PROLOG
"Aaaarrrggh. Sakit. Sakit. Huuhuh. Huuhuh. Aaaarrrggh." teriak Mirah saat persalinannya.
"Tarik napas Ibu, sedikit lagi. Sedikit lagi. Ayo, ibu sekarang..," ucap dokter spesialis kandungan yang memberi semangat.
"Aaaarrrggh. Kak Bara. Aaarrrggh....," teriak Mirah sambil menggenggam kasar lengan Sang Suami.
Bara yang selalu mendampingi sang Istri saat melahirkan pun, setia dan bersedia menerima semua tindakan Mirah kepada tubuhnya karena menahan sakit.
"Maafkan aku sayang. Aku yang berbuat, kamu yang menanggungnya sekarang. Aku mencintaimu Mirah." batin Bara sedih, saat melihat Sang Istri yang sangat kesakitan dan berjuang saat melahirkan.
"Aaarrrggghh...," teriak Mirah sekali lagi dan kemudian sesosok makhluk mungil dengan kulit merah bersihnya keluar.
"Huuueee. Huuueee...," tangis bayi mungil tersebut.
"Hehehehe. Selamat Ibu Mirah, Bapak Bara. Atas kelahiran putri kecilnya. Anggota tubuhnya lengkap Ibu, Bapak dan juga sehat." ucap Dokter yang membantu persalinan tersebut.
Wajah Bara lalu berubah sumringah dan pelupuk matanya dipenuhi oleh air mata.
Perlahan air mata itu menetes dan kemudian Bara juga melihat Mirah yang sangat lemas dan penuh dengan peluh.
"Hah. Hah. Boleh saya menggendongnya dok?" tanya Mirah dengan napas yang tersengal.
"Tentu Bu. Sebentar." ucap Sang Dokter sambil menyelimuti bayi mungil itu dengan selimut bayi.
Lalu dengan perlahan dokter tersebut menyerahkan bayi mungil itu ke dalam dekapan Mirah.
"Hai sayang. Selamat datang. Terimakasih ya. Kamu lahir dengan sehat. Mama dan Papa ada disini." ucap Mirah sambil mengelus pipi bayinya itu.
"Hai. Princessnya Papa.Terimakasih ya nak. Kamu lahir dengan sehat dan Mama juga selamat. Papa sayang kamu nak." ucap Bara juga sambil mengelus sang anak.
"Terimakasih Sayang. Terimakasih atas perjuanganmu. Melahirkan putri kecilku. Maaf, karena perbuatanku, kamu menanggung sakit yang sangat lama. Cup.Cup." ucap Bara dengan cukup sedih sambil meneteskan air mata dan menciumi kening Mirah.
"Hehehhehe. Kalau kamu nggak berbuat, kita nggak akan punya princess mungil ini kak." jawab Mirah sambil tersenyum.
Semua tim medis yang masih ada di ruangan bersalin tersebut pun, ikut tertawa kecil dan tersenyum mendengar percakapan pasangan suami istri muda tersebut.
"Baik Ibu, boleh kami membersihkan putrinya dulu dan juga kami akan melanjutkan untuk membersihkan bagian intim Ibu, juga menjahitnya. Untuk ari - ari nya sebentar lagi, akan kami serahkan kepada Bapak Bara untuk nanti bisa dikuburkan." jelas Sang Dokter.
"Baik dok. Sayang, kamu dibersihin dulu ya. Nanti kita ketemu lagi. Cup." ucap Mirah pada Sang Anak sambil mencium kening bayi mungil itu.
Lalu Sang Anak menggeliat sesaat dan tersenyum.
Mirah kemudian kembali menyerahkan Sang Anak pada perawat.
...----------------...
"Mana cucu Tita? Awwwwawwww. Ini, cucu cantik Tita?" ucap Mami Bara dengan nada suara lucu, lalu meraih Sang Cucu dan lalu menggendongnya.
"Adddduuuhhh. Cantiknya. Siapa nama kamu nak?" tanya Mami Bara kepada Sang Cucu.
