NovelToon NovelToon

Impian ku di sini

awal mulai

Ira Anggraini anak dari seorang pedagang kaki lima, ayah merupakan seorang penjual gorengan dan mangkal di depan ruko orang, setiap hari Ayah Ira akan membayar uang lapak sehari sepuluh ribu.

Ira mempunyai keluarga yang masih utuh, Ayah nya bernama Burhan, sedangkan Ibu nya bernama Kartini, dan seorang lagi adik Ira bernama Rishi.

Nama Ira yang cantik tapi tidak secantik kehidupan yang nyata, Ibu nya Ira sebagai ibu rumah tangga sepenuh masa membuat keluarganya Ira tidak berkecukupan untuk makan sehari hari, Ira mempunyai seorang adik laki-laki yang tidak jauh terpaut usia dari nya.

" Ira! bangun, kamu sekolah apa ngak sih?" bentak Ibu nya Ira dari arah dapur.

Ira membuka mata nya dengan susah payah, apa lagi suasana rumah Ira yang dinding nya triplek membuat tidur Ira bertambah enak. Ira bangkit dari ranjang nya yang di buat dari besi, ranjang peninggalan nenek Ibu nya sejak zaman Ibu nya muda lagi.

" Iya..iya..aku bangun ni!" ujar Ira sambil terus mencoba bangkit dari ranjang.

Dengan mengucek mata Ira bergegas menuju ke kamar mandi, tidak ada air keran di rumah Ira, yang ada air sumur yang terletak di luar rumah, Ira harus keluar rumah dulu untuk mandi.

" Ayah mana Ibu? kok ngak kelihatan dari tadi?" Ira bertanya sambil mencari sosok Ayah dalam rumah.

Biasanya Ayah Ira ada di rumah ketika Ira akan berangkat ke sekolah, hari ni ngak ada terlihat Ayah nya di dalam,

" Ayah sudah keluar sejak pagi, hari ini Ayah harus keluar lebih cepat." ucap Ibu Ira lagi.

Ira yang sudah siap berpakaian rapi pergi gegas ke sekolah dengan berjalan kaki, sekolah Ira berada di pusat kota, Ira harus menempuh perjalanan yang memakan waktu tiga puluh menit berjalan kaki untuk sampai ke sana, adik Ira belum waktu nya bersekolah lagi.

Jam lonceng waktu nya istirahat, semua isi kelas berhamburan keluar dari kelas nya, tapi tidak dengan Ira, Ira begitu suka menulis, setiap hari ada aja yang di tulis, apa itu kehidupan sehari-hari atau sebuah cerita.

"Ira yok pergi ke kantin, kamu ngak lapar ya?" suara Rauzah melaung kan nama dari luar kelas.

" Kamu makan aja dulu, aku mau nulis catatan ku yang belum siap lagi ni," sahut Ira sambil mata nya terus fokus ke buku yang ada di depan nya.

Ira akan menulis buku-buku teman nya yang ngak siap, teman-teman Ira akan mengambil kesempatan atas Ira yang suka menulis, mereka sengaja tidak menulis sewaktu belajar, agar Ira bisa menulis ketika sudah jam istirahat.

tong... tong...tong...

Lonceng sekolah berbunyi dengan keras, murid-murid berlarian keluar dari ruang kelas, tidak terkecuali Ira, sebagai anak yang masih aktif di sekolah, Ira bisa di bilang sebagai pelajar yang pinter, dari kelas satu sampai sekarang kelas empat, iya Ira baru berusia sepuluh tahun.

" Assalamualaikum Ibu...?" salam Ira dari luar.

Ira ngak menunggu Ibu nya menjawab, gegas Ira mengganti baju nya, perut Ira sudah dari tadi bikin demo kelaparan, Ira tidak di bekali uang jajan di sekolah, sebelum berangkat ke sekolah Ira hanya makan nasi di rumah, Ira tidak pernah menceritakan pada teman-teman nya dia tidak di bekali jajan, alasan Ira ngak ke kantin kerana menulis, Ira sebenarnya suka kali menulis.

Makan nasi berlauk telor dadar dan sayur toge begitu nikmat ketika perut sudah lapar, kunyahan Ira laju seperti rel kereta api, api kelaparan nya meluap-luap hingga tidak tidak sadari nasi nya sudah hampir habis.

