Malam itu, Bram baru saja pulang dari kantor, sang ibu menyambut kedatangan sang anak dengan senyuman.
"Assalamualaikum, Bu!" sapa Bramantyo, anak satu-satunya dari bu Narsih. Pria itu mencium tangannya kepada bu Narsih, sang ibu yang sangat ia sayangi.
"Waalaikum salam, Bram! Bagaimana keadaan kantor, Nak? Semua baik-baik saja, kan?" balas bu Narsih sembari tersenyum.
Bram pun menceritakan kondisi pekerjaan nya yang saat ini sedang mengalami peningkatan, bu Narsih pun sangat bahagia mendengarnya. Hingga akhirnya, seorang wanita yang berpenampilan menarik datang masuk ke dalam rumah, dan wanita itu tak lain adalah Marissa, istri Bramantyo.
Bu Narsih yang baru saja mengetahui kedatangan sang menantu, ia pun juga bahagia melihat Marissa pulang dari kantor, sudah menjadi kebiasaan jika Bram pulang lebih dulu daripada istrinya, karena Marissa juga merupakan wanita karir, dan bu Narsih sangat menyayangi menantunya itu.
Marissa mencium tangan suaminya kemudian dilanjut dengan mencium tangan sang ibu mertua.
"Marissa! Bagaimana pekerjaan mu, Nak? Apa semua baik-baik saja?" tanya sang ibu mertua dengan tersenyum. Namun, apa yang dilakukan oleh bu Narsih sepertinya tidak mendapatkan respon baik dari sang menantu.
"Ya baiklah, Bu! Kalau tidak baik mana mungkin kita bisa membeli rumah, mobil, dan tentunya untuk menampung kebutuhan ibu di rumah ini," sahut Marissa dengan ketus, Bram yang melihat sikap istrinya yang kurang sopan kepada sang ibu, ia pun tampak marah kepadanya. Bram memarahi Marissa sehingga membuat mereka bertengkar, bu Narsih yang melihat itu tampak melerai keduanya. Marissa tampak pergi ke kamarnya karena kesal sang suami justru membela ibunya.
"Sudah-sudah, Bram! Ibu nggak apa-apa kok, mungkin istrimu sedang kecapekan, wajarlah dia bersikap seperti itu, kamu yang sabar, ya! Ibu tidak ingin melihat kalian bertengkar," ucap bu Narsih menenangkan sang anak. Bram pun akhirnya bisa mengendalikan emosinya, kemudian Bram mengajak sang ibu untuk duduk bersama dirinya.
"Terima kasih Ibu bisa mengerti dengan sifat Marissa yang keras kepala, maafkan anakmu ini yang belum bisa membahagiakan ibu, tapi Alhamdulillah hari ini Bram mendapatkan bonus, dan Bram ingin ibu pegang uang ini untuk keperluan ibu, ya! Ibu jangan khawatir Bram sudah menyisihkan uang untuk Rissa," seru Bram sembari memberikan uang sebesar lima juta kepada ibunya. Bu Narsih pun merasa tidak enak jika ia menerima uang itu, pasti sang menantu tidak akan setuju. Bu Narsih pun menolak pemberian anaknya dengan alasan terlalu banyak.
"Jangan, Bram! Ini terlalu banyak, kamu berikan pada istrimu saja, dia lebih membutuhkan dari ibu, ibu sudah cukup senang bisa melihat kalian rukun dan bahagia," balas sang ibu sembari memberikan uang itu lagi kepada anaknya. Tapi Bram tetap memaksa untuk memberikan uang itu kepada sang ibunda.
"Tidak, Bu! Ibu harus menerimanya, uang ini belum seberapa dibandingkan dengan pengorbanan ibu membesarkan Bram, kalaupun ada emas permata yang ada di depan mata, itupun tidak cukup untuk membayar air susu yang sudah ibu berikan kepada anakmu ini. Jadi, Bram mohon agar ibu menerimanya, jika tidak Bram akan merasa sangat berdosa, Bram mohon Bu terimalah, saya iklhas!" Bram terus memaksa ibunya untuk menerima uang itu. Dan bu Narsih pun tidak bisa berbuat apa-apa, Ia pun menerima uang itu dengan haru, ternyata sang anak sangat berbakti kepadanya.
"Terima kasih, Nak! Semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan dalam rumah tanggamu," ucap sang Ibu yang diamini oleh Bram. Namun, tiba-tiba saja Marissa datang dan melihat uang yang dipegang oleh sang ibu mertua, tanpa basa-basi Marissa pun mengajak sang suami untuk berbicara di dalam kamar.
