23 Agustus 2053. Tahun ini.. Adalah..
Masa dimana teknologi sudah menjalar kemana-mana, meninggalkan kebudayaan yang dulunya dikembangkan melalui keturunan.
Semuanya berbanding terbalik, dunia robot menyatu dengan dunia manusia. Saling berinteraksi. Yang biasanya belajar dengan papan tulis dan pena tinta hitam yang tebal, kini berganti menjadi papan hologram 3D yang terasa nyata.
Tak jarang ada juga manusia yang tendensius, tak pernah memikirkan manfaat dan akibat dari teknologi dalam jangka panjang. Tidak perlu jauh-jauh mengira siapa 'manusia tendensius' itu, mereka adalah orangtuaku sendiri.
Bahkan aku, Amora Zyavanca. Anak yang sedari kecil sudah dididik keras oleh orangtuaku untuk mendapatkan nilai yang sempurna dan prestasi yang gemilang di akademik maupun non-akademik. Hanya untuk mewujudkan impian orangtuaku yang ingin menciptakan garis keturunan ilmuwan dan dapat mengembangkan jaringan teknologi yang pernah mereka cipta.
---o0o---
Prang!
"Kamu bisa gak sih jadi anak yang berguna dikit?"
"Dasar anak yang gak berguna!"
"Dasar anak b*doh lebih baik kamu m*ti saja!"
---o0o---
Aku sudah sangat tidak tahan dengan suasana rumah, aku pun mulai mengeluarkan semuanya yang aku rasa. Aku mengeluarkan segala hal yang sudah aku tahan kepada mereka. Merintih meminta kebebasan. Segala kesakitan yang didapat, pun aku keluarkan... namun semuanya malah tak kunjung membaik.
---o0o---
Prang!
Suara pecahan piring menggema diseluruh ruangan, Amora hanya bisa menatap dengan tatapan yang kosong dan perlahan-lahan mengangkat kedua sudut bibirnya, membentuk senyum pahit melihat keributan yang ada didepannya.
"Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang bikin mental Amora jadi rusak!"
"Kamu yang salah! Kamu yang memulai cara mendidik Amora seperti itu!"
"Kenapa jadi aku? Kamu yang salah! Kamu yang paling banyak menyiksa Amora!"
"Kamu benar benar keterlaluan!"
"Aku juga sudah tidak tahan dengan sikap kamu!"
"Kalau gitu kita bercerai saja!"
"Baiklah kalau begitu!"
---o0o---
Tantangan aneh itu, yang benar benar membuatku semakin tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Tantangan yang membuatku..bahkan mengalami kejadian yang tidak terduga.
---o0o---
Papa Amora datang menghampiri Amora dan mulai menatap wajah Amora.
Amora hanya terdiam, menatap wajah sang ayah. Ayah yang 'katanya' adalah seorang pahlawan bagi keluarga, namun ternyata malah berakhir menjadi sumber terbesar luka kepada anaknya.
"Papa udah puas nyakitin aku? Mau apalagi papa kesini? Cukup pa.. Aku udah capek."
"Papa cuman mau minta kamu buat bikinin mesin waktu buat papa."
"Buat apa sih, pa! Mesin waktu itu bisa bikin garis paradoks waktu terpecah pa, papa mau menentang hukum alam?"
"Papa cuma mau nemuin seseorang dimasa lalu. Dia udah meninggal sekarang."
"Terus? Urusannya sama aku apa? Lagian gak ada gunanya aku bikin mesin waktu itu."
"Kamu bebas dari papa, kamu bisa gunain laboratorium punya papa, dan kendaliin perusahaan Physnomi punya papa."
"Gak tertarik."
"Silahkan aja kamu nolak, kalau misalkan mama kamu udah gak ada yaa berarti itu salah kamu."
Amora terkejut.
"Papa keterlaluan!"
"Papa gak peduli, kamu masih mau nolak, Amora? Putriku satu-satunya yang pintar."
"Hanya dengan menjentikkan jari, mama udah gak ada lagi dihadapan kamu, manis."
Amora mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Oke. Aku bakalan bikin mesin waktu itu."
"Kamu punya waktu kapanpun, kasih ke papa kalau mesin waktu nya udah jadi."
