NovelToon NovelToon

Beautiful Pain

#1

Suara bising tembakan saling beradu menjadi santapan sehari-hari bagi mereka yang berada di medan perang. Setiap detik nyawa melayang, tidak menjadikan alasan untuk berhenti.

Tangis, keringat, darah bercampur menjadi satu tanpa bisa di bedakan rupanya. Kapan semua ini akan berakhir? Tidak ada yang tahu jawabannya, hanya sebuah kepastian yaitu terus berjuang memenangkan perselisihan hingga titik darah penghabisan.

"Jessie, stop it! " Bentak salah seorang dokter wanita menghentikan Jesselyn, sejak tadi gadis itu menangis sambil melakukan tindakan CPR pada bocah tanpa dosa. Tergeletak bersimbah darah akibat ledakan bom beberapa menit yang lalu.

"No! Aiden wake up! Kau pasti bisa bertahan. " Jesselyn terus meraung meski kedua tangannya di tarik oleh perawat lainnya. Kembali mereka di hadapkan oleh kamatian, namun kali ini terasa berbeda.

Sejak kedatangannya, Jesselyn memang begitu akrab dengan anak-anak pengungsi terutama Aiden. Anak laki-laki berusia tujuh

Tahun berwajah khas timur Tengah.

"My condolences, Jesselyn. " Ucap seorang ketua dokter.

Jesselyn hanya terduduk lemas menatap jasad Aiden yang kini ditutup kain putih. Lebih parahnya, hanya Aiden satu-satunya korban meninggal hari itu. Jesselyn merasa sangat bersalah tidak bisa menjaganya dengan baik.

"Jessie, suatu saat kau harus bertemu dengan pahlawan ku. Berkatnya aku bisa mengenalmu. " Ucapan Aiden dalam bahasa Arab terngiang-ngiang di telinga.

"Oh ya? " Jesselyn sempat di buat penasaran oleh cerita Aiden tentang sosok orang yang telah menyelamatkan hidupnya.

"Heem, aku memiliki fotonya dari reporter. Janji satu hal untuk ku Jessie, " Jesselyn menunggu Aiden melanjutkan ucapannya. "Kau hanya akan melihat fotonya saat aku tidak berada di hidupmu lagi. Atau aku akan cemburu. " Sontak Jesselyn tertawa renyah mendengar perkataan absurd Aiden.

Aiden beberapa kali menyatakan dia jatuh hati pada Jesselyn. Meski mustahil dan konyol Aiden dan Jesselyn tentu menganggapnya bahan candaan pelipur lara.

"Promise." Kata Jesselyn menautkan kelingkingnya ke milik Aiden.

Setelah Aiden di kebumikan secara layak, mereka kembali melanjutkan aktifitas seperti biasa. Merawat para korban peperangan. Menyiapkan obat dan juga makanan.

Jesselyn memilih menyendiri di atas bukit tempat favoritnya menatap hamparan bintang di langit kala malam. Jika boleh jujur Jesselyn merindukan kehidupan normalnya sebagai putri dari anggota kerajaan. Ayahnya merupakan adik sepupu pangeran di Kerajaan Swedia.

"Hai mom, how are you? " Jesselyn mulai merekam audio yang akan ia kirim ke orang tuanya. Keterbatasan signal membuatnya mempersiapkan pesan, dan harus menunggu terkirim beberapa hari kemudian.

"I'm good, mom Terima kasih sudah mau memberi bantuan. Aiden sangat senang mendapat sepatu dan tas baru, meski dia tidak yakin kapan bisa sekolah lagi. " Mulai terisak, Jesselyn masih belum bisa merelakan kepergiannya.

"Katakan pada daddy, mungkin aku akan pulang jika dia berhenti mencarikan jodoh untuk ku. I love you mom. " Tak kuasa melanjutkan, Jesselyn segera mengakhiri rekamannya.

Suara deru mobil mencuri perhatian Jesselyn. Ia menghapus sisa air mata di pipinya kemudian mengirim hasil audio ke kontak sang ibu. Memasukkan barangnya kedalam totebag, ia menuruni bebatuan untuk melihat apa yang terjadi.

Orang-orang berkerumun mengelilingi sesuatu. Teriakan histeris menandakan ada korban lagi di sana. Terlalu penasaran, Jesselyn tanpa sadar berlari menerobos barisan yang melingkar hingga kakinya tersandung senjata api di tanah dan menyebabkan Jesselyn menubruk seseorang.

Bugh...

Pada akhirnya Jesselyn terjatuh tepat diatas tubuh orang yang ia tabrak. Semua orang terperanjat kaget menyaksikan adegan itu.

"Sst,, Jessie! " Bisik rekan seperjuangan Jesselyn berusaha menyadarkannya.

Jesselyn yang menutup matanya perlahan memperhatikan wajah pria yang berada di bawah tubuhnya.

