"Saya terima nikah dan kawinnya Deana Zahirah binti Ahmad Rifaldi dengan mas kawin seperangkat perhiasan mas, dibayar tunaiii," ucap Gafi Fazal Ilario dengan nada lantang dan sekali tarikan napas saja.
Penghulu lalu bertanya dengan para saksi. Serempak semua menjawab, Sah. Dengan pernyataan para saksi, Dea dan Gafi resmi menjadi pasangan suami istri.
Setelah rangkaian acara pernikahan, Dea dan Gafi masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Hari ini juga, dikediamannya yang sederhana akan dilangsungkan pesta pernikahan mereka.
"Maaf, Sayang. Kedua orang tuaku tidak bisa menghadiri pesta pernikahan kita karena masih harus mengurus bisnisnya," ucap Gafi.
Gafi tampak bahagia karena akhirnya dapat mempersunting wanita pujaan hatinya. Lima bulan waktu pacaran telah memantapkan hatinya untuk menjadikan Dea pasangan hidup.
Walau saat dia mengutarakan niatnya untuk menikahi Dea, awalnya sangat ditentang Mamanya karena dari cerita Gafi, Dea berasal dari keluarga kurang mampu. Mama Gafi ingin menantu yang sederajat dengannya.
Gafi mengancam jika dia akan pergi dari rumah jika tidak direstui dan akan tetap melaksanakan pernikahannya walau tanpa restu. Akhirnya kedua orang tua Gafi setuju dan memberi restunya dari kejauhan. Mereka tidak ingin kehilangan putra satu-satunya.
Senyum selalu terukir di wajah tampan pria itu, menandakan dirinya yang begitu bahagia. Gafi memeluk pinggang Dea dan mengecup dahinya.
"Walau kedua orang tua kamu tidak bisa hadir, bagiku tidak masalah, Mas. Yang terpenting mereka telah merestui pernikahan kita ini."
Gafi dan Dea masuk ke kamar buat istirahat sejenak sebelum sore harinya akan bersanding kembali. Gafi membantu Dea membuka kebayanya. Di kecup bahu istrinya itu.
"Dea, rasanya masih seperti mimpi, kita akhirnya menjadi pasangan suami istri. Aku bisa memeluk kamu di setiap detik dan bebas mengecup dan mencium kamu kapanpun," ucap Gafi sambil membukakan kebaya Dea.
"Sayang, Aku sangat mencintaimu, kamu akan selalu ada di hatiku. Kemanapun hidup membawa kita, aku akan selalu mencintaimu. Saat aku bersamamu, aku hampir tidak bisa melihat diriku sendiri, yang kulihat hanyalah kecantikanmu. Aku mencintaimu, kamu adalah jembatan menuju kebahagiaanku, aku tidak bisa membayangkan hidup tanpamu," bisik Gafi ditelinga Dea.
Dea merasa sekujur tubuhnya merinding. Dia membalikan badan menghadap Gafi, yang saat ini telah menjadi suaminya. Dea mengalungkan kedua tangannya di leher sang suami.
"Aku juga sangat mencintaimu, Mas. Aku mencintaimu hari ini. Aku akan mencintaimu besok. Dan aku akan terus mencintaimu setiap hari setelah itu juga," ujar Dea.
Dea mengecup bibir Gafi. Pria itu membalas dengan melu*mat bibir istrinya. Sekian menit mereka berdua larut dalam permainan lidah. Hingga Gafi melihat Dea istrinya kesulitan dalam bernapas, barulah Gafi melepaskan pagutannya.
"Bibir kamu sangat manis, Sayang," ucap Gafi.
Baru saja Dea akan memjawab ucapan Gafi terdengar ketukan di pintu. Gafi membukanya. Ternyata perias pengantin yang datang untuk merias pengantin wanita.
Dea meminta izin untuk mandi sebelum dirinya di rias dan duduk bersanding. Setelah membersihkan tubuhnya, Dea mulai di rias wajahnya. Satu jam lebih waktu dibutuhkan untuk membuat wajah Dea menjadi sangat cantil.