"Kinanti Bulan Putri Bara." jawab Bara sambil memandang Mirah yang juga sudah memandang Sang Suami dengan senyum manisnya.
"Waahh. Nama yang cantik, secantik wajahmu ya nak." ucap Mami Bara yang masih menggendong dan mengayunkan pelan Kinanti dalam gendongannya.
"Mirah, Bara. Selamat ya. Terimakasih Mirah, kamu sudah selamat dan sehat begitupun dengan Kinanti. Terimakasih juga sudah memberikan Papi dan Mami. Cucu yang sangat cantik dan juga lucu." ucap Papi sambil memeluk pundak Bara dan juga menggenggam tangan Sang Menantu.
"Sama - sama Pi." ucap Mirah dan Bara bersamaan.
Namun, kebahagiaan keluarga kecil Mirah dan Bara lagi - lagi terganggu.
Setelah kira - kira selama 5 hari di rumah sakit, Mirah beserta Kinanti sudah kembali ke rumah mereka.
"Hueee. Hueee." suara tangis Kinanti terdengar sangat keras dari CCTV baby, yang ada di atas meja dekat tempat tidur Mirah.
Bara kemudian membuka mata tiba - tiba, lalu dengan gerakan perlahan dia menggeser tubuhnya dan bangun dari tempat tidur.
Lalu berjalan dengan sedikit berjinjit, agar Sang Istri tidak bangun.
Setelah berhasil keluar dari kamarnya, lalu dia masuk dengan cepat ke kamar Sang Putri.
"Adddduuuhh. Dddduhhh. Anak Papa. Kenapa cayang, heum? Aus ya? Cebental ya. Papa ambil cucumu duyu." ucap Bara jenaka, sambil sudah menggendong Kinanti dan dengan cepat mengambil botol ASI dari kulkas khusus yang sudah disiapkan di kamarnya.
"Mana - mana, anak Papa yang cantik. Mana anak Papa yang manis. Nguuueeeenggg." ucap Bara sambil memainkan sesaat botol ASI tersebut sebelum akhirnya dimasukkan dengan alat bantu dot ke mulut Kinanti.
Seketika anak kecil tersebut berhenti menangis dan dengan lahapnya menyedot ASI Sang Ibu.
"Aus ya cayang. Aus ya. Nina bobok. Ohhh, nina bobok. Kinanti Papa cantik disayang Papa. Ik, Ungg." ucap Bara sambil menyanyikan lagu tidur yang digubah liriknya, menjadi lebih imut dan lucu.
Lalu Kinanti yang sedang menyedot dan mendengar Sang Ayah bernyanyi dengan lirik dan nada yang lucu pun, seketika tersenyum dan tertawa geli.
"Engh. Aaakkkk. Akkk." suara Kinanti yang tertawa geli.
"Eeeehhh. Eeehhh. Anak Papa tetawa dia. Tetawa dia. Lagi - lagi ya." ucap Bara kepada Kinanti yang kemudian mengulang beberapa kali nyanyiannya, hingga susu Sang Anak habis dan kembali tertidur pulas.
Setelah melihat Sang Anak tertidur di gendongannya, dengan gerakan perlahan dan masih bernyanyi. Diletakkan kembali Kinanti di dalam ranjang bayinya.
"Tidur yang nyenyak ya nak. Mimpi yang indah. Cup. Cup." ucap Bara berbisik sambil kemudian menciumi wajah Sang Anak beberapa kali.
Bara kemudian berjalan dengan pelan keluar dari kamar Sang Anak, pria itu berjalan mundur dan kemudian menutup pintu kamar anaknya.
Ceklek...
Suara gagang pintu yang ditutup.
"Pa." panggil Mirah dari belakang Bara.
"ASTAGA MAMA! Bikin Papa kaget aja. Kok kamu udah bangun, kan masih malam? tanya Bara sambil menarik pinggang Sang Istri dan mendekatkan ke arah tubuhnya.