"Move! " Perintahnya dengan suara dingin, mengintimidasi meski dilapisi masker hitam. Jesselyn mencium aroma tubuhnya yang maskulin dan memabukkan.

Sial, aku menjadi tontonan gratis. Batin sang pria menggerutu.

"Kau tuli? Aku bilang minggir. " Lagi, namun Jesselyn seperti tersihir oleh sorot mata dan suaranya yang, sexie?

Menggelengkan kepalanya, Jesselyn kemudian bangkit merapikan penampilannya yang sedikit berantakan.

"Obati dia! " Bukan meminta tolong, melainkan pria asing di hadapan Jesselyn memerintah seenaknya.

"We need your identity, kami tidak bisa sembarang menyelamatkan pasien. " Ujar Jesselyn. Mereka memiliki aturan tersendiri maka dari itu sejak tadi bergeming mendiamkan pasien sekarat.

"Fuckk up! " Tangan pria berpakaian serba hitam mencekik leher jenjang Jesselyn. Orang-orang berteriak kaget melihatnya.

Para tentara yang berjaga mulai menodongkan senjata ke arah pria asing tersebut.

"Let go off your Hand! Ini daerah kekuasaan kami, kau tamu dan wajib mematuhi peraturan. " Jesselyn tampak tenang meladeninya. Membuat emosi pria misterius dengan tatapan tajam semakin memuncak.

Demi menyelamatkan rekannya, dia terpaksa membongkar jati diri. Perlahan ia mulai mendekatkan wajahnya ke arah telinga Jesselyn.

"Kurir pembawa amunisi pertahanan." Bisiknya. Bahkan dia memperlihatkan kalung tanda pengenal seorang prajurit rahasia.

"Dokter Ve, cepat tangani korban! " Akhirnya Jesselyn memutuskan untuk membantu. Meski semua orang meragukan penilaian nya.

"Jessie, are you sure hah? " Dokter wanita bername tag Versace memastikan. Kadang Jesselyn sungkan memanggil namanya secara lengkap. Itu terasa aneh baginya.

"Ya, dia memiliki alasan kuat. " Jawab Jesselyn tampak datar, dalam lubuk hatinya masih belum sepenuhnya percaya.

Versace dan para perawat memandu dua korban terluka parah yang di bawa ke markas mereka.

Perlahan cengkraman di leher Jesselyn terlepas. Ia terbatuk-batuk menetralkan kembali tenggorokan dan pernafasan nya.

"You're a liar! " Maki Jesselyn saat pria itu berbalik hendak pergi. Orang-orang bubar dan Jesselyn berniat mengorek informasi darinya.

"Not your business, little woman. Aku akan memberi imbalan untuk pengobatan rekan kami. " Menyahuti dengan membelakangi nya, Jesselyn geram lalu menarik lengannya untuk saling bertatap.

"Who are you? Spy, Sekutu or... "

"I said, transporter. Pergi dan jangan menggangguku lagi, hah. " Perintahnya.

Jesselyn buru-buru meninggalkan parkiran mobil. Ia malas berurusan dengan para penyintas. Apa lagi jika mereka terbukti memiliki motif jahat.

"Kenapa dia? " Tanya Jesselyn pada Versace, mereka terpaut usia sepuluh tahun namun seperti bestie. Jesselyn akan ikut kemanapun Versace bertugas. Saat Versace libur dan pulang ke negara asalnya, itu berarti Jesselyn juga akan pulang ke rumah.

"Seperti biasa, tembakan jarak jauh. Total dua peluru, ajaibnya dia bertahan." Versace berdecak kagum menjumpai pasien dengan antibodi kuat.

"Bagaimana hasil pemeriksaan alat pelacak? " Demi menjaga keamanan Jesselyn membeli alat pemindai chipset agar bisa mengetahui apakah mereka di lacak musuh atau tidak.

"Ada, namun aku melihat keanehan. Chip itu memiliki logo badan intelegen satu negara. Artinya mereka memang di kirim untuk tujuan tertentu. " Kali ini Baron membuka suara, dia adalah aset keamanan di markas. Seorang hacker yang bertugas memberi signal bahaya.

"Cepat selesaikan, agar kita bisa mengusir komplotan itu. " Pinta Jesselyn tak sabar.

"Ok, keep calm Jessie! " Saran Versace, Jesselyn mengangguk Patuh.

Jesselyn keluar dari bangsal operasi, tepat saat itu dia kembali bertabrakan dengan pria tadi.

"Aw,,, " Pekik Jesselyn tertahan. Ia meringis mengusap keningnya yang membentur rahang tegasnya.

"Keep your eyes on nona! " Geramnya kesal.

Memilih mengabaikannya, Jesselyn berlalu begitu saja menuju tendanya.

"Argh, dia kembali membangunkan milik ku." Dia mengumpat, menatap sekilas punggung Jesselyn.

