NovelToon NovelToon

Daddy My Son

1. Noda Darah

Pria itu bangkit, menatap sejenak sosok wanita yang telah memberikannya kepuasan semalam. Ia bergerak, menarik selimut dan menutupi tubuh wanita yang tidak mengenakan sehelai benangpun itu.

Ia beringsut turun dari ranjang, lalu menuju kamar mandi. Didalam sana, ia sedang memperhatikan beberapa bekas cakaran kuku yang terasa lumayan perih pada leher, punggung dan dadanya lewat pantulan cermin dihadapannya.

Guyuran air dingin menambah rasa perih pada kulit pria itu, namun ia tidak menghiraukannya, tetap membilas semua busa shampoo dan sabun dari rambut dan tubuhnya.

Setelah mengenakan pakaiannya, pria itu kembali mendekati ranjang dan meletakan segepok rupiah disebelah ponsel dekat kepala sang wanita yang telah ditidurinya semalam.

"Kau sangat luar biasa," ia tersenyum menyeringai. Lalu dengan langkah ringannya, pria tegap dan macho itu melangkah pergi meninggalkan wanita yang masih terlelap dikamar hotel itu.

Setelah dua jam berlalu, wanita yang berada didalam selimut itu mulai mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia terbangun saat mendengar ponselnya berdering berkali-kali.

"Agghh! Seluruh tubuhku terasa remuk," keluh wanita itu, ia hampir tidak bisa menggerakkan tubuhnya dari dalam selimut.

Tangan wanita itu meraba-raba dibagian atas kepalanya, mencari keberadaan ponselnya yang terus-menerus bersuara tanpa henti bak alarm. Setelah melihat sekilas siapa yang sedang menelponnya, ia buru-buru menggeser tombol berwarna hijau untuk mengangkatnya.

📞"Hallo Pap," sapa wanita itu dengan suara setengah mengantuk, ditambah rasa lelah yang masih menderanya.

📞"Jam berapa ini Virranda, ini hari pertamamu berkerja di perusahaan Papi, kenapa kau bisa terlambat?" ucap pria yang dipanggil Papi itu kesal dari ujung sambungan telepon.

📞"Apa?" Virranda terlonjak, melupakan rasa sakit pada sekujur tubuhnya.

📞"Bukankah Papi sudah memperingatkanmu, jangan pulang pagi! Begini jadinya!" omel sang ayah lagi.

📞"I-iya Pap, Virranda akan segera meluncur kesana," sahut wanita yang bernama lengkap Virranda Laura itu cepat lalu mematikan ponselnya secara sepihak.

Virranda bangkit, ia terkaget-kaget saat mendapatkan dirinya yang tengah b*gil keluar dari dalam selimutnya. Wanita yang baru saja berusia dua puluh empat tahun itu segera menarik kembali selimut untuk menutupi tubuh polosnya.

Dengan kepala yang masih terasa pusing dan perasaan yang bingung ia berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Tubuhnya terasa lemas dan limbung saat melihat ada noda darah pada sprei putih setelah dirinya berhasil bergeser dari duduknya.

Virranda hanya bisa menangis dan merutuki kebodohannya, saat sepenggal ingatannya mampu mengingat bila dirinya telah tidur bersama seorang pria semalam.

"Siapa pria bajingan itu?" isak Virranda disela-sela kepiluan hatinya.

"Papi, Mami... Maafkan Virranda. Virranda salah, terlalu bandel dan tidak patuh pada nasihat Papi dan Mami," ratap Virranda pilu, ia terus menangis.Tubuhnya terasa lunglai dan melorot begitu saja kelantai dengan punggungnya bersandar pada tepi ranjang hotel.

Ia meremas dan mengacak rambutnya hingga terlihat kusut dan berantakan, menyesali kebodohan yang telah ia lakukan, sehingga kemalangan ini bisa menimpa dirinya.

...🍓🍓🍓...

Dua bulan kemudian...

