orang tua Shaka benar-benar percaya dengan apa yang peramal itu katakan. Mereka menunggu dengan cemas. Menantikan kabar mengenai kelahiran bayi perempuan di malam bulan purnama.
Pada malam bulan purnama di bulan ke sebelas dalam tahun masehi. Orang tua Shaka tidak bisa tidur. Mereka memerintahkan orang untuk menunggu di rumah persalinan terdekat.
Malam itu sudah sebulan yang lalu sejak peramal itu meramalkan kehidupan Shaka. Papa dan mamanya Shaka harap-harap cemas.
Tok. Tok. Tok
Tiba-tiba pintu rumah mereka diketuk oleh seseorang. "Hendra... Tolong aku Hen.." seru seseorang dari luar rumahnya.
"Siapa mas?" tanya Rani, istrinya Hendra.
"Nggak tahu.." meskipun tidak tahu siapa yang mengetuk pintunya di malam hari itu. Namun Hendra tetap membukakan pintu untuknya.
"Loh Wi? Ada apa?" tanya Hendra.
"Tolong Hen, istriku akan segera melahirkan. Tapi mobilku mogok, tolong anter kami ke rumah sakit!" ucap Wijaya meminta tolong kepada temannya tersebut.
"Oh, ayo kita berangkat sekarang!" setelah berpamitan kepada istrinya. Hendra segera mengantar Wijaya dan istrinya ke rumah sakit terdekat.
"Tunggu sebentar ya, kita akan segera sampai.." kata Wijaya kepada istrinya.
"Tunggu bentar Sis, kita akan segera sampai di rumah sakit.." ucap Hendra juga. Dia juga kasihan melihat temannya kesakitan seperti itu.
"Huh.. Huh.. Sakit mas.." erang Siska yang tak kuat menahan kontraksi di perutnya.
Sesampainya di rumah sakit. Siska segera mendapatkan penanganan. Sementara Wijaya dan Hendra menunggu di luar ruang persalinan. Wijaya terlihat begitu cemas. Pasalnya, itu adalah kelahiran anak pertamanya.
"Tenang, Wi!" kata Hendra.
Sebagai teman, ia tidak tega melihat wajah cemas Wijaya menanti kelahiran anak pertamanya.
"Iya Hen.."
Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi dari ruangan dimana Siska berada. "Owekk... Huowek..."
"Itu anak aku Hen.." kata Wijaya mulai bersemangat.
"Iya, itu anak kamu." Hendra juga senang mendengar tangisan anak pertama Wijaya.
Wijaya menangis bahagia. Akhirnya dia menjadi ayah. Wijaya merasa sangat bahagia.
"Selamat ya Hen, akhirnya kamu jadi bapak.." kata Hendra memberi selamat kepada temannya tersebut.
Wijaya tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ia segera memeluk Hendra dan mengucapkan terima kasih. "Makasih Hen.."
Tak lama kemudian, Wijaya dan Hendra di perbolehkan untuk masuk dan melihat bayinya Wijaya. "Anak ayah.." ucap Wijaya dengan bahagia.
"Laki atau perempuan dok?" tanya Wijaya.
"Perempuan pak, cantik sekali, beratnya empat setengah kilo, dan memiliki tanda lahir di belakang telinganya." jawab dokter yang menangani persalinan Siska.
"Uh.. Cantiknya ayah.. Gembulnya ayah.." Wijaya tidak hentinya menciumi putrinya.
"Lihat Hen, dia mirip banget sama aku ya?" Wijaya menunjukan wajah anaknya kepada temannya, Hendra.
Namun, pada saat itu Hendra sudah termenung setelah mendengar jawaban dokter. Dia kembali teringat akan perkataan peramal pada waktu. Semua perkataan peramal itu sesuai dengan ciri-ciri dari anaknya Wijaya.
Hendra segera berpamitan. Ia tidak sabar memberitahu istrinya tentang bayi perempuan itu. Buru-buru ia mencari istrinya yang sedang menyusui Shaka di kamar.
"Ran, akhirnya kita menemukan bayi perempuan itu.." kata Hendra dengan penug semangat.
"Apa mas?" Rani juga merasa senang dengan kabar tersebut.
"Iya aku menemukan bayi perempuan itu. Dan bayi itu adalah anaknya Wijaya.." Rani kembali terkejut dengan apa suaminya katakan.
