NovelToon NovelToon

System Lady Rich

Bab 1 : PS5

Tik... Tok... Tik... Tok... Tik... Tok…

Dentingan suara jarum jam saling berlomba bersahutan. Suara gemuruh petir dan kilat saling menyambar seolah berlomba menunjukkan siapa yang lebih handal dalam menyertai hujan.

Laura duduk di kursi makan dengan memandang beberapa hidangan makanan yang telah disiapkannya untuk makan malam bersama dengan suaminya. Kini semua makanan itu menjadi dingin setelah beberapa jam berlalu.

“Kenapa Mas Arsen belum pulang juga? Harusnya jam segini dia sudah berada di rumah,” ucap Laura sambil menatap jam yang tergantung di dinding.

Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka dengan kerasnya dan masuklah Arsenio ke dalam rumah dengan membawa box yang bertuliskan ‘PS5’.

Laura segera berjalan mendekati suaminya sambil berkata,

“Baru pulang Mas?” 

Arsenio meletakkan payungnya yang masih basah di sudut ruangan dan melepaskan sepatunya sambil berdiri sehingga sepatunya berserakan ke lain arah. Kemudian dia berjalan masuk dan menjawab pertanyaan istrinya dengan bergumam,

"Mmm…."

Dengan helaan nafas beratnya, Laura segera merapikan sepatu suaminya yang berserakan.

Sampai kapan dia akan seperti ini? Mirip sekali dengan bocah yang baru pulang sekolah, Laura berkata dalam hatinya seraya menghela nafasnya kembali.

Dia berjalan masuk untuk memeriksa makanannya yang sekiranya butuh dihangatkan kembali.

Namun, dia kembali menghela nafasnya ketika melihat suaminya kini sedang sibuk dengan sesuatu.

Arsenio duduk di depan televisi dengan beralaskan karpet dan sibuk merangkai benda yang dikeluarkannya dari box yang dibawanya tadi.

Kedua tangan Laura mengepal dengan erat dan dia mengeratkan gigi atas dan bawah untuk menahan emosinya yang akan meluap ketika melihat apa yang dilakukan suaminya.

Arsenio masih memakai baju kerjanya yang setengah basah dengan lengan ditekuk dan dasi yang dilepas ke sembarang arah, kini sedang sibuk mengeluarkan barang dari box yang bertuliskan 'PS5' tadi.

Nafas Laura memburu dan dadanya naik turun melihat apa yang dilakukan oleh suaminya itu. Sekuat tenaga dia menahan amarahnya yang dirasanya akan meletup-letup saat itu juga.

Merasa ada yang memperhatikannya, Arsenio melihat ke arah istrinya sambil berkata,

"Kenapa kamu berdiri di situ? Ke sini lah. Lihatlah ini. Aku mendapatkan ini dengan harga yang lebih murah dari harga aslinya. Pemiliknya baru membeli ini seminggu yang lalu. Dan dia sedang membutuhkan uang untuk biaya kuliahnya, jadi dia menjualnya padaku. Masih sangat bagus kan? Sayang sekali jika aku tidak membelinya."

Mendengar perkataan dari suaminya yang merasa sangat tidak bersalah itu, dengan langkah ringannya Laura mendekati suaminya dan berkata,

"Murah katamu Mas? Apa Mas tidak sadar jika uang untuk membeli barang yang tidak berguna ini bisa membantu biaya operasi Ibu yang sekarang sedang dirawat di rumah sakit? Kemarin Mas bilang jika tidak ada uang untuk membantu biaya operasi Ibu, tapi apa? Ini bahkan bisa untuk membiayai operasi Ibu saat ini juga."

Seketika mata Arsenio terbelalak. Dia lupa jika ibu mertuanya sedang membutuhkan uang untuk biaya operasi penyakitnya.

"Maaf, aku lupa. Aku memang sedang tidak memiliki uang saat ini. Kamu tau sendiri, kemarin aku melunasi sisa cicilan rumah yang kita tempati ini. Dan ini aku pinjam dari uang tabungan untuk anak kita kelak," tukas Arsenio lirih dan tersenyum kaku pada istrinya.

Sontak saja Laura meraih bantal sofa yang ada di dekatnya dan memukulkannya pada suaminya itu.