"Virranda, akhir-akhir ini Mami merasa kau banyak berubah sayang," ucap Lirasa, dengan senyum diwajahnya, disela-sela makan malam mereka.

"Maksud Mami?" tanya Virranda.

"Setelah kau berkerja menjadi asisten Papi-mu dua bulan belakangan ini, Mami sudah tidak melihat kemanjaanmu lagi. Dan kebiasaan keluar malammu juga sudah kau kurangi. Mami bahagia sekali," jelas Lirasa dengan senyum bahagia yang masih mengembang diwajahnya.

"Bukankah begitu Pap?" ucapnya lagi meminta dukungan dari sang suami.

"Iya, Mami-mu benar sayang." sahut Loenhard menyetujui.

"Papi dapat melihat keseriusanmu belajar. Papi harap kau tetap seperti ini terus, jangan kendor. Kau adalah satu-satunya pewaris keluarga kita. Kau bahkan harus lebih hebat dari Papi, ingat itu," ujar Loenhard menasehati putri semata wayangnya itu.

"Iya Pap, Virranda akan berusaha menjadi kebanggaan Papi dan Mami," Sahut Virranda turut tersenyum bersama kedua orang tuanya.

"Oya Mam, tuan Toshigawa dan isterinya akan berkunjung akhir pekan ini bersama putranya untuk melamar Virranda putri kita," sambung Loenhard tiba-tiba.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Virranda yang sedang meneguk jus daun seledri-nya kontan tersedak mendengar ucapan ayahnya.

"Hati-hati sayang, kau masih saja ceroboh, padahal baru saja Papi dan Mami memujimu barusan, tapi kau kembali bersikap seperti anak batita yang baru belajar minum dari gelas," Lirasa buru-buru menyodorkan gelas air putih pada putrinya untuk melegakan tenggorokannya.

"M-melamar?" Virranda terlihat amat kaget, demikian pula kulit wajahnya ikut memerah setelah tersedak jus yang diminumnya.

"Iya , melamar." sahut Loenhard membenarkan, sambil mengunyah makanan yang masuk kedalam mulutnya.

"Tapi Pap, Virranda belum mau menikah. Virranda baru selesai kuliah dan baru dua bulan ini berkerja ikut Papi," ucap Virranda beralasan dengan wajah mendadak pucat-pasi.

"Itu tidak masalah. Setelah menikah, kau masih boleh melanjutkan pekerjaanmu di perusahaan kita. Papi rasa calon suamimu itu juga tidak akan keberatan, karena semuanya sudah kami bicarakan bersama," jelas ayah Virranda menanggapi penolakan putrinya itu.

"Tapi Papi, Virranda belum siap, Virranda belum cukup umur," ucap Virranda bingung mencari alasan.

Tawa Loenhard dan isterinya langsung meledak, ucapan Virranda yang mengaku belum cukup umur ternyata sanggup menggelitik hati mereka, hingga kelopak mata keduanya berair karena merasa geli.

"Virranda, kau bukan putri kecil kami lagi sayang. Kau sudah menjelma menjadi seorang gadis yang cantik dan menawan. Usiamu sudah dua puluh empat tahun, usia yang cukup untuk menikah," Ujar Lirasa disela-sela tawanya.

"Iya Virranda, dulu Mami-mu juga menikah dengan Papi diusia dua puluh empat tahun, sama seperti usiamu yang sekarang," celetuk sang ayah, membantu isterinya memberi penjelasan.

"Virranda mau kekamar dulu," ucapnya seraya berdiri, tidak ingin membahas topik obrolan makan malam mereka lebih lanjut.

"Kita belum selesai bicara sayang," cegah Lirasa sambil memegang pergelangan tangan putrinya yang terasa dingin. "Kau sakit?" Lirasa buru-buru memeriksa suhu tubuh putrinya pada bagian pelipis, dahi dan tengkuknya, dengan memperhatikan wajah pucat Virranda.

