NovelToon NovelToon

Mengapa Menikah?

MM 01. Perjanjian Pra Nikah

" Bagaimana persiapan pernikahannya sayang?"

" Alhamdulillaah sudah 90% bund."

Seorang gadis terlihat begitu bahagia menyambut hari pernikahannya. Ia bahkan menyiapkan segalanya sesuatunya sendiri.

" Nai sayang maaf jika bunda bertanya seperti ini. Apa kamu benar benar yakin dengan Adnan?"

Manik mata gadis itu seketika membesar mendengar pertanyaan bunda nya.

" Bund, apa bunda meragukan Adnan?"

Hah ... Wanita paruh baya berusia 48 tahun itu membuang nafasnya kasar. Namun secepat kilat ia tersenyum kepada sang putri. Ia pun membelai lembut rambut hitam sebahu milik putrinya.

" Bukan meragu, hanya saja sebagai seorang ibu bunda memiliki perasaan yang berbeda setiap kali melihat calon suami mu itu. Tapi mungkin hanya perasaan bunda. Coba lah kembali sholat istikharah Nai. Untuk kembali memantapkan hati mu."

" Iya bund, Nai akan ikuti saran bunda."

Wanita paruh baya itu berdiri lalu mencium kening sang putri dan berlalu dari kamar putrinya. Di depan kamar seorang pria yang masih terlihat gagah dan tampan diusianya yang sudah 54 tahun itu sudah menunggu sang istri.

" Gimana sayang?"

" Entahlah Mas. Kenapa Mas Juna nggak ngomong sendiri ke Nai sih."

" Haish ... Kamu kan tahu Dis. Aku tuh nggak bisa lihat wajah sedih Nai."

" Dasar bapak bapak melow."

Ya Naisha Gita Dewantara adalah putri dari Arjuna Dewantara dan Gendis Sri Wedari yang berusia 24 tahun. Naisha atau yang biasa di sapa Nai saat ini memimpin Star Building. Yakni sebuah bangunan yang menaungi beberapa perusahaan milik ayah nya juga.

Di dalam Star Building terdapat setidaknya 3 perusahaan.

Naisha saat ini tengah mempersiapkan pernikahannya dengan seorang pengusaha air minum mineral yang bernama Adnan Sasongko yang berusia 26 tahun.

Nai dan Adnan sudah berpacaran selama setahun ini dan keduanya sepakat untuk menikah. Namun entah mengapa Gendis dan Juna merasa bahwa Adnan bukanlah pria yang tepat untuk Gendis.

Di kamarnya Naisha kembali merenungkan perkataan sang bunda. Tadinya ia tidak mau berpikir terlalu jauh namun ia kembali menimbangnya.

" Sepertinya aku harus membuat surat perjanjian pra nikah. Ya aku harus memanggil pengacara untuk membuatkan."

Nai segera menghubungi asistennya yang tidka lain dan tidka bukan merupakan asisten sang ayah dulu.

" Assalamualaikum Om Teo."

" Waalaikumsalam Nai, ada apa malam malam begini."

" Om ... Minta Om Cahyo untuk ke kantor yan Om."

" Untuk apa Nai."

" Besok Nai ceritakan ke Om Teo dan Om Cahyo sekalian."

" Oke deh ... Rebes ... "

Di seberang sana Teo langsung segera menghubungi sang bos.

" Hallo bos."

" Te ... Astagfirullaah. Kau selalu menghubungiku di saat yang tidak tepat."

" Emang bos lagi ngapain?"

" Lagi nyangkul. Asem ... Ada apa?"

" Itu bos, Nai minta saya untuk memanggil Cahyo."

" Baik lakukanlah. Kabarkan segera kepadaku apa yang di bicarakan."

Juna menutup panggilan teleponnya. Ia membuang nafasnya kasar.

" Ayah harap keputusanmu benar Nai."

🍀🍀🍀

Keesokan harinya Nai pagi pagi benar sudah berada di Star Building. Ia sudah berada di ruang rapat.

" Hallo, Assalamualaikum Ad. Apa pagi ini kamu bisa ke Star Building?"

" Waalaikumsalam sayang. Apakah harus sekarang?"

" Iya Ad. "

" Baik kalau begitu. Aku akan segera ke sana."

Di depan Naisha sudah ada Teo dan Cahyo. Mereka siap dengan apa yang akan disampaikan oleh Naisha.

" Om, Nai minta tolong dibuatkan perjanjian pra nikah."

