Seorang wanita berparas cantik melakukan lari pagi di sekitar komplek perumahan elit. Meski usia sudah memasuki 35 tahun, wanita itu masih memiliki body bagus, kulit kencang tanpa keriput.
Sebut saja Fransiska, seorang istri dari pria konglomerat.
"Hosh...hosh!"
Fransiska kelelahan, sejenak ia berhenti di depan rumahnya, mendudukkan dirinya di trotoar jalan.
Suara kendaraan berat terdengar memasuki jalan komplek, Fransiska menoleh ke asal suara tersebut. Ia pun cepat-cepat berdiri setelah mengetahui ada 2 truk kecil masuk membawa beberapa barang rumahan.
"Sepertinya ada tetangga baru," gumam Fransiska.
2 truk kecil berisi muatan barang rumahan, dan mobil Jeep Rubicon keluaran terbaru berhenti tepat di depan rumah Fransiska. Rumah besar sudah cukup lama tidak berpenghuni.
Memiliki sifat ramah, Fransiska menyebrang ke rumah itu, ingin menyapa tetangga barunya. Sesampainya di depan rumah tetangga baru, Fransiska terkejut melihat siapa pemiliknya. Pemilik rumah baru itu adalah Daniel Xaverius, mantan kekasih Fransiska sewaktu SMA.
Fransiska dan Daniel saling pandang, pandangan tak percaya terpancar di sorot mata mereka masing-masing. Namun, berbeda dengan Daniel, sorot mata Daniel terlihat seperti benih cinta terpendam.
Fransiska menunjuk, "Daniel Xaverius!"
Daniel mengangguk dengan segaris senyum manis di wajah kharisma nya.
"Apa kabar?" tanya Fransiska ramah.
"Baik, kamu sendiri?" sahut Daniel.
"Ya...seperti yang kamu lihat."
"Aku dengar kamu sudah menikah dengan seorang konglomerat. Pasti kehidupan kamu sangat bahagia sekarang. Memiliki suami tajir, dan anak, sangat sempurna," ucap Daniel sembari mengeluarkan barang-barangnya dari dalam bagasi mobil.
"Ha ha....anak? aku belum memiliki anak," sahut Fransiska di sela tawa sumbang.
Daniel terdiam, menatap wajah Fransiska tersimpan kesedihan tersendiri.
"Oh, maaf sudah lancang."
"Kamu kenapa bisa pindah ke sini?" tanya Fransiska penasaran.
"Beberapa bulan lalu aku bercerai dengan istriku. Bosan tinggal di hotel, aku memutuskan untuk membeli rumah di sini. Rumah yang tidak terlalu norak, dan jarak lokasi tempat tinggal dan Perusahaan milikku tidak jauh," sahut Daniel.
"Aku turut prihatin atas apa yang menimpa kamu," Fransiska melambai, "Aku masuk dulu, kalau butuh pertolongan silahkan mampir ke rumahku. Daaa!" lanjut Fransiska pamit.
"Yang mana rumah kamu?" tanya Daniel.
"Itu!" menunjuk ke rumah lebih besar dari rumah lainnya.
"Baik," angguk Daniel.
Fransiska pun melangkah masuk ke gerbang rumahnya. Fransiska menuju kamar, bersiap untuk mandi.
Selesai mandi Fransiska sarapan bersama dengan sang suami, sebut saja Andreas.
"Saya lihat tadi ada 2 truk bermuatan barang rumahan di depan rumah baru itu. Saya lihat kamu juga sedang mengobrol santai dengannya. Apakah kamu kenal dengan tetangga baru kita?" tanya Andreas menyelidik.
"Iya, dia adalah ....teman SMA ku dulu!" sahut Fransiska berbohong.
"Oh, mau mantan kekasih kamu, saya juga tidak masalah," cetus Andreas datar, ia pun meletakkan sendok, garpu di sisi piring.
"Mas, kenapa kamu berkata seperti itu?" tanya Fransiska sendu.
