NovelToon NovelToon

Cinta Yang Terlarang

Keputusan Bulat

Suara gaduh terdengar dari sebuah gang perkampungan yang terletak di sebuah desa perbukitan. Suara itu berasal dari salah satu rumah warga yang sedang didatangi oleh salah satu pengusaha sekaligus pemilik kebun teh di desa tersebut.

"Besok, besok, besok! Selalu saja kalian bilang besok! Sampai kapan? Hah?" Seorang laki-laki paruh baya berbadan tambun terlihat sangat marah. Ia didampingi oleh dua orang laki-laki berbadan kekar. Sementara di kakinya, seorang laki-laki tua bernama Sapto bersujud memohon ampun.

"Maafkan kami, Pak. Saat ini kami belum punya uang," ucap Sapto.

"Saya sudah hilang kesabaran!" bentak si penagih hutang. Ia adalah Dorman, juragan tua yang terkenal kejam dan kasar. Namun hanya dia satu-satunya orang kaya di desa ini yang bisa dengan mudah meminjamkan uang pada siapa saja yang sedang membutuhkan.

Dorman tampak kesal, ia melihat gadis cantik sedang duduk tidak jauh darinya sambil memeluk sang ibu. Dorman menyipitkan mata, melihat dengan senyum menyeringai di bibirnya.

"Apa dia putrimu?" tanya Dorman. Laki-laki tua di kakinya mendongak, melempar pandang pada Anyelir, anak semata wayangnya.

Perasaan takut seketika menjalar di tubuhnya yang renta. Sapto bergegas menghampiri istri dan anaknya.

"Jangan libatkan putri kami. Kami mohon," pinta Sapto sambil menangis.

"Apa yang bisa kau janjikan untuk membayar hutangmu? Bahkan jika rumah ini kalian jual, tidak akan cukup untuk melunasinya!"

"Tolong bersabar, Pak. Saya janji akan segera melunasinya."

"Dengan apa?"

Sapto bergeming, ia tidak tahu dengan apa ia bisa membayar semua hutang-hutangnya. Rumah kecil berlantaikan tanah dan dinding kayu ini satu-satunya harta mereka.

"Kalian punya berlian, bagaimana jika putri kalian saja yang membayar hutang-hutang kalian?" tanya Dorman. Ia duduk berjongkok sambil mengintip wajah Anyelir yang berada di pelukan ibunya.

"Tidak! Tidak boleh!" seru Seruni. Istri Sapto.

"Jika dia menjadi istri saya, maka hutang kalian akan saya anggap lunas! Bahkan saya akan memberikan cukup uang dan kesejahteraan untuk kalian." Dorman tersenyum miring.

Seruni menangis sejadi-jadinya. Ia memeluk Anyelir dengan erat.

Karena kegaduhan serta suara tangis Seruni yang terdengar memilukan, para tetangga dan warga sekitar mulai berdatangan. Mereka menyaksikan bagaimana keluarga Anyelir tidak berdaya atas masalah yang menimpa mereka.

Salah seorang warga berusaha memberi pengertian pada Dorman agar tidak melibatkan Anyelir atas hutang orang tuanya. Namun Dorman seakan sudah terlanjur terpikat oleh pesona gadis muda di hadapannya.

"Jika ada yang bisa melunasi hutang mereka, saya tidak akan memaksa gadis itu menikah dengan saya," ujar Dorman.

"Berapa hutang mereka, Pak?" Salah seorang warga bertanya.

"Delapan puluh juta!" tegas Dorman.

Seketika, semua orang diam membisu. Uang sebanyak itu, dari mana mereka bisa mendapatkannya?

Anyelir menangis terisak di pelukan sang ibu. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu adalah kembang desa. Ia adalah gadis yang cantik dan baik hati. Semua orang mengaguminya. Namun rupanya nasib baik sedang tidak berpihak padanya.

"Saya akan memberi kalian waktu tiga hari. Jika dalam tiga hari kalian tidak bisa membawa uang depan puluh juta cash ke rumah saya. Maka, mau tidak mau, gadis itu menjadi milik saya!" ucap Dorman.

Laki-laki paruh baya itu tertawa sebelum meninggalkan kediaman Sapto.

Semua warga merasa iba dengan nasib buruk yang menimpa keluarga tersebut. Namun mereka tidak bisa membantu apapun selain menguatkan mereka.

Masalah ini bermula saat Seruni mengalami sakit dua tahun lalu. Mereka memerlukan uang cukup banyak untuk melakukan operasi. Dengan terpaksa, Sapto harus meminjam uang pada Dorman meskipun ia tahu bahwa bunga hutang cukup besar.

