NovelToon NovelToon

Menikahi Tuan Muda Lumpuh

Bab 1 : Dia Akhirnya Datang, Tapi...

"Haruka, dengarkan Ayah. Kamu harus menikah, tidak ada penolakan!"

Haruka mengepalkan kedua tangannya, mendesah, menatap tajam ke arah gadis kurus yang memegang lengan pria tua itu dengan gelisah.

"Soma Haruka, di mana sopan santunmu? Beginikah sikapmu kepada ayahmu?!" Soma Kenta teramat geram, tanpa sadar telah mencengkram kerah kemeja Haruka.

"Sopan santun? Untuk seorang ayah yang mencampakkan putrinya sendiri demi gundik dan anak haramnya, Ayah bilang apa tadi!? Sopan santun!?"

Soma Kenta terdiam seribu bahasa, dia terkejut, tidak menyangka tatapan buas dan haus darah itu dipancarkan oleh putri yang ia sisihkan ke distrik kumuh. Kenta berpikir kalau Haruka akan berakhir menjadi wanita penurut dan penakut karena lingkungan sekitarnya keras, Kenta tidak menyangka kalau Haruka bisa beradaptasi.

"Ka-kamu ..."

Soma Kenta tergagap, secara alami melemaskan cengkramannya.

"Kakak, bagaimana bisa kamu berkata kasar seperti itu kepada ayah!?" Gadis yang menggelayuti lengan Kenta angkat bicara.

Gadis itu adalah saudari tiri Haruka, Soma Hanah, dua tahun lebih muda. Nada bicara gadis itu yang dibuat-buat agar menggemaskan membuat gendang telinga Haru menjadi panas, ingin rasanya melemparkan bunga beserta dengan potnya ke rambut pirang Hana yang tidak murni, terlebih Soma Hanah adalah penyebab semua ini bisa terjadi.

Haruka masih mengingatnya dengan jelas, meskipun saat itu dia baru berusia lima tahun, kenangan itu tak terlupakan, terlalu buruk hingga kerap muncul di dalam mimpi.

Soma Kenta berselingkuh saat ibu Haruka mulai jatuh sakit-sakitan.

Hal yang paling membuat ibunya sakit hati adalah penampakan terakhir suaminya yang ia lihat adalah sosok Soma Kenta yang tengah menggandeng gundik dan putri haramnya dalam tawa bahagia.

Pada akhirnya ibu Haruka wafat akibat stres dan depresi yang merangsang penyakit-penyakit di dalam tubuhnya.

"Istri yang menemanimu di masa susah engkau cabik-cabik hatinya sampai tutup usia. Putri kandung yang baru berusia lima tahun engkau singkirkan ke distrik kumuh bersama dengan ibu mertua yang dulu dengan senang hati memberimu hartanya yang tersisa untuk modal usaha. Lalu sekarang?!"

Haruka meledak, seorang gadis yang dulu merampas keluarganya kini datang dengan permintaan tidak masuk akal. Tunangan Soma Hanah mengalami kecelakaan mobil yang membuat kakinya lumpuh dan ia tergeser dari kursi ahli waris keluarga besar Yon.

Calon menantu keluarga Soma yang luar biasa tiba-tiba menjadi lumpuh tak berguna. Tidak mungkin Soma Kenta yang sangat menyayangi putri haram itu tega melihatnya menderita. Namun, tidak mungkin juga baginya untuk menyinggung keluarga besar Yon yang berkuasa.

Karena itu mereka datang ke tempat kumuh yang membuat jijik ini untuk membawa pulang Soma Haruka, sebagai tumbal bagi perjanjian lama antara kedua keluarga.

"******! Siapa yang mengajarkanmu bicara seperti itu padaku!?"

Soma Kenta naik pitam, tanpa berpikir ia mengangkat tangannya hendak menampar Haruka. Namun, tangannya terhenti di tengah jalan. Soma Haruka mencengkram tangannya.

