"Usir dia dari Desa ini! Usir dia dari Desa ini!" teriak warga desa.
Warga desa datang beramai-ramai ke rumah seorang gadis bernama Ratih. Mereka mendatangi gadis itu dengan penuh amarah, lantaran Ratih telah melanggar peraturan desa. Di desa itu ada sebuah larangan memelihara kucing hitam; mereka percaya bahwa kucing hitam adalah kucing pembawa malapetaka. Ratih sudah sering sekali ditegur dan diperingatkan untuk membuang kucing tersebut, tapi dia tidak mendengarkan peringatan dari warga desa.
Hari itu, seluruh warga datang ke rumahnya dengan membawa obor dan bensin. Warga desa kemudian meminta Ratih untuk memberikan kucing itu kepada mereka, tapi Ratih menolak dan dia kemudian masuk ke dalam rumahnya sambil mengunci pintu dan jendela agar warga desa tidak dapat masuk dan merampas kucing kesayangannya.
"Cepat buka pintunya, Ratih!" teriak Bu Sandra.
Bu Sandra dan beberapa orang berusaha untuk mendobrak pintu itu, tapi mereka tidak bisa, lantaran Ratih menghalangi pintunya dengan menaruh meja dan kursi.
"Kalau kamu tidak mau membuka pintu dan memberikan kucing itu pada kami, kami akan membakar rumah ini!" teriak salah satu warga desa.
Ratih kemudian berkata, "Aku lebih baik mati daripada harus menyerahkan kucing ini kepada kalian!"
Mendengar hal itu, warga desa kemudian mengambil botol yang sudah mereka isi dengan bensin dan menuangkan bensin itu ke sekeliling rumah. Lalu mereka melemparkan obor ke rumah tersebut, dan api dari obor itu langsung menyambar rumahnya.
Melihat banyak asap yang masuk ke dalam rumahnya, Ratih langsung menggendong kucing kesayangannya dan duduk di tengah-tengah ruangan. Api semakin besar, dan perlahan-lahan bangunan rumah itu terbakar. Ratih terus saja menggendong kucing kesayangannya itu dan tidak peduli akan keselamatannya.
Ratih meneteskan air mata dan berkata, "Aku tidak akan meninggalkanmu, dan aku akan menjagamu walau harus mengorbankan nyawa."
Tiba-tiba, sebuah kayu besar jatuh dan menimpa tubuh Ratih; kucing itu mengeong ketika melihat Ratih tertimpa kayu tersebut. Ratih mengelus kepala kucingnya—Ratih tidak sadarkan diri. Rumah itu perlahan-lahan hancur dan hangus terbakar. Semua barang-barang menjadi debu, termasuk tubuh Ratih dan kucingnya.
Sepuluh tahun kemudian...
"Kalian berdua bisa gak serius dikit gitu!" seru Rahendra.
"Terlalu serius itu tidak seru, sulit mendapatkan teman dan dijauhi banyak orang," ujar Rangga.
"Coba senyum dikit aja, Rahendra! Biar yang lain suka sama kamu dan jangan terus-terusan memasang wajah jutek seperti itu!" kata Raka.
Plaak.. Plaak.. Rahendra memukul kepala Rangga dan Raka.
Aduuh! seru Rangga dan Raka.
"Sudahlah, jangan bahas hal itu lagi!"
"Iya-iya," jawab Raka.
Setelah mereka menyelesaikan tugas di kampus, Rangga, Rahendra, dan Raka pergi ke rumah pohon. Mereka membahas tentang rumah angker yang dihuni oleh seekor kucing hitam.
Rahendra kemudian menunjukkan gambar rumah tersebut, "Lihat! Ini adalah rumah yang akan kita datangi, dan kita akan menyelidiki misteri yang ada di rumah itu."
"Misteri apa yang ada di rumah itu? Di sana hanya terlihat rumah yang terbakar dan ada seekor kucing hitam," ucap Rangga.
