Zhafira Argani gadis cantik berusia 18 tahun yang harus kehilangan Ibunya saat berusia 10 tahun. Kehidupan Zhafira yang indah harus berubah menjadi mimpi buruk saat sang Ayah memutuskan untuk menikah dengan Desy.
Di depan sang Ayah Desy dan Winy – Kakak tiri Zhafira – memperlakukan Zhafira dengan baik. Mereka seoah menyayangi gadis kecil itu. Namun, saat sang Ayah tidak ada mereka akan dengan kejam menyiksa Zhafira.
Kemalangan Zhafira tidak berhenti sampai di sana. Ketika Ayahnya meninggal karena kecelakaan kehidupan Zhafira semakin buruk. Seluruh harta kekayaan orang tua Zhafira direbut paksa oleh Desy dan Winy. Mereka bahkan dengan kejam memaksa Zhafira untuk bekerja jika ingin melanjutkan kuliahnya.
Seperti saat ini Zhafira terpaksa bekerja sebagai pekerja paruh waktu di salah satu restoran ternama sebagai seorang pelayan.
“Zhafira, kamu antarkan minuman ini ke meja nomor lima. Berhati-hatilah karena mereka pelanggan istimewa di sini.” Ucap Indra sambil menyerahkan nampan berisi segelas minuman.
“Oke Kak,” Zhafira menjawab dengan riang.
Zhafira baru saja meletakkan gelas ketika pelanggannya itu tiba-tiba kesakitan sambil memegang dada kirinya. Zhafira dan beberapa pengunjung tentu saja panik melihat kondisi pria tua itu.
Namun, Zhafira berusaha untuk menenangkan dirinya dan dengan cepat menghubungi ambulans. Dia harus menolong pria itu sebelum terjadi sesuatu yang fatal.
“Kak, gimana ini?” tanya Zhafira pada Indra yang ikut membantu.
“Kamu ikut antar Tuan ini, nanti aku yang minta izin sama Bos. Jangan panik ya, tunggu sampai keluarga beliau datang baru kamu bisa pergi.” Jelas Indra berusaha menenangkan Zhafira yang tampak panik.
Zhafira mengangguk setuju dan apa akhirnya gadis itu ikut menuju rumah sakit. Beruntung pria itu bisa selamat karena Zhafira bertindak cepat memanggil ambulans.
Zhafira sedang duduk menunggu salah satu keluarga pria itu seperti yang diperintahkan oleh Indra. Tidak lama seorang pria muda datang dan berdiri di depannya.
“Maaf Nona, apa Anda yang membantu Kakek saya?” tanya pria asing tersebut.
“Iya Tuan,” jawab Zhafira dengan menundukkan kepalanya.
“Terima kasih dan ambillah ini sebagai imbalan untuk Anda.” Pria tersebut menyodorkan sebuah amplop yang cukup tebal pada Zhafira.
“Terima kasih Tuan, tapi saya tidak menerima imbalan. Apa yang saya lakukan ada kewajiban saya, sekali lagi terima kasih.” Zhafira bergegas pergi tanpa berniat mendengarkan ucapan pria asing itu.
Zhafira bukan bermaksud sombong, hanya saja dia merasa tidak berhak menerima imbalan itu. Yang dia lakukan tadi adalah kewajibannya dan dia dengan ikhlas melakukan pertolongan itu.
Mungkin Zhafira tidak akan menyangka peristiwa hari ini akan membawa perubahan besar dalam hidupnya. Perubahan yang bahkan tidak pernah terpikir olehnya.
...☆☆☆
...
2 tahun kemudian.
“Zhafira!” panggilan itu berasal Winy yang terlihat sangat marah.
“Ada apa, Kak?” tanya Zhafira yang baru saja selesai bersih-bersih.
“Lo apain cowok gue, hah? Lo godain dia ya?” tuduh Winy langsung membuat Zhafira menatapnya kaget.