Hanya dalam waktu satu tahun, hutang itu berbunga pesat hingga menjadi dua kali lipat.

Kini, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain memohon keajaiban. Menjadi miskin bukanlah keinginan, namun Tuhan sudah mentakdirkan.

"Biarkan aku menikah dengan Pak Dorman, Bu. Aku akan baik-baik saja," ucap Anyelir.

"Tidak, Nak! Kau tidak boleh melakukannya!" jawab Seruni.

"Bu, hanya ini satu-satunya jalan. Aku rela melakukannya, asalkan Bapak dan Ibu bisa hidup dengan tenang tanpa memikirkan hutang itu," tutur Anyelir.

Seruni dan Sapto menangis histeris mendengar penuturan Anyelir. Mereka tidak rela anak semata wayang mereka harus menikah dengan duda tua yang kasar dan kejam. Namun mereka tidak bisa melakukan apapun.

Keputusan Anyelir sudah bulat. Meskipun berat, ia harus rela mengorbankan dirinya demi kedua orang tuanya. Dengan cara ini, mungkin Anyelir bisa merubah kehidupan miskin mereka.

...****************...

Menikah Paksa

Setelah keputusan dibuat, pesta pernikahan digelar meriah. Di tengah ramainya para tamu undangan serta gelak tawa Dorman, Anyelir menangis terisak dalam hati. Ia melihat kedua orang tuanya terpuruk. Telah sirna harapan dan cita-citanya untuk hidup yang ia impikan sejak lama. 

Kini, Anyelir telah menyandang status sebagai seorang istri dari laki-laki paruh baya yang usianya terpaut tiga puluh tahun darinya. Ini adalah pesta pernikahan di mata orang lain, namun terasa seperti upacara pemakaman bagi Anyelir.

Di pesta ini, Anyelir mengubur semua mimpi dan kebahagiaannya. Ia merelakan hidupnya demi menyelamatkan kedua orang tuanya.

"Hadiah untuk mertua saya adalah sebuah rumah beserta dua ekor sapi dan lima ekor kambing peliharaan untuk mereka. Dan tentu saja, hutang-hutang mereka saya anggap lunas!"

Pengumuman yang diperdengarkan Dorman melalui mikrofon terdengar sangat menarik. Namun para tamu melihat Anyelir dan kedua orang tuanya dengan tatapan iba.

Gadis cantik kembang desa itu kini sudah diperistri oleh seorang duda tua. Semua orang mengangumi sikap berbakti Anyelir. Sebagian dari mereka juga menyalahkan keputusan buruk Sapto dan Seruni.

"Maafkan kami, Nak. Kami benar-benar orang tua tidak berguna. Kami membuatmu melakukan semua ini, maafkan kami," ucap Seruni dengan air mata bercucuran di pipi.

"Tidak apa-apa, Bu. Ini adalah keputusanku. Aku akan menjadi anak yang baik dan istri yang berbakti. Kalian tidak perlu mengkhawatirkanku," ujar Anyelir.

"Tapi, Nak ...."

"Bu, aku baik-baik saja." Anyelir tersenyum, ia memeluk Seruni. Meski rasanya Anyelir ingin menangis keras dan berteriak, namun ia harus tetap terlihat tegar dan kuat di hadapan orang tuanya. Anyelir ingin meringankan beban berat di pundak ayahnya. 

Setelah pesta pernikahan berakhir, para tamu undangan pun meninggalkan acara. Kedua orang tua Anyelir kembali pulang, sementara Anyelir kini harus menetap dan tinggal di kediaman suaminya.

Rumah mewah dua lantai dengan beberapa kamar besar ini nampak sangat indah saat dipandang. Namun bagi Anyelir, rumah ini terasa hampa. Ia akan mulai menjalani kehidupannya tanpa warna.

"Ini kamar kita," ucap Dorman. Ia mengantar Anyelir memasuki sebuah kamar besar yang terletak di lantai dua. Kamar yang memiliki banyak ornamen kuno ini terlihat sangat luas dan nyaman. 

Dengan langkah kaki gemetar, Anyelir memasuki kamar dan meletakkan tas besar yang ia bawa.

"Bereskan barang-barangmu segera. Setelah itu buatkan saya kopi," ucap Dorman.

"Baik." Anyelir mengangguk patuh.

Setelah berganti pakaian dan membereskan barang-barang yang ia bawa dari rumah kedua orang tuanya, Anyelir pun keluar dari kamar. Gadis itu menuruni anak tangga, menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari letak dapur di rumah ini.

Setelah menemukan dapur, ia bergegas membuat secangkir kopi dan membawanya ke ruang tengah, di mana Dorman sedang asik menonton televisi.