"Konon, katanya ada penampakan kuntilanak setiap kali kucing itu mengeong," ucap Raka.
"Benarkah?" Rangga menekuk alisnya sambil membuka ponselnya dan mencari artikel mengenai hal tersebut.
"Iya. Sore nanti kita akan datang kesana," ucap Rahendra.
Mereka bertiga kemudian mengambil beberapa barang, seperti senter, makanan, dan minuman; selimut, pakaian, charger, tenda, dan kamera. Semua barang itu mereka masukkan ke dalam tas, dan pada sore harinya mereka pergi ke desa tersebut.
Sesampainya di desa, Rahendra kemudian menghubungi orang yang meminta mereka mengusir arwah tersebut. Orang itu kemudian meminta mereka untuk menunggu sebentar di sana.
Lima belas menit kemudian...
Beberapa orang datang menghampiri mereka; orang-orang itu langsung menceritakan kronologi kejadian yang terjadi di rumah tersebut dan juga teror yang mereka dapatkan setelah kejadian itu.
Mereka mengatakan arwah itu selalu mengganggu warga yang bekerja di malam hari, menakuti-nakuti mereka, bahkan salah satu warga nyaris kehilangan nyawa karena ulah arwah tersebut.
Setelah mendengar cerita itu, Rangga, Rahendra, dan Raka pergi mendatangi rumah angker tersebut. Sebelum matahari terbenam, mereka bertiga berkeliling di dalam dan di luar rumah angker itu.
"Bangunan ini benar-benar habis dimakan api. Bagaimana kita bisa tinggal di sini?" tanya Raka.
"Kita akan membangun tenda di luar rumah ini," ucap Rahendra.
Lalu mereka bertiga pergi keluar untuk mendirikan tenda.
"Bagaimana kalau nanti malam turun hujan? Tenda ini pasti tidak akan bertahan lama," ucap Raka.
"Kau ini cerewet sekali. Kalau turun hujan, kita tinggal berteduh di teras rumah warga," ucap Rangga.
"Sekali lagi berkata seperti itu, gue hajar lu, Raka!" seru Rahendra.
Setelah tenda mereka selesai dipasang, mereka bertiga kemudian masuk ke dalam dan menunggu kedatangan kucing hitam tersebut. Mereka bertiga terus menatap ke arah depan rumah itu sambil memakan makanan ringan.
Beberapa jam kemudian, mereka bertiga tertidur.
Beberapa menit setelah mereka tertidur, kucing itu muncul di depan rumah dan mengeong di sana. Rahendra terbangun mendengar suara kucing itu dan langsung membangunkan Rangga dan Raka. Trio R masuk ke dalam rumah tersebut.
"Mana? Tidak ada apa pun di sini," ucap Raka.
"Bisa gak kamu gak usah banyak bicara!" seru Rahendra.
"Iya-iya, aku akan diam saja," kata Raka.
Kucing itu telah membawa mereka di tengah-tengah ruangan. Ruangan di mana gadis itu tewas mengenaskan. Mereka bertiga kemudian berkeliling ruangan tersebut untuk mencari kucing hitam yang tiba-tiba menghilang.
"Kalau dia muncul di hadapanku, aku akan langsung menyergapnya dan melemparnya
keluar dari Desa ini," ujar Raka.
Suara kucing itu kembali terdengar, mereka berpencar untuk mencari keberadaan kucing tersebut.
"Tidak ada apa pun di sini," ucap Raka.
Raka membalikkan badannya dan melihat Rangga dan Rahendra berlari meninggalkan ruangan itu.
"Ada apa dengan mereka? Mengapa mereka berlari seperti itu?" batin Raka.
Raka menengok ke arah kanan dan dia terkejut melihat sosok gadis menyeramkan ada di hadapannya.
Raka kemudian menghadapkan cahaya senter itu ke bawah. "Huhu.." lalu Raka memberikan senter itu kepada sosok gadis itu sambil menyorotkan cahaya ke wajah arwah tersebut. Raka berkata, "Biar tambah serem, hehe."