"Emang saya ada salah berkata seperti itu?" Andreas berdiri, "Saya masih ada rapat pagi ini, malam ini juga saya akan pergi ke Bali untuk mengurus kontrak kerjasama. Saya harap kamu bisa segera membereskan apa yang akan saya bawa nanti," lanjut Andreas memberi perintah.
"Mas, aku ikut, ya? hitung-hitung kita bulan madu. Sudah 15 tahun kita menikah, aku sangat ingin....."
Brak!
Gebrakan meja di buat Andreas menghentikan ucapan Fransiska.
"Berapa kali saya katakan. Saya tidak menginginkan seorang anak terlahir di dalam rumah tangga kita. Saya menikahi kamu karena saya merasa puas dengan semua apa yang ada pada tubuh kamu. Jika kamu memiliki anak, saya sangat yakin bentuk tubuh kamu tidak akan sebagus ini lagi. Bahkan wanita lain di luar sana tidak memiliki bentuk tubuh sempurna seperti kamu!" jelas Andreas meninggikan nada suaranya.
"Apa Mas berpikir jika aku hanya seorang boneka? Bukan hanya tidak ingin memiliki seorang anak. Mas juga sangat jarang menyentuhku, aku juga ingin melayani Mas di atas ranjang layaknya seorang istri atau....atau...seorang pelacur yang sering Mas jumpai di luar sana!" protes Fransiska, air mata perlahan menetes.
"Jangan menuduh saya seperti itu Siska. Saya tidak pernah tidur dengan wanita lain di luar sana. Saya sibuk bekerja, tidak ada urusan untuk menikmati hal kotor itu. Jika kamu menginginkan hal itu, maka bersiaplah. Saya akan memberikan kepuasan batin untuk mu, sebelum saya pergi," sahut Andreas.
Fransiska hanya bisa tertunduk lemah, kedua tangannya menyeka air mata di kedua pipinya.
"15 tahun kita menikah. Untuk urusan ranjang bisa di hitung. Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku Mas. Aku sangat yakin jika ada hal besar lain yang telah kamu sembunyikan dariku," bergumam.
Andreas menarik nafas dalam-dalam, ia menatap pantulan dirinya berada di cermin besar di dalam kamar. Kedua tangannya mengepal erat, seolah tak suka mendengar keluhan istrinya itu. Apa lagi setelah mendengar nada pertanyaan Fransiska seperti menyudutkan dirinya.
"Buat apa saya menyembunyikan hal lain dari dirimu. Tidaklah kamu tahu jika aku adalah seorang pria yang super sibuk. Jika kamu kurang puas dengan pelayanan yang saya berikan, atau jika kamu merasa kehausan ingin melakukan hal seperti itu. Lebih baik beli lah sebuah alat dan bermain lah dengan mereka," ucapan ringan tanpa berpikir terlontar begitu saja dari bibir Andreas.
Fransiska terdiam, ia benar-benar tidak menyangka jika suaminya akan berkata seperti itu.
Apakah salah jika seorang wanita minta di berikan nafkah batin? Kenapa hanya seorang suami saja yang bisa mengelus saat sang istri tidak bisa memberikan kepuasan di atas ranjang. Kenapa hanya seorang pria saja boleh mengeluhkan dan menuntut sang istri melayani dengan sempurna.
Dunia ini seakan tidak adil pada seorang istri seperti Fransiska.
Fransiska perlahan berdiri, segera ia menghirup oksigen untuk menyegarkan pikiran dan hatinya. Berusaha untuk tetap tenang dan tidak memasukkan ucapan Andreas tadi.
"Daripada kamu terus menuntut saya untuk melakukan hal itu. Lebih baik kamu shoping atau pergilah jalan-jalan kemanapun kamu mau. Percuma saya memberikan uang begitu banyak tapi tidak pernah kamu gunakan," cetus Andreas kembali sembari bermain ponsel miliknya.
"Aku memakai uang yang Mas berikan, hanya saja uang itu buat keperluan penting. Selebihnya aku tabung Mas," sahut Fransiska pelan dengan suara serak.