Berkali-kali Laura memukulkan bantal sofa itu pada tubuh suaminya dengan sangat kuat untuk melampiaskan semua kekecewaannya dan kemarahannya pada suaminya seraya berkata,

"Kurang ajar kamu Mas! Bisa-bisanya kamu sentuh tabungan untuk anak kita! Kita sudah berjanji untuk tidak menyentuh uang itu sampai kapan pun!"

Tangan Arsenio berusaha menangkis setiap pukulan yang diberikan oleh istrinya. Dia berusaha melindungi dirinya dari amukan istrinya.

"Aku hanya meminjamnya saja. Aku akan menggantinya. Aku pasti menggantinya. Percaya padaku," ucap Arsenio di sela pukulan istrinya yang berusaha mengenai tubuhnya.

Setelah beberapa saat Laura memukuli suaminya dengan bantal sofa, dia menghentikan pukulannya.

Nafas Laura terengah-engah dan dadanya bergerak naik turun seirama dengan nafasnya yang memburu.

Laura melempar bantal sofa tersebut hingga mengenai suaminya dan berkata,

"Kembalikan barang itu sekarang juga dan minta kembali uangnya!"

Laura membalikkan badannya dan berjalan dengan amarahnya yang menggebu menuju kamarnya.

Blam!

Pintu kamar tersebut ditutup dengan kerasnya oleh Laura. Sepertinya semua amarahnya dilampiaskan olehnya pada pintu kamar tersebut.

Sontak saja Arsenio berjingkat kaget mendengar suara pintu yang ditutup sangat keras itu.

Dia mengusap lembut dadanya seraya menghela nafasnya berkali-kali untuk menetralkan detak jantungnya yang berdetak sangat kencang karena kaget mendengar suara pintu tersebut.

Pandangan mata Arsenio beralih pada konsol game yang baru saja dibelinya. Dia kembali menghela nafasnya dan berkata,

"Bagaimana ini? Aku sangat menginginkannya. Sayang sekali jika aku harus menjualnya."

Dia memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk mengamankan konsol game idamannya yang paling terbaru itu dan untuk meredakan amarah istrinya.

Merasa sangat tidak nyaman dengan bajunya yang setengah basah, dia beranjak dari duduknya dan menatap tidak tega pada konsol game-nya seraya berkata,

"Lebih baik aku mandi dulu, setelah itu aku akan memikirkan bagaimana baiknya."

Dibukanya perlahan handle pintu kamarnya. Sayangnya, pintu tersebut terkunci dari dalam.

Dia kembali menghela nafasnya seraya berkata,

"Mampus! Alamat tidur di luar aku malam ini."

Dengan langkah beratnya dia meninggalkan depan kamarnya dan berjalan menuju tempat laundry untuk mengambil pakaian yang belum disetrika oleh istrinya.

Terpaksa untuk kali ini dia mandi di kamar mandi yang ada di luar kamar mereka. Pikirannya tidak tenang, dia masih mencari cara untuk menyelamatkan konsol game-nya itu dan juga meredakan amarah istrinya.

Setelah keluar dari dalam kamar mandi, dia merasa sangat lapar. Dibukanya tudung saji yang menutup di atas meja makan.

"Semuanya masih utuh. Sepertinya dia masih belum makan. Pasti dia menungguku untuk makan bersama," ucap Arsenio yang menatap lapar pada semua hidangan makanan yang tersedia di meja makan tersebut.

Kruuuk… kruuuk…

Terdengar suara perut Arsenio yang menginginkan untuk segera diisi.

Tangannya memegang perutnya yang merasa sudah sangat lapar. Dia mengalihkan perhatiannya dari semua makanan tersebut dan memandang pintu kamarnya. Kemudian dia berkata,

"Lebih baik aku ajak dia makan sekarang. Pasti dia juga sangat kelaparan."

Dengan ragu-ragu dia mengetuk pintu kamarnya seraya berkata,

"Sayang… kita makan sekarang. Kamu pasti sangat lapar. Aku juga sangat lapar sekarang. Keluarlah dulu, kita makan bersama sekarang."

Di dalam kamar, Laura mendengar perkataan suaminya di sela ketukan pintunya. Dia memegang perutnya yang sudah sangat lapar sejak tadi. Kemudian dia berkata,

"Baiklah Laura, kita makan terlebih dahulu. Marah juga perlu tenaga. Lebih baik mengisi perut dahulu dan selesaikan masalah itu setelahnya."