"Ini udah jam 6 pagi Papa sayang, tapi kayaknya diluar lagi mendung. Jadi keliatan masih gelap." jelas Mirah.
"Astaga. Aku ada rapat pagi ini jam 7. Ya udah. Aku siap - siap dulu ya, sayang. Oh iya, Kinan baru aja tidur. Tadi habis 2 botol susunya. Cup. Aku mandi dulu ya." ucap Bara yang mencium singkat bibir Mirah dan langsung pergi menuju kamarnya lagi.
"Hehmmm. Terimakasih Tuhan. Engkau mempertemukan aku dengan laki - laki seperti Kak Bara, yang juga sudah memberikan hamba seorang putri kecil nan cantik." gumam Mirah dengan senyum manisnya saat memandang Sang Suami berlalu dari hadapannya, lalu dia pun kemudian langsung menuju dapur untuk mempersiapkan sarapan.
...----------------...
"Sayang. Nanti aku pulangnya agak siang ya. Hari ini, kebetulan aku ada meeting sama 2 klien penting." ucap Bara disela sarapan pagi mereka.
"Iya kak. Oh iya, nanti aku juga ada kelas pagi online. Nggak lama juga. Paling, pas Kinan bangun. Kelasku udah selesai." jelas Mirah.
"Hehmmmm. Ngeliat kalian, jadi ngingetin Mami. Awal - awal nikah sama Papi mu dan kamu baru lahir. Persis seperti Kinan sekarang. Jadi pengen balik ke masa - masa itu." ucap Mami dengan wajah iri nya.
"Jangan Mi. Ntar yang ada, aku Mami masukin lagi ke dalam perut. Kasian Kinan lah, Bapaknya ilang." jawab tengil Bara.
"Issshhh. Kamu." ucap Mami yang sedikit kesal dengan jawaban Bara.
"Ya udah. Aku berangkat ya sayang. Cup. Berangkat ya Mi, bilangin Papi juga." pamit Bara sambil mengecup kening Sang Istri juga Sang Ibu.
"Iya. Hati - hati ya nak. Kerja yang rajin, biar dapet duit banyak. Buat jajanin Mirah, Kinanti dan Mami. Hehehhe." ucap Sang Mami tak kalah tengil.
"Sssiiipp. Boss." jawab Bara sambil langsung berlalu dari meja makan pagi itu.
"Nak, manti biarin Mami yang masak makan siang bareng Mbok Nam. Kamu kuliah aja, nanti Kinan juga biar Mami aja yang ngelonin kalau bangun ya." jelas Sang Mertua pada Mirah.
"Nggak pa - pa Mi. Aku kelasnya juga sebentar, Kinan nanti baru bangun lagi sekitar jam 9an. Mami nanti capek loh." ucap Mirah.
"Ada Bunda juga Mirah." ucap Bunda yang tiba - tiba hadir di ruang makan pagi itu.
"Eeeehh, besan favorit aku. Duduk - duduk Nara." ucap Mami yang langsung menarik sebuah kursi di dekatnya.
"Mbak, biar aku saja yang jaga Kinan. Mbak kan juga repot." ucap Bunda.
"Ck. Nggak Nara, atau gini aja. Kita jaga berdua aja Nara. Biar Kinan seneng. Ada dua neneknya yang jagain." ucap Mami memberi usulan.
"Wah. Ide bagus itu mbak. Hehehehehe." jawab Bunda yang menyetujui ide Mami.
Mirah hanya tersenyum gembira melihat Mertua dan Ibu nya bisa rukun juga akur.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Waddduuuhhh. Cucu ciapa ini? Cucu Eyang ya. Cucu Eyang yah? Ututtukk - utuukkk." ucap Bunda sambil mengayunkan pelan Kinanti hingga membuat bayi cantik itu tertawa geli dan tersenyum malu.
"Nara, aku mandikan sebentar Kinan." ucap Mami Bara yang sudah datang ke dalam kamar Sang Cucu yang lengkap dengan alat mandi bayi tersebut.