"Ha ha ha, tabung. Buat apa kamu menabung uang lagi. Saya adalah orang yang paling tajir di dunia ini," mendekati Fransiska, memegang dagunya, "Sayangku, saya minta ke kamu habiskan lah uang yang diberikan suami mu ini. Jika kamu merasa kurang, maka mengadu lah pada saya. Maka suami mu ini akan langsung memberikannya, karena kamu adalah wanita yang sangat saya cintai," ucap Andreas lembut. Fransiska hanya mengangguk.
Setelah mengatakan hal itu Andreas pergi.
Sore harinya, mobil Andreas terparkir di halaman rumah. Ia turun, di sambut hangat oleh Fransiska.
"Sudah pulang Mas?" sambut Fransiska sembari mengambil tas dari tangan Andreas.
"Kamu sudah siapkan semua perlengkapan saya untuk pergi?"
"Sudah, semua sudah aku siapkan di dalam koper," sahut Fransiska.
"Sesuai janjiku, saya akan melayani kamu sebelum pergi ke Bali," ucap Andreas datar.
Andreas jalan masuk duluan. Fransiska menghela nafas, pandangan sendu menatap punggung Andreas sudah berada jauh dari pandangan.
Tidak ingin terkubur dalam pikiran buruk, Fransiska mulai melangkah masuk, mengikuti langkah Andreas menuju kamar mereka.
Di dalam kamar, Andreas terlihat berdiri, menyambut kedatangan Fransiska. Pelukan hangat, serta ciuman mendarat di bibir merah murah Fransiska. Ciuman yang bisa di hitung selama 15 tahun mereka menikah.
Rasa haus akan belaian dari sang suami, membuat Fransiska menerima semua perlakuan lembut Andreas.
Panasnya gejolak hasrat menumpuk di dalam tubuh, membuat Fransiska tak ingin kalah dengan Andreas. Fransiska menguasai setiap inchi tubuh Andreas. Andreas tak menolaknya, ia menerima setiap perlakuan Fransiska.
Merasa cukup melakukan perbuatan panas, Andreas mulai memasukkan miliknya ke gua sempit yang jarang di jamah.
2 insan itu pun melakukan pergerakan hebat dengan posisi berdiri. Tak sampai 20 menit, Andreas menyemburkan benihnya ke luar, membuang ke lantai.
Bola mata Fransiska membulat sempurna, ia benar-benar tak percaya dengan apa ia lihat. Berharap bisa memiliki keturunan dengan sekali melakukan, Andreas malah menghancurkan harapan itu.
Sia-sia aku berjuang untuk meningkatkan gairahnya.
"Apa kamu sudah puas?" tanya Andreas sembari menuju ke kamar mandi.
"Puas," sahut Fransiska datar. Tatapan kosong mengarah pada setumpuk cairan kental di atas lantai.
Ingin rasanya ia mengutip, memasukkannya ke dalam agar ia bisa mengandung. Tapi apalah daya, benih itu hanya bisa di tatap, dan di bayangkan.
Fransiska mengambil tisu, membersihkan cairan kental itu dengan tisu, membuang tanpa berharga ke tempat sampah.
1 jam berlalu, Fransiska mengantar kepergian Andreas sampai di depan gerbang rumah mereka. Wajah sendu, serta keputusasaan terlihat jelas di raut wajah cantiknya.
Fransiska masih terus menatap sendu mobil belakang Andreas sudah semakin jauh dari jarak pandangnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi Mas?" bergumam.
Dari arah belakang ada tangan pria menepuk bahu Fransiska. Tangan pria itu adalah milik Daniel.
"Suami kamu pergi?" tanya Daniel lembut.
Fransiska terjungkal kaget, kedua bahu menaik, dan spontan menoleh.
"Hampir saja jantungku lepas," Fransiska mengelus dadanya.
Daniel menggenggam tangan Fransiska, "Aku tadi masak banyak untuk makan malam. Gimana kalau kamu temani aku makan malam di rumah," pinta Daniel tanpa penolakan.
"Tapi...bibi di rumahku..."
"Kalau kamu menolak, aku akan marah padamu. Mau ikut, atau aku marah nih!" ancam Daniel.