Gafi dan Dea mulai bersanding duduk dipelaminan setelah pukul tiga sore. Tamu undangan dijadwalkan dari pukul tiga hingga jam enam sore. Mereka tidak banyak mengundang tamu, hanya teman terdekat saja.
Hingga pukul enam mereka menerima ucapan selamat dari para tamu undangan. Tepat pukul enam, Dea dan Gafi pamit. Mereka langsung menuju kamar.
Sementara Dea mandi, Gafi menunggu sambil membaringkan tubuhnya di ranjang. Pria itu tadi sempat menawarkan diri untuk mandi bareng, tapi Dea menolak. Dia masih malu jika harus mandi berdua.
Dea kaget saat melihat ada bercak darah di pakaian dalamnya. Dia baru menyadari jika ini tanggal datang bulannya. Setelah membersihkan tubuh, wanita itu keluar dari kamar mandi dengan piyama handuk. Dea membuka semua laci yang ada di meja riasnya. Mencari pembalut. Gafi yang melihat itu menjadi heran dan menghampiri istrinya itu.
"Sayang, apa yang kamu cari? Apa perlu bantuanku?" tanya Gafi. Dea hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan suaminya itu. Gafi dibuat makin penasaran.
"Mencari apa sih, Sayang?" tanya Gafi lagi. Pria itu memeluk pinggang Dea dari belakang. Mengecup rambut istrinya yang basah.
"Pembalut ...," jawab Dea pelan. Gafi tertawa mendengar jawaban istrinya itu.
"Kamu datang bulan? Berarti kita belum bisa malam pertama dong?" tanya Gafi dengan tersenyum.
Dea membalikan tubuhnya menghadap Gafi. Wanita itu memeluk pinggang suaminya. Mengecup bibir Gafi.
"Maaf, Sayang. Aku lupa jika tanggal segini aku datang bulan," ucap Dea dengan wajah penuh penyesalan.
Gafi jadi tertawa melihat wajah Dea yang seperti penuh penyesalan. Padahal Gafi tidak mempermasalahkan itu.
"Sayang, kenapa merasa bersalah begitu. Masih ada malam-malam selanjutnya'kan?" Gafi membalas pelukan Dea. Membawa wanita itu ke dalam dekapan dadanya.
...****************...
Selamat siang. Mama hadir dengan karya terbaru. Mohon dukungannya ya! Terima kasih.
Gafi dan Dea naik ke ranjang dan membaringkan tubuh mereka. Dea tidur beralaskan lengan suaminya itu.
"Sayang, kenapa nama bapak kamu dan bapakku sama, ya?" tanya Gafi. Dari awal mereka mengurus surat pernikahan, Gafi ingin menanyakan ini pada Dea, tapi sering lupa.
"Mungkin semua itu hanya kebetulan saja, Mas. Banyak nama yang serupa di dunia ini," ujar Dea.
"Kamu benar, Sayang!" ucap Gafi pula.
Gafi tidak ingin banyak bertanya mengenai ayah kandung istrinya itu. Dea pernah cerita jika dia tidak mengenal siapa ayahnya. Dari dalam kandungan Dea ditinggalkan, hingga saat ini tidak pernah pria itu mencari apa lagi bertanya mengenai keadaan Dea dan ibunya.
"Mas, maaf! Aku belum bisa melaksanakan kewajibanku. Aku lupa jika datang bulan itu setiap bulannya maju dua atau tiga hari dari bulan sebelumnya."
"Sayang, pernikahan itu bukan hanya mengenai hubungan badan. Bisa bersama denganmu seperti ini saja, aku sudah bahagia banget."
Gafi mengajak Dea untuk beristirahat. Matanya juga sudah tidak bisa diajak kompromi. Beberapa menit kemudian Gafi dan Dea sudah terlelap. Mungkin karena mereka kecapean.