"Ohhh iya mbak. Anak cantik, mandi dulu sama Tita ya. Nanti, main lagi sama Nenek. Ya." ucap Bunda kepada Kinan yang masih terus menggeliat kegirangan.
Lalu Bunda menyerahkan Kinan perlahan ke dalam gendongan Mami Bara.
Mami Bara kemudian meletakkan Sang Cucu di meja pembersihan, dibuka satu persatu baju bayi lucu itu. Ketika bajunya sudah terbuka, betapa terkejutnya Sang Nenek melihat sebuah tanda bintang tepat di dada kiri Sang Cucu.
"Na. Ra." panggil terbata Mami pada Sang Besan.
Bunda Mirah yang baru saja mengambil baju ganti untuk Kinan lalu menghampiri Mami Bara.
"Iya Mbak, ada a..." ucapan Bunda Mirah terpotong ketika dia juga melihat tanda bintang berwarna kemerahan di dada Sang Cucu.
"Mbak. Sebentar, aku panggil Mirah dulu." ucap Bunda yang kemudian agak berlari menuju ke kamar Sang Anak.
Drap...
Drap...
Drap...
Suara langkah kaki Bunda yang agak cepat.
Ceklek...
Lalu dibukanya gagang pintu kamar Mirah.
"Bunda, bikin kaget aja." ucap Mirah yang kebetulan ada dibelakang pintu dan bermaksud akan keluar.
"Kebetulan. Ayo cepat sini." ucap Bunda yang langsung menarik tangan Sang Anak.
Mirah yang merasa terkejut dan belum sempat berkata apapun, lalu pasrah mengikuti langkah Sang Ibu.
Bunda menggiring Mirah masuk ke kamar Kinanti.
"Mirah sayang. Apa ini tanda lahir Kinan?" tanya Sang Mertua, sambil menunjuk tanda bintang tersebut.
Mata Mirah langsung tertuju ke bagian dada Sang Anak dan kemudian retinanya terfokus saking terkejutnya.
"Tanda itu, tanda kutukanku." batin Mirah.
"Bunda, Mami. Itu, itu seperti tanda kutukanku yang dulu. Bentuknya, warnanya dan tempatnya sama persis. Nggak - nggak mungkin. Gimana bisa?" ucap Mirah yang langsung menggendong erat Sang Anak dengan wajah yang berubah pucat pasi dan juga kekhawatiran menyelimuti hatinya.
"Sebentar, sebentar nak. Kita perlu menghubungi Ayahmu. Bunda, Bunda bakal telpon sekarang." ucap Bunda dengan terbata karena juga merasa khawatir bercampur takut.
Sedangkan Mami terus mendampingi Mirah dan memeluk pundak menantu kesayangannya itu, untuk menenangkan juga.
----------------
"Bagaimana Nara?" tanya Mami Bara.
"Sebentar lagi Mas Rendra akan sampai Mbak." ucap Bunda yang sudah selesai menghubungi Sang Suami.
"Bun, sebaiknya aku mandikan Kinan dulu ya. Biar nggak ke siangan, kasian nanti bisa masuk angin." ucap Mirah yang kemudian langsung memandikan Sang Anak.
Sedangkan kedua neneknya menunggu di dalam kamar dengan perasaan campur aduk.
Lalu tidak berselang lama, Ayah Mirah sudah sampai.
"Dimana Kinan?" tanya pria paruh baya tersebut dengan wajah cemasnya.
"Duduk dulu Mas, sedang dimandikan oleh Mirah!" ucap Bunda sambil meraih lengan Sang Suami dan menyuruhnya untuk duduk.
"Iya Ren. Kamu duduk dulu. Tenangkan diri dulu." ucap Mami Bara menimpali.
Baru saja Ayah Mirah akan duduk, lalu Mirah dan Kinan sudah keluar dari kamar mandi.
Kinan Si Bayi Lucu itu nampak segar dan senyum ceria selalu terkembang di wajah gembul nan putihnya.