" Kamu yakin Nai?"

" Iya om, bagaimanapun semua ini milik ayah. Nai nggak mau ambil resiko?"

Cahyo dan Teo saling pandang. Ucapan Naisha sedikit ambigu di dengar oleh mereka.

" Mengapa berkata demikian?"

" Entahlah om Teo, Nai juga nggak tahu. Intinya Nai perempuan. Jika sudah menikah bukannya Nai sepenuhnya tanggung jawab suami Nai. Lagian masih ada~ "

" Baiklah. Om Cahyo akan buatkan. Nai katakan saja poin poinnya."

Naisha mengangguk, entah ini merupakan bagian dari ujian sebelum pernikahan atau apa. Tapi yang pasti ketika sebelumnya Nai begitu yakin ia tiba tiba meragu saat sang bunda menyampaikan keraguan terhadap Adnan si calon suami.

" Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disingkat UU Perkawinan). Nah Nai, perjanjian pra nikah itu jelas karena di atur dalam undang undang jadi kamu tidak perlu ragu."

" Baik om. Poin utamanya yakni semua harta milik Arjuna Dewantara adalah Arjuna pemiliknya dan Adnan tidak berhak mengotak atik nya. Yang kedua harta yang dihasilkan setelah menikah baru akan jadi harta bersama. Yang ketiga jika terjadi perselingkuhan makan yang selingkuh harus mengajukan cerai."

Lagi lagi Teo dan Cahyo terkejut dengan tiga hal yang diajukan oleh Naisha. Namun keduanya menghormati keputusan Naisha.

" Apakah bisa langsung om tulis?"

" Iya om. Langsung tulis aja."

Cahyo mengangguk dia pun langsung menulis apa yang dikatakan Naisha. Terlihat dari wajah gadis itu ,bahwa ia tampak begitu gelisah. Cahyo melirik ke arah Teo. Teo pun paham dan mengangguk. Teo sudah dari kecil mengenal Naisha , jadi Teo paham sekali perangaian putri dari bos nya itu. Teo pun beranjak dari duduk nya dan menghampiri Naisha. Ia mengusap lembut kepala gadis yang sudah ia anggap keponakannya sendiri.

" Nai, menuju ke sebuah mahligai pernikahan itu memang ngeri ngeri sedep. Tapi asalkan Nai yakin, semua pasti akan terlewati dengan baik. Om Teo yakin Nai adalah wanita yang kuat dan cerdas jadi Nai bisa melewati semuanya dengan lancar. Minta sama Allaah agar diberi kelancaran dan kemantapan hati. Jika Nai tidak yakin maka semua masih belum terlambat."

Naisha melihat ke arah Teo sejenak. Om nya itu memang luar biasa selalu bisa membuatnya merasa tenang.

" Thankyou om. Om Teo memang selalu yang terbaik."

" Jangan bicara begitu di depan ayah mu. Nanti om bisa di keeek ... Tau sendiri ayahmu itu bapak bapak posesip bin sensitip. "

Naisha tertawa dengan celotehan Teo. Gadis itu kembali merasa tenang. Sedangkan di depan ruangan seorang pria mengepalkan kedua tangannya dengan erat mendengar perkataan Teo.

Tok ... Tok ... Tok....

" Hei sayang ... "

" Oh Ad!"

Adnan masuk kemudian mencium kepala Naisha sebelum duduk. Teo pun seketika langsung menyingkir dari sebelah Naisha. Teo merasa tatapan mata Adnan ada yang lain kepadanya.

Nih bocah ngapa ya, ngelihatin nya begitu.

" Ada apa sayang ngajak aku ketemu? Kan pamali katanya kalau bentar lagi mau nikah ketemu."

Naisha tersenyum lembut pada pria yang akan jadi suaminya dalam beberapa hari lagi itu. Ia pun meraih tangan Adnan dengan lembut.

" Sebentar ya tunggu om Cahyo selesai."

Adnan tersenyum lalu mengangguk.

Treekkk... Tek...tek... Tek...

Suara mesin print terdengar nyaring. Cahyo berdiri lalu mengambil kertas yang sudah selesai diprint tersebut lalu memperlihatkan kepada Naisha dan Adnan untuk dibaca.

" Perjanjian pra nikah, sayang maksudmu apa?"

" Maaf ya Ad kalau ini mendadak. Tapi kita memang harus membuat ini."