"Ini kopinya, Pak," ucap Anyelir sopan.

"Hmm." Dorman mengangguk. Ia menatap Anyelir yang berdiri di dekatnya. Dorman memperhatikan gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Kecantikan Anyelir memang tidak diragukan. Gadis itu memiliki tubuh yang langsing dan wajah yang tirus. Kulit putih serta bibir tipisnya membuat setiap mata laki-laki terpesona oleh kecantikannya.

Dorman menyeringai, ia terlihat sangat tidak sabar menunggu malam. Ia ingin segera menikmati malam yang indah dengan gadis muda yang ada di hadapannya.

Melihat gerak gerik Dorman, Anyelir merasa cemas sekaligus takut. Gadis itu beralasan ke kamar mandi dan meninggalkan Dorman di ruang tengah.

...****************...

Malam pun telah tiba, Anyelir duduk di atas tempat tidur dengan wajah pucat. Gadis itu benar-benar merasa takut, ia takut setiap kali Dorman menatapnya dengan penuh nafsu.

Anyelir membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia menutup diri dengan selimut, berharap tidak ada apapun yang terjadi malam ini.

Terdengar suara seseorang membuka pintu kamarnya, Anyelir semakin merapatkan selimut ke tubuhnya. Dorman berjalan mendekat, menaiki tempat tidur dengan hati-hati.

Anyelir memejamkan matanya erat, tubuhnya gemetar, tangannya berubah dingin sedingin es. Gadis itu sangat ketakutan.

Dorman terlihat tidak sabar, ia segera menarik selimut yang menutupi tubuh Anyelir.

"Kenapa kau berpakaian seperti ini? Apa kau tidak mau melayaniku?" tanya Dorman. Ia terlihat tidak senang saat mengetahui Anyelir memakai piyama panjang, padahal ia sudah menyiapkan sebuah lingerie di lemari Anyelir.

"Bangun dan ganti pakaianmu!" seru Dorman. Anyelir pun bangkit, ia turun dari tempat tidur dan berdiri gemetar.

"Maaf, Pak. Tapi saya dalam keadaan haid," ucap Anyelir.

PLAK!!!

Dorman melayangkan satu tamparan keras ke wajah Anyelir hingga gadis itu jatuh tersungkur ke lantai.

"Dasar gadis tidak tahu diri! Sia-sia saya menunggumu malam ini!" seru Dorman. Ia menyeret Anyelir dan melempar gadis itu keluar dari kamar. 

"Gadis tidak berguna!" hardik Dorman. Ia menutup pintu kamar dengan keras dan meninggalkan Anyelir begitu saja.

...****************...

Anak Tiri

Setelah sikap kasar yang dialami oleh Anyelir di malam pertama, gadis itu menjadi semakin takut dengan suaminya. Terlebih, Anyelir memiliki jadwal haid yang tidak teratur dan terkadang memakan waktu lebih dari tujuh hari. Hal itu membuat Dorman selalu bersikap kasar dan memukulnya setiap malam.

"Sampai kapan lagi kau membuatku menunggu?" tanya Dorman saat Anyelir menghidangkan sarapan pagi di ruang makan.

"Maafkan saya, Pak. Pagi ini saya masih ...."

"Ah!" Dorman berteriak, menarik taplak meja hingga piring, gelas serta lauk pauk yang sudah tertata rapi di atas meja jatuh berceceran ke lantai.

"Alasan!" bentak Dorman. Laki-laki paruh baya itu berjalan meninggalkan ruang makan sambil menendang gelas yang menghalangi langkahnya.

"Saya tidak berbohong, Pak." Anyelir menangis sambil menunduk. Gadis itu membereskan semua kekacauan setelah kepergian Dorman.

Susah payah ia bangun pagi untuk memasak lauk pauk serta menanak nasi, namun rupanya apa yang sudah ia kerjakan sia-sia.

Sejak hari pertama menginjakkan kaki di rumah ini, Anyelir sudah seperti masuk ke dalam neraka yang dibalut dengan bangunan mewah.

Rumah sebesar ini bahkan tidak memiliki satu pelayan pun. Anyelir harus membersihkan seluruh area rumah ini seorang diri. Meskipun merasa lelah dengan semua pekerjaannya, namun Anyelir tidak punya pilihan selain bersikap tunduk dan patuh pada setiap perintah suaminya.

Setelah dapur kembali bersih, Anyelir bergegas menyiapkan pakaian serta keperluan suaminya untuk pergi bekerja. 

Dorman adalah pemilik kebun teh terbesar di desa ini. Setiap hari ia selalu memastikan anak buahnya bekerja dengan baik dan benar dalam mengurus semua aset miliknya. 