---o0o---
Dari percobaanku membuat mesin waktu, hasil kerja kerasku, yang tak pernah terpikirkan kalau akibat kegagalannya akan sefatal ini. Bahkan aku tidak pernah mengira, kalau mesin waktu yang dibuat dengan cucuran keringat ini akan gagal.
---o0o---
"Lo yakin ini bakalan berhasil, Amora?"
Amora mengangguk yakin, ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat mesin waktu ini.
"Gue yakin, mana chip-nya?"
"Ini. Baik-baik yaa lo disana."
"Iyaa.. doain semoga gue bisa pulang dengan selamat. Walaupun gue gak terlalu yakin.."
"Raa.."
"Demi mama, gue bakalan lakuin apapun. Meskipun mama udah bikin gue trauma sekalipun. Tanpa dia gue gak bakalan lahir."
"Tapi-"
"Percaya sama gue."
Amora menekan tombol di chip kecil yang sudah disambungkan dilengannya.
"Mission: to 2012
Purpose: Time machine experiment."
---o0o---
Hanya saja semua perkiraanku ternyata salah. Mesin waktuku gagal, dan malah tersesat ke dunia fantasi aneh yang tak pernah terduga sebelumnya.
Tidak ada yang bisa menyelamatkanku, aku hanya bisa memulai pertahanan hidup meski aku sendiri tidak yakin.
...Akankah aku masih bisa memulai hidup didunia baru ini?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maaf bila ada kesalahan kata, sebelumnya mohon dukungannya. Dukungan bukan hanya berupa like, komen, dan sebagainya. Ada saran atau kritik pada kesalahan yang saya perbuat saja itu sudah termasuk dukungan yang menurut saya sangat besar!
Terimakasih yang sudah membaca, terimakasih juga pada noveltoon/mangatoon yang sudah mengadakan kontes yang sangat membuka prestasi bagi anak anak remaja terutama tingkat pelajar seperti saya.
Semoga saya dan penulis yang lain, yang juga memgikuti lomba ini berhasil, dan mendapatkan kesempatan menjadi pemenang!
Semangat untuk kalian!
For me,
Penulis, Jumat, 24 Februari 2023.
...--------------...
Amora dengan rasa malas dan mata yang sayu, datang dan berjalan disepanjang ujung sekolah menuju kelasnya, XI MIPAIR 2 (Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Robotika).
Bruk!
Suasana didalam kelas mendadak menjadi ricuh, namun kemudian berubah menjadi hening ketika tau bahwa pelaku sang penendang pintu tak bersalah itu adalah Amora.
"Kenapa, Amora? Keliatannya kamu kok lemes gitu?" Tanya seorang perempuan dengan rambut berponi dan dikuncir itu menghampiri Amora. Itu adalah teman Amora, Rummie Seravina, itulah namanya.
Amora langsung duduk dibangkunya dan menelungkupkan wajahnya di meja dengan kedua lengannya yang rapuh, menyembunyikan kantung matanya yang menghitam.
Amora merasa kepalanya sangat pusing, ia merasa pandangannya berputar-putar bersamaan dengan 'mood'-nya yang berantakan.
Seorang perempuan lain dengan rambut sebahu berjalan ke arah Amora, kemudian menarik rambut Amora ke atas membuat kepala Amora yang menunduk mau tak mau terangkat.
"Lo kenapa?" Tanya nya.
Amora hanya diam tak menjawab pertanyaan tersebut. Ia tak kuasa mengeluarkan suara, saking lemasnya badannya bahkan kini tubuhnya tak mampu menopang kelopak matanya yang akan terpejam.
"Jesslyn! Jangan digituin, Amora lagi lemes!" seru Rummie menyahut dari belakang memperingati sosok perempuan yang tak berubah, dan masih terpaku pada posisinya.
Jesslyn Abrelian, itulah namanya. Perempuan yang memiliki rambut sebahu itu memiliki banyak kesamaan dengan Amora terutama sifat mereka berdua. Mereka sangatlah mirip, sampai-sampai seluruh anak-anak di sekolah ini menganggap mereka adik kakak.
Jesslyn mendengus, ia pun berujar dengan nada kesal, "biarin! Ini anak udah dibilangin jangan maksain belajar, sekarang sakit kan? Tanggung sendiri sakitnya!"