Raka langsung berlari meninggalkan ruangan itu menuju keluar rumah. Rangga dan Rahendra yang menunggunya di depan pintu meminta Raka untuk berlari lebih cepat. Dia pun berlari sambil sesekali menengok ke arah sosok tersebut dan...
"Brak..... Bruk..." Raka menabrak pintu dan terjatuh ke lantai. Melihat Raka terjatuh dan tak sadarkan diri, Rangga dan Rahendra masuk ke dalam untuk menyadarkannya.
Mereka berusaha untuk menyadarkan Raka sambil sesekali melirik ke arah sosok tersebut, yang semakin dekat... semakin dekat dan semakin dekat dengan mereka. Melihat sosok itu semakin dekat dengan mereka, mereka kemudian berlari sambil membawa...
Rangga dan Rahendra lari ke luar rumah itu dengan membawa sandal jepit Raka.
"Cepat lari, Raka! Selamatkan diri!!" teriak Rangga.
Raka kemudian tersadar dan duduk di lantai, "Sialan lu! Sandal gue aja yang ditolongin, gue-nya malah di tinggalin. Benar-benar tidak setia kawin, eh.. Kawan maksudnya," gerutu Raka.
Ketika Raka menghadap ke kiri, arwah gadis menyeramkan itu ada di hadapannya, Raka pun berkata, "Eh nona kunti, nona kunti tidak pernah perawatan wajah ya? Kok wajahnya seperti itu."
Arwah itu kemudian menarik kerah baju bagian belakang Raka dan menyeretnya jauh dari pintu keluar.
"Emak! tolongin Raka Mak! Raka belum mau mati Mak! Skripsi aja belum kelar masa Raka mati duluan, terus nanti siapa yang akan mengerjakan skripsinya? Mak! tolongin Raka Mak!" teriak Raka.
Nona kunti itu terus menarik Raka sampai di tengah-tengah Ruangan— Raka tidak sadarkan diri. Nona kunti yang melihat Raka tidak sadarkan diri kemudian meninggalkan Raka di sana. Ketika dia baru beberapa langkah meninggalkan Raka, dia merasa ada sesuatu yang aneh dan dia pun melihat ke arah Raka, ternyata Raka sudah terbirit-birit keluar rumah.
"Hei! Tungguin gue!!" teriak Raka.
Raka berlari keluar rumah tanpa mengenakan alas kaki karena sandal jepitnya telah di bawa lari oleh Rangga dan Rahendra.
Rangga, Rahendra dan Raka kemudian berlari masuk ke dalam hutan, mereka duduk di bawah pohon besar. Mereka mencoba untuk bernafas dengan tenang dan menghilangkan rasa takut yang sedang mereka rasakan.
"Kalian ini, kenapa meninggalkanku di sana?" tanya Raka.
"Maaf, kami benar-benar takut tadi dan tidak tahu harus berbuat apa," ucap Rahendra.
"Alasan! Sekarang kembalikan sandal jepitku!"
"Sandal?"
"Iya, sandalku!"
"Sepertinya sandalmu terhempas di suatu tempat, hehe," ucap Rangga.
"Dasar!"
Ketika Rahendra menyenderkan tubuhnya di pohon itu, dia merasa ada sesuatu yang aneh, Rahendra melihat ke atas...
"Kawan! Lari!!!" teriak Rahendra.
"Lari? Emangnya ada apa?" tanya Raka.
Rangga dan Raka kemudian melihat ke atas, mereka pun terkejut melihat sosok menyeramkan itu ada di sana.
"Emak! Ada dia lagi, Mak!" seru Raka.
Rangga dan Raka kemudian berlari mengejar Rahendra, sosok itu pun mengikuti mereka. Mereka bertiga berpencar menjadi tiga untuk mengecoh sosok tersebut. Sosok itu kemudian mengikuti Raka, Rangga dan Rahendra merasa lega karena mereka tidak lagi di kejar.