Pagi harinya, Gafi terbangun saat tubuhnya merasa hangat karena sinar matahari yang masuk melalui celah di jendela kamar. Pria itu melihat ke samping. Tidak ada tampak istrinya Dea. Mungkin telah bangun.
Gafi membersihkan diri dan mengganti pakaiannya sebelum keluar kamar. Dia mencium bau harum yang berasal dari dapur. Gafi berjalan menuju dapur dan melihat istrinya yang sedang memasak.
Dengan mengendap, Gafi berjalan mendekati Dea. Dipeluknya tubuh wanita itu dari belakang. Dea menjadi kaget dan membalikan tubuhnya. Wanita itu tersenyum menyadari siapa yang memeluk.
"Mas, kamu udah rapi. Aku baru masak buat sarapan," ujar Dea.
"Aku mau sarapan ini aja dulu," ucap Gafi, mengecup bibir istrinya. Ciuman yang awalnya biasa itu akhirnya menuntut. Gafi melumaaat bibir istrinya dengan rakus. Setelah melihat Dea sedikit kesulitan bernapas, barulah pria itu melepaskan pagutannya.
"Mas, kalau ibu lihat bagaimana?" tanya Dea dengan wajah memerah karena malu. Gafi mengacuhkan ucapan istrinya, bahkan kali ini dia menarik tubuh Dea agar mereka makin merapat dan Gafi mengecup dahi wanita itu.
"Ibu harus mengerti. Namanya juga pengantin baru," ujar Gafi tanpa rasa bersalah.
Dea mencubit lengan suaminya itu. Wanita itu kembali melanjutkan membuat sarapan ditemani Gafi. Mereka sarapan hanya berdua karena ibunya Dea telah ke pasar buat berjualan. Ibunya hanya pedagang sembako dan memiliki warung kecil.
***
Tiga hari sudah Gafi dan Dea jalani sebagai suami istri. Setiap harinya mereka lewati dengan bermesraan. Gafi tampak sangat mencintai istrinya itu.
"Sayang, Papa dan Mamaku, nanti akan datang," ucap Gafi sambil menyisir rambutnya. Baru saja pria itu selasai mandi.
"Apaa ..? Kenapa Mas tidak ngomong dari tadi? Aku nggak ada persiapan makanan buat menyambut Papa dan Mama kamu, Mas!" ujar Dea.
"Apa yang ada aja. Bukan makanan yang utama, tapi sambutan tuan rumah. Jika kamu ikhlas menyambut, pasti Papa dan Mama senang."
Gafi mendekati istrinya Dea, dan mengecup dahi wanita yang paling dicintainya itu. Gafi mengajak Dea membeli makanan saja. Kebetulan ibu berada di rumah.
"Bu, aku mau beli makanan dulu. Papa dan Mama Mas Gafi akan datang. Aku nggak ada persiapan," ucap Dea.
"Kenapa Nak Gafi nggak ngomong? Ibu juga tidak ada persiapan apa-apa," ujar Tita ibunya Dea.
Gafi mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia tidak ingin mengatakan kedatangan orang tuanya agar Dea dan mertuanya tidak sibuk.
"Maaf, Bu," ucap Gafi penuh penyesalan.
"Nggak apa, Nak. Tapi lain kali kalau keluarga kamu akan datang, katakan sama ibu sehari sebelumnya," ujar Ibu.
"Baik, Bu. Maafkan aku," ucap Gafi sekali lagi.
***
Gafi dan Dea pergi ke supermarket buat beli makanan untuk menyambut kedatangan kedua orang tua Gafi. Wanita itu sangat antusias berbelanja karena ingin menyambut kedatangan pertama kali kedua mertuanya.
Satu jam lamanya mereka pergi. Ibu Dea juga telah selesai memasak buat makan malam dengan menu seadanya.