"Tidak Mam, Virranda hanya kaget mendengar lamaran yang tiba-tiba ini," sahut Virranda jujur. Ya, dirinya memang berkata jujur, dan bila mau lebih jujur lagi, ia bahkan tidak sekedar kaget saja, ada rasa ketakutan yang teramat besar direlung hatinya yang paling dalam.

"Baiklah, Mami maklum, anak gadis pada umumnya memang sering seperti itu kalau akan dilamar oleh seorang pria," ujar Lirasa sambil tersenyum.

"Kalau begitu, kau segera kembali kekamarmu untuk beristirahat. Kita akan lanjutkan lagi obrolan yang tertunda ini dilain waktu. Masih ada enam hari lagi sebelum mereka berkunjung kemari," imbuh Lirasa dengan menepuk pundak putri kesayangan mereka.

"Mami antar ke kamar ya?" ucap Lirasa menawarkan bantuan pada putrinya.

"Tidak perlu Mam, Virranda masih bisa sendiri. Mami temani Papi saja sampai selesai makan malam," Virranda buru-buru mencium pipi kiri ibunya dan berlanjut pada ayahnya, setelahnya ia segera meninggalkan meja makan menuju kamarnya yang berada dilantai atas.

Virranda segera mengunci pintu kamarnya, ia membuka lemari pakaiannya, mengambil benda pipih panjang berwarna putih dari sana, yang ia simpan dibelakang lipatan-lipatan pakaiannya.

Memandangi dua garis berwarna pink terang, kembali membuat kacau perasaannya. Bagaimana tidak, sudah lima hari ini ia mengetahui bila dirinya saat ini sedang mengandung.

Kehamilannya ini pasti akibat kejadian sekitar dua bulan yang lalu, saat dirinya tanpa sadar telah ditiduri oleh seorang pria, yang sialnya hingga kini dia tidak tahu siap pria yang berani-beraninya merenggut kehormatannya dimalam itu.

Bersambung...👉

2. Menikahlah Denganku

Setelah hampir satu jam berguling-guling seorang diri dipembaringannya, memikirkan tentang perjodohan yang telah disepakati oleh kedua orang tuanya dengan pihak keluarga tuan Toshigawa tanpa meminta pendapat dan persetujuannya, Virranda bangkit dari ranjangnya, dan duduk dihadapan meja riasnya.

Dipandanginya wajahnya yang masih terlihat pucat karena terus memikirkan nasib malang yang telah menimpanya setelah malam laknat itu. Perlahan Virranda mengusap perutnya yang masih nampak rata dan ramping, didalam sana sudah tersimpan benih seorang pria, pria asing yang sampai kini tidak diketahui identitasnya.

Tidak mungkin dirinya menerima lamaran dari putra tuan Toshigawa dengan kondisinya seperti sekarang ini. Dan pria mana yang mau menerima seorang gadis tapi bukan perawan dan bahkan sedang mengandung anak pria lain. Yang ada, dirinya akan mempermalukan nama baik kedua orang tuanya dihadapan calon besannya itu, bila mengetahui dirinya sudah hamil diluar nikah.

Walau dirinya bebas bergaul dengan siapa saja karena sikap humble-nya, namun Virranda Laura bukanlah seperti gadis muda kebanyakan, yang suka gonta-ganti pasangan dan tidur dengan sembarang pria, bahkan hingga kini, dirinya belum memiliki seorang teman dekat pria yang bisa disebut pacar.

Lalu bagaimana dirinya bisa hamil? Virranda-pun merasa bingung, karena seingatnya, malam itu setelah dirinya selesai makan dan minum dalam pesta ulang tahun salah satu teman semasa dirinya kuliah, kepalanya begitu pusing dan tidak ingat apa-apa lagi. Saat terjaga, Virranda mendapatkan dirinya sudah berada dikamar hotel dalam keadaan mengenaskan, dan tanpa busana. Dan mahkota yang ia jaga dengan baik, juga telah terenggut dengan paksa tanpa seiijinnya.

Ditengah kemelut dan kegalauan hatinya, Virranda merias dirinya, lalu bergegas keluar dari kamar menuju garasi mobil.