“Apa maksud Kak Winy? Aku bahkan nggak tahu siapa pacar Kak Winy.” Zhafira menjawab dengan tenang yang justru membuat Winy semakin marah.
“Nggak usah bohong lo! Lo sekarang jadi murahan ya! Jangan-jangan lo sudah jual diri lo buat biaya kuliah, iya ‘kan?”
“Astagfirullah, Kak Winy. Aku bukan wanita murahan, biaya kuliahku adalah hasil kerja kerasku. Aku nggak tahu kenapa Kak Winy menuduhku seperti ini dan tuduhan ini bukan pertama kalinya. Aku nggak melakukan apapun, jadi berhenti menuduhku yang tidak-tidak.”
Zhafira segera mengurung dirinya di kamar. Dia tidak mau meladeni Winy yang selalu menuduhnya merebut kekasih wanita itu. Padahal, Zhafira saja tidak pernah tahu siapa kekasih Winy karena dia terlalu sibuk dengan bisnis kecil-kecilannya.
Sementara itu di ruang tamu Desy yang merasa terganggu dengan teriakan Winy langsung keluar kamar.
“Ada apa?” tanya Desy pada Winy yang tengah menahan emosi.
“Mi, lagi-lagi pacar Winy minta putus. Semua gara-gara Zhafira, anak itu semakin kurang ajar. Ini sudah kesekian kalinya Winy diputusi!” Adu Winy pada Desy yang terlihat tidak terima.
“Kurang ajar anak itu, sepertinya dia pakai pelet. Semua pria yang ada di dekat kamu selalu meliriknya. Ini nggak bisa dibiarkan atau kamu nanti bakal susah dapat jodoh.” Ucap Desy asal yang justru disetujui oleh Winy.
“Benar, Mi. Ini semua gara-gara Zhafira, Mami harus lakukan sesuatu untuk menyingkirkan Zhafira!”
“Mami lagi mikirin caranya, kamu tenang saja. Ah, atau perlu kita jual dia? Lagian dia nggak berguna untuk kita, kebetulan Mami sedang pusing mikirin hutang.”
“Benar Mi, lebih baik Mami jual dia biar bermanfaat. Mami harus jual dia dengan harga yang mahal, ingat Mi aku nggak mau jatuh miskin gara-gara hutang Mami yang semakin menumpuk.”
Desy terdiam sejenak, memikirkan cara untuk menjual Zhafira tanpa diketahui gadis itu sendiri. Jujur saja, Zhafira itu cantik dan karena itulah banyak pria yang tertarik padanya.
“Mami akan cari cara, Mami yakin dia bisa dijual dengan harga mahal. Setelah kita jual dia kita bisa bayar hutang dan hidup enak lagi.”
Desy dan Winy tersenyum licik, keduanya membayangkan kehidupan yang menyenangkan. Winy tidak perlu lagi repot-repot menyodorkan dirinya pada pria yang ingin menjamin kehidupan mewahnya. Dia yakin menjual Zhafira akan mendapat keuntungan.
Keesokan harinya, baik Desy maupun Winy sama-sama tidak berniat mengganggu Zhafira. Ibu dan anak itu sedang menjalankan rencana mereka, yaitu menjual Zhafira.
Nanti malam pria yang ingin membeli Zhafira akan datang untuk melihat seperti apa gadis yang dibeli dengan harga mahal.
“Zhafira, nanti malam ada tamu istimewa jadi kamu harus dandan yang cantik.” Perintah Desy saat mereka sedang menikmati makan siang buatan Zhafira.
“Siapa, Mi?” tanya Zhafira.
“Sudah kamu nggak usah banyak tanya, turuti saja kata Mami. Tenang saja, Mami nggak akan berbuat hal buruk.”
Mendengar perkataan Desy yang berusaha meyakinkannya justru membuat Zhafira semakin curiga. Firasatnya mengatakan ada hal buruk yang sedang direncanakan oleh Desy dan Winy.