"Iya deh, aku ikut," sahut Fransiska menyerah.
Daniel mengajak Fransiska ke rumahnya, masuk ke ruang makan, memberikan tempat duduk, dan melayani Fransiska dengan penuh kehangatan.
Perbuatan Daniel membuat Fransiska merasa nyaman. Selama 15 tahun menikah dengan Andreas, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus seperti apa yang di lakukan Daniel kepadanya.
Fransiska terus memandangi Daniel tanpa berkedip, debaran aneh di dadanya perlahan muncul.
"Siska ...Sis.." panggil Daniel melambaikan tangannya tempat di depan wajah Fransiska.
Fransiska terkejut, cepat-cepat ia kembali tersadar dari lamunannya.
"Maaf, aku melamun," ucap Fransiska.
"Apa kamu sakit?" tanya Daniel sembari menempelkan punggung tangannya ke kening Fransiska.
Fransiska tercengang, spontan memundurkan kepalanya ke belakang, menepis tangan Daniel.
"A-aku baik-baik saja," ucap Fransiska gugup.
"Jangan berbohong padaku Siska, keningmu sangat panas," mendudukkan dirinya, "Sebaiknya kamu makan dulu, habis itu istirahat di kamarku," lanjut Daniel tegas.
"A-aku punya rumah, lebih baik aku istirahat di rumah setelah makan," tolak Fransiska gugup.
"Jika kamu istirahat di rumah, tidak ada orang yang akan mengurus mu. Lebih baik istirahat di rumah ku saja. Aku harap jangan menolak kebaikanku untuk hari ini," ucap Daniel datar.
Fransiska tertunduk, lalu mengangguk.
Setelah selesai makan, Daniel mengajak Fransiska beristirahat di dalam kamarnya. Daniel merawat Fransiska dengan penuh kehangatan, seperti ada sisa cinta masih terpendam di dalam hatinya.
Fransiska kini sedang tertidur lelap, mungkin efek obat demam pemberian Daniel.
Daniel terus memandangi wajah cantik Fransiska tak pernah pudar meski termakan usia. Tangan tegap itu membelai lembut puncak kepala Fransiska.
"Sejujurnya aku masih mencintaimu, Siska. Maafkan perbuatanku dulu, memutuskan tanpa memberikan alasan yang pasti," gumam Daniel.
Merasa lelah seharian membersihkan rumah, dan menyusun barang-barang miliknya. Daniel merebahkan tubuhnya, memeluk Fransiska.
.
.
.
Di kota Bali.
Andreas berada di sebuah rumah cukup mewah di kota itu. Ia duduk di ruang tamu dengan seorang anak perempuan berusia 10 tahun bergelayut manja, memeluk lengannya.
"Papi, kenapa lama sekali pulang ke sini?" tanya anak perempuan itu, sebut saja Vika, kepada Andreas.
"Papi masih banyak pekerjaan, maafkan, ya," sahut Andreas lembut.
Wanita berusia 35 tahun keluar dari ruang dapur, membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan.
"Vika, Papi pergi ke luar kota untuk mencari duit buat kita," sambung wanita berusia 35 tahun, Anissa.
"Pasti badan Papi pegal-pegal, mau Vika pijitin?" tawar Vika, memijat lengan Andreas.
"Sebaiknya kamu pergi bermain sendiri dulu. Papi masih ada hal yang harus di bicarakan dengan Mama," pinta Andreas lembut, tangannya membelai rambut belakang Vika.
"Baik, Vika pergi dulu!"
Setelah Vika pergi, Anissa duduk di sebelah Andreas.
Andreas memijat keningnya, wajahnya berubah menjadi kusut.
"Kamu kenapa sayang? apakah wanita itu meminta anak darimu lagi?" tanya Anissa.
"Iya, saya sangat pusing melihat Fransiska terus meminta anak kepadaku. Saya hanya ingin punya anak satu, yaitu Vika. Haah...itu pun menerima kehadiran Vika dengan sangat terpaksa karena kamu tidak bisa menggugurkannya," sahut Andreas gusar.