Soma Kenta berusaha untuk menepisnya, tapi tenaga Haruka lebih besar dari yang terlihat, padahal dia hanya seorang gadis muda.

"Pak, apakah bapak tahu kalau distrik kumuh memiliki hukum mereka sendiri? Apakah sekarang bapak ingin kita berdiskusi seperti orang-orang dari distrik terbuang lakukan?"

"Hentikan Haruka!" Sarah Lan, ibu tiri Haruka, masuk ke dalam apartemen. Penampilannya yang glamor tidak cocok dengan tempatnya memijak, laksana cincin permata yang ditaruh di apartemen tua dengan dinding yang retak.

Sarah Lan tidak ingin berlama-lama di sini, bahkan untuk sekedar masuk pun, ia awalnya enggan. Namun, situasi menjadi tak terkendali dan jika tidak dihentikan hanya akan berlarut-larut, itu sebabnya ia bertindak, meski harus membuang sepatunya setelah ini.

"Soma Haruka, bagaimana bisa kamu menyakiti ayahmu? Dia tidak bisa melihatmu selama bertahun-tahun karena kesibukannya, dia benar-benar merindukanmu. Saat malam ayahmu sering berbisik di telingaku, betapa khawatirnya ia denganmu. Haruka, kamu tidak bisa begitu saja menelan omongan nenekmu dan salah paham dengan ayahmu."

Haruka merasa jijik mendengar muslihat dusta Sarah Lan. Ada banyak umpatan yang ingin mulutnya keluarkan, tetapi tangannya bergerak terlebih dahulu. Satu tamparan mendarat di pipi Sarah Lan, suara benturan yang memuaskan menciptakan keheningan singkat di antara mereka.

"Sarah Lan, jangan menampakkan hidungmu di depanku. Apa kamu pikir aku bodoh? Mana mungkin aku akan percaya dengan omong kosong di luar nalar seperti itu. Orang asing sepertimu harusnya tutup mulut saja, kalau bertingkah congormu itu bisa aku cabut."

Sarah Lan menggigit bibir menahan benci; Haruka tersenyum lebar melihatnya.

"Kakak, bagaimana bisa kamu melakukan ini?" Soma Hanah melebarkan matanya tidak percaya, ia berpindah, memeluk Sarah Lan menenangkannya. "Ibu dan ayah adalah orang tua kita, bahkan jika Kakak punya alasan, melakukan kekerasan tidak dapat dibenarkan!"

"Benar, teruslah berpura-pura baik. Tidak cukup menjadi anak haram, sekarang kamu juga menjadi munafik? Soma Hanah, apa yang aku katakan pada ibumu juga berlaku kepadamu, tutup mulutmu!"

Wajah Hanah merah padam, alisnya hampir menyatu. Gara-gara stigma buruk yang ibunya punya sebagai istri simpanan, Hanah pun mewarisi stigma negatif yang membuatnya dipandang rendah oleh orang lain. Hanah sudah menjilat ke sana sini dan bermain peran sebagai gadis polos yang baik hati, tapi tetap mustahil untuk menghapus julukan sial 'Anak Haram' itu.

Sama halnya dengan Hanah, Sarah Lan pun memendam amarah. Jika saja bukan karena mereka sangat membutuhkan Haruka saat ini, Sarah pasti sudah membalas apa yang Haruka lakukan berkali-kali lipat dari tamparan di wajah.

Soma Kenta juga hanya bisa menahan kebenciannya, Kenta tidak menyukai cara Haruka memamerkan taringnya hanya karena posisinya cukup menguntungkan di sini. "Lihatlah kelakuanmu ini, kamu sama sekali tidak terlihat seperti seorang Soma, tidak terlihat seperti putriku!"

"Pak, aku juga tidak ingin punya ayah seperti bapak."