" Loh kok ngak kasih salam dulu Ira?" tanya Ibu nya ketika masuk melihat Ira sudah duduk di lantai dalam rumah semi permanen.

" Sudah tadi! Ibu sih ngak ngak dengar suara salam ku." bela Ira sambil mengunyah makanan dalam mulut nya yang penuh.

Ibu Ira tadi cuci piring di sumur belakang rumah nya, makanya salam Ira ngak kedengaran mungkin, Ira terus melanjutkan makan nya, pekerjaan akan menanti nya setelah ini.

" Ayah belum pulang lagi Ibu?" tanya Ira pada ibunya.

Ayah Ira pulang sebentar jika waktu makan siang tiba, mungkin hari ini Ayah Ira belum sempat pulang, Ayah Ira ke lapak jualan mengunakan sepeda buntut nya.

" Belum lagi, bentar lagi pulang lah Ayah, Ayah kan belum makan lagi." sambung Kartini lagi menanggapi pertanyaan anak nya Ira.

kring...kring...kring.

" Panjang umur Ayah mu, baru aja di sebut nama sudah nongol ajan Ayah!" timpal Kartini lagi pada anak nya yang cepat-cepat mencuci tangan.

Burhan pulang dengan membawa banyak belanjaan, tugas Ira setelah ini adalah mengupas bawang untuk di jadiin bawang goreng atau bawang acar oleh Ayah nya, Ira tidak pernah mengeluh mengerjakan pekerjaan tersebut, tidak ada kata tidak mau atau bantahan setiap kali Ayah nya meminta Ira mengupas bawang tersebut.

Kejadian tersebut berlarut-larut sehingga lah Ira akan menduduki ke bangku sekolah lebih tinggi lagi yaitu SMP, sedang adik Ira akan masuk alam persekolahan yang pertama, yaitu sekolah dasar.

Akibat keterbatasan ekonomi Ibu nya Ira meminta Ira untuk tidak melanjutkan lagi sekolah nya, impian Ira untuk menjadi seorang penulis pasti akan terputus, Ira bahkan tidak mengambil ijazah nya sebab ngak ada uang yang cukup untuk menebus nya.

Hiks...hiks....hiks....

Ira menangis kesegukkan ketika Ibu meminta nya tidak melanjutkan kan lagi sekolah, teman-teman Ira sudah mendaftar kan nama mereka di sebuah sekolah di dekat dengan kampung nya, tapi Ira harus memendam keinginan nya untuk bersekolah.

" Tapi aku pingin sekolah bu! teman-teman ku semua sudah mendaftar kan nama nya di sekolah." ucap Ira sambil menangis pada Ibu nya.

" Tapi kami tidak mempunyai uang yang cukup untuk kebutuhan sekolah kamu Ira?" sahut Ibu nya di sudut ruang di rumah nya.

Ibu ira berada di sebuah ruang di dalam rumah, sedang Ibu nya lagi istirahat Ira meminta uang untuk menebus ijazah sekolah dasar yang harus ditebus untuk di gunakan masuk sekolah SMP.

" Aku ngak jajan pun ngak apa-apa bu, Aku cuma mau sekolah bu." lanjut Ira sambil menangis.

Kartini jadi serba salah pada anak nya, dia tidak bisa berbuat apa-apa karena uang nya tidak cukup untuk kebutuhan sekolah, makan saja apa adanya, apa lagi tahun ini anak nya yang nombor dua pun akan masuk sekolah, dari mana mau mendapatkan uang sebanyak itu.

" Kami benar-benar minta maaf nak, ngak bisa menyekolahkan kamu setinggi mungkin, kami tidak mampu." Ibu Ira pun ikut menangis.

Mereka berdua menangis kesegukkan, Ira harus pasrah akan keadaan, Ira mulai hari ini akan jadi yang anak putus sekolah.

lanjut lagi ke bab selanjutnya

Ira di jodoh kan

Rutinitas Ira sehari-hari membantu Ayah bikin mi dari tepung di rumah, selesai Ayah nya bikin adonan mi tersebut akan di rebus atau di masak sehingga matang, tugas Ira membersihkan kan meja yang kotor dengan tepung yang berselerakan di mana-mana.