Laura beranjak dari tidurnya dan berjalan menuju pintu kamarnya.

Ceklek!

Terlihat senyum Arsenio yang dibuat semanis mungkin untuk menaklukan hati istrinya.

Laura menatap sinis pada suaminya itu dan berkata,

"Apa? Aku hanya mau memakan masakan yang sudah aku masak dengan susah payah."

Seketika senyum Arsenio memudar dan dia berjalan di belakang istrinya menuju ruang makan.

Bab 2 : Terikat oleh sistem

Suasana di ruang makan sangat hening. Hanya terdengar denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring saat itu.

Laura makan dengan lahapnya dan mengacuhkan Arsenio yang duduk di hadapannya.

Setiap Arsenio memakan makanannya, matanya selalu memandang ke arah istrinya. Dia ingin mengatakan sesuatu pada istrinya, hanya saja dia merasa takut jika istrinya kembali mengamuk di meja makan.

Laura tahu jika Arsenio sedang memperhatikannya. Tapi, dia tetap teguh dengan pendiriannya untuk mengacuhkan suaminya.

Setelah beberapa saat mereka makan dengan diam, Laura menyilangkan sendok dan garpunya di atas piring. Diambilnya gelas yang berisi air putih di sampingnya dan segera diminumnya.

Semua dilakukannya dengan cepat agar cepat selesai dan kembali ke kamarnya.

Namun, ketika dia baru saja beranjak dari duduknya, suara Arsenio menghentikannya.

"Aku akan mengembalikannya besok. Tolong ijinkan aku untuk memainkannya malam ini saja," ucap Arsenio dengan wajah mengiba pada istrinya.

Laura duduk kembali pada kursinya. Dia menatap lekat manik mata suaminya seraya berkata,

"Apa jaminannya jika besok barang itu masih ada di sini?"

Seketika wajah Arsenio menegang. Dia merasa jika istrinya sangat mengerikan saat ini. Dengan tatapan kemarahannya itu mampu membuat nyali Arsenio menciut.

"Jika besok barang itu masih ada di sini, aku akan mengenyahkannya," ujar Laura dengan tegas.

Setelah itu dia berdiri dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Arsenio yang masih mematung di tempat duduknya.

Arsenio mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia benar-benar bingung sekarang ini.

"Ah, gak taulah, pusing. Mendingan sekarang main aja dulu. Siapa tau nanti tiba-tiba terpikirkan caranya," gerutu Arsenio sambil berdiri dari duduknya.

Dia segera berjalan cepat menuju ruang tengah, di mana ruangan itu digunakan untuk menonton televisi.

Seolah lupa akan masalah yang dihadapinya, Arsenio tersenyum senang memainkan game tersebut.

Selama berjam-jam dia memainkan hampir semua game yang ada pada konsol game tersebut. 

Dia melihat ke arah jam dinding yang menggantung di dinding ruangan tersebut. 

"Sudah jam satu dini hari. Pantas saja mataku sudah sangat berat. Lebih baik aku menyudahinya untuk hari ini. Besok aku akan memainkannya lagi," ucap Arsenio sambil mengusap-usap matanya dan menguap.

Segera dia berdiri dari duduknya. Sejenak dia terdiam. Setelah itu dia segera memasukkan kembali konsol game PS5 yang dimainkannya tadi ke dalam box-nya.

Dengan langkah cepatnya Arsenio membawa box yang berisi PS5 tadi menuju gudang.

"Sepertinya akan lebih aman aku letakkan di sini saja," ucap Arsenio setelah meletakkan box yang berisi PS5 tadi pada tumpukan karton dan menutupinya dengan beberapa kain gorden bekas yang sudah tidak terpakai.

Bibir Arsenio melengkung ke atas ketika melihat box konsol game miliknya tersembunyi dengan sempurna. Kemudian dia berkata,

"Aku harus membeli televisi untuk memainkannya di sini."

Setelah itu dia keluar dari ruangan tersebut dan berjalan menuju kamarnya. Digerakkannya handle pintu kamar tersebut berulang kali, tapi nyatanya pintu kamar tersebut tidak dapat terbuka.

Laura benar-benar mengunci pintu kamar itu dari dalam. Arsenio menggaruk kepalanya dan mengacak-acak rambutnya dengan kasarnya. Sehingga terlihat sekali jika saat ini dia begitu frustasi.