Adnan mengambil kertas itu dan membacanya perlahan lahan. Seketika ia tersenyum namun dibawah meja tangan kirinya mengepal erat.

" Owalah ... Ini to. Baik aku juga setuju kok."

" Oooh benarkah. Alhamdulillaah. Aku senang Ad, leganya. Aku pikir kamu akan marah. Oh iya apakah ada hal lain yang ingin kau tambahkan?"

" Tidak aku rasa cukup."

Sialan, wanita ini lebih cerdas dari yang kubayangkan.

TBC

Hai readers, karya baru aku nih. Yang keberapa ya, yang ke 8 kalau tidak salah.

Ramaikan ya, kalau rame tiap hari up nya. Ada yang bisa nebak cerita anaknya siapa? Ya anak nya Juna dan Gendis.

Jangan lupa like dan di subscribe ya.

Terimakasih, Matursuwun.

MM 02. Tidak Diinginkan

Hari pernikahan Naisha dan Adnan pun tiba. Hall Pandawa resort sudah di dekorasi dengan sedemikian mewah dan cantiknya untuk pagelaran putri dari cucu pertama Dewantara.

Naisha terlihat sangat cantik dengan kebaya putih dilengkapi dengan riasan pengantin jawa. Ya untuk akad nikah kali ini Naisha memilih busana adat jawa.

Haah, Naisha membuang nafasnya kasar. Gadis itu terlihat begitu gugup

Di dalam kamar pengantin itu Naisha ditemani oleh sang bunda juga sang tante.

" Apakah sangat gugup?"

" Iya tan. Apakah tante Alina saat menikah juga begitu gugup."

" Tentu sayang, semua wanita merasakan itu."

Namun ternyata kegugupan itu tidak hanya dimiliki oleh Naisha. Juna sang ayah pun sangat gugup berada di meja akad.

Kini Juna sudah berhadapan dengan Adnan. Pria yang sebentar lagi menjadi menantunya. Calon suami dari putrinya itu terlihat tenang.

" Baiklah mari kita mulai."

Suara pak penghulu memecah ketegangan Juna. Juna pun menjabat tangan Adnan dengan kencang dan mulai mengucapkan kalimat yang akan mengantarkan putrinya ke gerbang kehidupan yang baru.

Adnan menjawab dengan satu tarikan nafas.

" Sah ... !!!"

Kata yang paling ditunggu setelah kalimat akad diucapkan. Naisha menitikkan air matanya saat kata sah itu berkumandang. Gendis dan Alina pun mengapit Naisha untuk disandingkan dengan Adnan. Naisha begitu sangat cantik. Semua orang terpesona dengan dengan pengantin wanita.

Nai mencium tangan Adnan dan Sebaliknya Adnan mencium kening istrinya.

Prosesi pernikahan dan resepsi langsung digelar bersamaan. Para tamu satu persatu berdatangan. Juna sangat senang, ketiga sahabatnya datang. Rama, Sukhdev, dan Charles memberikan selamat secara bergantian. Istri istri merek apun menjabat dan memeluk Gendis mengucapkan rasa bahagia mereka atas pernikahan sang putri.

Senyum Naisha selalu mengembang di bibirnya.

Lambat laun semua tamu pun mulai kembali pulang.

" Ad, bawa istrimu beristirahat. Kami pulang dulu ya. Jaga putri kami baik baik."

" Iya yah."

Semua orang kembali ke rumah masing masing, tapi tidak dengan Adnan dan Naisha. Mereka akan bermalam di kamar president suit milik Pandawa Resort yang sudah disiapkann sebelumnya.

***

Nai dan Adnan berada di kamar. Keduanya telah selesai membersihkan tubuhnya masing masing.

Nai bahkan sudah memakai baju terbaiknya dan mengenakan wewangian. Nai memakai baju tidur tipis bertali spaghetti kecil. Lekuk tubuhnya terlihat sempurna.

Nai yang melihat Andan hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada seketika mendekati suaminya itu.

" Sayang."

Nai menyentuh tangan Adnan namun pria itu menariknya dengan cepat. Nai terkesiap dengan tindakan Adnan yang seolah olah enggan ia sentuh. Tapi Nai masih berusaha untuk mendekati sang suami. Namun lagi lagi Adnan menghindar.

" Ad kau kenapa?" Naisha pun tidak tahan lagi untuk bertanya mengenai sikap Adnan yang tiba tiba berubah.

" Jangan harap aku akan menyentuhmu!"