Suara dingin Haruka membuat semua orang bergidik merinding, senyum palsu yang ia lemparkan sudah cukup untuk mewakili betapa besar dendam yang ia pikul di punggungnya. Haruka bukan gadis yang bisa dibujuk oleh kata-kata.

"En-entah apapun, aku tetap ayahmu. Kamu harus mematuhi kata-kataku. Lagipula kamu sudah tidak lagi bersekolah, kemasi barangmu, kamu akan menikah dalam dua hari!"

Suasana menjadi bisu tanpa suara, Haruka hanya diam; menatap kosong ke luar jendela.

Situasi dingin itu membuat Kenta tidak sabaran, dia berpikir untuk mengakhirinya untuk saat ini, kemudian memikirkan cara agar Haruka mau menikahi Daniel Yon yang lumpuh itu setelah pulang. Cara terbaik yang terpikir dalam kepalanya adalah dengan mengancam Hanah menggunakan neneknya.

"Haru— "Baiklah," potong Haruka.

"Apa katamu?" Soma Kenta, Hanah, dan Sarah Lan, ketiganya terkejut. Mereka pikir perjalanan mereka ke sini menjadi sia-sia, terlebih sejak awal Haruka menunjukkan penolakan yang agresif tanpa celah. Namun, sekarang dia malah menerimanya begitu saja.

Soma Hanah memutar kepalanya, mencoba untuk mengerti, tetapi sekeras apapun ia memikirkannya, tidak ada untungnya menikahi orang lumpuh itu.

"Aku akan menikahinya, tetapi tolong penuhi dulu permintaanku."

Bab 2 : Cahayanya Terlihat!

"Aku akan menikahinya, tetapi tolong penuhi permintaanku, aku ingin sebuah rumah di distrik Beta dan selembar kartu dengan satu juta dolar di dalamnya. Kurang dari itu anggap saja kalian tidak pernah datang kemari."

"Dasar anak tidak tahu terimakasih! Kau..."

Soma Kenta ingin memarahi Haruka lagi, tetapi Sarah Lan menghentikannya.

"Sudahlah Sayang. Haruka terbiasa hidup di lingkungan buruk seperti ini, wajar saja jika dia menjadi serakah. Penuhi saja permintaan Haru, aku takut Hanah menjadi sakit jika berlama-lama di tempat ini."

Sarah Lan bermain dengan Kalkulator kecil di kepalanya. Sebuah rumah di distrik Beta tidak terlalu mahal, satu juta dolar pun, hanya sebanding dengan dua atau tiga tas keluaran terbatas.

Sebanyak itu cukup murah untuk menyelesaikan masalah Soma Hanah dan melindungi nama baik kedua keluarga. Namun, Soma Kenta entah mengapa masih merasa tidak rela. Wajah pria itu nampak masam, jika saja Sarah Lan tidak menghentikannya, pasti permintaan Haruka sudah ia tolak.

"Dasar anak nakal, aku akan turuti permintaanmu, tetapi jika kau berkelakuan buruk nanti, kamu harus siap untuk konsekuensinya!"

Haruka merasa perkataan ayahnya itu sangat lucu, setelah belasan tahun ia bertahan di neraka, ayahnya akhirnya datang hanya untuk melontarkan ancaman dan sumpah serapah.

"Aku hanya akan menikah jika permintaanku dipenuhi. Ini sudah larut, cepatlah kalian angkat kaki dari tempat ini, aku tidak ingin nenek melihat wajah kalian dan bermimpi buruk."

Urat leher Kenta muncul lagi, Haruka mengejeknya dan ia ingin membalas. Namun, Sarah Lan menghentikannya lagi. Tujuan mereka sudah tercapai, untuk apa lagi berlama-lama di tempat yang membuat mereka harus membuang pakaian yang mereka kenakan setelah ini. Sarah dan Hanah membujuk Kenta, kemudian mereka pergi tanpa permisi.