"Tuan Lim. " sapa salah satu korban dengan dua luka tembak. ia mencoba duduk namun pria yang di panggil Tuan Lim itu memberi isyarat untuk santai.

"Aku tidak akan memaksamu untuk melanjutkan perjalanan. kau bisa berhenti jika tak sanggup menahannya." Ujar Lim, mereka melirik sekilas ke arah pasien satunya yang masih koma.

"Pergilah tuan! aku hanya akan menjadi bebanmu. Andai aku memiliki waktu panjang, aku berharap bisa bertemu anda lagi di markas utama."

"Jay, kau pasti bertahan. " Lim berusaha memberi dukungan. Jay tersenyum simpul dengan wajah pucat nya.

Jay dan Lim berteman sejak masa senior high School. Jay masuk militer setelah lulus, sedangkan Lim merupakan prajurit lepas yang di rekrut seseorang atau badan untuk menjalankan misi rahasia. catatan mereka otomatis akan di hapus entah saat berhasil ataupun gagal. ketika mereka gugur dalam misi, jasad mereka akan di biarkan begitu saja namun tidak bagi Lim.

Lim memiliki beberapa persyaratan tertulis sebelum menerima tawaran. dan para klien tentu harus menurutinya.

"Istirahatlah! mungkin aku akan pergi saat fajar menyingsing. " Lim pamit, dia juga perlu menenangkan pikiran dan tubuhnya yang kaku akibat pertempuran.

Mata Lim menyipit saat melewati salah satu tenda relawan. tirai penutup sedikit terbuka menampilkan sosok gadis yang tidur dengan mulut menganga.

Lim hampir menyemburkan tawa mengetahui aib gadis bernama Jesselyn itu.

"Ck, nyali dan penampilan memang ok. sayang mempunyai kebiasaan menggelikan." Gumam Lim hampir tak bersuara. Lim akui, meski begitu Jesselyn tetap terlihat cantik.

menggelengkan kepala berusaha sadar. Lim datang ke sana bukan untuk bersenang-senang atau mencari mangsa. Ia pun akhirnya kembali ke mobil menyusul dua rekannya yang lain.

#2

Lim Dylan, dia adalah pria tampan dengan tinggi badan satu koma delapan puluh tiga meter. kemampuannya dalam melumpuhkan lawan dan menjaga dirinya tetap selamat menjadikan Dylan prajurit kesayangan klien. Dylan berasal dari kota Paris, mengurus perusahaan yang bercabang milik sang daddy.

Dylan seperti menjadi dua orang berbeda. Di dunia luar Dylan merupakan sosok pria berusia dua puluh tiga yang hangat dan sayang keluarga. Apa lagi terhadap adiknya Lim Yuna. Mereka terpaut enam tahun.

Enggan meneruskan kerajaan bisnis Grand pa dan daddy nya, Dylan memilih mencari pekerjaan sampingan dengan bayaran tinggi. Ya, dia adalah prajurit perang sewaan. Kebanyakan mereka merekrut Dylan untuk kepentingan bisnis rahasia.

Dylan tidak perduli motifnya, yang penting pekerjaan itu bukan untuk membunuh orang-orang tak bersalah.

"Bos, mereka semakin mendekat. " Suara bawahannya berhasil membangunkan Dylan yang baru saja memejamkan mata.

"Berapa lama mereka akan tiba? " Tanya Dylan. Keduanya duduk bersebelahan di dalam mobil.

"Kurang dari lima jam. " Jawabnya, tetap fokus memperhatikan layar yang melacak keberadaan musuh.

"Kita bersiap. Aku tidak bisa menempatkan mereka dalam bahaya. " Ucapan Dylan merujuk pada setiap pengungsi korban peperangan.

"Siap bos. " mereka berseru kompak.

Dylan keluar untuk mencari udara segar. Seperti biasa, dirinya akan sulit tidur jika pergerakan musuh berada di sekitarnya. Pekerjaannya selalu tersusun rapi sesuai jadwal, namun tetap tergantung tingkat kesulitan. Saat ini ia hanya perlu mengantar persenjataan ke pusat pertahanan. Sayangnya pihak lawan mengetahui misi mereka dan terus mengejar.

Saat ingin membuka celananya untuk buang air Dylan di kejutkan oleh teriakan seseorang.

"Aaa,,, dasar mesum! " Suaranya memekik di telinga. Dylan meringis kala pundaknya dipukuli gayung.

"Hey stop! " Teriak Dylan, dia memelintir tangannya ke belakang membuat tubuh mereka kembali saling menempel.

Sial, dia menekan milik ku lagi?. Umpat Dylan ketika Jesselyn berusaha memberontak.

"Lepaskan aku sialan! Apa kau buta tuan? Jelas di sana ada container khusus kamar mandi. " Teriaknya melirik ke belakang, Jesselyn heran kenapa Dylan selalu mengenakan masker. Apakah dia tidak kekurangan oksigen? Pikirnya.