Duar ...

Perkataan yang Adnan lontarkan baru saja sungguh membuat Nai terkejut. Namun Nai sebisa mungkin menguasai hatinya.

" Ad maksudmu apa? Oh aku tahu kau pasti capek kan. Ya sudah kalau gitu mari istirahat." Naisha masih berusaha berpikir positif.

" Jangan berlagak bodoh Naisha. Kau adalah gadis yang cerdas. Kau tidak mungkin kan tidak tahu arti dari ucapan ku tadi."

" Maksudmu apa Ad, aku sungguh tidak mengerti."

Adnan menyeringai ia pun segera memakai bajunya kembali.

" Kau tidak mengerti, baik aku akan mengatakan dengan jelas kepadamu. Aku tidak akan menyentuhmu. Asal kau tahu Nai, aku tidak pernah mencintaimu sama sekali. Kau pikir aku menikahi mu karena aku mencintaimu? Tidak kau salah."

Naisha sungguh terkejut dengan ucapan pria yang sudah menjadi suami nya itu. Ia mencengkeram baju tidurnya dengan erat. Air matanya sudah jatuh ke pipi nya yang mulus.

" Lalu ... Lalu kenapa kau menikahi ku, terus satu tahun kebersamaan kita itu kau anggap apa? Main main hah!!"

Adnan tertawa, ia acuh dengan istrinya yang sudah menangis itu. Adnan malah duduk santai di ranjang, pria itu bahkan menyilang kan kakinya dan melipat kedua tangannya di depan dada.

" Heh, asal kau tahu. Aku menikahi mu karena aku menginginkan harta mu. Tapi ternyata kau tidak sebodoh yang kupikirkan. Karena kau tiba tiba membuat surat perjanjian pra nikah. Huh dasar wanita sialan!"

Deg ...

Dada Naisha seperti dihimpit bongkahan batu yang amat besar. Ia sungguh merasa tidak bisa bernafas saat ini. Hatinya begitu sakit seperti ditusuk ribuan jarum.

" Ceraikan aku."

" Hahaha pasti, aku pasti akan menceraikan mu. Tapi tidak saat ini."

" Lalu untuk apa Ad. Untuk apa kita menikah jika kau tidak ingin bersamaku!"

Adnan kembali menyeringai, ia mendekatkan dirinya kepada Naisha lalu mencengkeram dagu milik Naisha.

" Aku ingin menghancurkan kesombongan ayah mu."

" Heh ... Dasar bajingan kamu Ad. Ayah sangat baik padamu dan kau bilang ayahku sombong."

" Baik kau bilang, dia menginjak injak ku seakan aku tidak berguna. Dan asal kau tahu Nai ayah mu lah yang menyebabkan keluargaku hancur."

Naisha menggeleng. Dia tidak percaya. Ayah nya bukanlah orang yang bodoh membiarkannya menikah dengan seseorang yang pernah jadi musuhnya. Pasti ini ada sesuatu yang lain terjadi dan Nai merasa harus mencari tahu

" Aku tidak percaya semua ucapan mu. Sekali pembohong tetap saja pembohong. Kau memang pria matrealistis. Beruntung aku bisa memisahkan harta orang tuaku."

Adnan mencengkeram erat dagu Naisha dan mengibaskannya. Ia merasa sangat marah.

" Jangan harap kau bisa bercerai dengan ku sebelum aku bisa mendapatkan apa yang aku mau."

" Silahkan, aku tidak takut. Sejauh mana kau akan bisa melakukan itu."

Naisha lalu membuka kopernya dan mengambil baju lain. Ia berlalu ke kamar mandi.

Brak ...

Air mata nya tumpah sudah. Ia sudah menahannya terlalu lama dan akhirnya tak terbendung. Ia merasa bersalah kepada sang bunda karena ternyata firasat bundanya benar. Meskipun tadi di depan Adnan ia seakan akan kuat, namun rupanya hati kecilnya tetap sakit. Pria yang ia cintai dengan sepenuh hati ternyata hanya ingin menjadikannya alat.

Nai pun segera menghapus air matanya.

" Tidak, aku tidka boleh lemah. Aku harus kuat. Aku pasti akan menemukan kebenaran itu."

Nai kembali memakai pakaiannya. Celana panjang dan sweater yang menjadi pilihan outfitnya sekarang. Ia tidak akan sudi memperlihatkan tubuhnya kepada pria bajingan itu.