"Mas! Ayo ikut!" titah Marissa dengan wajah kesal. Bram pun mengikuti isterinya dan meminta izin kepada sang ibu untuk masuk ke dalam kamar. Bu Narsih pun menganggukkan kepalanya.
Sesampainya di dalam kamar, Marissa memprotes tindakan sang suami yang memberikan uang tanpa persetujuan darinya dan Marissa tidak suka jika ada ibu mertuanya di rumahnya, karena sejak kedatangan ibu mertuanya, semua kebutuhan meningkat seolah-olah kehadiran sang mertua adalah beban bagi Marissa, padahal bu Narsih justru sering membantu Marissa untuk bersih-bersih rumah dan memasak, sejak kedatangan bu Narsih, pekerjaan Marissa sedikit ringan tanpa harus repot-repot untuk masak demi sang suami.
"Mas! Kamu kok nggak izin aku dulu sih kalau mau beri uang ibu sebanyak itu? Kamu tuh pemborosan banget tahu nggak sih, Mas? Kamu lihat aku, aku kerja keras banting tulang untuk membantu kamu dalam membiayai hidup kita, tapi kamu justru menghambur-hamburkan uang untuk ibu, maksud kamu tuh apa sih, heran!" ketus Marissa.
"Marissa! Bukankah aku sudah memberikan uang sendiri untukmu, jadi kamu tidak perlu takut jika aku pilih kasih, aku tahu kewajibanku sebagai seorang suami, dan kamu juga harus tahu dong kewajibanku sebagai seorang anak, ibu masih membutuhkan aku, Ris! Dan aku mohon sama kamu supaya bisa mengerti, ibu tidak akan menyusahkan kita kok," Bram mencoba meyakinkan istrinya agar bisa mengerti kewajiban nya sebagai seorang anak.
Tapi rupanya, Marissa tidak mau mengerti, karena merasa tidak dihargai sebagai seorang istri, Marissa pun emosi dan akhirnya malam itu pasangan suami istri itu bertengkar hebat, sampai-sampai Marissa memutuskan keluarga dari rumah mereka.
"Rissa, kamu mau kemana, Nak?" tanya sang mertua yang melihat sang menantu keluar dari kamar dengan membawa tas besar. Marissa berhenti dan menatap wajah sang mertua yang membuatnya sebal.
"Ini semua gara-gara Ibu tahu, nggak? Ibu di rumah ini menyusahkan saja, lebih baik saya pergi daripada makan hati terus berada di rumah ini." Setelah mengatakan hal itu Rissa segera keluar dari rumah. Bu Narsih pun berusaha untuk meyakinkan sang menantu agar tidak pergi meninggalkan rumah, tapi nihil Rissa tetap bersikukuh untuk pergi dari rumah dan pulang ke rumah orang tuanya.
"Bram! Cepat susul istrimu! Ibu tidak ingin melihat menantu ibu pergi, susul Bram!!" rengek bu Narsih kepada putranya. Namun, Bram rupanya sudah sangat kesal dengan sikap istrinya.
"Biarlah, Bu! Biarkan dia pergi untuk menenangkan dirinya, mungkin itu lebih baik untuk Rissa," balas Bram yang sudah lelah dengan sikap istrinya yang selalu merasa tidak puas dan merasa tidak mendapatkan keadilan darinya.
...BERSAMBUNG...
Marissa benar-benar pulang ke rumah orang tuanya, sang ibu pun terkejut melihat kedatangan sang anak, "Marissa! Ada apa, Nak? Kenapa kamu pulang? Apa ada masalah dengan suamimu?" tanya sang Mama.
"Marissa sebel, Ma! Mas Bram selalu saja membela ibunya, apalagi Marissa tahu jika Mas Bram memberikan uang lebih kepada Ibu, kesel tahu nggak sih, Ma! Marissa udah capek-capek kerja bantuin Mas Bram, tapi apa? Mas Bram justru memberi uang lebih untuk Ibu, seharusnya uang itu Marissa yang pegang semuanya," ungkap Marissa kesal, sang ibu pun berusaha untuk menenangkan putrinya.
"Marissa! Ibu mengerti perasaanmu, tapi menurut ibu tidak ada salahnya Bram memberikan uang kepada ibunya selama kamu tetap menjadi prioritas utama Bram, apa salahnya seorang anak membalas jasa ibunya yang sudah melahirkan dan juga membesarkan Bram, kamu tidak usah cemburu seperti itu, itu tandanya Bram adalah anak yang berbakti kepada ibunya, dan kamu sebagai seorang istri seharusnya mendukung suamimu untuk lebih berbakti kepada ibunya, bukan malah marah-marah seperti ini, Nak!" ungkap sang Mama.