"Oh, it was my mistake. " Dylan merutuki dirinya sendiri menahan rasa malu akibat tertangkap basah oleh Jesselyn. Beberapa detik berlalu, mereka terdiam dalam posisi yang sama.

"Siapa namamu? " Tanya Jesselyn akhirnya buka suara. Dylan bergeming, tak ada sedikitpun niatnya untuk mengungkapkan identitas pribadinya.

"Lim, kau bisa memanggil ku Lim. " Jawab Dylan. Dylan pikir mereka tidak akan pernah bertemu lagi, mungkin menyebut nama depannya bukan masalah besar.

"Tolong lepaskan tanganku. " Pinta Jesselyn mulai merasakan kram. Terhenyak, Dylan baru sadar dia cukup lama menahan lengan Jesselyn.

Jesselyn berbalik untuk menatap Dylan saat mereka berhadapan. Tangan Jesselyn terulur bermaksud untuk membuka maskernya secara cepat. Dan Dylan tidak menangkis, malah terkesan membiarkannya. Jangan salah, Dylan selalu menyembunyikan wajahnya pada siapapun termasuk Kliennya. Hanya Jay yang

Tahu bagaimana rupa tampan Dylan, karena mereka sudah saling mengenal.

Dylan bahkan tidak segan-segan membuat perhitungan pada siapapun yang berani mengusik kehidupan pribadinya. Contoh saja, dua tahun yang lalu salah satu reporter di jalur perang yang tanpa sengaja membidiknya secara sembunyi-sembunyi. Dylan menembak bagian lengannya tanpa rasa iba. Dylan merampas kamera reporter itu dan menghancurkannya.

Sejak saat itu Dylan tidak pernah melepaskan maskernya.

"Jessie! " Panggilan Versace menggagalkan aksinya. Jesselyn pergi begitu saja menuju ke arah bestie yang sedang mencarinya.

"Ada apa Ve? " Tampak raut wajah Versace di liputi rasa cemas.

"Besok aku harus kembali ke negaraku. Ada pekerjaan penting di rumah sakit. " Ungkapnya. Ia bermaksud pamit, meski Versace yakin Jesselyn akan melakukan hal yang sama yaitu pulang.

"Hem, pergilah. Aku akan tinggal beberapa hari lagi. " Ujar Jesselyn. Manik matanya bergerak seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Wow, mengejutkan. Kau pasti merencanakan sesuatu? " Selidik Versace menatapnya intens.

"Aiden memintaku mencari seseorang, aku hanya ingin melakukan permintaan terakhirnya. " Kata Jesselyn, tatapannya berubah menjadi sendu mengingat bocah tampan yang telah pergi.

"Hem, baiklah. Tapi kau harus berjanji untuk segera pulang. Di sini terlalu bahaya Jessie." Versace mencemaskan keselamatan temannya.

"Ya aku janji Ve. " Ucap Jessalyn yakin.

Mereka kembali ke tenda sambil bergandengan tangan. Dari jauh seorang pria muda nan penuh misteri sejak tadi memperhatikan salah satu dari keduanya. Sayup-sayup dia mendengar satu nama yang tidak asing di ingatannya.

Waktu menunjukkan pukul dua dini hari, Dylan bersama rekannya bersiap meninggalkan kamp. Sebelumnya mereka pamit terlebih dulu pada Jay. Rencana tetap sama, Jay akan menunggu hingga pulih dan berharap temannya bangun dari koma kemudian menyusul Dylan ke markas.

"Hati-hati tuan. " Pinta Jay melepas Dylan. Baginya Dylan bukan hanya teman, pimpinan, namun layaknya seorang keluarga. Sikap dingin dan arogansi nya di dunia kegelapan membuat Dylan menjaga jarak dari siapapun. Terkecuali Jay, Jay lah yang bisa dekat dengannya.

"Kau juga. " Balas Dylan.

Mobil pun berangkat secara diam-diam di saat semua orang terlelap menjelajah alam mimpi. Ada perasaan mengganjal yang tertinggal di kamp itu. Entah Dylan memikirkan apa namun tugas dan tanggungjawab nya telah menanti untuk di selesaikan.

Perjalanan mereka memakan waktu kurang lebih tiga jam melalui jalur utama. Dan sekarang Dylan meminta berhenti sejenak di pertengahan jalan.

"ada apa tuan? " Tanya salah satu bawahan Dylan.

"tinggal sebentar lagi, kalian akan tiba di pertahanan dengan aman. aku harus menghadang lawan agar barang sampai ke tangan konsumen dengan selamat. " kedua bawahan Dylan saling tatap ragu. mereka tidak mungkin membiarkan tuannya menghadapi musuh sendirian saja.