Saat mobil Gafi dan Dea baru memasuki halaman rumah, tampak juga sebuah mobil memasuki halaman rumah Dea. Gafi yakin jika itu mobil kedua orang tuanya. Gafi mengajak Dea keluar dari mobil dan menghampiri mobil kedua orang tuanya.
"Mas, apa itu mobil kedua orang tua kamu?" tanya Dea.
"Iya, Sayang. Mari kita samperin mama dan papa!" ajak Gafi.
Gafi dan Dea berjalan menghampiri kedua orang tuanya. Dari dalam mobil keluar sepasang pria dan wanita paruh baya. Melihat Gafi, wanita itu tersenyum. Dea ikut membalas senyuman itu.
Gafi dan Dea menyalami keduanya. Saat akan menyalami mama Gafi, tampak wanita itu sedikit enggan menyambut uluran tangan Dea. Setelah bersalaman, saat Dea akan mencium, mama Gafi menarik tangannya.
"Papa, Mama, silakan masuk. Maaf, beginilah keadaan rumahku," ujar Dea.
"Nggak apa. Kami datang bukan untuk menilai rumah kamu," ucap Papa.
Kedua mertua Dea itu mengikuti langkahnya masuk ke rumah. Dea mempersilakan keduanya duduk di kursi sofa ruang tamu. Dea memanggil ibunya.
Ibu Dea segera membuka celemek dan mencuci tangannya. Segera menemui kedua besannya. Ibu Dea mengembangkan senyumnya.
Namun, senyuman itu sirna saat melihat wajah tamunya. Begitu juga kedua orang tua Gafi tampak sangat terkejut melihat wajah mama Dea.
...****************...
Namun, senyuman itu sirna saat melihat wajah tamunya. Begitu juga kedua orang tua Gafi tampak sangat terkejut melihat wajah mama Dea.
"Mas Rifal ...," ucap Ibu Dea dengan suara gemetar. Tubuhnya terasa lemah. Tidak pernah mengira akan bertemu lagi dengan pria yang pernah menyakitkan hatinya itu.
Bukan saja ibu Dea yang kaget, tapi juga kedua orang tua Gafi. Terutama Papa Gafi. Wajahnya pucat saat melihat ibu Dea.
Gafi dan Dea juga ikut terdiam menyaksikan semuanya. Apa yang sedang terjadi? Kenapa kedua orang tua Gafi dan ibunya begitu terkejut? Pikir Dea.
Dengan langkah pelan, Ibu Tita berjalan menuju sofa dan duduk dihadapan kedua orang tua Gafi. Dea yang membawa minum dan makanan ringan meletakkan semua di meja. Diapun ikut duduk.
Lama mereka semua terdiam dengan pikiran masing-masing hingga akhirnya Gafi angkat bicara. Semua tampak tegang.
"Apa Papa dan Mama mengenal Ibunya Dea?" tanya Gafi. Karena semua tampak terkejut saat pertama kali bertemu tadi.
"Bukan hanya kenal," jawab Mama Gafi.
Ibu Dea hanya bisa menunduk dan menarik napas berulang kali. Tampak sekali kegelisahannya.
"Jadi Mama dan Papa telah lama mengenal Ibu Dea?" tanya Gafi lagi.
"Sepertinya pernikahan kamu dan Dea harus berakhir di sini. Kamu ikut Papa dan Mama kembali ke Jakarta," ucap Ratna, Mamanya Gafi.
Mendengar ucapan Mamanya yang meminta mengakhiri pernikahan dia dan Dea, tentu saja Gafi tidak terima. Pria itu berdiri dari duduknya. Berdiri dihadapan kedua orang tuanya. Tidak kalah dengan Gafi, Dea juga kaget mendengar ucapan ibu mertuanya itu.
"Apa maksud Mama? Mama dan Papa telah setuju dengan pilihanku kemarin. Mengapa hari ini jadi berubah? Aku tidak akan pisah dari Dea apapun yang terjadi!" ucap Gafi emosi.
Mama Ratna menatap Gafi dengan wajah merah. Tampak sekali dia menahan amarahnya. Dengan tersenyum miring menanggapi ucapan Gafi.