"Nona mau kemana?" cegat bibi Arin, asisten rumah tangga yang sudah berkerja selama belasan tahun dirumah keluarganya.

"Ke apotik Bi," sahut Virranda berbohong.

"Baiklah Nona, hati-hati dijalan," Bibi Arin memperhatikan Virranda naik kemobilnya hingga menjauh meninggalkan rumah.

Sudah beberapa apotik telah terlewati, tapi tidak ada tanda-tanda Virranda untuk mampir kesalah satu apotik itu, karena dirinya memang tidak berniat untuk mampir kesana.

Virranda membelokan kemudinya kearah kiri jalan, memasuki area sebuah cafe. Saat ini dirinya butuh hiburan dan menenangkan diri.

Ia mengambil tempat duduk dipojokan, dan memesan segelas jus beraneka buah, segelas cappucino cincau, segelas susu madu, dan segelas wedang jahe.

Setelah pelayan cafe pergi untuk membuatkan pesanannya, Virranda memejamkan matanya, menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dibelakangnya. Beberapa kali ia menghembuskan nafasnya secara kasar, sambil menikmati lagu-lagu manca negara yang sedang nge-hits saat ini. Namun fikirannya tetap melayang pada perjodohan yang menjadi topik pembicaraan saat makan malam keluarganya.

Rasa takut menyergapnya, bagaimana bila perjodohan itu tidak bisa ia hindari? Dan apa yang akan terjadi bila pria yang akan menikahinya nanti tahu bila dirinya sudah tidak gadis dan hamil? Lalu menyalahkan kedua orang tuanya atas apa yang terjadi padanya.

"Maafkan Virranda, sudah mengecewakan Papi dan Mami karena kehamilan ini," gumam Virranda dipojokan cafe dengan pencahayaan yang sedikit remang-remang. Buliran bening air mata jatuh membasahi pipi mulusnya. Ingin rasanya ia menceritakan semuanya, agar beban fikirannya sedikit berkurang. Tapi dirinya merasa ragu, mungkinkah kedua orang tuanya bisa menerima kenyataan kalau ia hamil dan tidak tahu siapa ayah bayi yang dikandungnya?

Ditengah kekusutan masalah yang tengah dihadapinya, samar-samar Virranda mendengar lantunan syair lagu yang tidak asing ditelinganya.

🎵Ho-oh-oh. Kau doakan saja aku pergi. Semoga pulang dompetku terisi.🎶

🎵Aku rela pergi pagi pulang pagi. Hanya untuk mengais rezeki. Kau doakan saja aku pergi. Semoga pulang dompetku terisi🎶

🎵Semoga pulang dompetku terisi. Dan semoga kau tak ngambek lagi🎶

Mendengar lantunan syair lagu itu, Virranda lumayan terhibur, lagu asal Indonesia ini memang selalu nyaman didengar. Pria yang melantunkan syair lagu dengan suara emasnya itupun tidak asing bagi Virranda, ia sudah beberapa kali melihatnya saat mangkal di cafe itu bersama teman-temannya.

"Mas, saya ingin bertemu dengan pria yang baru menyelesaikan lagunya tadi," ucap Virranda pada waiters yang datang mengantarkan pesanannya.

"Baik Nona, ditunggu sebentar ya," sang waiters meletakan beberapa gelas minuman yang telah dipesan oleh Virranda lalu kembali beranjak pergi.

Tidak menunggu lama, pria pelantun lagu itu sudah datang menghampiri Virranda.

"Nona ingin bertemu dengan saya?" ucap pria itu menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, silahkan duduk," Virranda mempersilahkan pria itu duduk pada sofa didepannya.

"Saya suka lagu yang mas nyanyikan," walau terdengar basa-basi, tapi Virranda memang tulus mengatakannya dari hatinya.

Pria itu tersenyum, "itu lagu lama Nona,"ucapnya menatap Virranda.