"tuan Lim, itu sangat beresiko. " ucap mereka bersamaan. Dylan bergeming namun tetap pada pendiriannya.

"pergilah! jaga diri kalian baik-baik. " usai berpamitan Dylan segera masuk ke mobil yang tidak membawa persenjataan.

Bukan tanpa alasan Dylan kembali, dia bisa menebak kalau musuh mereka pastinya menyerang kamp pengungsian. Karena dirinyalah nyawa orang-orang tak berdosa terancam. terutama gadis cantik berwajah campuran Eropa Hindustan.

Ibu Jesselyn memang memiliki darah negara dengan julukan Bollywood itu. sedangkan ayahnya merupakan adik sepupu pangeran Swedia. Jesselyn dan keluarganya tidak tinggal di istana, hanya saja peraturan dan protokol hidupnya di doktrin seperti keluarga kerajaan lainnya.

memutuskan mandiri setelah lulus Senior High School, Jesselyn meminta persetujuan resmi dari Raja untuk mengabdi sebagai relawan atas nama kerajaan. tentu saja mereka mengizinkan karena merasa bangga melihat betapa luasnya hati seorang Jesselyn.

Jesselyn lebih mewarisi wajah sang ibu, dengan tingginya satu koma tujuh meter tubuhnya bagaikan model profesional. banyak brand ternama dunia mengincarnya untuk di jadikan brand ambassador, namun peraturan kerajaan yang ketat membuat Jesselyn menolak mentah-mentah.

Jesselyn pernah mengenyam pendidikan di bangku universitas. Karena satu kejadian mengharuskannya berhenti atas desakkan kedua orang tuanya.

Boom.....

ledakan menghantam kamp pengungsian dimana mereka masih tertidur pulas. missile di luncurkan tepat di tengah-tengah area. semuanya berteriak histeris mendapati serangan tiba-tiba.

Versace menarik paksa Jesselyn yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya. kedua wanita itu berlari untuk mencari tempat bersembunyi.

"Ve, bagaimana dengan yang lain? " Bisik Jesselyn dengan langkah mengendap-endap. "bukan saatnya memikirkan mereka Jessie, kau anggota kerajaan. aku berkewajiban melindungi mu. " jawab Versace mencoba menahan Jesselyn, jelas gadis itu memiliki hati yang lembut dan ingin menolong orang lain.

Dan langkah keduanya harus terhenti saat seseorang menodongkan pistol tepat di kening Jesselyn.

"jangan bergerak! " titahnya.

Jesselyn mencengkram tangan Versace erat seraya menutup mata. dia menggiring Versace dan Jesselyn ke tempat ledakan terjadi. beberapa tentara tumbang akibatnya. sementara pengungsi lain menjadi tawanan kelompok radikal tak diketahui identitasnya.

Sang ketua memperhatikan Jesselyn dari atas sampai bawah, tatapannya seolah tertarik oleh paras cantiknya.

"Nona, kami hanya akan bertanya dan kau menjawab. " Ujarnya dengan suara lantang, membuat mereka yang mendengar merasa ketakutan. tak ingin membayangkan hal buruk di hadapan mereka sebentar lagi.

Membisu, Jesselyn yakin kelompok itu bukan pihak netral ataupun pelindung. jika benar, tentu missile tidak akan pernah meledak di sana.

"Apa sekelompok penyintas mampir kemari dan meminta bantuan kalian? " jarak Jesselyn dan ketua mulai terkikis. di belakang kepala Jesselyn masih ada pistol yang menekan. salah bicara, nyawanya bisa melayang detik itu juga.

"Tidak ada. " jawab Jesselyn akhirnya, berbohong. Jesselyn tahu Lim dan teman-temannya merupakan buruan kelompok pria di hadapannya.

"hem,,, tapi aku tidak percaya nona! " katanya pelan, namun dingin menusuk bulu kuduk semua tawanan.

Versace mengumpat keras dalam hati, dia telah menolong orang yang salah. Dan mereka terancam gara-gara itu.

"Terserah tuan saja. aku mengatakan kebenaran. " lanjut Jesselyn tetap tenang. dia berlatih keras sejak balita menjadi bagian dari keluarga kerajaan. jadi ia mampu mengendalikan ekspresi apapun, selain kesedihan.

"Well, kalau begitu aku beritahu kau satu hal. orang yang kalian tolong merupakan anggota paling mematikan. Apa kalian tidak takut mereka berencana menghancurkan negara ini?"

Tidak, Jesselyn menolak untuk percaya kata-katanya. Lim justru kebalikan darinya. Apapun hubungan mereka, Jesselyn hanya ingin melindungi pihak yang benar.

Saat suasana hening, Tiba-tiba sebuah pistol menembakkan isi pelurunya tepat ke arah kepala pria yang menodongkan senjata ke kepala Jesselyn. Ternyata Jay melakukan hal itu. dia tidak rela orang-orang baik yang telah menolongnya menjadi korban.