Bahkan helaan nafasnya saat ini menunjukkan sangat beratnya situasi yang dihadapinya.

"Sepertinya aku benar-benar harus tidur di sini malam ini," ucap Arsenio seraya merebahkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruang tengah.

Dia pun mulai memejamkan matanya untuk menjemput mimpinya.

Keesokan harinya, seperti biasa Laura menyiapkan sarapan hanya dengan menyajikan roti tawar yang sudah dioles dengan selai kacang kesukaan mereka berdua.

Dia merasa kesal pada suaminya karena tidak membereskan bekas makanan mereka semalam. Semuanya masih berada di meja makan, sama seperti pada saat dia meninggalkan meja makan itu setelah selesai makan malam.

Namun, dia hanya diam karena terlalu malas untuk berdebat dengan suaminya. Dan dia juga tidak ingin merusak mood paginya dengan meneriaki suaminya yang tidak pernah mau mengerti istrinya.

Setelah itu mereka berdua berangkat kerja bersama menggunakan mobil yang dibawa oleh Arsenio. Seperti biasanya, Arsenio mengantarkan Laura menuju kantornya.

Mobil mereka hanya satu. Oleh karena itu mereka menyepakati jika mobil tersebut digunakan oleh Arsenio dengan alasan Arsenio yang lebih membutuhkannya.

Arsenio seorang karyawan swasta yang bergerak dalam bidang iklan, sehingga dia membutuhkan kendaraan untuk lebih leluasa dalam bekerja.

Sedangkan Laura, dia seorang presenter variety show di sebuah televisi swasta. Dia lebih banyak berada di kantornya. Dan jika dia akan ke lokasi syuting yang berada di luar kantor, sudah pasti dia akan berangkat bersama dengan timnya.

"Ingat janjimu Mas. Jika kamu mengingkarinya, kamu pasti akan tau akibatnya," ancam Laura seraya melepas sabuk pengamannya setelah mobil tersebut berhenti tepat di depan tempat kerjanya.

Arsenio menghela nafasnya setelah istrinya menutup pintu mobil tersebut. Dalam hati dia berkata,

Sekarang aku harus meminjam uang pada siapa? 

Tiba-tiba ada notifikasi pesan yang terdengar dari ponselnya. Segera dia mengambil ponsel tersebut dari sakunya.

Beeep… beeep… beeep…

Terdengar suara klakson dari belakang mobilnya. Dia mengembalikan ponsel tersebut pada sakunya dan segera melajukan mobilnya setelah melihat mobil lain berada di belakangnya.

Kini mobil Arsenio berada di tepi jalan yang diperbolehkan untuk kendaraan berhenti. Diambilnya ponsel dari dalam sakunya dan dibacanya.

Seketika bibir Arsenio mengembang ketika membaca pesan tersebut. Senyumnya itu menandakan kebahagiaan hatinya saat ini.

Dengan segera dia melajukan mobilnya menuju suatu tempat. Selang beberapa saat, kini mobilnya sudah berada di parkiran suatu kantor yang akan membantunya untuk bebas dari hukuman istrinya.

"Selamat pagi Pak, ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang laki-laki yang ada di hadapan Arsenio saat ini.

"Saya akan meminjam uang. Apa bisa?" jawab Arsenio dengan menatap sungguh-sungguh orang yang ada di hadapannya.

Ternyata Arsenio kini berada di suatu Bank yang meminjamkan dana setelah dia membaca pesan yang mengiklankan suatu pinjaman dana untuk nasabah mereka.

Dengan berbekal sertifikat rumah sebagai jaminan untuk pinjamannya saat ini, Arsenio berhasil mendapatkan uang tersebut dan menyetorkan kembali pada tabungan yang dikhususkan untuk anak mereka.

"Lancar, aman. Sekarang tidak akan ada lagi keruwetan yang aku hadapi," ujar Arsenio dengan penuh percaya diri.

Siang harinya, Laura mendapat kabar dari rumah sakit tentang keadaan ibunya yang tiba-tiba saja memburuk.

Dengan segera Laura mendatangi rumah sakit tersebut dan bergegas menuju kamar inap ibunya.

"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Sayangnya Tuhan berkehendak lain. Kami turut berduka cita yang sedalam-dalamnya," tutur seorang laki-laki yang memakai jas putih dengan bertuliskan dokter pada name tag nya.