Mendengar itu Amora langsung menegakkan badannya, lalu menghela nafasnya yang berat dan kemudian terasa sesak. Udara disekitarnya rasanya seperti menipis. Amora pun mengeluarkan obat lambungnya dalam bentuk suspensi dan meminumnya.
"Kamu jangan begadang tengah malem lagi, Amora. Tidur yang cukup, kamu punya maag. Maag kamu makin parah nantinya," ucap Rummie menasehati dengan lembut.
"Harusnya lo bilang ke si tua itu lah!" Desis Amora dengan nada sinis.
"Terus gimana sekarang? Lo berhasil? Dapet nilai berapa?" Tanya Jesslyn dengan beruntun, kemudian duduk dimeja yang tadi dipakai menelungkupkan wajah Amora tadi.
"Gak. Gue gagal, gue cuman dapet nilai 95 doang," jawab Amora dengan sorot mata yang semakin sayu. Bahunya merosot, membahas kenyataan ini membuat ia semakin lemas.
"Gagal apa nya si, Mor? Lo gagal darimana, coba? 95 lo kata gagal? Terus gimana sama gue yang nilainya cuman 69 doang, Mor? Gak ada harapan sama sekali, gitu?" Sahut anak laki-laki berambut kumal duduk disebrang yang mendengar pembicaraan Amora dengan Jesslyn dan Rummie.
Mendengar itu, semua murid mendadak berteriak dan bersorak menyalahkan Amora. "Wuuuu!! Dikasih nilai bagus bukannya bersyukur, malah ngeluh!"
Jesslyn yang mendengar itu lantas turun dari meja dan menatap tajam anak-anak yang menyoraki Amora. Namun sayangnya, suasana kian bertambah ricuh. Sedangkan Amora yang tak tahan dengan suasana keributan yang mengganggu telinga dan pikirannya langsung menegakkan kakinya, dan kemudian-
Bruk!
-menendang meja didepannya.
Perilaku Amora yang kini berubah menjadi sekasar ini, yang juga menandakan bahwa Amora benar benar marah itu sanggup membungkam mulut-mulut yang sejak tadi mengeluarkan kata-kata layaknya api yang membakar sumbu dalam bom api.
"KALIAN ITU GAK TAU APA YANG GUE RASAIN! KALIAN ITU GAK TAU RASANYA DITUNTUT! JADI LEBIH BAIK KALIAN DIEM KALAU KALIAN GAK TAU APA-APA!" Teriakan Amora memantul diantara dinding-dinding yang kokoh membuat suaranya menggelegar.
Rummie pun mendekati Amora dan mengusap bahu Amora dengan pelan, bermaksud menenangkan temannya yang marah ini. Shhhh! Amora memejamkan matanya menahan bibirnya untuk merintih, bahunya terluka sebab terkena pukulan orangtuanya atas nilai ulangan hariannya kemarin yang hanya mendapatkan nilai 92.
Amora kemudian cepat-cepat menepis tangan Rummie dengan kasar, Jesslyn yang melihat itu kemudian terkejut. "Amora kok jadi sekasar ini?" Tanya Jesslyn dalam hati lalu pandangannya jatuh pada Rummie yang menunduk sedih karena mendapatkan balasan kasar dari Amora.
Sejauh Jesslyn mengenal Amora, Amora tidak pernah kasar pada teman-temannya. Retina Jesslyn mengarah pada baju putih milik Amora yang mendadak berubah warna. Kemudian matanya melebar, dan mulutnya memekik tertahan.
Darah dari luka Amora merembes dan membasahi baju putihnya, "Amora! Darah!" Seru Rummie pada Amora yang menahan perih.
Jesslyn dengan tergesa-gesa menghampiri Amora dan menarik lengan kiri Amora yang tak terluka, "ayo ke UKS! Cepetan!" Tegas Jesslyn.
****************
Di UKS, Amora sesekali mengerang tertahan saat bahunya yang terluka itu diobati. Rummie hanya dengan sabar dan lembut mengobati luka Amora.
Jesslyn diam diam mengepalkan tangannya sampai kuku-kuku jarinya memutih. "Orangtua itu.." tutur Jesslyn menggeram rendah.