Firasat Zhafira terbukti saat melihat 2 orang pria datang berkunjung. Pria pertama adalah pria tua yang terlihat seperti seorang Bos besar, sedangkan pria kedua seperti seorang asisten kepercayaan.
“Kenali Tuan, ini Zhafira putri kecil saya.” Ucap Desy memperkenalkan Zhafira yang duduk di sampingnya.
Zhafira jelas tidak berniat untuk berkenalan karena dia tahu ada yang tidak beres dengan kedua pria itu. Pria tua itu terdiam cukup lama sambil menatap Zhafira yang membuat gadis itu merasa risih.
“Saya akan membayar dua kali lipat, tapi serahkan gadis itu pada saya seluruhnya!” ucap pria tua itu dengan nada datar.
Zhafira tentu merasa shock karena tidak menyangka Desy menjualnya pada pria tua. Desy dan Winy juga tidak kalah shock karena pria tua itu menawarkan harga fantastis demi memiliki Zhafira.
“Mami, apa maksud ini semua?” tanya Zhafira yang tidak tahan dengan situasi ini.
“Tuan ini membelimu dan Mami setuju dengan harga yang beliau tawarkan!” ucap Desy membuat keputusan tanpa memikirkan perasaan Zhafira.
...☆☆☆
...
Zhafira hanya bisa menangis ketika pria tua dan asistennya itu pergi setelah melakukan kesepakatan dengan Desy. Zhafira tidak menyangka jika Desy akan berbuat sejauh ini.
“Mami, kenapa Mami bisa sejahat ini sama aku?” tanya Zhafira disela tangisnya.
“Nggak usah drama, apa yang saya lakukan ini demi menyambung hidup. Anggap saja ini bayaran sudah mengurus kamu selama delapan tahun! Nggak usah nangis, sana kemasi barangmu karena besok mereka akan menjemputmu!”
“Aku nggak mau, Mami! Aku nggak mau!” Zhafira berteriak marah, menolak untuk melakukan perintah Desy.
Winy yang tidak tahan langsung menarik paksa Zhafira dan mengunci gadis itu di dalam kamarnya. Zhafira menangis, menggedor pintu sambil berteriak.
“Mami, Kak Winy! Buka pintunya, aku nggak mau dijual!” Teriak Zhafira sambil terus menggedor pintu kamarnya.
Desy dan Winy memilih untuk pergi, mereka membiarkan Zhafira menangis hingga nanti lelah sendiri. Lagipula, percuma saja Zhafira menolak karena Desy sudah menandatangani kesepakatan dengan pria tua tadi.
“Mi, menurut Mami apa Zhafira akan dijual lagi?” tanya Winy penasaran.
“Mami nggak tahu dan nggak mau tahu. Biarkan saja, yang penting kita dapat uang banyak.” Desy menjawab dengan santai sambil mengelus sebuah cek yang tertulis nominal fantastis.
“Mami kenal pria tua tadi dari mana?” tanya Winy lagi.
“Mami nggak sengaja ketemu teman lama Mami, katanya dia bertemu dengan seseorang yang mencari gadis muda. Sudah banyak gadis muda yang dia datangi, tapi nggak ada satupun yang menarik perhatian. Mami nggak menyangka ketika menawarkan Zhafira, pria tua itu langsung tertarik.”
“Pesona cukup kuat juga,” gumam Winy tidak suka.
Winy tidak mau mengikuti jika Zhafira berkali-kali lipat lebih cantik darinya. Tentu saja Zhafira cantik, orang tuanya saja tampan dan cantik.
“Besok pagi pria tua itu pasti datang menjemput Zhafira, tugas kamu jaga Zhafira jangan sampai dia berhasil kabur!” perintah Desy pada Winy yang hanya bisa mengangguk pasrah.