"Aaa..... " Teriakan orang-orang semakin menjadi, pertumpahan darah antar tentara dan kelompok radikal tak bisa terhindarkan lagi.

Jesselyn menggunakan kesempatan itu untuk kabur. dia menggigit kuat lengan Ketua kelompok radikal yang berusaha meraihnya.

"argh, sial. " umpat nya kesal.

baku Tembak berlangsung cukup lama hingga seseorang yang mereka cari muncul. Jesselyn melihat Lim baru saja turun dari mobil dengan dua tembakan di tangannya

fokus Dylan membantai para musuhnya, hingga ia lengah dan peluru ketua kelompok radikal hampir saja menembus dadanya.

"Jesselyn! " Seru Versace berteriak histeris melihat teman baiknya mengorbankan diri. menjadi perisai untuk melindungi Dylan.

#3

"Jangan pergi! " Teriak Jesselyn terbangun dari tidurnya. Keringat membasahi keningnya, ia paling benci saat mimpi buruk itu kembali menghantuinya.

Ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Hidup mandiri di negara orang sudah menjadi makanan sehari-hari Jesselyn.

Dering ponsel Jesselyn membuyarkan lamunannya. Ia mengangkat panggilan dari sang mommy.

"Ya mom,,, " Menyahuti dengan malas, Jesselyn akan mendengar ucapan ibunya yang sama persis tidak kurang atau lebih setiap kali menelepon.

"Kau sudah minum obat sweety? Jangan lupakan obatmu ok! Makanlah dengan teratur, pergi shopping saat senggang." Ujar Anandya. Jesselyn memutar bola matanya jengah namun tetap menghargai perhatian Anandya.

"Ok mom. " Jawab Jesselyn patuh. Ingin rasanya Jesselyn menghindari satu kali saja percakapan mereka di pagi hari. Anandya menghubungi putri tunggalnya dua kali sehari layaknya jadwal check up rutin.

"Mom akan mengunjungi uncle mu di istana, kau harus datang ke acara pertunangan Sovia minggu depan Jessie. Ingat baik-baik jadwalnya, atau uncle akan kecewa padamu." Yang di maksud Anandya adalah putri dari pangeran Gustav garis keturunan ketiga kerajaan.

Kabarnya Sovia akan bertunangan dengan pengusaha mapan dari Rusia. Mereka terlibat cinta lokasi di acara amal tahunan untuk korban perang. Itu yang Jesselyn dengar dari cerita sang ibu.

"Aku tidak bisa janji mom, tapi aku usahakan. Tugas kampusku semakin banyak apa lagi aku harus magang." Ujar Jesselyn. Terdengar helaan nafas di sebrang sana.

"Baiklah, mommy harap kamu hadir. Sudah dulu kami harus berangkat sekarang. Love you Jessie. " Pamit Anandya menutup sambungan.

Setelah sarapan dan mempercantik penampilannya, Jesselyn bersiap untuk pergi ke kampus. Hari ini Jesselyn menerima surat rekomendasi untuk magang di salah satu perusahaan.

Jesselyn masih sering berhubungan dengan Versace. Wanita itu sudah menikah dan tinggal di Norwegia. Mungkin sudah saatnya Jesselyn mengunjungi keponakan kecilnya jika pulang ke rumah nanti.

"Hai Jessie,,, " Sapa salah satu mahasiswa, Jessie hanya membalas dengan senyum tipis.

Di Universitas Jessie menjadi sangat populer. Bukan hanya karena paras, melainkan sikap lembut dan pendiam, prestasi dan kisah hidup penuh misteri. Tidak ada yang tahu bahwa dirinya merupakan bagian keluarga kerajaan salah satu negara di Eropa. Orang mengenalnya sebagai foreign berasal dari India.

Jesselyn meneruskan kuliahnya di London School of business and finance. Dan ia berada di tahap akhir sebelum wisuda. Hanya perlu menyelesaikan sesi magang untuk mengisi tesis. Usianya kini menginjak dua puluh empat. Kejadian empat tahun lalu tidak menjadikan Jesselyn pribadi penakut. Bahkan dirinya selalu berlatih bela diri dan menembak sebagai bentuk perlindungan.

Satu tahun sudah Jesselyn mengantungi surat izin kepemilikan senjata api atas rekomendasi kerajaan. Uncle Gustav bahkan membelanya di hadapan daddy dan mommy.

Urusan administrasi Jesselyn selesaikan, ia bergegas pergi menuju tempat magangnya. Mengendarai Bentley flying spur hybrid hitamnya, Jesselyn membelah jalanan kota London dengan perasaan antusias. Ia tak sabar bisa bekerja di perusahaan besar milik pengusaha asal Prancis.

"Selamat siang, aku Jesselyn Carl peserta magang dari LSBF. Dimana aku bisa menemui HRD? " Tanya Jesselyn ramah dan sopan.