" Kalau sudah siap kamu kupas bawang ya Ira? bentar lagi Ayah mau bikin bawang acar." perintah Ayah tidak pernah di bantah Ira.

Ira mengerti Ayah nya tidak mampu menyekolahkan Ira dan Adik nya di tahun yang sama.

" Iya Ayah!" sahut Ira singkat.

Ira mempunyai mimpi menjadi seorang penulis, tapi sekarang mimpi Ira sia-sia, Ira tahu cita-cita takkan menjadi kenyataan tanpa bersekolah, status Ira sebagai anak putus sekolah membuatnya minder pada teman-teman yang lain, tapi tidak pernah sekalipun Ira menyebut perihal pada Ayah atau Ibu nya, Ira tidak mau kedua orang tua nya sedih dengan nasib Ira.

Waktu berlalu dengan cepat, tahun ini adik Ira akan menduduki bangku sekolah SMP, tapi nasib Rishi adik Ira tidak jauh berbeda nasib nya dengan Ira, Rishi juga di harus kan berhenti sekolah, Ayah nya tidak mampu melanjutkan lagi sekolah Rishi ke jenjang yang lebih tinggi lagi, untuk keluarga Ira sekadar tahu baca tulis saja sudah mencukupi.

" Hai Kartini! kamu tahu ngak ada orang yang ingin melamar anak mu, si Ira!" ucap seseorang teman Kartini yang bertamu ke rumah nya.

" Emang siapa ya? kamu kenal ngak sih sama orang itu?" Kartini antusias ketika mendengar ada orang yang ingin melamar anak nya Ira.

Kartini jadi ngak sadar Ira baru berusia enam belas tahun, belum tahu perihal rumah tangga, apa lagi Ira sekarang sudah berkerja di sebuah toko roti yang ada tidak berapa jauh dari kampung nya.

" Ya kenal lah Kartini!" sambung teman Kartini lagi yang bernam Fauziah.

" Kamu tahu kar? kemarin laki-laki ini beriya-riya meyuruh ku ke sini, dia kalau bisa mau cepat-cepat menikah dengan Ira." lanjut Fauziah lagi.

Kartini yang sudah tidak sabar ingin bertemu dengan calon menantu nya, dari yang Fauziah bilang calon menantu kartini bernama Amar, dia berusia tiga puluh lima tahun, Amar seorang yang cukup mapan, pekerjaan nya sehari-hari sopir truk besar, tentu gaji nya audah pasti banyak, mata Kartini terbayang-bayang uang yang akan masuk dari menantu nya.

" Iya-iya aku setuju, kamu bawa aja dia ke sini, kenalin pada kami semua." lanjut Kartini dengan hati yang berbunga-bunga.

" Kamu ngak tanya dulu sama Ira atau Ayah nya Kartini." sahut Fauziah yang heran dengan tingkah teman nya yang mau ambil keputusan sendiri.

Ira jam segini belum pulang lagi dari berkerja, Ira masuk kerja pada jam lapan pagi akan pulang ketika matahari terbenam yaitu pada jam lima sore, Ira bersyukur di beri pekerjaan, bisa membantu kebutuhan keluarga Ira, Ayah nya yang tidak berpenghasilan tetap membuatnya selalu kekurangan uang dan keperluan dapur di rumah.

Menu makan malam sudah terhidang di atas meja yang Burhan bikin sendiri dari kayu-kayu bekas. sekeluarga diam menikmati makanan dalan piring nya masing-masing, sesudah selasai acara makan malam semua orang berpindah ke ruang depan, kecuali Ira, Ira masuk ke kamar nya, Ira ingin istirahat setelah seharian bekerja di toko roti, rumah Ira tidak mempunyai ruang khusus, yang ada dalam rumah Ira, hanya ruang depan, kamar dan ruang dapur yang bersambung dengan ruang depan.

" Ayah! tahu ngak?" ucap Kartini pada suami nya Burhan.

" Ngak kasih tahu mana Ayah tahu." jawab Burhan sepele menanggapi pertanyaan istri nya Kartini.