"Maafkan aku yang tidak bisa menolak kehamilan waktu itu. Aku juga sebenarnya tidak ingin hamil dan melahirkan. Aku cukup tau diri, aku ini siapanya kamu. Aku hanya seorang wanita simpanan mu," ucap Anissa.
"Yang lalu biarlah berlalu, saya tidak ingin membahas kesalahan itu lagi saat ini," menatap Anissa, "Bagaimana dengan homeschooling Vika. Apakah berjalan dengan lancar?" tanya Andreas mengalihkan pembicaraan.
"Semua berjalan dengan lancar. Mmm...kapan kamu akan menikahi ku?"
"Apa! menikah?! sudah tidak waras kamu. Sampai kapan pun saya tidak akan pernah menikahi kamu, Anissa!" celetuk Andreas menekan nada suaranya.
"Jadi buat apa kita terus berpura-pura menjadi suami-istri. Bagaimana jika Vika tahu semua yang kita lakukan hanya sandiwara kita?" tanya Anissa lirih.
"Siapa suruh kamu tidak menggugurkan anak itu dulu!" cetus Andreas.
"Aku sudah berusaha, tapi memang Vika aja yang kuat. Oh....apa kamu takut ketahuan oleh Fransiska karena memiliki anak dariku?" tanya Anissa menyinggung Andreas.
Plaak!!
"Berani sekali kamu berkata seperti itu. Kamu harus ingat, kamu itu hanya wanita simpanan! sedangkan Fransiska adalah bidadari di mata saya. Fransiska adalah seorang wanita yang begitu sempurna dengan setiap inchi yang tak kurang dari apa pun. Sedangkan kamu, wanita tua yang tak bisa menjaga diri. Lihat anak itu, dia bahkan mulai tumbuh menjadi gadis remaja!"
"Hiks...hiks...kamu memang jahat. Kamu adalah lelaki yang tak bertanggung jawab!" teriak Anissa di kalimat terakhir dengan derai air mata.
"Kalau saya adalah pria yang tidak bertanggung jawab, buat apa saya bersusah payah datang ke sini untuk memberikan uang, dan melihat keadaan Vika. Meski saya tidak menyukai kamu, dan kehadiran Vika!" sahut Andreas tersulut emosi.
"Kamu pria egois!" teriak Anissa.
Lelah dengan teriakan Anissa, Andreas mengeluarkan beberapa gepok uang, meletakkannya di atas meja.
"Uang ini untuk satu bulan ke depan. Saya pamit pergi. Tolong bilang, 'kan pada Vika, jika Papinya masih ada pekerjaan lagi!"
Andreas pun pergi begitu saja, meninggalkan uang bergepok-gepok untuk membiayai kehidupan anak hasil hubungan gelapnya, dan uang tutup mulut untuk Anissa.
Anissa menatap kepergian Andreas, segaris senyum tercetak di wajahnya.
"Bodoh!"
Perlahan kelopak mata Fransiska terbuka, merasa bagian perutnya berat, Fransiska menurunkan pandangannya ke bawah, berapa terkejutnya dirinya saat melihat ada tangan tegap memeluknya erat dari belakang.
'Haa...sejak kapan Daniel memelukku?' batin Fransiska.
"Sudah bangun?" tanya Daniel terbangun karena tubuh Fransiska bergerak.
"Ta-tangan kamu...."
"Oh, maaf!" Daniel segera melepaskan pelukannya.
Fransiska melirik ke jam dinding, "Gawat! Sudah jam 00:00 malam. Aku harus segera pulang," ucap Fransiska sembari menyingkap selimut. Namun, Daniel menahan pergelangan tangan Fransiska.
"Tidurlah di sini," pinta Daniel tulus.
"Maaf, aku sudah menikah. Aku juga sudah memiliki rumah, sebaiknya aku pulang, nggak enak di lihat tetangga," tolak Fransiska sopan.
"He he...maaf, aku lupa!" celetuk Daniel sembari menggaruk kepalanya tak gatal.