"Iya, saya tahu. Apa itu juga ungkapan hati? Pencari nafkah untuk keluarganya mas?" tanya Virranda lebih lanjut.

Pria itu kembali menarik senyum diujung bibirnya, "Saya mencari nafkah untuk diri saya sendiri," ucapnya. "Apakah Nona ingin bertemu dengan saya hanya menanyakan soal yang tidak penting itu?" lanjutnya tidak berminat.

"Aku ingin membuat penawaran dengan mas setelah mendengar syair lagu yang mas nyanyikan tadi. Menikahlah dengan saya" todong Virranda tanpa basa-basi sambil memperhatikan dengan cermat reaksi pemuda dihadapannya.

Pria itu langsung tergelak, tidak menduga mendapat tawaran menikah dari seorang gadis. Virranda yang melihatnya hanya memasang wajah datar dan membiarkan pria dihadapannya itu puas mentertawainya.

"Apakah Nona adalah salah satu gadis yang tidak laku dijaman modern ini? Sehingga melamar seorang penyanyi cafe seperti saya?" ucapnya setelah berhasil menghentikan tawanya.

"Iya, saya adalah gadis yang tidak laku dan sangat malang," sahut Virranda serius, dan tidak banyak berkomentar. Pria itu langsung terdiam, ia mengamati sejenak wajah gadis dihadapannya.

"Baik, saya setuju Nona. Kapan kita menikah?" tantang pria itu. Virranda sempat terpana mendengar jawaban pemuda itu Dia benar-benar tidak menduga, kalau pria itu dengan mudah menerima tawarannya.

"Dua hari lagi, aku akan men-sharelock dimana kita akan menikah. Berikan nomor ponselmu, dan tulis namamu sekalian," Virranda menyodorkan ponsel miliknya pada pria itu.

Setelah memasukan nomornya, pria itu tidak lupa menyambungkan nomor Virranda keponselnya, lalu segera mengembalikannya lagi pada wanita dihadapannya.

"Kirim kartu identitasmu, supaya aku bisa mengurus segala surat menyuratnya dalam dua hari ini. Dan jangan lupa, buat permintaan secara tertulis sebagai syarat kau menerima tawaran menikah dariku. Aku akan berusaha memenuhinya," ucap Virranda seraya menyimpan ponselnya.

"Baiklah," pria itu setuju dan menganggukan kepalanya pelan.

"Aku memesan beberapa minuman, apakah kau mau?" tunjuk Virranda pada minuman pesanannya. "Atau kau mau pesan yang lain?" tawarnya lagi.

"Untuk apa Nona memesan minuman sebanyak ini? Bukankah Nona seorang diri kemari?" tanya pria itu memandang beberapa gelas yang belum tersentuh diatas meja.

"Aku tidak sendiri, aku membawa janin didalam perutku," ucap Virranda jujur.

"Apa??" roman wajah pemuda itu langsung berubah. Virranda tidak terlalu ambil pusing, ia mulai menyedot jus aneka buahnya dengan santai.

Yeach! Joe Dirgantara, sosok pria absurd, cuek, lucu, dan menjalani hidupnya bagai air yang mengalir, benar-benar dibuat kaget mendengar pengakuan Virranda. Namun sialnya, ia sudah menyetujuinya.

Bersambung...👉

3. Di Usir

"Sayang, kau pasti sedang bercanda 'kan?" ucap Lirasa dengan raut tidak terbaca, saat mendengar pengakuan dari putri tunggalnya itu. Ia menatap Virranda dan seorang pria muda yang duduk sopan disebelahnya.

"Virranda tidak sedang bercanda Mam, Joe adalah suami Virranda, dan status pernikahan kami sudah sah secara agama dan hukum," jelas Virranda terbata-bata. Bagaimanpun juga, ia sangat sadar, keputusan menikah tanpa diketahui kedua orang tuanya adalah salah besar dan pasti akan melukai hati kedua orang tuanya yang selama ini sangat menyayangi dan membanggakan dirinya.