Ingin sekali rasanya Jesslyn menyeret kedua orangtuanya Amora itu ke pengadilan atas tuntutan penganiayaan. Namun sayang, keluarga Amora adalah seorang professor dan ilmuwan tersohor dan keduanya tak lepas dari kawalan pihak keamanan yang memegang hukum.
Ting Tong!
Suara bel berbunyi menggema disudut koridor sekolah, terutama setiap dinding-dinding yang terbuat dari besi itu menampilkan hologram 2D yang berisi informasi peringatan dan mata pelajaran disetiap kelas, baik yang kelas umum (MIPAIR, MIPS, Bahasa) ataupun kelas khusus (Seni, Kedokteran, Kepolisian, Ahli AI, Astronomi).
Beginilah sistem pendidikan dimasa depan, setiap sekolah membangun kelas umum dan kelas khusus pada tingkatan sekolah menengah atas. Kelas umum diadakan untuk jurusan umum yang sesuai minat, sedangkan kelas khusus dikhususkan untuk jurusan-jurusan yang sesuai dengan bakat masing-masing siswa/i.
Amora langsung turun dari brankar UKS tersebut, hendak pergi secepatnya dari sana untuk masuk ke kelasnya sebelum ia terlambat dan dikurangi nilainya oleh *cyborg yang menjadi pemandu pembelajaran.
"Mau kemana lo?" Tanya Jesslyn dengan nada tajam menatap Amora.
"Gue mau pergi ke kelas! Lo lupa sekarang yang ngajar itu cyborg *Laoshi?" tutur Amora dengan raut wajah panik. Namun, hal itu tidak dapat menutupi air muka Amora yang semakin memucat.
"Yaa kasarin balik, lah! Bukan manusia ini, dituntut yaa tinggal lawan! Cuman kaleng kok ngelunjak," ujar Jesslyn dengan rasa kesal yang menggebu.
"Jess... Gue takut.. Lo tau kan bapak gue.." lirih Amora kemudian.
"Jess..mau kita lawan dan tuntut atau izinin ketidakhadirannya Amora pun.. Kamu tau kan kekuasaan professor Nellan atau papanya Amora, bisa megang informasi apapun dari cyborg?" sahut Rummie yang sejak tadi tidak bersuara.
"Professor Nellan punya banyak koneksi dari kekuasaannya, dia punya banyak telinga dimana-mana atas anaknya." lanjut Rummie menatap Jesslyn yang kini terpaku dengan tatapan tak bisa diartikan.
"Mereka yang iri sama gue gak bakalan pernah tau rasanya jadi gue. 'Orang kaya beruntung' lah, 'anak keturunan ilmuwan hebat' lah, halah! Omong kosong semua! Ujung-ujungnya gue cuman dituntut dan dipaksa jadi mereka!" Erang Amora kemudian mendengus keras.
Ia sungguh merasa letih oleh tuntutan ini. Ia hanya ingin kebebasan, tak peduli hidup dilingkungan penuh nestapa sekalipun.
...----------------...
Cakrawala semakin mengkuning, cahaya sang mentari memaksa untuk menembus atap berlapiskan kaca. Amora mengapit buku Metafisika karya Aristoteles yang sangat tebal dilengannya. Buku itu memiliki 312 halaman, dengan isi teori demi teori sang bapak Filsafat, Aristoteles.
Buku itu memiliki khas aroma Sandalwood yang menyengat ketika Amora membuka lembaran demi lembaran. Mood Amora menjadi kian meninggi, hatinya menghangat meskipun sedikit.
Ia pun menaiki mobil mewah dengan fasilitas teknologi Artificial Intelligent yang melimpah ruah. Amora dijemput oleh *Hybrid Android milik ayahandanya. Sungguh benar-benar sebuah keberuntungan bagi Amora yang terlahir dengan butiran emas berkelap-kelip dimatanya.
Hanya saja sebuah kenyataan bahwa ia terlahir untuk sebuah tuntutan sungguh menghancurkan keberuntungannya.
Tak terasa sudah sampai dirumah besarnya yang megah, Amora membuka pintu mobil tersebut lalu masuk kerumahnya. Pintu mobil tersebut memiliki fitur yang dapat menutup sendiri, jadi Amora atau Hybrid Android tidak perlu bersusah-payah menutupnya.