"Haru!" Suara wanita tua terdengar dari arah pintu, tidak lama setelah kepergian keluarga Soma. "Apakah ayahmu tadi kemari?" Wanita tua berambut putih bertanya pada Haruka. Daripada marah, wanita tua itu justru memperlihatkan dengan jelas kekhawatirannya.

"Nenek, kenapa hari ini pulang cepat? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Haru, mengalihkan pembicaraan. Namun, neneknya tetap gigih. "Haru, apa yang diingankan laki-laki itu darimu?" tanya sang Nenek lagi.

Hati Haruka teriris melihat butiran air di sudut mata neneknya. Haru menuntun neneknya untuk duduk di sofa, Haru kemudian menceritakan semuanya sambil bersandar di bahu kurus wanita tua yang telah merawatnya selama belasan tahun.

"Apa kamu bodoh!?" tangis sang nenek pecah mendengar apa yang sudah Haruka sepakati dengan ayahnya. "Menikahi laki-laki seperti itu di usiamu yang masih sangat muda... lalu bagaimana dengan masa depanmu? Nenek tidak membutuhkan rumah yang layak atau uang untuk pensiun itu, yang Nenek inginkan hanyalah kebahagiaanmu, Haruka!"

"Lalu, apa nenek ingin aku menemukan laki-laki yang aku sukai kemudian dikhianati seperti ibu? Aku pikir lebih baik begini, dengan menjadi menantu keluarga Yon, orang-orang brengsek itu jadi tidak bisa macam-macam lagi dengan kita." Haruka terus menundukkan wajahnya, meskipun ia tidak gentar dihadapan amarah Soma Kenta, Haruka tidak sanggup melihat wajah sedih sang nenek.

"Meskipun dia lumpuh, dia berasal dari keluarga Yon. Nenek tidak perlu mengkhawatirkan apapun, bahkan jika perceraian terjadi, keluarga Yon pasti memberikan kompensasi, ini pilihan paling menguntungkan."

"Na-namun, bagaimana dengan sifat suamimu? Nenek takut dia seperti ayahmu." Tangan wanita tua itu menggenggam tangan Haruka dengan erat. Hal inilah yang paling dikhawatirkannya, sang nenek tidak ingin Haruka berakhir tragis seperti sang ibu.

"Entahlah, Nek. Setidaknya akan sulit baginya untuk melakukan KDRT dan berselingkuh."

Wanita tua itu kehilangan kata-kata, saat itulah Haruka memeluknya dengan tangis.

Keesokan harinya, keluarga Soma memberikan sertifikat rumah dan uang yang Haruka minta. Kurir yang mengantarpun dititipi pesan ancaman untuk Haruka, kata-kata kasar penuh kesombongan itu jelas berasal dari Soma Kenta.

Soma Haruka dan neneknya pindah ke rumah baru di distrik Beta, dia juga mencari seorang perawat profesional untuk sang nenek. Haruka tinggal menunggu utusan keluarga Yon untuk menjemputnya.

Haruka memanfaatkan waktunya untuk menenangkan sang Nenek. Haru ingin lebih lama menemani neneknya di lingkungan baru, tetapi pernikahannya tinggal sehari lagi dan mobil jemputannya pun sudah sampai. Haru meninggalkan wanita tua itu dengan usaha agar tetap tegar.

Sopir membawanya masuk ke kediaman keluarga Yon, kemudian secara khusus pergi ke tempat tinggal Daniel Yon. Begitu Haru sampai, seorang pelayan langsung mengarahkannya ke kamar Daniel Yon.

Haruka mengambil napas dua kali sebelum mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu. Ekspresi muram para pelayan di dalam rumah itu membuat rasa gugup Haru berlipat ganda. Apalagi ketika menyelidiki tentang Daniel Yon, hanya rumor buruk yang Haru dapatkan.

Tok Tok Tok

Pintu diketuk berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Haruka memegang gagang pintu, mendapati kalau pintu itu tidak terkunci.