Sepanjang malam Desy dan Winy mengawasi Zhafira agar gadis itu tidak kabur. Sementara Zhafira tertidur karena lelah menangis, gadis itu bahkan terlihat sangat menyedihkan.
...☆ ☆ ☆
...
Zhafira pikir yang terjadi semalam hanyalah mimpi belaka. Namun, ketika pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok Winy yang berdiri angkuh membuat Zhafira sadar semua adalah kenyataan.
“Bangun dan bersiap, lo nggak bisa melawan atau Mami bertindak lebih jauh! Lo nggak mau ‘kan Mami jual rumah ini dan bakar seluruh barang-barang peninggalan ortu lo?” ancaman Winy membuat Zhafira pasrah.
Untuk sementara Zhafira akan mengikuti perkataan Desy dan Winy. Setelah dia keluar dari rumah ini, Zhafira berencana kabur. Dia tidak sudi dijual, dia bukan wanita murahan.
Tidak lama mobil yang menjemput Zhafira datang. Tanpa paksaan gadis itu masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan rumahnya.
Ketika sampai, Zhafira dibuat terkejut dengan rumah mewah di hadapannya. Puluhan pelayan menggunakan seragam berbaris rapi menyambutnya.
“Selamat datang di mansion, Nona!” seluruh pelayan dengan kompak memberi salam sambil membungkukan badan.
Zhafira dibuat tercengang, dia seperti seorang putri kerajaan yang disambut dengan sangat istimewa.
“Nona, mari ikut saya, Tuan besar sudah menunggu Anda.” Ucapan itu membuat Zhafira sadar bahwa ada hal lebih besar yang akan dia hadapi.
Zhafira dibawa menuju sebuah ruangan besar yang tertutup. Di dalam sudah menunggu pria tua yang membelinya kemarin.
“Silahkan, duduk!” perintahnya dengan nada datar.
“Tuan, saya—“ ucapan Zhafira terpotong ketika dia menyadari ada orang lain di dalam ruangan ini.
“Dia adalah cucuku, sekaligus pemilik mansion ini.” Ujar pria tua itu memperkenalkan pria yang lebih muda darinya.
Zhafira menatap pria itu, tampan dan dingin. Itulah kesan pertama yang Zhafira dapat.
“Seperti yang sudah kamu ketahui, saya membelimu dan itu artinya kamu adalah milik saya!” pria tua itu berkata dengan tegas.
“Tuan, saya nggak mau. Saya bahkan nggak tahu kalau saya dijual, tolong bebaskan saya.” Zhafira memohon dengan air mata yang sudah mengalir, gadis itu bahkan rela berlutut.
“Sebenarnya saya tidak berniat membelimu, tapi inilah yang bisa saya lakukan. Dengar gadis kecil, kita akan melakukan kesepakatan dan kamu tanda tangani surat perjanjian ini.” Zhafira menerima beberapa lembar kertas yang berisi perjanjian.
Mau tidak mau Zhafira membaca poin penting dalam perjanjian tersebut. Mata gadis itu melotot kaget membaca isi perjanjian tersebut.
“Tuan, ini—“
“Segera tanda tangani!” ucap pria tua itu dengan tegas memotong bantahan yang ingin diucapkan oleh Zhafira.
Dengan tangan gemetar Zhafira menandatangani surat perjanjian tersebut. Dengan ini, hidup Zhafira benar-benar berubah. Dia tidak punya pilihan lain, hidupnya benar-benar berantakan.
“Kepala pelayan akan mengantar ke kamarmu, ingat jangan membuat masalah. Minggu depan pernikahan akan dilangsungkan!”
Zhafira hanya bisa menunduk pasrah menuju kamar yang akan dia tempati selama tinggal di mansion mewah ini. Minggu depan dia akan menjadi istri dari pria asing yang bahkan tidak dia ketahui namanya.