Baru membuka pintu yang besar itu, Amora disambut dengan sosok pria berbadan tegap memegang cambuk ditangan kanannya.
Amora menghela nafas dengan pasrah, ia harap ia bisa merasakan sekali saja disambut dengan makanan, ataupun pelukan dari orangtuanya. Bukan dengan hukuman yang dapat menyiksa tubuhnya lagi.
"Dapet nilai 92 udah berani telat masuk kelas, hm?" suara berat yang terdengar menggeram tertahan itu terlihat begitu mengerikan.
Ctasss!
Amora merintih pelan, ingin rasanya mengerang sekeras-kerasnya, namun semuanya tak akan mengubah apapun. Erangannya takkan pernah menarik belas kasih dari ayahnya, Nellan Michya.
"Kamu tuh bisa gak sih mikir? Kalau kamu telat itu seberapa banyak materi yang terlewat? Dasar anak tidak tau diuntung!" bentak Nellan kemudian mengangkat cambuk besarnya lagi.
Ctassss!
Brukk!
Kaki Amora tak mampu menopang tubuhnya lagi, ia sungguh lemas dan tak mampu lagi melihat apapun, pandangannya sudah gelap dan nafasnya mulai tercekat. Amora berusaha semaksimal mungkin untuk tetap sadar.
Ctasss!
Ctasss!
Ctass!
"Rummie, Jesslyn, sakit.. tolong.." rintih Amora dalam hati di sela-sela cambukkan ayahnya yang semakin keras tanpa mengenal kata ampun.
Terdengar suara sepatu pantofel tinggi yang mulai mendekat. Sesosok wanita dengan pakaian formalnya menarik rambut Amora ke atas sampai kepala Amora terangkat.
Ctasss!
Darah mulai menetes dari hidung Amora. Amora mimisan. Wanita dengan nama Emelyn Zyavanca yang merupakan ibu Amora itu mencengkeram leher Amora.
"Mama dapet informasi kalau ada ulangan di kelas khusus jurusan Ahli Artificial Intelligent. Berapa nilai kamu?" Tanya Emelyn semakin mengeratkan cengkramannya.
"Sem-sembilan puluh lima.." jawab Amora dengan terbata-bata. Ia sudah tidak mampu lagi bersuara, namun Emelyn memaksanya.
Bruk!
Emelyn menghempas Amora dengan kasar kebawah membuat pandangan Amora semakin gelap, kesadarannya menurun drastis.
"Dasar anak tidak tau diuntung!"
Greppp!
Kemudian semuanya pun hening di telinga Amora. Tak dapat lagi Amora mendengar apapun, rasa sakitnya mendadak hilang dan nafasnya pun semakin terasa sesak.
Amora, jatuh pingsan.
...----------------...
Cyborg \= Robot dengan kemampuan yang mumpuni, robot itu biasanya digunakan untuk melayani tuannya. Untuk menjadi guru, cyborg ini perlu dimasukkan materi dalam bentuk printer blue kecil yang disimpan dalam processor kecil.
Cyborg Laoshi \= Laoshi dari bahasa China yang berarti, guru. Itu dikhususkan untuk guru-guru yang mengajar dalam tingkatan atas atau pendalaman materi dari cyborg-cyborg lainnya. Mereka hanya ada ketika ada ujian kompetisi atau ulangan.
Hybrid Android \= Hybrid Android adalah sebongkah mesin dengan komputer kecil yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. Terdapat kamera yang memungkinkan pengguna memonitor apa yang dilihat Hybrid dan Hybrid Android dikendalikan oleh sistem jaringan komputer.
Kalau mau lihat casting tokoh-tokohnya, cek di akun instagram @airaadeliamaharani
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Cahaya lampu menembus pandangannya yang gelap, memaksa sesosok gadis berambut terurai itu membuka mata.
Amora pun membuka matanya dan menyipitkan matanya ketika ia merasa pandangannya begitu menyilaukan. Setelah terdiam beberapa saat, Amora menatap keatas, pandangannya jatuh pada langit-langit kamarnya yang diwarnai dengan tema 'luar angkasa' kemudian tersadar bahwa dirinya baru saja tak sadarkan diri entah berapa menit yang lalu.