Nyatanya apa yang disampaikan oleh sang Mama tetap membuat Marissa tidak puas.
"Kok Mama malah belain Mas Bram sih, harusnya Mama belain anak Mama dong! Apa Mama tidak suka dengan kepulangan Marissa, ya udah kalau begitu Marissa pergi saja," sahut Marissa yang masih keras kepala.
"Eh ... kamu mau kemana? Mama tidak bermaksud seperti itu, Mama cuma tidak ingin kamu berburuk sangka kepada suamimu, harusnya kamu bersyukur loh punya suami seperti Nak Bram dan Mama rasa Bu Farida juga sangat sayang kok sama kamu," ucap sang Mama.
Bagaimana pun sang Mama berusaha untuk meyakinkan putrinya, nyatanya Marissa tetap pada pendiriannya dan tak ingin pulang ke rumah suaminya.
Kini, Marissa harus pisah ranjang dengan sang suami, dan berharap suaminya bisa menuruti permintaannya untuk membawa kembali ibu mertuanya ke kampung halaman.
Hari-hari Marissa pun kini tanpa ada sang suami, meskipun ia sangat mencintai suaminya, Marissa tetap gengsi untuk pulang ke rumah sebelum Bram menjemputnya. Suatu ketika, saat Marissa sedang berjalan di trotoar sembari menunggu taksi datang, tiba-tiba saja ia menemukan sebuah buku yang memiliki cover yang sangat menarik, karena penasaran, Marissa mengambil buku itu dan Ia pun duduk di sebuah bangku orang yang ada di sekitar jalanan itu.
"Derita Menantu Cacat!!" sebuah judul yang tertera pada buku yang baru saja Marissa temukan, karena semakin penasaran, Marissa pun membuka buku itu dan mulai membacanya. Tiba-tiba saja setelah beberapa lama ia membaca cerita dalam novel itu, tiba-tiba saja Marissa merasa jika ada seseorang yang seolah-olah sedang menarik kedua tangannya untuk ikut pergi ke suatu tempat, Marissa menjerit saat tubuhnya sedang terbang melayang entah kemana, yang ia lihat hanyalah cahaya putih yang membuat matanya sangat silau.
Setelah beberapa saat, Marissa terbangun dan ia sangat terkejut dengan nafas yang tersengal-sengal, kepalanya basah oleh air yang disiramkan pada kepalanya. Dan Marissa mendengar suara seorang wanita yang sedang berbicara dengannya dengan nada yang sangat ketus.
"Bangun, Ima! Ayo bangun pemalas! Kamu tahu ini sudah jam berapa, ha!? Dasar menantu tidak berguna!!" umpat seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri dengan berkacak pinggang kepada seorang wanita yang masih berada di atas kasur.
Marissa menatap wajah wanita itu dengan sangat marah. Karena tak terima jika dirinya disiram dengan air, Marissa pun berusaha untuk bangun dan memaki wanita itu, tapi apalah daya Marissa tidak kuat bergerak, kakinya terasa berat sebelah, alhasil ia pun seperti kesakitan saat ingin datang melawan wanita itu.
Tentu saja wanita yang biasa dipanggil bu Semanggi itu tertawa sembari mengejek Marissa.
"Hei Delima! Tidak usah banyak tingkah kamu di rumah ini, di rumah ini aku yang berkuasa, kamu hanya mantu yang membawa kesialan, bagiku kamu tetap wanita cacat yang tidak berguna, meskipun anakku mencintaimu, jangan berharap aku mengakui mu sebagai menantuku, camkan itu! Dan sekarang lekas bangun, masak yang enak-enak untuk kami, aku tidak mau anakku terlambat datang ke sawah," mendengar ucapan dari wanita yang mengaku bernama Semanggi itu, Marissa pun baru sadar jika dirinya tidak berada di dunia nyata, ia memperhatikan dirinya yang terlihat lusuh dan Ia pun meraba wajahnya sembari berkaca di depan cermin.
"Astaga! Kenapa aku berubah menjadi seperti ini? Apakah aku berada di dalam tubuh Delima?" Marissa bermonolog sendiri sembari memperhatikan dirinya di depan cermin.
...BERSAMBUNG...
Marissa pun mulai sadar jika dirinya sedang berada dalam tubuh Delima, rupanya ia berubah menjadi sosok wanita miskin, jelek dan tentu saja memiliki cacat fisik yaitu salah satu kakinya panjang sebelah, sehingga membuat Delima susah untuk berjalan seperti orang normal, Delima terpaksa berjalan dengan satu kaki yang menjinjit.