Di dalam kamar, Zhafira hanya bisa menangis pasrah. Hidupnya benar-benar hancur, semua orang bertindak sesuka hari mereka tanpa peduli dengan perasaan Zhafira.
“Ayah-Bunda, Zhafira kangen. Zhafira capek, Zhafira nggak kuat lagi.” Zhafira menangis sembari memeluk dirinya sendiri.
Hidupnya yang malang, seolah Tuha sedang menghukumnya. Hukuman yang benar-benar menyiksa kehidupannya.
...☆ ☆ ☆
...
Winy menatap tidak percaya pada Desy yang baru saja menyampaikan kabar mengejutkan. Kabar tentang pernikahan Zhafira dengan cucu dari pria yang sudah membelinya.
“Mami nggak bercandakan?” tanya Winy memastikan dia tidak salah mendengar.
“Mami serius, Zhafira akan menikah minggu depan!” ujar Desy serius.
“Wah, enak banget Zhafira bisa dapat suami kaya!” Winy berseru merasa iri dengan keberuntungan Zhafira.
“Kamu harus tahu, calon suami Zhafira itu cacat. Dia lumpuh karena itulah nggak ada yang mau menikah sama dia.”
Winy kembali merasa terkejut dengan informasi baru ini.
“Tapi tetap saja Mi suami dia orang kaya!”
“Itu keuntungan buat kita, nanti setelah dia menikah kita harus peras dia. Kita akan ikut menikmati kekayaan suaminya yang cacat itu.” Desy tertawa dengan licik bersama Winy yang setuju dengan rencana Maminya.
Kedua orang itu bahkan sudah membayangkan akan hidup dalam kemewahan. Zhafira membawa berkah untuk mereka. Bagi Desy, ada untungnya dia membiarkan Zhafira hidup bersamanya selama 2 tahun ini.
Surat perjanjian :
Pihak pertama : Barra Al Hakeem
Pihak kedua : Zhafira Argani
Perjanjian yang TIDAK BOLEH DILANGGAR :
1. Pihak kedua harus bersedia menikah dengan pihak pertama.
2. Pihak kedua tidak boleh menuntut cerai tanpa alasan yang jelas.
3. Pihak pertama berhak atas pihak kedua.
4. Pernikahan dijalankan sebagaimana pernikahan pada umumnya.
5. Pihak kedua bersedia memiliki anak dan merawatnya dengan baik.
6. Tidak boleh ada perselingkuhan.
7. Pihak kedua harus mengikuti aturan keluarga Al Hakeem.
8. Pihak kedua tidak boleh melanggar aturan yang tertulis.
Tertanda,
1. Barra Al Hakeem
2. Zhafira Argani
...☆ ☆ ☆...
Zhafira tidak menyangka jika dia harus menikah dengan Barra yang lumpuh. Pria itu bahkan terlihat sangat mengerikan ketika menatapnya seolah dia adalah virus yang mematikan.
Zhafira sedikit merasa beruntung karena dia tidak tinggal berdua saja dengan Barra. Satu hal yang bisa disyukuri oleh Zhafira adalah Kakek Taufik ternyata sedikit lebih baik dari dugaannya.
Zhafira tidak tahu apakah harus bersyukur atau tidak. Dia dijual dan yang membelinya justru memaksa untuk menikah dengan cucunya sendiri. Zhafira yakin jika pria lain yang membelinya pasti dia sudah dipaksa menjadi wanita malam.
“Besok kamu dan Barra akan ke butik. Pilihlah gaun yang cantik untuk pernikahan kalian.” Kakek Taufik membuka percakapan setelah mereka bertiga selesai makan malam.
Zhafira hanya bisa mengangguk pasrah. Zhafira merasa tidak nyaman, akan tetapi dia tentu tidak bisa membantah.
“Kakek sudah beritahu Mama?” tanya Barra setelah dari tadi berdiam diri.
“Sudah, Mama kamu akan menunggu di butik. Sekarang lebih baik kalian istirahat, urusan pernikahan ada Kakek yang menangani.”