" Aku akan berusaha mematikan rasaku padamu Ad. Kau sungguh tidak berhak mendapatkan apapun termasuk cintaku."

TBC

MM 03. Siasat Nai

Malam hari itu Naisha sama sekali tidak tidur. Ia duduk di sofa sambil membuat coret coretan. Tampak di atas tempat tidur Adnan begitu pulas tertidur seperti tanpa beban.

Adzan subuh berkumandang, Nai pun segera mengambil air wudhu dan menjalankan kewajiban 2 rakaat. Dia atas sajadahnya Nai tergugu, ia menumpahkan segala rasa hatinya kepada sang pencipta. Hari ini dia akan membuat keputusan besar, yakni meninggalkan rumah kedua orang tuanya. Ia tidak mau baik ayah atupun bunda nya tahu bahwa pernikahan yang dijalani nya bahkan belum ada 24 jam itu harus kandas.

Nai bangun lalu melipat sajadah dan mukenanya. Ia langsung menaruhnya kembali ke dalam koper. Ia mendudukkan tubuhnya ke sofa dan melihat kertas yang sudah dia coret-coret tadi.

Nai kembali membaca coretan nya. Rupanya itu adalah susunan surat perjanjian yang akan dia buat untuk Adnan. Di sana tertulis pernikahan mereka hanya akan berjalan selama setahun. Keduanya tidak akan tinggal di rumah orang tua Naisha ataupun orang tua Adnan.

Nai akan membeli sebuah rumah. Di mana rumah itu akan ia tinggali dengan Adnan. Biarlah dia sendiri yang merasakan pahitnya berumah tangga bersama pria brengsek itu.

Pukul 07.00 pagi Adnan baru membuka matanya. Sedangkan Naisha, dia sudah bersiap siap akan segera pergi meninggalkan Pandawa Resort.

" Eugh ... Kau sudah bangun dari tadi."

" Ya ... " Bukan hanya bangun dari tadi tapi aku semalaman tidak tidur sama sekali, gumam Nai lirih yang dipastikan Adnan tidak mendengarnya.

"'Kau tidak mungkin akan Star Buliding kan?"

" Tidak, aku akan mencari rumah!"

" Untuk?"

Naisha membuang nafasnya dengan kasar. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana bersikap kepada Adnan.

" Untuk kita tinggali, aku tidak mau kita tinggal di rumah ayah ku ataupun di rumah keluarga mu."

Adnan tersenyum lebar, hal tersebut juga merupakan keinginannya.

" Lalu siapa yang beli?"

" Aku, aku akan membelinya."

" Bagus kalau begitu. Aku tidak perlu susah payah mengeluarkan uangku bukan?"

Andan menarik sudut bibirnya, ia tersenyum sinis dan kemudian berlalu ke kamar mandi.

Nai membuang nafasnya kasar, dadanya begitu sesak rasanya air matanya ingin ia tumpahkan saat itu juga. Namun Nai masih memiliki harga diri untuk tidak menangis dihadapan suami bajingan nya itu.

🍀🍀🍀

Keduanya kini berdiri di sebuah rumah. Ya Nai langsung menghubungi pihak properti dan membeli rumah tersebut. Adnan memicingkan sebelah matanya melihat rumah tersebut.

Rumah itu sungguh jauh dari kata mewah. Rumah yang dibeli Nai tersebut pun berada di komplek perumahan biasa bukan di perumahan elit. Padahal DCC yang dipimpin oleh paman Nai memiliki perumahan elit yang pastinya mewah mewah.

" Apa ini rumah kita?"

" Ya ... "

" Kau yakin? Apa kau tidak malu jika ada media yang meliputnya?"

" Tentu tidak, aku akan bilang kemanapun suamiku tinggal aku akan mengikutinya."

Nai berlalu, ia memasuki rumah dengan senyum smirk nya. Di depan pintu rupanya sudah ada agen properti yang menunggu mereka berdua

" Silahkan tuan dan nyonya. Saya akan tunjukkan isi rumah ini."

Nai mengangguk dengan senyum. Ia kemudian mengikuti agen properti itu. Agen tersebut menunjukkan setiap ruangan dan bagian dari rumah tersebut. Nai menyimak dengan seksama. Namun tidak dengan Adnan, pria itu terlihat sangat malas.

" Stop ... Kita tidak akan mengambil rumah ini."

Nai tersenyum kecil, tapi dia menyembunyikan senyuman di bibirnya dari Adnan. Ia pun berpura pura bertanya.