"Jaga rumah dengan baik, jangan sekali-kali kau berani melangkah keluar dari rumah ini tanpa seizinku!" seru Dorman sebelum pergi. Anyelir hanya mengangguk dengan patuh.

Hanya berselang sepuluh menit setelah Dorman pergi, sebuah mobil hitam berjalan memasuki pekarangan rumah. Anyelir terkejut, ia tidak tahu siapa yang tiba-tiba datang sepagi ini.

Anyelir yang tengah menyapu halaman, menghentikan aktivitasnya saat melihat seseorang turun dari mobil tersebut.

Seorang laki-laki tampan dengan setelan jas rapi menyeret sebuah koper mendekati Anyelir.

"Maaf, anda siapa?" tanya Anyelir sopan. Dilihat dari gaya berpakaian serta wajahnya yang amat rupawan, Anyelir tahu jika laki-laki di hadapannya bukanlah warga sekitar ataupun orang sembarangan.

"Seharusnya aku yang bertanya, siapa kau?" tanya laki-laki itu.

"Aku ...."

"Kau gadis itu? Gadis yang dinikahi ayahku?" 

Anyelir mengangguk. Ia mendongak, menatap laki-laki di hadapannya dengan seksama. Anyelir tidak tahu jika suaminya memiliki seorang anak sebesar itu, bahkan laki-laki di hadapannya terlihat sebaya dengannya.

"Silahkan masuk," ucap Anyelir dengan sopan. 

Laki-laki itu tidak menjawab, ia berjalan masuk ke dalam rumah sambil menyeret koper.

...****************...

Siang hari, Anyelir sudah menyiapkan makan siang dan beberapa camilan untuk menyambut kepulangan suaminya. 

Saat Dorman sampai di rumah, ia langsung duduk di ruang makan, lalu laki-laki yang tadi pagi tiba dan mengaku sebagai anaknya datang menghampirinya.

"Reiga, kau pulang?" sapa Dorman. Ia berdiri, menyambut anaknya dengan senang hati.

Namun nampaknya Reiga terlihat marah, ia mengabaikan sapaan ramah ayahnya dan duduk di kursi makan.

"Kapan kamu sampai, hmm?" tanya Dorman antusias.

"Ini kopinya," ucap Anyelir sambil meletakkan dua cangkir kopi di meja.

"Nah, perkenalkan. Dia Reiga, anak tunggalku," ucap Dorman sambil menatap Anyelir. 

"Dan Reiga, dia Anyelir. Ibu tirimu," lanjut Dorman.

Reiga menelan ludah kasar, terdengar helaan napas panjang dari mulutnya. Laki-laki itu terlihat sangat kesal dengan situasi di rumah ini.

"Tolong tinggalkan kami," ucap Reiga pada Anyelir. 

Tanpa banyak bertanya, Anyelir pun meninggalkan mereka dan pergi menjauh.

"Apa Ayah tidak punya perasaan? Tanah kuburan Ibu masih basah, Ayah! Tapi tega-teganya Ayah sudah menikah lagi," ucap Reiga mengungkapkan kekesalannya.

"Ibumu sudah mati, lalu siapa yang mengurus Ayah jika Ayah tidak menikah lagi?" Dorman balik bertanya.

"Ayah kan bisa cari pembantu."

"Ayah tidak mau membuang-buang uang. Untuk apa membayar seseorang jika bisa mendapatkannya secara gratis," jawab Dorman.

Reiga mengerutkan keningnya. 

"Apa Ayah tidak malu menikah dengan wanita semuda itu?"

"Untuk apa Ayah malu. Bukankah dia cantik? Dia pantas menggantikan Ibumu."

"Ayah sudah gila!" seru Reiga.

"Cukup, Reiga! Jangan ikut campur."

Samar-samar, Anyelir bisa mendengar suara keributan yang terjadi di dapur. Anyelir paham, jika Reiga pasti tidak bisa menerimanya sebagai ibu tiri. Terlebih, Anyelir juga tahu jika istri pertama suaminya baru saja meninggal dua bulan yang lalu.

Kehadiran Anyelir nampaknya sangat mengganggu Reiga. Laki-laki itu berpikir jika Anyelir lah yang menggoda ayahnya demi bisa tinggal di rumah besar dan hidup mewah sebagai istri seorang pengusaha.

Karena Reiga sedang libur bekerja dan ingin mengunjungi makam ibunya, ia memutuskan untuk tinggal sementara sambil mencari tahu lebih banyak tentang ibu tirinya. Meskipun Reiga paham akan sifat buruk serta temperamen sang ayah, ia tidak mau ada orang lain yang berniat memanfaatkan mereka.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!