Kartini cemberut dengan sikap suami nya yang super cuek dengan ucapan nya tadi, Kartini masih duduk santai di ruang rumah mereka, Kartini harus memberi tahu kan pada suami nya Burhan, walau apapun Burhan harus setuju dengan rencana nya yang akan menikah kan Ira dan Amar yang Fauziah kasih tahu tadi siang.

" Eh Ayah ni! Ibu serius ini." lanjut Kartini.

" Kalau serius cepat kasih tahu." timpal Burhan sambil menyetik ****** rokok di antara kedua jari nya.

Kartini pun menceritakan kedatangan Fauziah tadi siang, di sela pembicaraan mereka yang serius Burhan menunjukkan raut wajah nya yang kurang suka dengan rencana istri nya Kartini, bagi Burhan semua keputusan harus di tanya kan pada Ira terlebih dahulu.

" Apa baik nya Ibu tanya kan dulu pada Ira, tidak baik jika Ibu yang mengambil keputusan, itu kan hidup nya Ira untuk masa depan nya." Burhan menasihati istri nya.

Kartini tidak terima dengan keputusan suami nya Burhan, Kartini berpikir Ira adalah anak nya, dia bisa mengambil keputusan atas hidup Ira, sebagai anak Ira harus menuruti kemauan orang tua, kalau ngak sudah di anggap anak durhaka.

" Terserah Ibu! Ayah sudah menasihati Ibu, di dengar atau ngak terserah Ibu aja, kita sebagai orang tua nya jangan seenak jidat mengambil keputusan atas hidup anak, anak juga punya mimpi dan cita-cita nya sendiri." Burhan menasihati istri nya yang keras kepala.

Kartini tetap meneruskan rencana nya menjodoh kan Ira dengan Amar tanpa pengetahuan Ira sendiri, Ira yang tidak tahu apa-apa menjalani hari-hari seperti biasa nya, sedang Ibu nya menyiap kan persiapan menunggu kedatangan rombongan Amar yang sudah di rencana kan malam besok.

" Ibu! kenapa banyak sekali masak sore ni, ada acara apa ni? atau Ayah banyak rezeki ya?" tanya Ira melihat meja di rumah nya banyak makanan tidak seperti hari-hari biasa.

" Ibu ada tamu nanti malam, sebab itu Ibu banyak masak!" jawab Kartini tanpa rasa bersalah pada anak nya.

Ira yang ngak tahu apa-apa, lanjutkan aktivitas nya seperti biasa sepulang dari bekerja, Ira keluar menuju ke sumur, guyuran air sumur yang mengenakan kulit Ira sungguh menyegarkan nya, selasai mandi Ira memakai baju seperti malam-malam sebelumnya, daster lusuh yang enak di pakai jika waktu malam.

" Eh ira! ganti baju, kenapa pakai baju buruk tu!" tegur Ibu Ira ketika Ira sudah berada di meja makan.

Maksud Ira mau makan, malah di tegur Ibu nya sebab Ira memakai baju lusuh, Ira jadi aneh, Ibu ira pasti tahu Ira setiap malam memang inilah pakaian nya setiap malam.

" Tapi ini memang baju aku setiap malam Ibu, Ibu kan tahu sendiri." sahut Ira yang ngak tahu apa-apa.

Kartini yang ngak tahu harus berbuat apa lagi, kartini pun menceritakan tentang hal yang sebenarnya pada Ira. Ira terkejut mendengar ucapan Ibu nya yang menjodoh kan Ira tanpa pengetahuan dan persetujuan nya.

" Tapi Ibu tidak bisa mengambil keputusan besar ini tanpa sepengetahuan ku Ibu." suara Ira setengah menangis bicara sama Ibu nya.

Kartini yang memang terkenal dengan sikap keras kepala nya tetap ngak mau mengalah dengan anaknya Ira, Kartini tetap kekeuh akan menjodoh kan Ira dengan Amar malam ini juga, tidak ada yang bisa membantah keputusan Kartini, Burhan yang mendengar perdebatan antara Ibu dan anak tidak bisa berbuat apa-apa.

" Siapa bilang tidak boleh! aku sebagai Ibu mu berhak atas hidup mu, kamu harus menerima keputusan Ibu." tegas Kartini lagi.