"Oh ya ampun! Bagaimana bisa aku berada dalam tubuh ini, tubuh Delima yang cacat?" Marissa bermonolog sendiri, kini Marissa adalah Delima, ia masih membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya, sesekali Marissa melihat kondisi sekitarnya, kamar yang ia tempati jauh dari kata layak, atap-atapnya yang banyak berlubang dan kasurnya yang terlihat lusuh, apalagi kasur dan tempat tidur yang basah karena terkena siraman air dari mertuanya.
Tak berselang lama, terdengar suara bentakan dari luar yang cukup membuat Delima menutup telinganya.
"Delima ...!!!! Kamu dengar nggak sih perintahku tadi, cepat masak bodoohhhh!!"
"Sialan! Kenapa sih wanita itu selalu teriak-teriak, menyebalkan!" umpat Delima. Ia pun segera keluar dari kamar dengan terpincang-pincang dan menghampiri ibu mertuanya.
"Ada apa ibu memanggil saya?" tanya Delima yang masih memiliki karakter Marissa yang selalu bisa melawan ucapan ibu mertuanya.
Mendengar ucapan dari sang menantu, bu Semanggi terlihat marah dan menghampiri sang menantu sambil menarik rambutnya ke belakang.
"Hei, Ima! Kamu berani berbicara seperti itu dengan aku? Aku ini ibu mertuamu, seharusnya kamu menghormati ku!" seru bu Semanggi yang tak terima Delima berbicara seperti itu. Delima pun menjawabnya, "Apa? Menghormati ibu? Lebih baik saya menghormati bendera merah putih daripada saya harus menghormati ibu mertua sepertimu," balas Delima yang sangat membuat sang mertua terkejut. Bagaimana bisa Delima berani berkata seperti itu pada dirinya. Padahal selama ini Delima adalah menantu yang penurut, Ia pun semakin menarik rambut Delima sehingga membuat gadis itu sangat kesakitan.
"Awwww lepaskan bu! Sakit tahu, Sumpah ya nih ibu-ibu minta di tabok pakai sapu, awwww sakit Bu!!" rengekan Delima rupanya semakin membuat bu Semanggi marah, ia pun hendak menampar mulut menantunya, tapi tiba-tiba saja anaknya datang.
Anwar, adalah anak dari bu Semanggi yang tak lain adalah suami Delima.
"Ada apa ini? Delima, kenapa rambutmu basah seperti itu?" tanya Anwar yang baru saja pulang dari kerja shift malam.
"Itu Mas! Ibu kamu sudah menyiram kepalaku seperti ini, dia memaksaku untuk bangun, tapi aku tidak suka cara ibumu membangunkan aku, bilang sama dia, Mas! Aku tidak suka diperlakukan seperti itu," rengek Delima yang justru membuat Anwar tertawa. Bu Semanggi pun tampak tersenyum bangga karena anaknya sudah pasti lebih mendengarkan dirinya daripada menantunya.
"Ya ampun Ima! Ya bukan salah ibu juga dong kamu sampai disiram seperti ini, pasti kamunya saja memang bangun kesiangan, pasti ibu akan melakukan hal itu," seru Anwar yang tidak disangka justru membela ibunya bukan dirinya.
"Mas! Aku ini Istrimu, bukan pelayan di rumah ini ...."
"Cukup!!" sebuah kata yang keluar dari mulut bu Semanggi, seketika Delima diam dan melihat wajah mertuanya yang terlihat sangat kesal.
"Anwar! Kamu mandi saja, Nak! Biar Ibumu ini yang menasehati istrimu. Oke!" seru bu Semanggi kepada putranya dengan manis. Anwar pun menurut begitu saja tanpa perduli keadaan Delima.
"Dengar ya, Ima? Jangan pernah berharap Anwar akan menuruti kata-katamu, dia adalah anakku, dan dia akan lebih menurut ucapan ibunya daripada kamu, gadis cacat dan tak berguna! Jadi, kamu tidak usah macam-macam di rumah ini, sebaiknya kamu menurut saja apa perkataanku," seru bu Semanggi yang tepat di depan wajah Delima.
Tampak dua orang wanita yang merupakan adik Anwar dan kakak ipar Anwar terlihat tersenyum melihat Delima yang sedang dimarahi oleh ibu mereka.
Manggis dan Cempaka adalah dia wanita yang selalu membantu bu Semanggi untuk mengerjai Delima. Mulai hari itu kehidupan baru Marissa sebagai Delima, menantu yang tertindas akan dimulai.
...BERSAMBUNG....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!