Zhafira segera berpamitan untuk beristirahat lebih dulu. Dia masih merasa canggung duduk bersama dengan Barra dan Kakek Taufik.
Sebenarnya, Zhafira sedikit bingung karena persiapan pernikahan ditangani oleh Kakek Taufik. Zhafira pikir Barra yatim piatu seperti dirinya, akan tetapi tadi mereka menyebut Mama Barra yang artinya Barra masih memiliki seorang Ibu. Zhafira yakin keluarga Al Hakeem pasti memiliki rahasia yang tidak dia ketahui.
...☆ ☆ ☆ ...
Ketika tiba di butik, Zhafira langsung disambut wajah masam seorang wanita paruh baya yang dia yakini adalah Ibu kandung Barra.
“Jadi, dia pilihan Kakek kamu?” tanya Indah menatap Zhafira dengan tatapan meremehkan.
Barra tidak menjawab, pria itu hanya memasang wajah datar bahkan ketika Ibunya sendiri bertanya. Sungguh hubungan yang aneh, pikir Zhafira.
“Mari Nona ikut saya,” seorang pegawai butik menyela dengan mempersilahkan Zhafira untuk mengikutinya.
Zhafira menatap kagum pada puluhan gaun pengantin mewah di hadapannya. Gaun mahal yang dia yakini berharga fantastis.
“Silahkan dicoba, Tuan besar sudah memerintahkan untuk membiarkan Nona memilih sendiri gaun yang Nona inginkan.” Pegawai tersebut tersenyum ramah sambil menunjukkan gaun-gaun istimewa.
“Saya ingin sesuatu yang sederhana dan tidak terlalu menonjol.” Pinta Zhafira membuat pegawai tersebut sedikit kaget.
Pegawai tersebut tahu jika Zhafira adalah calon istri dari CEO perusahaan Al Hakeem. Perusahaan besar yang namanya sangat terkenal. Siapa yang menyangka jika adalah gadis cantik yang begitu sederhana.
“Ini adalah gaun yang baru selesai dirancang. Saya rasa gaun ini sangat cocok untuk Nona.”
Zhafira tersenyum senang melihat gaun yang dipilihkan untuknya. Sederhana, tapi sangat cantik dan terlihat istimewa.
“Saya mau coba yang ini,” ucap Zhafira dengan senyum lembutnya.
Barra sedang menunggu Zhafira yang tengah mencoba gaun pengantin. Di samping Barra ada Indah yang sedari tadi tidak berhenti mengomentari Zhafira.
“Kenapa sih Barra kamu mau ikuti kemauan Kakek kamu? Gadis tadi itu benar-benar nggak cocok sama kita, dia terlalu sederhana.” Ucap Indah sibuk mengoceh tengah Zhafira yang sayangnya tidak ditanggapi oleh Barra.
“Barra, kamu dengar nggak sih?” tanya Indah kesal.
Barra tetap tidak menjawab, pria itu hanya menatap lurus ke depan dengan wajah datarnya. Saat Indah ingin kembali protes, tirai di depan mereka terbuka dan menampilkan sosok Zhafira yang terbalut gaun pengantin.
Indah terpesona, dia tidak menyangka Zhafira bisa secantik itu. Sebenarnya Zhafira memang cantik hanya saya Indah tidak ingin mengakuinya.
“Bagaiaman Tuan muda?” tanya pegawai tersebut pada Barra yang tidak memberi reaksi apapun.
“Jelek, cepat sama ganti!” Indah menjawab cepat menyela pendapat Barra.
“Biarkan dia memakai gaun itu!” ucap Barra dengan tegas tidak memedulikan protesan dari Indah.
Indah yang kesal segera pergi, dia merasa tidak dianggap. Barra memang seperti itu dari dulu, bahkan setelah dinyatakan lumpuh pria itu tetap tidak berubah, justru semakin tidak tersentuh.