Daniel pun mengantarkan Fransiska pulang ke rumahnya. Sesampainya di depan gerbang rumah, Fransiska dan Daniel di kejutkan dengan tatapan seorang lelaki. Lelaki itu adalah Andreas.
"Mas!"
Andreas melirik tajam ke Daniel. Daniel membalas tatapan tajam itu dengan mengulurkan tangannya.
"Perkenalkan namaku, Daniel Xaverius, kakak kelas Fransiska sewaktu SMA dulu."
Andreas tidak menjawab, pandangannya berpaling ke Fransiska, menarik Fransiska menjauh dari Daniel, lalu kembali menatap Daniel.
"Kamu tahu siapa Siska?" tanya Andreas dingin.
"Tentu saja, Siska adalah istri Anda. Istri idaman para lelaki!" bisik Daniel di kalimat terakhir. Andreas mengepal sebelah tangannya, wajahnya berubah suram.
Fransiska melirik dengan bingung. Bisikan apa yang baru saja di berikan Daniel sehingga wajah suaminya berubah drastis.
"Kamu masuk!" perintah Andreas dingin.
Fransiska masuk tanpa membantah, sesekali ia melirik ke belakang, melihat Andreas dan Daniel saling tatap seperti hendak saling membunuh.
"Berani sekali kamu berkata seperti itu mengenai istri saya," ucap Andreas dingin.
"Oh...apakah benar Anda mencintai Siska dengan tulus. Atau....Anda mencintai hanya karena terobsesi melihat kecantikan dan kemolekan tubuhnya?" sindir Daniel tepat sasaran.
Bam!
Daniel mundur 2 langkah ke belakang, kepalanya sedikit menunduk, hidungnya mengeluarkan darah.
"Ck, lumayan juga pukulan dari tangan mu itu," ejek Daniel, tangannya menyeka kasar darah mengalir dari hidungnya.
"Saya peringatkan ke kamu, jauhi Fransiska. Dia itu adalah istriku, jika sekali lagi kamu mendekati nya, maka kamu akan tahu akibatnya!" ancam Andreas serius.
"Kalau aku tidak mau! Dan kenapa kamu menyuruh ku untuk menjauhi Siska?" Daniel mendekatkan bibirnya ke daun telinga Andreas, "Jika sudah bisa setia pada satu pasangan, jangan menyuruh pasangan Anda untuk setia kepada Anda. Aku tahu siapa Anda!"
Andreas mengernyitkan dahinya, kedua tangan mengepal erat hingga urat-urat tangannya terlihat.
"Jangan sok tahu tentang saya!" balas Andreas membela diri.
Daniel tidak menjawab, ia balik badan, melangkah pergi meninggalkan Andreas tanpa melanjutkan ucapannya.
"Awas saja kamu!" gumam Andreas penuh kebencian.
Andreas pun masuk, melangkah besar masuk ke dalam kamarnya.
Blam!
Pintu di tutup sangat kuat. Fransiska sedang memakai krim malam terkejut, buru-buru ia menghampiri Andreas.
"Kenapa Mas?" tanya Fransiska cemas.
"Tidak ada," sahut Andreas datar.
Andreas menarik tangan Fransiska, membawanya menuju ranjang.
"Mas, ada apa ini?" tanya Fransiska bingung.
Andreas tidak menjawab, ia menjatuhkan tubuh Fransiska kasar, melucuti bajunya, lalu baju Fransiska.
"Mas..."
"Saya sangat mencintaimu, saya tidak ingin kamu berpaling dari saya, Siska!" ucap Andreas ambigu.
"Siapa yang akan berpaling dari Mas?" tanya Fransiska bingung.
Andreas tidak menjawab, memilih untuk mencium Fransiska, lalu melakukan kegiatan panas itu di atas ranjang.
20 menit kemudian, Fransiska dan Andreas merebahkan tubuh polos mereka di atas ranjang, debaran jantung masih terlihat jelas di dada mereka.
Andreas menyelimuti tubuh polos Fransiska, lalu sekilas kecupan ringan mendarat di kening licin Fransiska.