"Iya, anak Wijaya baru saja lahir, perempuan, lahir di malam bulan purnama, dan memiliki tanda lahir di sekitar telinganya. Itu ciri-ciri sama persis dengan apa yang peramal itu katakan." ucap Wijaya sembari memeluk istrinya dengan erat.
Setelah beberapa hari. Hendra dan Rani menemui Wijaya dan juga Siska. Mereka mengatakan apa yang peramal katakan. Hendra terus meyakinkan bahwa dia pasti akan menyayangi anak Wijaya seperti anaknya sendiri.
"Biar persahabatan kita juga semakin langgeng." kata Hendra. Ia meminta agar anak keduanya di jodohkan dengan anak pertama Wijaya.
"Orang tua- orang tua jaman dulu kan juga begitu. Mereka menjodohkan anak-anak mereka supaya persahabatan mereka terus langgeng." imbuh Hendra.
"Aku sih setuju-setuju aja, Hen.. Toh kalian juga orang-orang baik. Aku terserah gimana anak-anak kita nantinya aja." jawab Wijaya.
"Tapi kamu setuju kan untuk menjodohkan anak-anak kita?" Wijaya menganggukan kepalanya.
Hendra dan Rani merasa sangat bahagia dengan jawaban Wijaya. Dan mereka memutuskan memberitahu anak-anak mereka mengenai perjodohan setelah mereka tumbuh dewasa.
Selang beberapa tahun. Ketika Ara dan Shaka sama-sama masuk ke sekolah menengah atas. Orang tua Shaka dan orang tua Ara mulai mengatakan apa yang selama ini mereka pendam.
Tentu saja itu membuat Shaka dan Ara menjadi kaget. "Jadi kita udah dijodohin dari kecil?" tanya Shaka yang nampak shock sekali.
Semenjak saat itu. Shaka mulai merasa kesal setiap kali melihat Ara. Apalagi Ara yang selalu berusaha mendekatinya.
"Gue tidak mau dijodohin sama lo. Jadi tolong jangan ikutin gue terus!" kata Shaka dengan mata melotot.
"Gue nggak ikutin lo, ge'er banget. Kan dari kecil kita sudah berteman, kemana-mana kita bareng.." jawab Ara dengan polosnya.
"Tapi gue mulai nggak suka sama lo. Lihat aja diri lo, gendut!" ucap Shaka lagi dengan kesal.
Ucapan Shaka itu membuat Ara menjadi sedih. Akan tetapi, dia masih berpura-pura tetap ceria. Tidak peduli apa kata Shaka.
"Jangan ikutin gue!" bentak Shaka lagi.
"Siapa juga yang ikutin. Orang gue kan juga sekolah disini.. Jangan kepedean deh." jawab Ara kemudian berjalan mendahului Shaka.
"La.. La.. La..." Ara berjalan menuju sekolah sembari bersenandung riang.
"Pagi.." seperti biasa Ara menyapa setiap murid yang ia temui.
"Pagi, ndut.. Udah sarapan belum?" sapa salah seorang kakak kelasnya.
"Pagi kak.. Belum dua kali. Kakak mau traktir gue?"
"Nggak, cuma tanya aja.. Jangan makan banyak-banyak, nanti makin melar!" kata kakak kelas itu sembari tertawa. Tak tahu itu sebuah pesan atau hinaan. Yang pasti Ara selalu menganggap itu hanya sebuah lelucon.
"Makan gue nggak banyak kok kak, cuma sesendok-sesendok.." jawaban Ara tersebut memancing gelak tawa kakak-kakak kelas dan orang yang mendengarnya.
"Iya lah, masa satu sekop. Emang muat?"
"Anj*r emang si gendut, bisa aja.." Ara hanya tersenyum kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelasnya.
"Pagi semuanya.." sapa Ara.
"Pagi Miss Gendut.." jawab teman-teman satu kelasnya. Di kelas itu memang hanya Ara yang berbadan tambun. Makanya di kelas ia mendapat julukan Miss Gendut.
"Ra, lo tahu nggak di kelas kita ada anak baru?" tanya Cintya, teman sebangku Ara sekaligus sahabat Ara.
"Emang iya?"
"Hmm.. Dia pindahan dari luar kota." jawab Cintya.
Tak lama kemudian, Shaka masuk ke kelas. Dia menatap tajam ke arah Ara. Tatapan itu seperti tatapan benci. Namun, Ara tidak mempedulikannya.