" Tapi Ibu...

acara tunangan

" Tidak ada bantahan, apa kamu mau jadi anak yang durhaka hah?" bentak Kartini lagi.

Rombongan Amar datang tepat jam sembilan malam, rombongan yang datang ngak ramai, hanya beberapa orang penting saja. Ira hanya duduk di kamar nya, Ira ngak mau gabung dengan rombongan Amar, Ira sendiri tahu siapa Amar, Amar yang selalu mengusik Ira jika lewat di depan rumah nya.

Flash back...

Ira harua melalui jalan yang sedikit padat untuk sampai ke toko roti tempat Ira berkerja, Ira berkerja di sebuah toko roti yang mempunyai ramai pelanggan, setiap hari Ira berkerja dari pagi sampai malam.

" Mau kemana Ira? mau abang hantar ngak?" tanya Amar ketika Ira melewati du depan warung kopi yang setiap hari Amar duduk.

Malu ada benci pun ada itulah yang selalu Ira rasakan, Amar merupakan seorang laki-laki yang berumur, umur nya sudah menginjak usia tiga puluh lima tahun, jauh berbeda dengan umur Ira.

" Ngak bang! terima kasih, sudah dekat kok!" balas Ira sopan.

Ira tetap menjaga kata bicara nya, jangan pernah bicara kurang sopan dengan orang lain, apa lagi Ira sebagai seorang gadis harus menjaga mulut nya.

Ira terus berjalan menyusuri jalan setapak yang berada di depan toko yang berjejer kiri dan kanan jalan.

Jarum jam di dinding toko Ira menunjukkan pukul lima lewat sepuluh menit, waktu nya Ira pulang kerja, ira melewati jalan yang sama saat pergi tadi, pas sampai di depan warung kopi yang selalu menjadi tempat nongkrong nya Amar, mata Ira sudah mencari-cari jika ada sosok Amar di antara yang duduk di dalam warung.

" Untung dia ngak ada!" ucap Ira sendiri sambil menggusuk dada nya pelan.

Ira berjalan dengan langkah yang cepat, tujuan nya adalah rumah nya, Ira ingin terus istirahat setelah seharian bekerja seharian.

" Hai! jalan nya kok cepat kali! ada yang ngejar ya?" canda Amar saat Ira lewat di depan nya.

Ternyata Amar menunggu Ira di ujung jalan menuju ke simpang rumah nya, Amar duduk di atas jok motor nya yang sengaja di parkir di bahu jalan, Ira yang salah tingkah tidak menghiraukan perkataan Amar yang menegur nya.

" Jadi perempuan jangan sombong Ira, nanti ngak ada yang nikahin loh!" usil Amar lagi.

Ira tetap ngak menghiraukan perkataan yang di ucapkan oleh Amar, Ira terus berjalan dengan wajah nya yang menunduk ke bawah. sejak itu Amar selalu menunggu nya setiap hari, Ira sampai ketakutan karena di tungguin Amar setiap hari.

flash back....

Di ruangan rumah Ira terdengar suara orang riuh rendah dari luar kamar Ira, tidak di pedulikan suara dan ocehan orang dari luar rumah nya.

klekkkk...

Pintu kamar Ira di buka lebar oleh Ibu nya, melihat wajah Ibu nya aja Ira sudah ketakutan, apa lagi dengan suara Ibu nya yang tegas.

" Ira! ayok keluar sini!" panggil Ibu nya.

Ira yang mulanya menolak permintaan Ibu nya mengikuti Ibu nya yang berlalu keluar dari kamar Ira. Ira berpakaian biasa, layak nya seperti kebiasaan di rumah, hanya daster yang saja sedikit lebih bagus dari yang di pakai sebelum nya.

Ira menyalami satu persatu orang yang berada di rumah Ira malam itu, sampai lah Ira di pakai kan cincin tanda sudah di lamar oleh orang tertua dari rombongan tersebut.

" Habis lah riwayat ku, mulai malam ini aku tidak ada lagi semangat untuk aku hidup, tinggal menuggu mati saja." batin Ira sambil menahan sebak nya.

Setiap gadis yang di lamar pasti akan merasa bahagia, tapi tidak untuk Ira, hidup ira seakan berubah setelah di lamar, Ira begitu membenci sosok Amar yang sudah jadi tunangan nya.