Membuat kedua nenek dan kakeknya merasa hangat ketika melihat wajah mungilnya.
"Kinan. Hehmmm. Udah hayuuummm loh. Cucu Kakek yang paling pinter dan cantik ini. Sini, gendong sama Kakek ya." ucap Ayah yang kemudian mengambil alih tubuh mungil Kinan yang masih terselimuti oleh handuk tebal.
Seperti biasa, bayi cantik itu menggeliat kegirangan sekaligus tertawa geli melihat kakeknya.
Lalu perlahan Ayah Mirah membaringkan Kinan di ranjangnya dan menyingkap sedikit handuk di bagian dada kiri bayi gembul itu.
Mata Ayah lalu membulat dan napas panjang terhembus dari hidungnya.
Kemudian dibenahi kembali handuk Sang Cucu dan digendong dengan erat dalam dekapannya.
"Aku harus ke rumah Ibu sekarang." ucap Ayah yang kemudian menyerahkan Kinanti kembali pada Mirah.
"Ada apa Yah?" tanya Mirah yang sudah kembali menggendong Sang Anak.
"Kalau betul perkiraan kita semua. Itu - itu, tanda kutukan. Persis seperti milik Mirah dulu dan kalau Ayah tidak salah duga. Reo, dia memang iblis paling jahat dan licik. Saat dia memberikan kutukan itu padamu dulu nak. Dia juga memantrai kutukan itu sehingga terhubung ke keturunanmu, yaitu sekarang Kinan. Tapi, itu baru dugaan Ayah. Jadi, sebelum bertemu dengan Eyang Lila. Semoga dugaan Ayah salah. Ayah pergi dulu." jelas dan pamit Ayah.
Mirah saat ini bertambah cemas, sedih dan juga takut.
Lalu dipandangi wajah polos Sang Putri kecilnya.
Dipakaikan baju dan kemudian kembali digendong erat Sang Anak.
"Kinan sayang. Maafkan Mama ya nak." batin Mirah yang sangat membenci dirinya saat ini.
----------------
"Sungguh sebuah presentasi yang mengagumkan Pak Bara. Saya sangat tertarik dengan aplikasi terbaru yang perusahaan e - Commerce Bapak akan luncurkan. Jadi, saya akan menandatangi surat kerjasama kita ini." ucap klien tersebut, kepada Bara dan juga teamnya saat meeting pagi itu.
Bara cukup terkejut dan juga senang.
Kemudian setelah kliennya, Bara juga langsung menandatangi surat perjanjian kerjasama antar perusahaan mereka. Lalu mereka saling berjabat tangan.
"Saya sangat berterimakasih atas kepercayaan Bapak Wijaya akan perkembangan perusahaan kami. Kedepannya semoga kerjasama kita bisa berjalan dengan baik dan juga menghasilkan keuntungan seperti yang sudah saya jelaskan barusan!" ucap Bara sekali lagi dengan meyakinkan.
"Hehehheehe. Tentu, tentu Pak Bara. Saya juga ingin berterimakasih, karena sudah memilih perusahaan kami sebagai rekanan bisnis Bapak dan juga team. Baik, kalau begitu. Kami permisi dulu." ucap Pak Wijaya yang kemudian pamit undur diri.
Bara dan juga asisten pribadinya mengantar Pak Wijaya hingga ke pintu lift.
Pak Wijaya kemudian turun hingga di lobi, pria tua itu kemudian masuk ke dalam mobilnya yang sudah menunggu di halaman depan lobi.
Setelah masuk ke dalamnya, tiba - tiba ponsel Pak Wijaya berdering.
Diambil benda tersebut di dalam saku jasnya, sesaat dilihat nama penelepon.
"Halo Bos." jawab Pak Wijaya.
"Betul, kami baru saja selesai rapat dan seperti perintah Bos. Kami langsung menandatangani perjanjian kerjasama dengan perusahaan Bapak Bara Adi Putra. Baik, kami akan segera meluncur." ucap Pak Wijaya sambil kemudian mengakhiri sambungan teleponnya.