" Kenapa Ad, apa kau tidak suka?"

Adnan langsung menarik tangan Istrinya itu keluar. Ia sungguh tidak mau menempati rumah itu.

" Nai, apa kau gila. Aku tidak sudi tinggal di rumah seperti ini."

" Lalu?"

" Ayo kita cari rumah yang lebih bagus dan pastinya mewah. Aku tidak mau di permalukan oleh orang orang."

" Lalu siapa yang akan membelinya?"

" Aku ... Aku yang akan membelinya. Apa kau puas!"

" Deal!"

Naisha berjalan menghampiri sang agen yang masih menunggu di dalam.

" Maaf mbak, kita tidak jadi membeli rumah ini."

" Baik nyonya, tidak apa apa. Terimakasih untuk kunjungannya."

Nai tersenyum lalu memberikan sebuah amplop. Si agen pun menerima lalu melihatnya.

" Maaf nyonya kami tidak bisa menerima ini."

" Sudah terima dan simpan anggap saja ini rejeki kamu. Saya sudah menyita waktu mu. Saya ikhlas memberikannya anggap itu adalah bayaran dari pekerjaan mu yang bagus dan memuaskan."

" Terimakasih nyonya ... Terimakasih ..."

Nai tersenyum lalu meninggalkan si agen properti yang masih terkejut dengan pemberian Nai.

" Baiklah, ayo kita mencari rumah yang kau inginkan."

Nai langsung masuk ke mobil Adnan. Kini Nai hanya pasrah mengikuti kemana Adnan akan mengajaknya membeli sebuah rumah hingga tibalah mereka di sebuah kantor pemasaran. Nai membuang nafasnya kasar, feeling nya begitu tepat.

" Ini kah pilihanmu?"

" Tentu, perumahan elit milik DCC adalah yang terbaik di kota ini."

" Terserah."

Adnan pun segera memilih sebuah rumah lalu membayarnya. Nai memutar bola matanya dengan malas.

" Baiklah, semua sudah beres. Ayo kita melihat rumah kita."

Nai hanya mengekor. Sungguh dia enggan untuk berkomentar. Jika pernikahan ini adalah pernikahan normal mungkin Nai akan sangat bahagia dengan apa yang dilakukan Adnan. Tapi nyatanya pernikahan ini tak ubahnya hanya main rumah rumah an semata.

Ckiiit

Mobil Adnan berhenti di depan sebuah rumah mewah. Bahkan rumah itu lebih mewah daripada rumah ayah Juna.

" Apa kau serius membeli rumah ini."

" Tentu saja kenapa tidak, tapi jangan harap kau akan memilikinya."

" Cih ... Aku tidak butuh rumah mu."

Keduanya masuk ke rumah bersama-sama, ya rumah ini adalah rumah baru bagi mereka pengantin baru. Namun tampaknya rumah ini akan menjadi saksi kehidupan rumah tangga mereka yang sebenarnya. Kehidupan rumah tangga yang tidak akan pernah merak arungi bersama.

Adnan sungguh merasa puas dengan rumah barunya. Namun tiba tiba Nai memberikan sebuah kertas bermaterai.

" Apa ini ... "

" Baca saja."

Adnan membaca nya secara seksama. Ia lalu menaikkan satu sudut bibirnya.

" Surat perjanjian? Baiklah aku setuju. Deal setalah setahun kita akan berpisah. Tapi aku akan minta harta gono gini."

" Terserah, tapi asal kau tahu yang di maksud harta gono gini adalah harta bersama setelah kita menikah termasuk rumah ini."

Adnan membuang nafasnya kasar. Secara tidak langsung dia sedang dijebak oleh Nai untuk membeli rumah ini.

" Oke aku tahu. Oh iya ada satu hal lagi. Aku bebas membawa siapapun ke rumah ini dan kamu tidak berhak mencampurinya."

" No problem, jika begitu aku pun berhak membawa siapapun ke rumah ini."

" Deal, aku akan memilih kamar yang di atas. Kau di bawah."

" Oke ... "

Keduanya setuju, kini pernikahan mereka benar benar hanyalah sebuah status di atas kertas. Bolak balik Nai menghela nafasnya dengan berat.

TBC

Karya baru readers, jangan lupa dukungannya ya. Maaf masih slow update ya. Doakan othor selalu sehat. Bulan depan bisa rajin update nya.

Salam hangat, happy reading.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!