Petugas penerima tamu tampak terpaku menatap kecantikan Jesselyn. Meski hanya mengenakan Camisol putih berbalut blazer dan rok span berwarna hitam, Jesselyn tampak anggun layaknya bangsawan.

"Silahkan naik ke lantai tiga nona, ruangannya berada di Koridor sebelah kanan. " Kata petugas memberi petunjuk.

"Baik, Terima kasih nona. " Ucap Jesselyn seraya tersenyum simpul.

Sementara itu para staf di buat heboh oleh kehadiran keponakan pemilik perusahaan. Kabar burung mengatakan dia datang untuk bersenang-senang di saat suasana hatinya kacau-balau.

Wajahnya tetap baby face meski menginjak usia dua puluh tujuh. Kadang sang bibi begitu kerepotan menghadapinya. Bagaimana tidak, banyak rekan bisnis maupun kolega memintanya menjodohkan putri mereka dengan keponakan tampannya.

"Dy, liftnya! " Teriakan sang sahabat mengingatkan mereka untuk segera mengejar pintu yang hampir tertutup.

Berlari cepat merupakan keahliannya, pria bertubuh tinggi dan punggung lebar itu berhasil masuk ke dalam lift. Sementara sahabatnya harus rela tertinggal.

Jesselyn mengerutkan keningnya mendengar suara berisik di sebelah. Setelah terdiam sejenak, Jesselyn mengangkat bahu acuh, ia menekan tombol lantai tujuan.

"Selamat pagi nyonya. " Sapa Jesselyn santun, kepala bagian SDM menerima jabatan tangannya. Mempersilahkan Jesselyn duduk.

"Selamat datang di OCompany nona Jesselyn, kami merasa terhormat menerima anda sebagai staf magang di perusahaan." Dari caranya berbicara, Jesselyn menebak pihak kampus membocorkan identitas rahasianya.

"Terima kasih, mohon bimbingannya nyonya." Balas Jesselyn merendah. Bukan karena background keluarga Jesselyn dirinya memuji. Melainkan prestasi akademik Jesselynlah yang menjadi acuan.

"Baik, aku akan mengantar nona ke ruang kerja anda. Mari. " Ajaknya, Jesselyn mengangguk kemudian mengekor di belakang wanita bertubuh tambun bernama Debora.

Mereka masuk kembali ke dalam lift menuju lantai sepuluh dimana ruangan para staf berada.

"Nona, anda bertugas di bagian keuangan. Para senior akan memberi arahan bagaimana cara kerjanya. " Miss Debora menunjuk kursi milik Jesselyn di salah satu cubicle, di lengkapi macbook untuk keperluan pekerjaan.

"Terima kasih nyonya. " Ucap Jesselyn. Jesselyn memperhatikan sekeliling dimana para staf senior tengah fokus bekerja.

"Anda bisa memulainya besok nona, namun jika anda ingin melihat-lihat kantor kami tak masalah. " Ujar Nyonya Deborah yang mengerti tujuan Jesselyn magang, menyelesaikan tugas akhir yaitu membuat tesis.

"Tentu nyonya, sekali lagi terimakasih kasih." Jesselyn mulai duduk di kursinya setelah Deborah meninggalkan ruangan itu.

"Hey, anak magang... " Seseorang memanggil Jesselyn, merasa hanya ada dirinya yang bergelar anak magang Jesselyn lantas mendongak ke arah depan.

"Ya, ada yang bisa ku bantu? " Tanyanya antusias.

"Banyak, tolong kau antarkan laporan keuangan mingguan ke kantor sekretaris pimpinan. " Dengan ragu Jesselyn msnerima beberapa map.

"Aku belum tahu dimana letaknya,,, " Keluh Jesselyn menunggu informasi.

"Naik saja ke lantai sebelas, kau akan menemukan meja sekretaris tepat di sebelah lift. " Tukasnya menjelaskan. Jesselyn paham, ia segera pergi ke tempat tujuan.

Ini tugas pertamanya, dan Jesselyn tidak boleh gagal dalam melaksanakan pekerjaan sederhana itu. Sayangnya Jesselyn harus di hadapkan oleh situasi tak terduga saat tiba di sana nanti.

"Permisi nona, aku mengantar laporan mingguan dari bagian keuangan. " Menghampiri meja salah satu sekretaris pimpinan, Jesselyn menyodorkan map tersebut.

"Kau anak magang bukan? " Tanyanya memastikan, Jesselyn mengangguk seraya tersenyum.

"Kami semua sedang sibuk, kau bisa masuk dan memberikannya langsung pada pimpinan. " Wanita berkulit eksotik di hadapan Jesselyn menunjuk ke arah pintu.

Jesselyn mengikuti perintah yang ia berikan. Meski gugup Jesselyn berusaha tetap tenang. Mengetuk pintu, menunggu izin dari orang yang berada di dalam untuknya masuk.