Pagi ini seperti biasa nya, Ira pagi-pagi sudah berangkat kerja, Ira masih beraktivitas seperti biasa, hari-hari Ira di habisi dengan berkerja sampai lah hari yabg sudah ditentukan Ibu nya untuk menikah.

" Ibu kenapa harus menikah kan aku dengan bang Amar sih? kan aku bisa berkerja cari uang untuk membantu keluarga kita Ibu!" Ira curhat pada Ibu nya ketika sedang santai di ruang rumah nya.

Kartini yang lagi santai menonton acara kegemaran nya masih diam tidak menjawab pertanyaan dari Ira, karena sudah di cuekin Ira bangkit dari duduk nya mendekat ke arah Ibu nya duduk.

" Ibu dengar ngak sih pertanyaan ku tadi, Ibu ngak tahu apa bang Amar itu kan sudah berumur Ibu, sudah tua, tidak pantas dengan ku!" ucap Ira sambil menahan tangis nya.

" Kamu ngak tahu Ira? Amar tu punya banyak uang, setelah kamu nikah sama dia, kamu ngak usah capek-capek lagi kerja, dia akan kasih kamu dan Ibu uang yang banyak!" tegas Kartini lagi pada Ibu nya.

Ira bangkit dari duduk nya, berjalan menuju ke kamar, langkah kaki Ira sengaja di hentak kan sekuat mungkin, belum sampai Ira ke kamar nya tiba-tiba...

tok...tok... tok....

Pintu rumah Ira di ketuk dari luar, Ira dan Ibu nya saling berpandang-pandangan, masing-masing menaikan bahu, seolah-olah tidak tahu siapa yang datang, Kartini yang duduk tidak jauh dari pintu bergerak menuju ke pintu depan.

" Assalamualaikum...?" ucap seseorang yang tidak kenal dari arah luar.

" Waalaikum salam...!" jawab Kartini di balik pintu depan.

Kartini yang sudah berada di pintu spontan menjawab salam dari arah belakang pintu rumah nya.

klekkkk....

Pintu di buka dengan lebar oleh Kartini ternampak lah di muka pintu depan rumah seorang yang baru di sebut kan tadi, iya....

" Selamat malam... boleh saya masuk!" ucap Amar pas pintu di buka.

Wajah Kartini langsung semuringah melihat sosok menantu idaman sudah ada di depan mata, Ira langsung masuk ke kamar setalah Ibu nya membuka pintu, Ayah Ira ngak ada di rumah, Ayah Ira ikut rombongan orang kampung tahilan ke kampung sebelah.

" Boleh...boleh...masuk nak Amar! maaf Ibu agak kaget tadi, nak Amar tiba-tiba datang ke rumah." ucap Kartini dengan wajah yang di buat semanis mungkin.

Amar membawa banyak sekali di tangan nya, Kartini tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran nya terhadap barang yang Amar tenteng.

" Ini Ibu! sedikit buah tangan untuk ibu." ucap Amar yang sudah duduk di ruang di rumah Ira.

Kartini mengambil barang yang Amar bawa sambil mengucap kan terima kasih pada Amar yang tersenyum bahagia ke arah calon mertua nya.

" Terima kasih banyak ya nak, bikin repot aja nak Amar aja ya?" ucap Kartini malu-malu.

" Ngak lah bu, biasa aja!...

....oh ya Ibu! Ira mana bu?" tanya Amar lagi pada Kartini yang sudah bangkit mau menuju ke arah dapur.

Kartini yang sudah berjalan beberapa langkah dari arah Amar menjawab..

" Ira baru masuk ke kamar tadi, baru saja pas nak Amar sampai, bentar ya Ibu panggil kan?" ujar Kartini sambil berjalan menuju ke pintu kamar Ira yang tertutup.

Ira yang berada di dalam kamar berharap Ibu nya tidak memanggil nya, Ira tahu Amar yang datang, maka nya pas Ibu nya buka pintu Ira langsung berlari menuju ke kamar dan mengunci kamar nya, Ira berpikir Ibu nya tidak akan memanggil nya jika melihat pintu kamar Ira sudah di kunci.

" Ira... Ira...buka pintu nya nak...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!