"Gue perhatiin udah seminggu ini lo nggak bareng sama Shaka?" tanya Cintya.
Ara lebih memilih diam. Dia tidak menjawab pertanyaan Cintya. Karena dia juga merasa kesal karena setelah orang tuanya dan orang tua Shaka memberitahu mengenai perjodohan mereka. Shaka mulai menjauhi Ara.
Tetttt... Tettt.. Tetttttt.
Bel masuk berbunyi. Para murid segera masuk ke dalam kelas masing-masing. Disusul dengan guru yang mengajar di kelas masing-masing.
Di kelas 2A, jam pertama adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Guru yang mengampu pelajaran tersebut bernama Bu Risma. Seorang guru muda yang supel dan bisa diajak bercanda.
"Selamat pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru dari kota A. Silahkan murid baru masuk ke kelas!" kata bu Risma memanggil murid pindahan tersebut.
"Waow..." murid kelas 2A terpukau dengan kecantikan murid pindahan tersebut. Selain cantik, murid pindahan itu juga memiliki tumbuh yang tinggi dan ramping.
"Perkenalkan nama kamu!" kata Bu Risma.
"Hallo semuanya. Perkenalkan nama gue Elsa. Gue pindahan dari kota A. Senang kenalan kalian semuanya. Mohon kerja samanya." kata Elsa si murid baru.
"Hallo Elsa.."
Bu Risma meminta Elsa untuk segera duduk. Kebetulan ada sebuah bangku yang kosong dan itu berada di samping Shaka. Mau tak mau Elsa duduk di tempat tersebut.
"Boleh gue duduk sini?" tanya Elsa.
"... Bo,,leh.." Shaka memindah tasnya ke dalam laci mejanya.
"Gue Shaka.." katanya sembari mengulurkan tangannya.
"Gue Elsa.."
Shaka dan Elsa terlihat canggung karena baru pertama kali bertemu. Tapi, mereka sudah nampak akrab padahal baru sejam kenalan.
Tentu saja semua itu tak lepas dari pandangan Ara. Dia terus menerus melirik Shaka dan Elsa yang saling bercanda sembari mencatat pelajaran di papan tulis. Tentu saja Ara menjadi kesal karena calon suaminya lebih akrab dengan wanita lain dibanding dirinya.
Brakk..
Karena saking kesalnya. Ara sampai menggebrak meja dan mengagetkan teman-temannya termasuk bu guru yang sedang menulis di depan.
Bu Risma segera menoleh mencari sumber suara. Ia melihat Ara sudah berdiri sembari mengangkat tangannya. "Ada apa Arabella?" tanya Bu Risma.
"Ijin ke toilet bu. Tiba-tiba perut saya sakit." kata Ara sembari melirik Shaka dan Elsa yang masih bercanda.
"Oh ya silahkan." jawab Bu Risma dengan lembut.
Ara segera keluar dari kelas. Dia merasa sangat kesal dengan apa yang dia lihat. Dia keluar dengan mulut komat kamit. Saking kesalnya melihat Shaka dan anak baru itu menjadi dekat.
****
Pada saat jam istirahat pun Shaka dan Elsa menjadi semakin dekat. Bahkan mereka berdua pergi ke kantin bersama. Murid-murid yang lain kagum dengan kecantikan Elsa yang menawan.
"Dia siapa Ka? Anak baru? Kenalin dong!" tanya beberapa teman beda kelas Shaka.
"Kalian cocok banget tahu. Sama-sama cakep." sahut yang lain.
Akan tetapi, berbeda dengan teman-temannya yang lain. Ara semakin kesal melihat kedekatan Shaka dengan Elsa tersebut.
"Cocok apanya? Nggak cocok sama sekali.." gumamnya sembari mengunyah roti yang dia pegang.
Ara nampak kesal dan marah. Itu disadari oleh Cintya, sahabatnya. "Lo kenapa Ra? Makan kayak kesurupan gitu?" tanya Cintya yang duduk di sebelahnya.
"Di kelas tadi lo juga ngomel-ngomel mulu. Kenapa sih?" tanya Cintya.
"Nggak kenapa-napa kok. Lagi males aja. Capek banget gue.."
"Kalau capek ya istirahat dong!" ucap Cintya.
"Mau kemana?" tanya Cintya lagi karena Ara tiba-tiba bangkit.