Lalu Amora berusaha untuk bangkit dan duduk di ranjang besarnya, ia menatap dirinya yang sudah digantikan bajunya. Sudah pasti Amora sudah diobati luka-lukanya selama Amora tidak sadarkan diri tadi.
Amora menghela nafas lalu menatap jendela kamarnya yang terbuka. Memperlihatkan daerah luar yang dipenuhi padang rumput kecil yang menyejukkan mata. Tak ada sampah, atau binatang menakutkan, benar-benar indah. Amora pun turun dari ranjangnya dan bergegas menutup jendela yang terbuka.
Disaat hendak meraih pegangan jendela, Amora mendongak ke langit malam yang megah dan tak bertepi. Yang menampakkan gemintang yang bergemelapan di langit sana.
"Bintang.. aku juga mau jadi kalian. Aku mau jadi kalian yang bebas bercahaya kemanapun kalian berada. Aku mau jadi kalian yang memiliki impian setinggi langit," gumam Amora lalu tersenyum pahit. Ia rasa, sudah tak ada gunanya mengeluh. Seberusaha apapun Amora menampik kenyataan bahwa ia dilahirkan untuk sebuah tuntutan, ia tak akan bisa. Kenyataan tetaplah kenyataan, harus Amora telan layaknya obat.
Hybrid Android yang terpaku pada sudut ruangan itu menyala, monitor yang ada ditubuh bagian depannya menampilkan peringatan yang bertuliskan, 'sudah waktunya makan malam, Tuan dan Nyonya sudah menunggu dibawah'.
Amora menoleh lalu menghela nafas berat, ia berusaha memantapkan dirinya agar bisa kuat dan siap menghadapi hukuman dari kedua orangtuanya lagi setelah ia mengisi perut. Karena tidak yakin dan masih merasa sedikit gugup, Amora beranjak ke kamar mandi dan membasuh mukanya lantas pergi kebawah menuju ruang makan.
Amora pun duduk di salah satu kursi yang membuatnya menghadap kedua orangtuanya. Sekasar apapun, keluarga Amora selalu mengedepankan etika untuk menjaga reputasi keluarganya. Mereka makan dengan tenang, meskipun tidak bagi hati Amora.
Ada secercah rasa takut disela-sela kunyahannya, ia masih terus membayangkan jenis siksaan apa yang akan dijadikan hukuman lanjutan. Sejenak, Amora merasa ingin menyerah dan berfikir akan mengeluarkan semuanya. Ia merasa sudah lelah, jika saja melompat dari atas sekolahnya tadi bukanlah suatu dosa, maka sudah ia lakukan sejak tadi.
Acara makan yang bagi Amora menegangkan pun berakhir dengan ditutup oleh doa masing-masing didalam hati. Setelah selesai, Nellan menatap Amora dengan sorot tatapan tajam.
"Kenapa tadi kamu pingsan?" Tanya Nellan dengan suara berat yang khas nan menyeramkan.
Mendengar itu Amora mendadak bingung, bukankah.. Ah sudahlah, hati nuraninya menyuruhnya menjawab sebelum ayahandanya kembali marah.
"Aku gak kuat dihukum," jawab Amora seadanya.
"Dasar anak lemah! Gimana kalau nanti kamu jadi professor? Teori kamu dianggep salah sekali aja kamu bakalan dijadiin buronan negara dan disiksa lebih dari ini!" Sahut mama Emelyn dengan nada tinggi. Wajahnya memerah, menandakan ia tersulut api emosi.
"Aku gak mau jadi professor. Biarin aku nentuin mimpi aku sendiri Ma, Pa. Aku udah besar, dan udah seharusnya aku bebas." Tutur Amora dengan mata yang kosong. Tak peduli ia akan tambah disiksa oleh orangtuanya karena perkataan ini.
Prangggg!!
Nellan mengambil piring didepannya dan melemparnya pada Amora. Beruntung, mereka hanya memakan sumber karbohidrat yang kering dan tak berkuah.
Tess!
Darah mulai mengalir dari kening Amora, namun saking sudah biasanya, rasa sakit di kepalanya seperti digigit nyamuk biasa.