Karena tetap ingin menjaga kehormatan dan nama baik kedua orang tuanya didepan semua rekan dan kolega bisnis ayahnya, Virranda terpaksa menempuh jalur itu, walaupun resikonya juga tidak ada bedanya, sama-sama melukai dan mencoreng nama baik keluarga karena akan dicap sebagai anak yang tidak patuh, karena melakukan tindakan sesuka hatinya.

Bagi Virranda tidak-lah mengapa, biarlah dirinya saja yang menanggungnya, asal bukan kedua orang tuannya yang sangat ia sayangi.

"Pap, bagaimana ini?" Larisa meraih paksa dokumen-dokumen pernikahan putrinya yang sedang dibaca oleh suaminya, ia memperhatikan dengan teliti dengan mata berkaca-kaca.

"Katakan pada Mami, Pap. Putri kita tidak mungkin mengambil langkah salah ini kan?" Lirasa mulai menangis, tidak percaya akan apa yang ia baca.

Loenhard mencengkram kertas yang masih tersisa ditangannya dan meremasnya hingga kusut tak berbentuk. Rahangnya mengatup kuat memperlihatkan otot-otot wajahnya yang menegang dan terlihat menggembung. Rona merah sangat dominan diwajahnya, menandakan saat ini kemarahannya sudah sampai keubun-ubun, tidak sanggup ia kendalikan lagi.

"Kau! Berani-beraninya menikahi putri kesayanganku! Kau itu hanya seorang penyanyi cafe rendahan!" pekik Loenhard terdengar garang.

PLAAKKK!!!

Wajah Joe seketika berpaling, dan terlihat gambar empat jari dipipi kirinya yang terkena hantaman keras tapak tangan milik Loenhard yang sangat murka.

"Duduk pada tumpukan kasutku-pun, kau tidak layak!" geramnya dengan wajah merah dan membara.

"Pap, ini bukan salah Joe! Ini salah Virranda! Virranda menyukainya!" Virranda segera bersimpuh dikaki ayahnya, berusaha meredakan amarah sang ayah yang tidak pernah semarah ini.

"Omong kosong apa yang kau ucapkan Virranda?! Bukankah beberapa malam lalu kau menolak pernikahan karena merasa belum cukup umur! Tapi kenapa sekarang kau datang membawa laki-laki tidak berguna ini?!" marah Loenhard sambil menunjuk wajah Joe yang hanya diam membisu duduk dikursi sofa.

"Papi yakin, laki-laki ini hanya mau memperalatmu Virranda, mengeruk semua uang dan harta milikmu!" tuduh Loenhard lagi dengan bola mata yang hampir saja melompat keluar untuk menerjang Joe yang terus menunduk kikuk disofa.

"Tidak Pap, Joe tidak seperti itu! Kami sama-sama mencintai," ucap Virranda asal, karena dirinya belum mengenal siapa diri Joe sebenarnya. Apapun ia keluarkan, demi meredakan amarah sang ayah yang mengerikan itu.

"Virranda--. Papi tidak menyangka kau bisa menikahi dan membela pria yang baru kau kenal ini." napas Loenhard terlihat terengah-engah meluapkan rasa amarahnya.

"Baiklah. Bila itu memang pilihanmu. Papi akan tarik semua fasilitas yang telah papi berikan padamu selama ini. Papi mau lihat, bagaimana pria tidak berguna ini menghidupimu yang sudah terbiasa hidup dalam kemewahan yang papi berikan padamu mulai kau ada dalam kandungan Mami-mu,"

"Sekarang juga, angkat kaki dari rumah ini!" usir Loenhard tanpa ampun.

Mendengar perkataan suaminya pada putri kesayangannya, Lirasa langsung ambruk dan tidak sadarkan diri disofa tempat duduknya.

"Mam! Mami!" teriak Virranda panik, lalu buru-buru memeluk ibunya sambil menangis histeris, khawatir bila terjadi hal buruk pada ibunya.

"Pergi sekarang! Pergi!" usir Loenhard lagi.