"Aduuh! Mengapa dia mengikutiku!" gumam Raka.
Raka terus berlari dan kemudian dia bersembunyi di belakang pohon besar, dia sesekali melirik ke arah sosok yang ada di belakang pohon tersebut.
Beberapa menit kemudian, sosok itu pergi meninggalkan tempat Raka berada. Melihat sosok itu sudah tidak ada, Raka kemudian pergi menghampiri teman-temannya.
Tapi ketika Raka baru berjalan beberapa langkah, sosok itu tiba-tiba muncul kembali di hadapannya dan membuat Raka memutar balik arah dan berlari.
"Aduh, Nona kunti! Kumohon deh jangan terus mengejar gue! Nanti lu suka lagi sama gue," celetuk Raka.
Raka terus berlari.. Berlari dan berlari.. Dia kemudian bertemu dengan seorang warga di sana dan meminta bantuan orang tersebut untuk menolongnya mengusir sosok itu dari hadapannya.
"Pak tolong aku, pak! Aku di kejar-kejar sosok yang sangat menyeramkan di dalam hutan," ucap Raka dengan nafas yang terengah-engah.
Raka kemudian memegang tangan bapak itu dan dia merasakan ada yang aneh dengannya. Raka langsung melihat wajah bapak itu dan ternyata...
"Hahaha. Gue di jebak! kenapa Anda menyamar? Dasar nona kunti! Apa nona kunti sudah bosan dengan wajah nona sendiri? Huhu," Raka jatuh dan tidak sadarkan diri.
Rangga dan Rahendra mencari keberadaan Raka yang terpisah dengan mereka. Mereka mencari ke seluruh hutan, tapi tidak menemukan Raka. Mereka kemudian kembali ke rumah tersebut dan melihat sosok itu membawa Raka masuk ke dalam rumah.
"Habislah dia!" gumam Rangga.
"Lebih baik kita masuk ke sana dan menolong Raka," ucap Rahendra.
"Apa kau yakin?" tanya Rangga.
Rahendra menganggukkan kepalanya, "Seratus persen yakin!"
Rangga dan Rahendra masuk ke dalam rumah tersebut dan mencari ke seluruh ruangan. Ketika mereka berada di ruangan paling belakang, mereka melihat Raka tak sadarkan diri di sana. Rangga kemudian mengecek keadaan di luar untuk melihat apakah sosok tersebut berada di sana atau tidak. Setelah itu, mereka masuk ke dalam untuk menyadarkan Raka.
"Raka! Raka bangun!" ucap Rahendra.
Rangga mengeluarkan botol air minum dari dalam tasnya dan menuangkan air itu ke wajah Raka.
"Hujan! Hujan! Hujan!" teriak Raka.
"Hujan dari mana?"
"Huh! Aku kira hujan tadi," Raka duduk di Lantai.
"Ayo kita pergi dari sini," ajak Rangga.
Mereka kemudian pergi meninggalkan ruangan itu secara diam-diam. Ketika mereka berada di tengah-tengah ruangan, kucing hitam itu datang menghampiri mereka dan mengeong.
Grrrrrrrrrr.. Meooooooong...
"Gawat! Dia mengeong," ucap Raka.
"Lari! Lari!!" seru Rangga.
Mereka kemudian berlari menuju pintu utama, kucing itu terus mengeong sambil mengejar mereka bertiga. Setelah hampir dekat dengan pintu utama, tiba-tiba sosok menyeramkan itu berdiri di depan pintu.
"Masya Allah!" seru Raka.
"Matilah kita!" seru Rangga.
"Terus maju! Jangan hiraukan apa yang terlihat!" teriak Rahendra.
Rahendra kemudian berlari mendekati sosok yang berdiri di depan pintu, Rangga dan Raka pun mengikutinya dari belakang, ketika mereka semakin dekat dengan sosok itu.. Semakin dekat dan semakin dekat dengannya...