"Tuan Yon, kalau Anda tidak menjawab, Saya anggap kalau Anda memperbolehkan Saya untuk masuk."

Masih tidak ada jawaban dari Daniel, meskipun Haruka bisa mendengar aktifitas seseorang di dalam kamar itu.

Mengabaikan tatapan para pelayan, Haruka mendorong pintu kemudian masuk ke dalam. Ruangan itu sangat gelap, padahal langit begitu cerah di luar.

Di tengah ruangan, Haruka mendapati Daniel duduk dikursi rodanya dengan kaki yang tertutup oleh selimut. Haruka memutar kepalanya, mencari letak saklar lampu ruangan itu.

"Pergilah!" Daniel mengusirnya, tetapi Haruka menghiraukan suara serak rendah bagai gumaman itu.

Lampu menyala, Haruka tidak bisa tidak terkejut ketika melihat wujud Daniel yang begitu berbeda dengan gambar yang dipajang di ruang tamu.

Pipi pria itu melengkung mengikuti tulang rahang, seolah meneriakkan bahwa bobot tubuhnya kurang dari empat puluh kilogram. Kulit putih pucat seperti mayat, bau alkohol yang padat, ditambah dengan tatapan mata yang terlihat seperti ikan mati. Haruka menyadari, pria yang ada di hadapannya ini sebenarnya sudah lama mati.

Rambut sebahu berantakan, bibir kering yang menggumamkan kata-kata yang tidak jelas, julukan 'Tuan Muda Gila' pasti berasal dari sana.

"Apa telinga itu hanya pajangan? Aku bilang pergilah, jangan sia-siakan hidupmu untuk orang sepertiku."

Meskipun Daniel memperjelas penolakannya, Haruka tetap tidak peduli. Bagi Haruka, aura haus darah dan mata yang menginginkan balas dendam milik pria itu jauh lebih menarik. Orang normal mungkin akan bergidik. Namun, tidak dengan Haruka yang memiliki aura yang sama.

Daniel Yon yang diidam-idamkan oleh ribuan gadis, hanya dalam kurun waktu satu malam, sudah tidak ada lagi gadis yang menginginkannya. Melihat kondisi Daniel memberi harapan untuk Haruka, bahwa sebuah menara yang memiliki pondasi kuat pun, masih bisa runtuh oleh sesuatu yang disebut goncangan.

Menara keluarga Soma yang sebelumnya ia pandang sebagai benteng tak tertembus sudah tidak ada lagi. Haruka bisa melihat cahayanya sekarang, cahaya suci balas dendam.

Bab 3 : Hati Yang Dikunci Paksa

Haruka menghampiri Daniel, mengulurkan tangan padanya dan berkata, "Saya Soma Haruka, perempuan yang menjadi pengantin Anda."

Bibir Daniel bergetar menahan air yang saat ini telah menggenang di sudut matanya. Daniel memalingkan wajahnya tidak mampu menghadapi Haruka yang tersenyum begitu polos.

"Aku tidak membutuhkan seorang istri," ucap Daniel datar. Pria berumur dua puluh tujuh tahun itu merasa tidak tega dengan Haruka yang jauh lebih muda darinya.

Dari sudut pandang Daniel, Haruka hanyalah gadis polos yang dibesarkan di pedesaan dengan neneknya. Haruka hanya sekolah sampai SMA dan sebelumnya bekerja sebagai penjual ikan di pasar tradisional. Seperti itulah informasi yang diberikan kepada Daniel oleh keluarganya.

Soma Haruka tertawa mendengar ucapan Daniel. Haruka berjalan ke samping, duduk di sofa dimana arah mata Daniel menyorot. Haruka mengangkat satu kakinya, menatap Daniel dengan mata yang sama matinya.

"Sepertinya Anda salah paham, Tuan Yon. Saya tidak dijual oleh keluarga Saya, melainkan Saya yang menjual diri Saya sendiri."