"Ke kelas." jawab Ara singkat.
"Nggak makan dulu?"
"Nggak udah kenyang." jawab Ara sembari melirik lagi ke arah Shaka dan Elsa.
Namun, saat Ara hendak keluar dari kantin. Tanpa sengaja dia menyenggol salah seorang kakak kelasnya. "Punya mata nggak sih lo?" tanya kakak kelas yang Ara tabrak tadi dengan marah.
"Maaf nggak sengaja." kata Ara.
"Kalau jalan tuh pakai mata. Jangan badan aja yang digedein!" seru teman kakak kelas itu.
"Maaf kak." Ara menunduk.
"Enak aja minta maaf. Pungut tuh makanan kita yang jatuh dan lo makan!"
"Tapi kak, itu kan udah kotor."
"Gue nggak peduli. Ambil!" kakak kelas itu mendorong Ara sampai Ara terjatuh.
Gerombolan kelas tiga itu memang sering membully Ara dan temannya yang lain. Bahkan salah satu dari mereka sampai mendorong kepala Ara sampai ke lantai.
"Makan nggak!" serunya.
Namun Ara tetap mempertahankan posisinya. Dia bersikeras tidak mau melakukan apa yang diminta oleh kakak kelasnya tersebut.
Ara melirik Shaka. Namun Shaka sama sekali tidak bereaksi. Biasanya Shaka akan membelanya ketika dia dibully oleh teman-temannya yang lain.
"Makan!"
Mereka yang ada di kantin tidak ada yang membela Ara sama sekali. Entah karena takut atau apa. Bahkan Cintya pun tak berani membantu Ara.
"Ada apa ini ramai-ramai?" beruntung salah seorang guru piket datang dan mereka pun berhamburan pergi.
Ara masih tetap berlutut di lantai. Air matanya mengalir dengan deras. Kemudian dia kembali melirik Shaka yang seolah tak peduli dengannya. Lalu Ara bangkit dan berlari meninggalkan kantin.
"Jangan lari woi.. Nanti gempa.." seru salah seorang teman. Dan tentunya celotehan itu mengundang gelak tawa yang lainnya.
Ara berlari ke taman yang berada di dekat parkiran sekolah dan juga lapangan basket. Dia menangis sesegukan seorang diri disana. Dia marah tapi tak bisa mengungkapkannya.
Tiba-tiba seorang lelaki memberinya sapu tangan. "Ambil nih buat usap ingus lo!" tanya sembari duduk di samping Ara.
Tentu saja kemunculan lelaki itu membuat Ara kaget. Tetapi, meskipun kaget, Ara mengambil sapu tangan itu juga. Dia menggunakan sapu tangan tersebut untuk mengusap ingusnya beneran.
"Ngapain nangis? Biasanya lo orang yang ceria." tanya lelaki itu yang merupakan teman seangkatan Ara.
"Gue cuma kecewa aja sama diri gue. Kenapa gue nggak berani membalas mereka yang membully gue." jawab Ara dengan suara serak.
"Ngapain harus dibalas? Biarin aja. Yang perlu lo lakuin itu melawan, bukan membalas!" kata lelaki itu lagi.
"Ngapain lo disini? Lo nggak takut diejek temen-temen lo, karena disini sama gue?" tanya Ara.
"Ngapain ngurusin mereka." katanya sembari tersenyum kecil.
Sepulang sekolah. Ara mendekat ke meja Shaka. "Yuk Ka!" katanya.
"Gue bareng sama Elsa. Lo duluan aja." kata Shaka dengan dingin.
"Ya udah kalau gitu kita bareng bertiga.." kata Ara lagi. Dia bahkan mengesampingkan sakit hatinya.
"Lo duluan aja! Gua sama Elsa masih mau kafe depan." kata Shaka sedikit menaikan nada bicaranya.
"Tapi kan lo tadi berangkat bareng gue?" protes Ara.
Tiba-tiba Shaka memberi uang lima puluh ribu kepada Ara. "Buat naik angkot!" katanya dengan ketus.
Ara merasa sangat kesal. Dia meremas uang lima puluh ribu tersebut dengan kesal. Namun, kemudian dia meninggalkan kelas juga. Ara berjalan dengan wajah yang terlihat kesal.
"Ra, gue duluan ya!" seru Cintya berboncengan dengan pacarnya.
"Ya.."