"Jalan. Kita ke kediaman Bos." perintah Pak Wijaya dengan wajah yang berubah serius dan kaku pada Sang Supir.
----------------
"Pak, tumben banget ya. Kita bisa meeting sesingkat ini. Terus langsung tanda tangan perjanjian kerjasama tanpa banyak diskusi." ucap asisten pribadi Bara.
"Hehehehe. Bener juga sih kata kamu. Bagus jugalah, sekarang saya mau pulang. Anak dan istri saya udah nunggu. Sisa kerjaan seperti biasa, kamu kirim via email, kalau gak ada keadaan yang urgent. Saya akan kembali kerja dari rumah." ucap Bara yang hanya mengambil ponselnya di atas meja kerjanya dan langsung akan melangkah pulang.
"Sebentar Pak Bara." ucap asisten pribadinya, sehingga Bara menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah asistennya kembali.
"Ada apa Go?" tanya Bara pada Ringgo.
"Ini Pak. Kado kami untuk kelahiran putri pertama Bapak Bara dan Ibu Mirah. Maaf terlambat ya Pak dan semoga suka." ucap Ringgo sambil menyerahkan sebuah bingkisan kado yang sangat besar.
"Waaahhh. Kalian pada repot. Tapi, terimakasih banyak ya. Pasti Kinan akan suka sekali. Oke, saya duluan ya. Sekali lagi, terimakasih." ucap Bara sambil mengambil kado tersebut dengan tersenyum dan kemudian pergi menuju lift.
Sesampainya di dalam lift, pria itu lalu melihat ponselnya.
"Hehmmm. Banyak sekali panggilan tidak terjawab dari Mama? Ada chat juga..." gumam Bara yang melihat tumpukan panggilan tidak terjawab dari Sang Istri.
Lalu dibukanya pesan singkat tersebut dan dibaca perlahan. Tiba - tiba wajahnya berubah kaku dan badannya membeku sesaat, matanya pun membulat.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
"Mirah, Mami." panggil Bara yang langsung terburu - buru masuk ke dalam rumah kedua orangtuanya lalu menuju paviliun tempatnya tinggal.
"Shuuuttt. Pa, pelan - pelan. Kinan baru tidur." ucap Mirah yang sudah menghampiri Sang Suami dan menahan langkahnya yang baru akan menuju ke dalam kamar Sang Anak.
"Ma, kenapa? Tanda apa maksudnya? Kok kemaren - kemaren nggak ada?" tanyanya pada Sang Istri dengan cemas dan agak cerewet.
"Kita duduk dulu." ucap Mirah yang langsung menggiring Sang Suami untuk duduk di ruang keluarga mereka.
"Jadi, tadi Mami sama Bunda baru mau mandiin Kinan. Tiba - tiba Mami melihat tanda bintang yang persis seperti milikku dulu. Tanda kutukan dari Reo. Ayah pun sudah melihatnya tadi dan sekarang Ayah sedang dalam perjalanan ke rumah Eyang Lila, untuk memastikan. Apa benar itu tanda kutukan atau mungkin hanya tanda lahir yang baru muncul?" jelas Mirah menenangkan.
Bara kemudian mengusap kasar wajahnya dan menghela napas panjang.
"Trus Kinan gimana? Ada nangis atau gimana gitu?" tanya Bara yang masih cemas.
"Nggak Pa, anaknya baik - baik aja. Malah tambah aktif, sering ketawa sama senyum. Jarang banget nangis, malah nggak pernah nangis.Tenang dulu ya Pa, semoga nggak ada apa - apa?" ucap Mirah yang masih mencoba menenangkan Sang Suami.
"Iya. Semoga Ma." jawab singkat Bara sambil kemudian merebahkan sedikit tubuhnya ke belakang dinding sofa.
"Trus Mami sama Bunda kemana?" tanya Bara lagi.