"Kamu? Apa maksudnya itu?" Mata mati Daniel Yon berkilat kemerahan, nada suara yang semula datar kini bergoncang dengan kebingungan. Ribuan tanda tanya masuk ke dalam otaknya, tetapi Daniel tidak mendapatkan satu jawabanpun. "Apalagi yang bisa diambil dari orang lumpuh sepertiku?" batinnya.

Tatapan Daniel begitu mengharap jawaban dari Haruka, tetapi Haru tidak ingin memberi penjelasan. "Sejujurnya Saya tidak mengerti, bagaimana caranya keluarga Yon bisa membuat benda ini tanpa kehadiran Anda maupun Saya. Apakah ini kekuatan koneksi atau malah uang?" Haruka mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya, kemudian memberikannya kepada Daniel.

"Ini..."

"Benar, itu surat nikah dan secara hukum kita berdua saat ini adalah pasangan suami istri." Haruka memotong.

Daniel Yon menggigit bibir kemudian menjadi tenang kembali. "Seperti yang Anda lihat, pendapat kita sama sekali tidak diperlukan dan karena sudah seperti ini, ada baiknya Anda dan Saya mendiskusikan tentang masa depan." Haruka memberi masukan.

Daniel tertunduk diam dan Haruka menunggunya dengan sabar. Setelah berpikir cukup lama, Daniel mengambil kartu dari laci di sebelah dan menyerahkannya kepada Haruka.

"Apa ini?" tanya Haruka berpura-pura bodoh.

"Itu kartu cadanganku," ujar Daniel.

Haruka kembali memasang wajah bodoh seolah-olah tidak mengerti mengapa Daniel memberinya benda itu. Sementara di dalam Haruka merasa senang melihat wajah malu Daniel, membuatnya candu untuk menggoda. "Setidaknya hatinya tidak benar-benar mati, pernikahan ini jauh lebih baik daripada yang aku duga," batin Haruka.

"Tidak sepertimu, aku tidak lagi memiliki masa depan. Jadi, diskusikan sendiri bagaimana kamu akan hidup kedepannya dan gunakan saja uang itu sesukamu."

"Bagaimana jika Saya menghabiskannya?" Melihat raut wajah Daniel yang kembali muram membuat Haruka ingin menggodanya lagi, tetapi kali ini ia tidak berhasil. Daniel hanya diam, dia tidak ingin mengulangi perkataannya.

Haru menatap kartu hitam itu cukup lama, ia mengingat kembali tentang keuangannya yang sekarat. Haru memberikan semua uang yang ia dapatkan dari ayahnya untuk dana pensiun sang nenek yang telah merawatnya. Satu-satunya yang ada di kantongnya saat ini hanyalah selembar uang kertas senilai lima puluh ribu rupiah, uang keberuntungan dengan nomor yang cantik.

Pada akhirnya semuanya tentang uang. Haru mungkin bisa tenang untuk sekarang, tetapi di masa depan ia mungkin membutuhkan lebih banyak uang untuk melakukan ini dan itu. "Aku harus memikirkan cara untuk membuat uang dari Daniel ini berlipat ganda," batin Haru.

Haru terlalu fokus dalam dunianya sendiri, tanpa ia sadari kalau Daniel memperhatikannya dengan sangat antusias. Daniel mengakui kalau Haruka jauh lebih cantik dari Hanah, meskipun Haru tidak berdandan, rona kecantikannya tetap bersinar begitu terang. "Aku merasa sangat berdosa, gadis yang dulu diasingkan dan hidup dalam kemiskinan kini malah terjebak sebagai pengasuh pria lumpuh tidak berguna. Dia adalah mawar yang indah dan aku adalah durinya." Daniel berputus asa.