"Tidak Pap, Virranda mohon. Mami sedang pingsan," ucap Virranda penuh permohonan dengan raut kusut dan berantakan.

"Ini semua karena dirimu Virranda! Anak durhaka! Sekarang pergilah bersama laki-laki pilihanmu itu! Jangan hiraukan kami lagi! Kami bisa mengurus diri kami sendiri!" usirnya lagi tanpa mau mendengar apapun lagi. Ya, ayah Virranda sudah menutup pintu hatinya. Hatinya begitu sakit, kecewa pada putri yang selama ini menjadi kebanggaan dan kehormatanya.

Virranda melepaskan pelukannya dari ibunya, dengan berat hati ia beringsut menjauh. Ia berdiri dengan kaki lunglai, keluar rumah diikuti oleh Joe, suami bayarannya.

Bibi Arin dan tiga pelayan lainnya, memandang dari jauh, turut menitikkan air mata melihat anak majikannya meninggalkan rumah hanya membawa satu koper kecil dan menaiki taksi bersama seorang pria yang diakui sebagai suaminya.

...🍓🍓🍓...

Pukul lima pagi, Virranda terbangun dari tidurnya, wajahnya masih terlihat sembab, karena sepanjang malam ia terus menangis hingga menjelang pagi.

Setelah membersihkan dirinya dikamar mandi, Virranda beranjak kedapur, untuk menyiapkan sarapan pagi. Pada kulkas, ia hanya menemukan empat bungkus mie instan, dua butir telur rebus dan seikat sayuran sawi yang sudah mulai menguning. Sepertinya Joe membelanjakannya sudah beberqpa hari yang lalu.

Virranda melirik kamar Joe yang masih tertutup rapat, berdampingan dengan kamar tidurnya karena keduanya memang sepakat untuk tidur terpisah.

Apartemen milik Joe terbilang sangat sederhana. Memiliki dua kamar tidur lengkap dengan kamar mandi didalamnya, ruang tamu merangkum dengan ruang keluarga, dan dapur dimana Virranda sedang menyiapkan sarapan paginya.

"Selamat pagi," sapa Joe dengan muka bantalnya, keluar dari kamar lalu duduk dimeja makan.

Virranda tidak menjawab, ia hanya melirik sekilas kearah laki-laki yang menjadi suaminya itu. Virranda sedikit jijik saat melihat ileran Joe tergambar dikedua sudut bibirnya, pasti suaminya itu tidak langsung mandi saat bangun tidur batinnya.

"Pagi ini aku ingin mencari pekerjaan," ujar Virranda memalingkan mukanya. Ia mendadak merasa mual melihat wajah Joe. Mungkin karena sedang berbadan dua, dan bisa jadi juga karena melihat ileran suaminya.

"Terserah kau saja," sahut Joe yang tengah pokus pada sarapan paginya.

"Joe," panggil Virranda pelan.

"Heum, ada apa lagi?"sahutnya dingin, dan terus menyuap makanannya.

"Maafkan atas perlakuan Papi-ku semalam," suara Virranda terdengar lirih, menatap iba pada pipi Joe yang masih memar. "Terima kasih karena tidak membalas Papi-ku, walau aku tahu kau bisa membalasnya," ujarnya sendu.

Joe seketika menghentikan kunyahannya. Ia memberi tatapan datar pada Virranda lalu menatap lurus kedepan. "Sepertinya, tabiat orang-orang kaya kebanyakan seperti itu. Kasar, arogan, suka merendahkan, egois, karena menganggap semuanya bisa ditukar dengan uangnya,"

Virranda meneguk salivanya, ia merasa tersindir mendengar ucapan Joe barusan.

"Tapi tenang saja. Kau tidak perlu khawatir, sesuai perjanjian, aku akan berkerja secara profesional karena kau sudah membayarku," ucap Joe tenang, lalu kembali melanjutkan sarapannya.