"Enyahlah kau!" teriak Rahendra.
Sosok itu pun menghilang dan mereka bertiga berhasil keluar dari rumah tersebut dengan selamat.
"Kemana dia pergi?" tanya Raka.
"Entahlah!" ucap Rangga.
"Lebih baik kita pergi dari sini dan melanjutkannya besok," ucap Rahendra.
"Hmm,"
Mereka meninggalkan rumah tersebut dan kembali ke rumah warga yang menghubungi mereka bertiga. Rahendra kemudian menceritakan apa yang sudah mereka alami di sana, Rahendra meminta orang itu untuk mengijinkan mereka tinggal di sana selama mereka melakukan ekspedisi. Orang itu mengijinkan mereka tinggal di rumahnya.
"Akhirnya aku bisa beristirahat,"
"Tadi itu benar-benar...," Rangga membaringkan tubuhnya di kasur.
"Jangan bahas hal itu lagi, sekarang lebih baik kita istirahat,"
"Hmm,"
"Oh iya. Aku belum mengerjakan tugas yang diberikan dosen," Rangga membuka tasnya.
"Iya benar, mana besok harus di kumpulkan lagi,"
"Ya sudah kita kerjakan tugasnya malam ini,"
"Hmm. Malasnya aku!"
Mereka bertiga kemudian membuka ponsel dan melihat tugas kuliah yang sudah mereka foto untuk dikerjakan setelah melakukan ekspedisi.
Pukul dua belas malam...
Tiba-tiba lampu di kamar mereka hidup-mati dengan sendirinya, angin pun berhembus dengan sangat kencang hingga membuat suasana menjadi sangat mencekam.
"Ada apa ini?" Raka bertanya-tanya.
"Mungkin dia mengejar kita sampai ke sini," ucap Rangga.
Ketika mereka beranjak dari tempat tidur dan berdiri di tengah-tengah ruangan. Jendela kamar itu kemudian terbuka karena hembusan angin yang sangat kencang dan....
Aaa! Allahu Akbaaaar!!
Ketika tengah mengerjakan tugas kuliah, lampu di kamar mereka tiba-tiba mati-nyala dengan sendirinya.
Rangga, Rahendra dan Raka kemudian berkumpul di tengah-tengah ruangan sambil menatap ke arah lampu kamar tersebut.
Raka mengangkat jari telunjuknya, "Ja...," lampu kamar itu tiba-tiba mati. "Hmm. Jangan-jangan, nona kunti itu mengikuti kisa sampai ke sini," ucap Raka.
Mereka bertiga berusaha mencari ponsel mereka di tengah kegelapan. Ketika sedang mencari, mereka mendengar suara seseorang memanggil nama mereka.
Rangga! Rahendra! Raka!
Mereka kembali berkumpul di tengah-tengah ruangan.
Tiba-tiba seseorang memegang bahu Raka dan...
Aaaaaaaaa... Raka berteriak begitu pun Rangga dan Rahendra.
"Allahumma barik lana fima rojaktana waqina azabannarrrrr!!!" seru Raka.
"Amiiin." sahut Rangga dan Rahendra.
Mereka terdiam sejenak.
"Emang setannya bakal takut kalau kau bacakan doa makan?" tanya Rahendra.
"Lah, iya-iya. Emang seharusnya doa apa?"
"Biasanya baca ayat kursi," ucap Rangga.
"Ayat kursi...? Seperti apa itu?" Raka menengok ke arah Rangga.
Rangga kemudian mengangkat kedua bahu dan lengannya.
"Aku tahu,"
Rangga dan Raka menengok ke arah Rahendra.
Rahendra kemudian menyalakan ponselnya dan dia duduk di lantai.
???
"Apa yang sedang kamu lakukan, Rahendra?" tanya Raka.
"Baca ayat kursi," jawab Rahendra.
"Ha?"