Ketika Haru mengangkat wajahnya, mata mereka bertemu, Daniel yang malu segera membuang muka. Haru sudah memiliki sedikit gambaran tentang apa yang akan ia lakukan dengan uang itu, tetapi ia merasa tidak nyaman, jika ia mengambil kartu ini sekarang, rasanya ia seperti sedang memanfaatkan Daniel.

Jari-jari Haruka yang ramping menyentuh lengan kurus Daniel memberikan kembali kartu itu kepadanya. "Apa maksudnya ini?" tanya Daniel. "Jika Saya menerima ini, Saya hanya akan dihantui rasa bersalah, tolong terima kembali," jelas Haruka.

Daniel melebarkan matanya, "Bukankah ini yang kamu inginkan?" Daniel bertanya.

"Anda benar, saat ini Saya membutuhkan uang, tetapi bukan seperti ini," jawab Haruka.

"Lalu apa yang kamu inginkan?" tanya Daniel lagi.

"Saya tertarik melakukan investasi akhir-akhir ini. Tolong pinjamkan Saya uang dan jika Saya menghasilkan keuntungan dari uang itu, Saya akan membaginya lima puluh persen dengan Anda, bagaimana?"

Haruka terlalu berterus terang dan Daniel menyukainya. Sikap lugas Haru membuat Daniel teringat dengan Hanah, mereka berdua bersaudari, tetapi sifat keduanya saling bertolak satu sama lain. "Jika itu Hanah, pasti dia akan menggunakan kode-kode menyebalkan yang membuat sakit kepala." Daniel membatin.

Haruka membuatnya senang, Daniel berbalik, memutar kursi rodanya dan mengambil sesuatu di laci meja kerja. "Seratus miliar rupiah apakah baik-baik saja?" tanya Daniel membuat Haruka bergidik.

Daniel menandatangani ceknya kemudian memberikannya kepada Haruka. "Ambil uangnya, jika terjadi masalah, lemparkan saja surat sial (surat nikah) itu kewajah mereka. Jangan mengganguku lebih dari ini," kata Daniel, menetapkan batasan.

"Saya menolak. Kita berdua pasangan suami istri sekarang, apa yang akan dikatakan orang lain jika kita tidak bersama?" Haruka menggoda Daniel kembali, sukses membuat pria itu tertunduk memijat kening. Haruka tertawa kecil melihatnya.

Tok Tok Tok

Seorang pelayan dengan hati-hati mengetuk pintu. Haruka menatap Daniel, tetapi pria itu malah membuang muka. Haruka menghembuskan napas berat, tersenyum kemudian mengangkat suara, "Masuk!"

Pelayan itu membuka pintu dan melihat nyonya barunya yang anggun duduk di atas ranjang tanpa terganggu dengan aura gelap Tuan-nya. Pelayan itu terkejut dan langsung menurunkan pandangannya. "Selamat pagi Tuan, Nyonya. Pihak sekolah tadi menelepon, berkata kalau Tuan Darel membuat masalah lagi di sekolah. Pihak Sekolah meminta untuk bertemu dengan keluarganya," lapor pelayan itu.

Daniel menghembuskan napasnya. Meski Daniel tidak mengatakan apa-apa, melihat kerutan di dahinya membuat Haruka mengerti kalau kejadian seperti ini bukan satu atau dua kali terjadi.

"Yang lain semuanya sibuk, kan?" tanya Daniel, pelayan itu mengangguk. Napas berat kembali Daniel hembuskan dan ketika ia memutar kepala, Haruka terlihat di matanya.

Daniel menatap dalam ke arah Haruka, membuat gadis itu tersenyum kecut menahan kesal. "Aku yang akan pergi," kata Haruka.

Pelayan itu segera membungkuk dan keluar dari ruangan itu untuk segera menyiapkan mobil. Ketika Haruka melangkah hendak keluar, Daniel buka suara. "Satu juta. Jika kamu bisa menyelesaikan masalah adikku, aku akan membayarmu satu juta dolar," kata Daniel membuat Haruka kembali bersemangat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!