Virranda bangkit, meraih tasnya dan berjalan menuju pintu. Joe diam-diam memandangi wanita yang baru dinikahinya itu hingga hilang dibalik pintu apartemen sederhananya.

Ia kembali mengingat, bagaimana dirinya harus mengalami nasib sial, terkena jebakan batman dan tinggal satu apartemen dengan Virranda.

*F**lashback On* :

"Aku harus mengembalikan uang transferan ini pada perempuan kaya itu. Dan membatalkan perjanjian itu, lalu semuanya akan selesai," batin Joe, penyanyi cafe yang mendapat tawaran menikah dari Virranda. Ia lalu duduk termenung menatap bubungan Villa lainnya. Ya, saat itu dirinya berada disalah satu bangunan villa yang terletak didaerah puncak, untuk melangsungkan pernikahan kilatnya bersama Virranda

Tidak lama berselang, dari kejauhan, Joe melihat iring-iringan menuruni tangga villa, setelah cukup dekat, tanpa sadar ia berdiri dari duduknya dengan tatapan tak berkedip.

Wanita yang mengenakan gaun putih itu, terlihat sangat menawan, mempesona, dan nyaris sempurna. Joe memang sering bertemu dan berhubungan dengan banyak wanita cantik dan kaya, tapi hari ini, penampilan dan kehadiran Virranda dihadapannya mampu membuat ia lupa diri, lupa segalanya, bahkan lupa bila kehadirannya disana hanya untuk membatalkan pernikahan kilat itu.

"Joe, aku tanya sekali lagi. Apakah kau siap menikah denganku sekarang?" tanya Virranda menatap lekat laki-laki dihadapannya.

"T-tentu saja. Ayo, kita menikah sekarang," sahut Joe tergagap. Pesona Virranda siang itu membuat hatinya langsung bertekuk lutut.

"Lihat dirimu, kenapa kau memakai kolor rombengmu kemari? Dimana jas yang telah kuberikan itu padamu?" tanya Virranda datar, berusaha menahan emosinya pada pria yang sangat menyebalkan hatinya siang itu.

Joe menatap dirinya. Benar, seperti yang dikatakan Virranda, ia memang memakai jeans pendek selutut dan sobekan gaul bercampur rumbai-rumbai dimana-mana.

"Aku akan menggantinya, tunggu aku sebentar," pintanya lalu bergegas untuk berlari ke villa dimana ia menginap.

"Tunggu!" Virranda buru-buru menahan Joe. "Aku tidak punya waktu menunggu, langsungkan saja pernikahannya sekarang."titah Virranda tidak mau tahu.

"T-tapi. Tidak mungkin kan aku berpenampilan seperti ini??" protes Joe dengan wajah memelas.

"Itu salahmu, mengapa sedari tadi kau tidak bersiap-siap!" ketus Virranda yang mulai tidak sabar menghadapi Joe yang sebentar lagi akan sah berstatus menjadi suaminya.

Joe akhirnya pasrah. Dia juga tidak rela batal menikah dengan wanita yang mampu menggugah segala rasa dijiwanya itu.

Sepanjang acara sakral itu berlangsung. Beberapa saksi yang hadir dari pihak kedua mempelai, juga undangan khusus yang tidak lebih dari dua puluh orang hanya bisa mengulum senyum, melihat dua pengantin yang amat sangat tidak sepadan, bak langit dan bumi, sangat jauh berbeda.

Yang wanita sangat siap menikah dengan gaun putih, bermahkota perak dan kerudung tipis menutupi wajahnya yang anggun. Sementara yang pria, berpakaian apa adanya, memakai jeans rombengnya, dan singlet ketat yang menunjukan dada bidangnya, sungguh menggelikan dan menyedihkan.

Flashback Off :

Joe menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, merasa malu melihat poto pernikahan dirinya yang memalukan dilayar ponselnya, persis seperti gembel, sedangkan Virranda, dia bak seorang ratu yang menjadi majikannya. Huh, bagaimana dirinya bisa seteledor itu, sesalnya didalam hati.

Bersambung...👉

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!