Zhafira dan Barra hanya tinggal berdua membuat situasi menjadi canggung. Terlebih tatapan tajam Barra seolah ingin membolongi kepala Zhafira.
“Saya belum mengatakan ini sebelumnya. Kamu harus ingat satu hal, pernikahan ini terjadi karena paksaan dan jangan mengharapkan apapun. Kamu hanya gadis miskin yang dibeli oleh Kakek Taufik, jadi jangan merasa tinggi!”
Zhafira menatap tidak percaya pada Barra yang menghinanya dengan sadis. Ternyata pria dingin seperti Barra justru memiliki mulut yang lebih tajam.
Saat Barra pergi barulah Zhafira bisa bernapas lega. Keberadaan Barra mampu mengitimidasi Zhafira dan membuat gadis itu tidak bisa berkutik.
“Dasar pria kaya sombong! Siapa juga yang berharga sama kamu!” gumam Zhafira kesal.
Jika bisa ingin rasanya Zhafira kabur saja, dia tidak mau menikah dengan Barra. Bukan karena pria itu lumpuh, tapi karena pria itu sangat menyeramkan. Tatapannya tajam dan dingin, serta omongannya sangat pedas.
...☆ ☆ ☆ ...
Hari pernikahan.
Zhafira sudah tampil cantik dalam balutan gaun pengantin pilihannya. Tadi pagi akad nikah sudah dilaksanakan dan berjalan lancar, sekarang adalah resepsi pernikahan. Tidak banyak tamu karena Kakek Taufik hanya mengudang kerabat dekat saja.
Dihari pernikahan ini barulah Zhafira melihat Ayah Barra yang bernama Lukman. Pria itu jauh lebih ramah dari Barra dan Indah. Dia bahkan menyambut Zhafira dengan hangat.
“Selamat datang di keluarga Al Hakeem,” bisik Lukman ketika Zhafira menyalaminya.
Resepsi berjalan dengan lancar dan satu hal yang Zhafira syukuri, yaitu tidak adanya Desy dan Winy. Kedua orang itu entah bagaimana keadaannya sekarang, Zhafira tidak mau berusaha dengan mereka lagi.
Saat ini Barra dan Zhafira berada di kamar pengantin mereka. Suasana hotel sudah cukup sepi karena keluarga yang lain sudah beristirahat di kamar masing-masing. Tinggal Barra dan Zhafira yang baru selesai membersihkan diri.
“Mas mau ke mana?” tanya Zhafira saat melihat Barra ingin keluar kamar.
“Bukan urusan kamu!” jawab Barra dingin.
Zhafira sebenarnya tidak ingin tahu, hanya saja dia takut jika salah satu keluarga pria itu bertanya kemana perginya Barra di tengah malam seperti ini.
“Ingat, saya terpaksa menikahi kamu. Apapun yang saya lakukan bukan urusan kamu! Kamu juga bisa melakukan apapun, tapi ingat jangan sampai mempermalukan keluarga Al Hakeem, ngerti kamu?”
“Iya Mas,” jawab Zhafira lemah.
“Satu lagi, jangan berharap lebih karena saya nggak sudi menyentuh kamu. Bagi saya, kamu hanya barang yang dibeli untuk menyenangkan hati Kakek saya!”
Usai mengatakan hal itu Barra segera pergi. Di luar kamar, asisten Barra sudah menunggu dengan setia. Zhafira tidak tahu kemana perginya Barra. Saat ini yang Zhafira rasakan adalah perasaan terhina.
Zhafira hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang buruk. Dihina dan ditinggalkan didalam pertama oleh suami sendiri. Zhafira merasa kehadiran tidak pernah diinginkan oleh siapapun di dunia ini.
“Sampai kapan aku bisa bertahan?” tanya Zhafira disela-sela tangisnya.
☆ ☆ ☆
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!