Ara masih berjalan, tapi kini wajahnya sudah mulai ceria seperti biasa. Dia tipe orang yang tak bisa lama-lama cemberut. Dibalik kekurangannya, Ara memiliki hati yang baik dan lembut.
Tak beberapa lama. Shaka dan Elsa berada tepat di belakangnya. Mereka berdua berboncengan sembari bersendau gurau. Yang lebih membuat Ara kesal karena Shaka lewat begitu saja tanpa menyapanya. Justru malah Elsa yang menyapa dirinya.
"Ra, kita duluan ya!" kata Elsa sembari mempererat pegangan tangannya.
Sementara Ara hanya tersenyum sembari menganggukan kepalanya saja. Meskipun sebenarnya hatinya sakit melihat calon suaminya berboncengan mesra dengan wanita lain. Namun Ara hanya bisa menahan rasa sakitnya.
"Naik!" tiba-tiba teman lelaki yang tadi menemaninya ketika ia menangis, menghentikan sepeda motornya.
"Nggak usah. Aku naik angkot aja!" kata Ara. Dia tidak mau merepotkan siapapun.
"Aku traktir es krim sama batagor." ucap lelaki itu.
Ara seketika menghentikan langkahnya. Dia menatap lelaki itu dengan datar. "Sama es boba?"
"Hmm.." lelaki bernama Kresna itu menggerakan kepalanya. Mengisyaratkan agar Ara segera naik ke motornya.
Dengan segera Ara naik ke motor Kresna. Sementara Kresna harus menahan beban karena Ara yang begitu bersemangat. "Hikk..ya.."
"Udah?" tanya Kresna.
"Hmm.."
"Turun dong kalau udah.." Kresna menggoda Ara terlebih dahulu.
"Oh oke.." Ara bersikap turun dari motor Kresna. Tapi dengan cepat Kresna menahannya.
"Cuma bercanda doang.." kata Kresna. Kemudian dia melajukan motornya meninggalkan sekolah.
Kresna mengendarai motornya dengan ugal-ugalan membuat Ara ketakutan. Berkali-kali Ara memukul pundak Kresna agar mengurangi kecepatan. Namun Kresna malah semakin menambah kecepatan.
"Kresna.. Kresna.. Gue belum mau mati. Gue masih pengen bahagiain orang tua gue dan adik gue.." ucap Ara yang membuat Kresna terbahak.
Itu yang membuat Kresna semakin semangat menggoda Ara. Kresna juga mengerem mendadak membuat Ara kaget dan memeluk pinggangnya. "Kresna...." seru Ara tepat di telinga Kresna.
"Lo udah nodain gue..." kata Ara mengomel.
Kresna kembali terbahak mendengar perkataan Ara. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat area street food. Kresna mengajak Ara berkeliling untuk mencicipi jajanan yang tersedia.
"Pilih apa yang lo mau! Biar gue yang traktir." kata Kresna.
"Serius? Tapi ini nanti nggak dicatat hutang kan?" Kresna terbahak mendengar celotehan Ara.
Entah berapa kali ia terbahak dengan celotehan-celotehan Ara.
"Nggak. Anggap aja ini traktiran perkenalan kita." jawab Kresna.
"Apa aja?" Kresna menganggukan kepalanya.
"Lo sendiri yang bilang ya?"
"Iya bawel, ih..."
"Oke, yuk!" Ara segera menarik tangan Kresna ke tempat jajanan yang ia mau. Dia terus memegang tangan Kresna tanpa melepaskannya, kecuali saat Kresna hendak membayar.
"Mau apa lagi?" tanya Kresna.
"Apa ya? Kayaknya udah banyak deh.. Eh, gue boleh nggak beliin adik gue? Dia biasanya suka donat.." Kresna menganggukan kepalanya sembari tersenyum.
Ara dan Kresna kemudian membeli donat untuk adiknya Ara. Kemudian mereka duduk di tempat yang telah tersedia. Ara menikmati setiap makanan yang ia pesan. Sesekali dia juga menyuapi Kresna jajanan yang ia makan.
"Kalian disini juga?" tanya Shaka yang muncul bersama dengan Elsa.
"Elo Ka? Iya, gue nganter Ara.." jawab Kresna yang juga kenal dengan Shaka.
"Sejak kapan kalian kenal?" tanya Shaka dengan ketus.