"Tadi kan judul ayatnya ayat kursi. Nah, ini ayatnya dan kursikan untuk duduk, jadi, baca ayat sambil duduk," ucap Rahendra.
Puuuuuk.. Raka dan Rangga menepuk dahi mereka.
"Gak gitu konsepnya abang ganteng," ucap Raka.
"Salah ya?"
"Salah banget!"
Rahendra kemudian beranjak dari duduknya. Mereka bertiga membalikkan badan dan...
Aaaaaaaaaaa.... Raka, Rangga dan Rahendra berteriak.
Plak! Plak! Plak! Pak Somad pemilik rumah menampar Rangga, Rahendra dan Raka.
"Aduh!"
"Kenapa kalian berteriak?" tanya pak Somad.
"Kami kira tadi...,"
"Bapak itu.....,"
"Nona kunti,"
Pak Somad menyipitkan matanya dan kemudian mencubit lengan mereka bertiga.
"Aku datang ke sini untuk meminta bantuan kalian untuk membenarkan listrik di rumahku," ucap pak Somad.
"Kalau soal membenarkan listrik, Raka ini jagonya dia paling pintar dalam mengotak-atik mesin," ucap Rangga.
Raka kemudian melirik ke arah Raka dan menatapnya sangat tajam.
"Rangga," gumam Raka.
"Benarkan, Rahendra?"
"Iya, benar. Raka ini siswa paling pintar dalam menangani hal ini," ucap Rahendra.
"Awas kalian, ya!" gumam Raka.
Pak Somad dan Raka pergi meninggalkan kamar dan pergi keluar untuk membenarkan listrik.
"Awas saja mereka. Setelah aku menyelesaikan ini, aku akan membalas mereka berdua!" gerutu Raka.
Pak Somad kemudian meminta Raka untuk naik ke tangga dan melihat meteran listrik rumahnya. Raka pun naik dan melihat meteran tersebut, sedangkan pak Somad berdiri di bawah sambil menyorot ke arah meteran tersebut dengan senter.
"Bagaimana aku akan membenarkannya, aku tidak tau apa pun tentang ini," gumam Raka.
"Raka! Aku akan masuk ke dalam sebentar untuk mengambil peralatan yang lain," Pak Somad memberikan senter itu kepada Raka.
Raka kemudian membuka ponselnya dan mencari tutorial membenarkan listrik di Internet. Setelah mendapatkan tutorialnya, Raka langsung membenarkan listrik tersebut.
Ketika sedang membuka meteran, Raka mendengar suara seseorang berjalan mendekatinya.
"Pak, tolong ambilkan obeng!" Raka mengulurkan tangannya ke belakang.
Merasa ada yang janggal, Raka kemudian mengambil senter yang dia taruh di mulut dan menengok ke belakang sambil menyoroti orang yang ada di belakangnya.
"Hah! Kenapa ada elu," Raka menuruni tangga.
Ketika sudah berada di bawah, Raka menaruh senter itu di lantai sambil menyoroti nona kunti yang ada di sampingnya.
"Kenapa kamu suka sekali menggangguku? Kenapa kau tidak mengganggu Rangga dan Rahendra, merekakan lebih tampan dariku," ucap Raka.
Nona kunti terus menatapnya dengan tatapan yang sangat menyeramkan. Raka kemudian melangkahkan kakinya ke belakang pelan-pelan.
"Kunti!!!" teriak Raka.
Raka berlari ke dalam dan pergi menghampiri teman-temannya yang sedang berada di dalam kamar.
Mendengar Raka berteriak, Rangga dan Rahendra membuka pintu dan melihatnya berlari menuju kamar mereka.
"Ada apa, Raka?" tanya Rahendra.
"Ada...," Raka memegang lututnya, "Nona Kunti," ucap Raka terengah-engah.
"Di mana?" Rangga menengok ke arah belakang Raka.
"Di depan sana," Raka menunjuk ke arah luar.