"Mami lagi nyamperin Papi di lapangan golf. Kalau Bunda, baru aja pulang. Nanti sore, pas Ayah datang lagi. Baru Bunda kesini lagi. Kamu juga belum makan siang kan. Kita makan dulu yuukk. Mumpung Kinan masih bobok. Bentar lagi, dia pasti bangun." ucap Mirah sambil mengajak Sang Suami untuk makan siang.
Bara hanya mengangguk dan kemudian berdiri diikuti oleh Sang Istri.
...----------------...
"Hai Bu." sapa Ayah pada Eyang Lila.
Eyang Lila yang sedang berdiri menghadap ke jendela pun kemudian berbalik.
"Hai Rendra." sapa balik Sang Ibu sambil tersenyum.
"Ibu baru saja akan berangkat untuk menengok cicit Ibu yang cantik.Ternyata kamu sudah lebih dulu menemui Ibu. Ayo kita berangkat." ucap Eyang Lila yang kemudian langsung menggandeng lengan Sang Anak.
"Tapi Bu, ada yang mau aku bi..." ucapan Ayah terpotong.
"Shhuuuttt. Kita berangkat, Ibu sudah tidak sabar bertemu dengan gadis kecil itu. Simpan rasa khawatir dan takutmu." ucap Eyang Lila lagi sambil kemudian menyeret Ayah Rendra untuk segera berangkat.
Sekitar 1 jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman orang tua Bara yang juga merupakan kediaman Bara juga Mirah.
"Ibu Lila." sapa Mami Bara dengan sumringah dan langsung menghampiri wanita tua itu juga mencium kedua pipinya.
"Apa kabar kamu Nadia?" tanya Eyang Lila.
"Baik Bu. Saya dengar Ibu baru datang dari Nepal, bagaimana disana?" tanya Mami sambil menggiring Eyang Lila untuk masuk.
"Brrrrr. Sangat dingin. Saya pikir, besok - besok saya berangkat antara bulan mei - Juli saja. Supaya lebih hangat. Hehehehehe." cerita singkat Eyang Lila.
"Hehehehe. Ibu, ada - ada saja." ucap Mami sambil juga tertawa kecil.
"Ibu." sapa Bunda sambil mencium punggung tangan sang Mertua.
"Nara. Sudah - sudah, Ibu mau melihat gadis kecilku dulu." ucap Sang Mertua yang mengerti maksud pandangan sendu Bunda.
Lalu Eyang berjalan menghampiri Bara juga Mirah.
"Eyang." sapa kedua pasangan suami - istri tersebut sambil bergiliran mencium punggung tangan Sang Nenek.
"Hehehehhehe. Eyang senang melihat kalian akur - akur dan ini pasti gadis cilik yang ceria itu ya? Sini, Eyang Yut mau gendong coba. Berat tidak ya?" ucap Eyang yang kemudian mengambil alih gendongan Bara pada Kinanti.
"Uyuuuuyyuuu. Wah, kecil - kecil cabe rawit ini. Apa kabarmu gadis cantik, heummm? Senyummu bisa merubah segalanya Kinanti." ucap Eyang Lila pada bayi molek tersebut sambil mengelus lembut pipi gempal Kinanti dengan telunjuknya.
Lalu Eyang Lila memandang semua orang yang hadir di ruangan tersebut.
"Ayo duduk dulu." ucap Eyang Lila yang kemudian mencari sofa terdekat masih sambil menggendong Kinanti, wanita tua itu duduk perlahan.
"Nara, Rendra, Nadia. Mana Luki?" tanya Eyang yang mencari keberadaan Papi Bara.
"Hadir Bu. Maaf, saya baru menerima telpon dari klien." jawab Papi dengan terburu - buru.
Lalu Papi Bara berjalan dan duduk disamping Sang Istri.
Setelahnya Eyang Lila membuka sedikit baju Kinanti, dengan wajah tenang diperhatikan dengan baik tanda bintang yang cukup besar itu, lengkap dengan warnanya yang memerah.