"Maafkan saya!" ucapnya sendu.
"Ada apa ini sebenarnya Mas?" tanya Fransiska masih belum mengerti.
Andreas duduk membelakangi Fransiska, "Siska, bagaimana jika saya berselingkuh sampai memiliki anak di belakang kamu. Apakah kamu masih mau menerima saya?" Andreas mulai bertanya dengan tidak jelas.
Fransiska memeluk punggung polos suaminya itu, "Aku sangat yakin jika Mas tidak seperti itu. Aku sangat yakin jika Mas adalah pria yang setia, meski aku tahu Mas tidak pernah bersikap romantis kepada ku. Jika memang benar Mas berselingkuh sampai memiliki anak dengan wanita lain. Maka aku akan memilih untuk berpisah demi anak itu, daripada bertahan, tapi hati tersakiti," ucap Fransiska menepis ucapan Andreas.
Andreas mengepal kedua tangannya, perasaan bersalah mulai muncul di dalam hatinya.
Rasanya ingin jujur kepada Fransiska. Tapi hatinya tak ingin kehilangan sosok wanita begitu sempurna di matanya.
Maksud dari kata sempurna di mata Andreas saat melihat Fransiska ialah memiliki lekuk tubuh, kulit, wajah dan lainnya di tubuh Fransiska seperti tak pernah pudar dan awet muda. Kesempurnaan tak pernah di miliki wanita lain.
Andreas menoleh ke belakang, "Kita sudah lama tidak mandi bersama. Apa kamu ingin saya gosok punggung mulus kamu itu?"
"Boleh!" angguk Fransiska tidak menolak.
Andreas menggendong Fransiska masuk ke kamar mandi. Memenuhi bathub dengan air hangat.
Sejenak pertanyaan Andreas membuat Fransiska mencocok kelakuan Andreas saat ini sangat jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya. Sempat ia berpikir, apakah perkataan Andreas itu adalah sebuah ungkapan kejujuran. Namun, rasa cinta kepada Andreas menepis keraguan buruk mulai muncul secara perlahan di pikirannya.
"Kulit tubuhnya sangat halus Siska, tidak sia-sia saya memberikan perawatan mahal hanya untuk menjaga kecantikan dirimu," puji Andreas sembari menggosok punggung Fransiska.
"Mas apa benar tidak ingin memiliki anak dari pernikahan kita?" tanya Fransiska menyelipkan keinginan nya.
"Benar, saya hanya ingin hidup berdua di dunia ini dengan kamu seorang. Bagiku memiliki kamu sudah lebih dari cukup," sahut Andreas tenang, seolah dirinya adalah pria paling setia dan menerima Fransiska apa adanya.
"Apa Mas tidak bosan hidup hanya berdua selama 15 tahun kita menikah?" tanya Fransiska, sorot mata memandang pantulan wajahnya di dalam air rendaman.
"Kenapa saya harus bosan dengan kamu. Bukannya kamu sudah memiliki segalanya yang sangat saya inginkan," memijat bahu Fransiska, "Siska, saya tak ingin mendengar keluhan atau pertanyaan seperti ini lagi. Sudah, mari merilekskan diri kita tanpa membahas apa pun," lanjut Andreas membujuk.
Fransiska mengangguk patuh.
.
.
Di ruang kerja Daniel.
Daniel duduk di kursi besarnya, ia memandangi foto anak perempuan berusia 1 tahun duduk di atas pangkuan seorang wanita dengan bagian kepala kepala di sobek.
"Jika kamu tahu siapa wanita yang sedang memangku mu itu adalah seorang wanita Iblis yang kejam. Maka aku sangat yakin kau tidak akan mau memanggil wanita itu dengan sebutan seorang Mama. Seorang gadis kecil yang malang, tak tahu siapa ayahnya. Seorang wanita selalu kau panggil Ibu telah memanipulasi semuanya hanya untuk mendapatkan keinginannya."
Daniel mengambil bingkai foto itu, memasukkannya ke dalam laci mejanya. Ia pun menyandarkan tubuhnya ke kursi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!