Mereka bertiga kemudian pergi keluar untuk memeriksa kemunculan nona kunti.
"Mana? Tidak ada siapa pun di sini," Rahendra berdiri di depan Raka dan Rangga.
"Tadi ada, dia.. Dia berdiri di sana sambil menatapku dengan tatapan yang sangat menyeramkan, Raka menunjuk ke arah belakang Rahendra.
Rangga menatap Raka," Buktinya tidak ada siapa pun di sini."
Raka dan Rangga menengok ke arah Rahendra dan terkejut melihat sosok yang ada dibelakangnya.
Rangga memiringkan kepalanya untuk melihat sosok yang ada di belakang Rahendra.
"Tuhkan, gue bilang juga apa," bisik Raka.
"Hmm,"
Raka dan Rangga melangkahkan kaki perlahan ke belakang. Melihat kedua temannya bersikap aneh, Rahendra menengok ke arah belakang.
Rahendra menatap ke arah sosok kunti itu, "Hehe. Halo! Apa Anda tersesat? Jika Anda tersesat, silakan pergi ke kantor polisi." Rahendra memejamkan matanya dan tersenyum.
Setelah itu... Waaaaaaaaaaaaa Rahendra berlari masuk ke dalam rumah.
"Kalian curang, kenapa tidak mengatakannya padaku," ucap Rahendra.
Mereka bertiga masuk ke dalam kamar dan mengunci rapat kamar mereka. Setelah itu, mereka duduk di tempat tidur dengan nafas yang terengah-engah.
"Sebenarnya apa yang nona kunti inginkan dari kita, kenapa dia terus saja mengikuti kita," ucap Raka.
"Entahlah. Mungkin dia suka sama Rahendra,"
"Enak saja. Mungkin dia suka sama kamu,"
Mereka bertiga tiduran di tempat tidur. Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamar mereka.
"Siapa itu," ucap Raka.
Mereka bertiga beranjak dari tempat tidur dan pergi untuk membuka pintu kamar.
Rahendra mulai membuka pintu kamar dan menariknya ke dalam secara perlahan.
Ketika pintu sudah terbuka..
Aaaaaaaaa mereka bertiga berteriak.
Plak! Pak Somad menampar mereka.
"Kenapa kalian berteriak?" tanya pak Somad.
"Tadi ada nona kunti, Pak," ucap Raka.
"Kunti? Di mana? Aku tidak melihat siapa pun," Pak Somad menengok ke kanan, kiri dan belakang.
"Beneran pak, tadi ada kunti," ucap Rangga.
"Sudahlah. Sekarang kalian bertiga ikut saya ke depan dan membenarkan listrik,"
Rahendra menutup pintu kamarnya dan kemudian mereka bertiga pergi keluar rumah bersama dengan pak Somad.
Pak Somad naik ke tangga dan memeriksa meteran. Raka di minta untuk memegang senter dan menyorot ke arahnya. Rangga memberikan satu per satu alat yang di minta pak Somad, sedangkan Rahendra, dia membacakan tutorial membenarkan listrik.
Saju jam kemudian...
Lampu rumah tersebut menyala, pak Somad menutup meteran tersebut dan turun ke bawah. Rangga kemudian membereskan peralatan tersebut.
Setelah itu, mereka masuk ke dalam rumah. Ketika berada di dalam, istri pak Somad berdiri di tengah-tengah ruangan, dia menundukkan kepalanya.
"Aku punya firasat buruk, kawan," bisik Raka.
Mereka menatap istrinya pak Somad. Istrinya itu kemudian mengangkat kepalanya.
"Kau harus mati!!" teriak istrinya pak Somad.
Istrinya Pak Somad kemudian menarik lengan Pak Somad dan menyeretnya ke luar rumah.
Rangga, Rahendra dan Raka mengejarnya dan berusaha menyelamatkan pak Somad, namun, pintu rumah itu terkunci dengan sendirinya dan membuat mereka terkurung di dalam rumah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!