Senyum terkembang di wajah Eyang Lila sambil memandang wajah lucu Kinanti.
"Mirah, Bara.Betul ini adalah tanda kutukan yang dulu pernah ada di tubuhmu Mirah. Reo benar - benar cerdik, dia telah memantrai tanda milikmu dulu hingga terkoneksi dengan Kinanti sekarang." jelas Eyang Lila dengan wajah tenang.
Mirah tiba - tiba menggenggam tangan Bara dengan erat.
Bara lalu menatap Sang Istri dan dengan satu tangannya dipeluk pundak Mirah dan menepuknya sesekali untuk menenangkan wanita muda tersebut.
"Lalu - lalu. Apa yang akan terjadi dengan Kinan, Eyang?" tanya Mirah dengan nada suara sedihnya.
Eyang Lila tidak langsung menjawab, melainkan wanita tua itu memejamkan mata sambil satu tangannya mengambil tangan mungil Kinanti.
Cukup lama Eyang Lila memejamkan matanya hingga pelipisnya sedikit berkeringat.
"Hah." desah Eyang Lila tiba - tiba dengan wajah yang nampak kelelahan, seolah baru datang dari tempat yang jauh.
"Ibu. Apa Ibu, melakukan perjalanan dimensi?" tanya Ayah.
"Betul. Eyang barusan mengecek masa depan Kinanti dan untuk saat ini. Masa depannya, belum dapat Eyang baca dengan sempurna. Sepertinya Reo pun sudah membatasi, orang - orang seperti Eyang untuk melihat masa depan Kinanti. Tapi, kalian jangan khawatir. Sekilas, Eyang tadi sempat melihat ada seseorang. Ada seseorang yang dapat membantu Kinanti menghilangkan kutukan ini. Hampir sama dengan Mirah, nanti di usianya ke 21 tahun. Kinanti ditakdirkan akan bertemu dengan orang itu." jelas Eyang dengan kemudian memandang kembali cicitnya tersebut.
"Lalu. Apakah selama waktu ini, kutukan tersebut tidak akan berdampak dengan pertumbuhan dan juga aktivitasnya ke depan Eyang?!" tanya Mirah lagi.
"Kamu tenang ya Mirah. Besok, Eyang akan memberikan sebuah kado istimewa untuk Si Cantik ini. Kado yang akan sangat dia sukai juga sekaligus melindunginya. Sampai nanti, dia bertemu dengan jodoh sekaligus pelindungnya.Oke Kinan?" jelas Eyang sambil kemudian mengusel - ngusel hidungnya ke wajah Sang Cicit.
"Sayang. Tenang ya, Kinan pasti nggak akan apa - apa. Aku akan selalu melindunginya juga dengan kekuatanku." ucap Bara sambil terus menepuk dan mengelus lengan Sang Istri.
Mirah masih menampakkan wajah sendunya dan juga pikirannya saat ini sangat kacau.
...----------------...
"Reo. Apa dia? Ah, tidak mungkin. Aku sudah membuangnya ke tempat terdalam di muka bumi ini. Tidak mungkin, dia bisa ditemukan. Apalagi bebas." batin Eyang Lila dengan berdiri di teras kediaman keluarga Bara.
"Bu." panggil Bunda dari belakang.
Lalu Sang Mertua berbalik ke arah suara Sang Menantu.
"Iya Nara kenapa? Sudah - sudah, kamu tenang ya. Reo tidak akan pernah kembali. Kita hanya sedang dipermainkan oleh hadiah istimewanya yang cukup mengejutkan. Kinanti, Mirah dan Bara akan tetap aman. Tersenyumlah dan buat auramu sepositif mungkin. Ibu pamit ya, besok kita bertemu lagi." ucap Eyang Lila yang kemudian masuk ke dalam mobilnya yang baru tiba.
Bunda melihat kepergian Sang Mertua.
"Aku harap semua yang ibu ucapkan benar." gumam Bunda dengan wajahnya yang kembali sendu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!