"Bukan aku, mamamu ini yang tidak setuju dan merestui hubungan kalian. Tapi Tuhan. Apa kalian ingin menentang kehendak Tuhan?" tanya Mama Ratna.
"Apa maksud Mama membawa nama Tuhan?" tanya Gafi lagi.
"Tanyakan saja dengan ibu mertuamu ini. Dia pasti tahu jawabannya," ucap Ratna.
Ibu Tita hanya diam tanpa bicara. Menunduk dengan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Dea yang tidak sabar ingin mendengar alasan kenapa dia dan Gafi harus bercerai, mendekati ibunya. Dea meraih tangan ibu dan menggenggamnya.
"Ibu, jangan diam saja. Apa yang dikatakan mama Mas Gafi itu bohongkan? Aku dan Mas Gafi kenapa tidak boleh menikah? Jawab, Bu. Ibu tahu'kan jika aku sangat mencintai Mas Gafi. Aku mohon, Bu. Jangan pisahkan kami," ucap Dea dengan air mata yang tidak bisa ditahan lagi.
Papa Gafi tampaknya ingin bersuara. Namun, ditahan Mama Ratna. Entah apa yang wanita itu bisikan ditelinga suaminya. Papa Gafi akhirnya mengurungkan niatnya angkat bicara.
"Maafkan Ibu, Dea," ucap Ibu Tita dengan suara terbata.
"Jangan hanya kata maaf yang bisa kamu katakan. Dari dulu hanya maaf yang bisa kamu ucapkan. Apa kamu pikir dengan kata maaf semua masalah bisa selesai? Saat kamu menikah dengan Rifal, hanya kata maaf juga yang kamu ucapkan. Apa kamu tidak punya perasaan? Hatiku sakit saat tahu suamiku menduakan aku. Sekarang kamu lihat, ini karma bagimu karena telah menjadi orang ketiga dalam rumah tanggaku!" ucap Mama Ratna dengan suara lantang.
Dea dan Gafi begitu terkejutnya saat mendengar ucapan Mamanya. Apa maksud semua ini?
"Jangan diam saja ibu, katakan apa yang terjadi sebenarnya? Katakan semua yang Mama Ratna katakan itu bohong. Ibu bukan perebut suami Mama Ratna'kan? Ibu bukan seperti itu!" ucap Dea sambil mengguncang tangan Ibunya.
Ibu Tita akhirnya mengangkat kepalanya. Menatap wajah putrinya. Tampak penyesalan dari raut wajahnya.
"Maafkan jika ibu mengecewakan kamu. Ibu menghancurkan perasaan kamu. Tapi ini semua tidak pernah ibu inginkan. Ibu tidak mengetahui jika Pak Rifal telah berkeluarga saat berkenalan. Dia bekerja tanpa bawa keluarga dan mengaku masih lajang saat akan menikahi ibu. Dea, sekali lagi maafkan ibu, Nak. Pernikahan kamu dan Gafi memang harus diakhiri detik ini juga," ucap Ibu Tita.
Dea melepaskan genggaman tangannya. Dari ucapan ibunya, dia telah bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Rasanya dunia ini runtuh. Tubuh Dea terasa lemah. Ingin rasanya dia ditelan bumi agar tidak lagi merasakan sakit. Tubuh Dea luruh jatuh ke lantai. Gafi yang melihat itu langsung memeluk Dea, wanita yang sangat dia cintai itu.
"Mas, katakan semua ini mimpi. Apa yang Mama dan ibu katakan itu bohongkan? Semua itu tidak benarkan?" tanya Dea dengan air mata yang banjir membasahi pipinya.
Gafi tidak bisa berkata apa-apa. Hanya memeluk tubuh wanita itu.
"Sekarang kalian pasti mengerti. Jika kalian tidak bisa meneruskan pernikahan ini. Kalian itu bersaudara," ucap Mama Ratna.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!