"Dasar anak tidak tau arti bersyukur! Harusnya kamu itu bersyukur karena dilahirkan dan memiliki darah dari keluarga ini! Kamu keturunan darah ilmuwan tersohor, berani-beraninya kamu mau mutusin tali keluarga ilmuwan kami!" Bentak Nellan dengan nada tinggi kemudian berdiri dari duduknya.
"Mama nyesel lahirin kamu, dasar anak tidak berguna! Kamu lebih baik m*ti," ujar Emelyn lalu mendekati Amora dan mencekiknya.
"Uh..ak-aku...g-gak pernah..m-minta d-dilahirin..uhuk!" Lirih Amora terbata-bata lalu ia terbatuk. Nafasnya mencekat, pandangannya mulai memburam.
Bruk!
Amora dihempaskan begitu kasar ke lantai marmer yang dingin, begitu keras sampai bokong Amora terasa begitu sakit.
"Udah berani yaa kamu sekarang sama Mama!" bentak Emelyn marah, matanya memerah terbakar api amarah.
"AKU GAK PERNAH MAU DILAHIRIN MA, PA! AKU GAK PERNAH MAU TERLAHIR JADI ANAK ILMUWAN DAN PROFESSOR!!" Teriak Amora kemudian, membuat Emelyn dan Nellan terpaku.
"Kamu-"
"AKU GAK PERNAH MAU DITUNTUT DAN DIPUKUL, KALAU EMANG NANTI AKU JADI PROFESSOR DAN TEORI AKU YANG DIANGGAP GAK BENER BISA BIKIN AKU JADI BURONAN NEGARA, MAKA SEENGGAKNYA KASIH AKU WAKTU BUAT SENANG-SENANG DIKIT AJA, SEBELUM AKU DISIKSA DILUAR!"
"MA, PA, AKU MANUSIA BIASA. AKU GAK SEMPURNA KAYAK KALIAN. AKU NGAKU AKU GAK SEKUAT KALIAN, JADI TOLONG BERHENTI NYIKSA AKU LAGI.. AKU CAPEK.."
"AKU GAK BERNIAT NGELAWAN, KALIAN YANG KATANYA ILMUWAN ATAU PROFESSOR ITU HARUSNYA PAKE HATI NURANI KALIAN! APA HARUS KALIAN NYIKSA AKU, HAH? HARUS BANGET?"
"KALAU KALIAN MAU AKU MATI, YAUDAH! AKU BAKALAN WUJUDIN IMPIAN KALIAN SEKARANG!" Bentak Amora panjang lebar, suara nya menggelegar di sudut-sudut ruangannya. Hybrid Android dan cyborg yang tidak mengerti apa masalahnya lantas mendekati sumber suara dan menonton kejadian tersebut.
Amora berdiri dengan tertatih-tatih kearah tangga, ia akan benar-benar melakukan perbuatan nekat sekarang. Tidak peduli dosa atau tidak.
"Amora!" Panggil Nellan dengan nada tinggi, namun sayang, Amora masih tetap berjalan dan tak mau sedikitpun menoleh.
"Ini semua gara-gara kamu!" Tuding Nellan kepada Emelyn, jari telunjuknya menunjuk dengan tajam.
"Kenapa aku?" Tanya Emelyn dengan nada yang tak kalah tinggi.
"Karena kamu Amora jadi nekat, dia satu-satunya harapan kita buat jadi ilmuwan! Kalau dia bener-bener m*ti, garis keturunan kita terputus!" Bentak Nellan.
"Kenapa kamu jadi belain dia? Dia yang salah!" Teriakan Emelyn yang kini menggelegar.
"Kamu benar-benar tidak tau diuntung!" Bentak Nellan kemudian mencambuk Emelyn.
Ctasss!
"Kauu!!!" Bentak Emelyn lalu balas melemparkan piring kotor kepada Nellan. Nellan kemudian menghindar sehingga piring tersebut mengenai dinding.
Nellan langsung berlari kearah tangga menyusul Amora. Sedangkan itu, Amora dipinggir pagar pembatas balkon tersenyum kecut mendengar keributan dibawah. Ia pikir, orangtuanya akan menyusulnya.
"Sebentar lagi aku bakalan jadi kek kalian!" gumam Amora seraya memandang langit kemudian tersenyum kecil.
"AMORAA!!"
BRUKK!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!