"Kita kan satu angkatan, sudah tentu kita saling kenal." sahut Ara tanpa mau melihat Shaka. Dia akan merasa kesal ketika melihat Shaka dengan Elsa.
"Dia kelas dua juga?" tanya Elsa.
"Ya. Dia kelas 2B." jawab Shaka.
"Hai, gue Elsa. Murid pindahan." Elsa memperkenalkan dirinya.
"Ya, gue Kresna."
"Udah makannya?" Kresna bertanya lembut kepada Ara.
Ara menggelengkan kepalanya.
"Ya udah pelan-pelan aja makannya!" kata Kresna penuh perhatian.
"Kalian pasti pacaran kan? So sweet benget.." ucap Elsa menebak hubungan antara Ara dengan Kresna.
"Nggak. Kita cuma temen." sahut Ara dengan cepat. Dia menyangkal apa yang Elsa katakan. Entah kenapa dia takut Shaka akan salah paham.
"Doain aja!" berbeda dengan jawaban Kresna. Ia malah meminta doa kepada Elsa dan juga Shaka.
"Lo kan teman deket Ara, Ka. Lo juga harus dukung kita lho!" kata Kresna kepada Shaka yang saat itu berwajah kesal.
"Gue juga bakal doain lo supaya cepet jadian dengan anak baru ini!" imbuh Kresna.
"Yuk Kres, gue udah selesai makan!" Ara tiba-tiba bangkit dan mengajak Kresna segera meninggalkan tempat tersebut.
Ara juga menarik tangan Kresna menjauh dari Shaka dan Elsa.
****
Semakin hari Ara semakin dekat dengan Kresna. Mereka juga sering berangkat dan pulang sekolah bareng. Kresna juga sering main ke rumah Ara. Ia juga terbilang cepat akrab dengan orang tua Ara.
Siang itu sepulang sekolah. Kresna kembali mengantar Ara pulang. Namun sialnya, di jalan motor Kresna ban-nya bocor. Ara dan Kresna terpaksa menuntun motornya sampai ke tempat tambal ban.
Mereka mendorong cukup jauh. Kresna menatap Ara yang sudah sangat kelelahan. Keringat mengalir dari dahinya menuju wajahnya. "Lap keringat lo!" kata Kresna menyodorkan sapu tangan kepada Ara.
"Gue kesana bentar!" Kresna kemudian berlari meninggalkan Ara sendirian.
Namun tak lama kemudian, dia kembali dengan membawa dua minuman ditangannya. "Buat lo." katanya sembari menyodorkan minuman itu kepada Ara.
"Ahh makasih Kresna. Lo baik banget deh.."
"Maaf ya karena gue ban motor lo jadi kempes.." imbuhnya.
"Bukan karena lo. Tapi karena paku tuh.. Iya kan bang?"
"Iya neng, ban motornya kena paku agak panjang nih.." jawab si abang tambal ban.
Ara menatap Kresna dengan penuh haru. Mungkin baru kali ini dia perlakukan begitu baik oleh seorang lelaki. Meskipun dulu Shaka juga baik. Tapi tidak sebaik Kresna. Apalagi kini Shaka telah berubah.
Ah, ngapain diingat lagi sih.
Teringat Shaka, Ara menjadi semakin kesal. Apalagi semakin hari Shaka dan Elsa semakin dekat. Dan yang lebih membuat Ara marah karena banyak yang menjodoh-jodohkan mereka berdua. Banyak yang menganggap bahwa Shaka dan Elsa itu terlihat serasi dan cocok.
"Cocok apaan? Nggak cocok-cocoknya sama sekali.." gerutu Ara.
"Ha? Kenapa Ra?" tanya Kresna yang ada disamping.
"Heheh... Nggak kok Kres, cuma lagi laper aja." jawab Ara sembari tersenyum.
"Mau aku beliin roti buat ganjal perut dulu?" tanya Kresna.
"Nggak usah. Aku kuat nahan kok.." jawab Ara masih dengan tersenyum.
Kresna menatap Ara dengan tersenyum pula. Kemudian dia menyentuh kepala Ara dengan lembut. "Dasar Miss Gendut.." kata Kresna mengolok Ara menggunakan panggilan Ara selama ini.
"Biarpun gendut tapi bikin gemes kan?" kata Ara dengan tingkat kepedean diatas rata-rata.
Sedangkan Kresna hanya tersenyum melihat Ara yang berpose imut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!