"Masuk! " Perintahnya.

Alis Jesselyn saling bertaut mendengar suara wanita. Jesselyn pikir dia akan bertemu dengan CEO muda.

Ketika melangkahkan kakinya masuk, Jesselyn melihat ada wanita awet muda di umurnya tak lagi muda duduk di kursi kebesaran. Di sofa ada seorang pria menatap ke arahnya, mungkin usia mereka tidak begitu jauh.

"Maaf nyonya, aku membawa laporan keuangan mingguan. " Berdiri tegap, Jesselyn harus menunggu aba-aba untuk mendekat.

"Kemarilah, aku tahu kau anak magang." Pintanya pada Jesselyn untuk menghampiri mejanya. Jesselyn membaca sekilas papan nama akrilik bertuliskan 'Alya Christian'. Artinya nyonya Alya adalah istri dari pemilik perusahaan.

"Ini nyonya. " Jesselyn memiliki gerak tubuh elegan sejak dulu, dan itu berhasil membuat Alya takjub.

"Terima kasih. " Ucap Alya. Jesselyn mengangguk tersenyum simpul. Paras istri presdir begitu mengagumkan pikir Jesselyn.

"Kalau begitu saya permisi nyonya. " Pamit Jesselyn undur diri. Belum sempat ia berbalik Alya menghentikannya.

"Tunggu, siapa namamu nona? " Entah sihir apa yang Jesselyn pancarkan hingga Alya begitu terpukau, ingin tahu banyak tentang gadis itu.

"Jesselyn nyonya, anda bisa memanggilku Jessie. " Jawab Jesselyn, tutur katanya selalu lembut memanjakan siapa saja yang menjadi lawan bicaranya.

"Tidak kah kau mau menunggu sebentar Jessie? Keponakan ku sedang mengambil barang di mobil, aku ingin mengenalkannya padamu. " To the point, Alya yakin keponakan menyebalkannya akan jatuh hati pada Jesselyn.

Jesselyn dan pria yang duduk di sofa sama-sama memandang Alya bingung. Namun sejurus kemudian Jesselyn segera sadar.

"Ah maaf nyonya, ini hari pertamaku bekerja. Aku tidak bisa merusak kepercayaan senior ku, mereka terlihat sibuk dan aku ingin sedikit membantu." Tolak Jesselyn secara halus. Alya bukan tersinggung, justru dia tersenyum mengerti.

"Baiklah, kau boleh kembali. Mungkin lain kesempatan saja, ok? " Todong Alya. Jesselyn hanya tersenyum menanggapinya.

"Aku permisi nyonya. " Dan Jesselyn benar-benar pergi dari ruang kerja Alya.

ketika Jesselyn masuk ke dalam lift, seorang pria tampan dengan senyum manis baru saja keluar di sebelahnya. langkah tegapnya menggema mengisi koridor sunyi di jam kerja.

ceklek...

Tangannya mendorong handle pintu, dia yang memiliki mata sedikit sipit semakin memicing mengamati raut sang bibi.

"auntie Al, apa ada tender besar yang kau dapatkan? wajahmu berseri-seri sekali." Mendekati sahabatnya yang fokus mempelajari berkas, dia mendaratkan bokongnya di sofa sebrang.

"aku menemukan yang cocok untuk mu Dy, dia bagaikan berlian yang tertimbun ratusan tahun. " Nada suara Alya terdengar antusias, dan Lim Dylan paham maksud dari ucapan bibinya.

"oh come on auntie, bisakah kau berhenti? aku sedang tidak berminat ok! " jika biasanya Alya hanya menggoda Dylan saat para gadis mengantre untuk mendapatkannya, kali ini bibinya malah mendorong Dylan untuk mencoba.

"Tanya saja pada temanmu! dia bahkan tidak berkedip sejak gadis itu masuk. " seloroh Alya.

Dylan menatap tajam ke arah depan, sangsi akan pernyataan Alya. "bibimu benar Dy, dia wow sekali. " Ungkapnya.

"Auntie Al, Jay itu buta terhadap apapun soal wanita. dia menganggap semua wanita cantik, karena Jay tidak bisa jatuh cinta sejak kejadian itu. aku meragukan penilaiannya kali ini." Sanggah Dylan.

"Hey dude, bukankah kau lebih parah dariku?" serang Jay tak Terima. Dylan mendengus kesal kala sang sahabat mulai menyinggung masalah pribadinya di depan keluarganya.

Alya hanya mampu menggelengkan kepalanya pusing melihat perdebatan itu. sementara Dylan beranjak untuk menghampiri bibinya.

"aku pulang, mommy sudah menunggu di apartemen ku." Mengecup pipi kiri Alya, Dylan membiarkan Jay menetap untuk mengurus sisa pekerjaannya.

Jesselyn Carl

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!