Seketika badan Laura lemas seperti tak bertulang. Hatinya tidak bisa menerima kepergian ibunya. Air matanya keluar begitu saja tanpa persetujuan darinya.

Dunianya seketika runtuh saat ini. Dia menangis tersedu-sedu dengan merapalkan kata maaf yang ditujukan pada ibunya.

"Ibu… maaf Bu… Maafkan Laura tidak bisa membantu Ibu. Tolong maafkan Laura Bu. Maafkan anakmu yang tidak berguna ini," ucap Laura di sela tangisannya.

Laura menghubungi suaminya berkali-kali, sayangnya semua panggilan telepon tersebut hanya berakhir menjadi panggilan tidak terjawab.

Hati Laura semakin sakit mengingat suaminya yang tidak mau membantu biaya operasi ibunya. Mengingat tentang itu membuat Laura teringat akan konsol game milik suaminya.

Setelah proses pemakaman selesai tanpa kehadiran suaminya, Laura dibantu oleh tetangga ibunya karena memang dia tidak memiliki saudara, sehingga tidak ada yang bisa membantunya.

Kaki Laura terasa berat. Dia memasuki rumahnya dengan penampilan yang berantakan dan wajah sembabnya.

Dia segera membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Jujur saja dia sangat terpukul saat ini. Dia tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas kematian ibunya.

"Aku harus menyimpan baju ini. Aku tidak mau memakainya lagi. Aku akan melihatnya ketika aku merindukan Ibu," ucap Laura seraya memasukkan baju yang tadi dipakainya ketika menemui ibunya untuk yang terakhir kalinya.

Dimasukkannya pakaian tersebut pada box kosong dan segera dibawanya menuju gudang rumahnya.

"Kenapa kain-kain gorden ini berserakan di sini? Bukannya biasanya terlipat rapi?" tanya Laura bermonolog ketika melihat beberapa kain gorden yang menutupi tumpukan box di dalam gudang tersebut.

Tangannya bergerak cepat merapikan semua kain gorden tersebut. Seketika matanya terbelalak ketika melihat box konsol game yang bertuliskan 'PS5' di antara tumpukan box tersebut.

Laura mengambil box tersebut dan membukanya. Darahnya semakin mendidih ketika melihat apa yang ada dalam box tersebut.

"Sayang… aku pulang!" 

Terdengar suara Arsenio yang berseru memanggil istrinya.

"Aku sudah tidak tahan lagi. Lebih baik aku berpisah dengannya!" ucap Laura dengan mengeratkan giginya untuk menahan amarahnya.

Dia segera beranjak dari tempatnya berada. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti ketika di hadapannya terdapat panel yang mengambang dan bertuliskan sesuatu di sana.

 "Apa aku harus melakukannya?" gumam Laura seraya tangannya menyentuh panel transparan yang mengambang di depannya.

Bab 3 : Misi pertama

Kini tepat di hadapan Laura terdapat suatu panel yang mengambang. Di sana tertulis suatu misi untuknya. Bahkan di sana tertera nama lengkapnya.

Dalam panel tersebut tertulis jika Laura harus memperbaiki hubungannya dengan suaminya. Dia diharuskan menuruti dan melakukan apa saja untuk suaminya.

Dia juga mengetahui akan mendapatkan uang senilai dua juta setiap berhasil menyelesaikan misinya.

Namun, jika dia gagal menjalankan misinya, maka sistem akan memberinya hukuman.

Dan sistem tersebut akan terhapus jika reward yang didapatkannya sudah mencapai dua ratus juta. Selain itu dia akan mendapatkan bonus sebesar dua ratus miliar.

"Apa ini?" tanya Laura sambil berusaha menggerak-gerakkan tangannya untuk menyingkirkan panel tersebut dari hadapannya, sayangnya benda tersebut seperti bayangan yang tidak dapat dihilangkan.

"Sayang… kamu di mana? Aku membawa croflle kesukaanmu," seru Arsenio yang terdengar sangat bahagia.

Laura mengambil nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Dia berjalan keluar dari pintu gudang dengan melewati begitu saja panel mengambang yang menghadangnya.

Laura berjalan dari dalam rumahnya menuju ruang makan di mana Arsenio telah menunggunya.

Arsenio tersenyum manis pada istrinya sambil tangannya mengangkat box yang bertuliskan nama toko croflle kesukaannya.

"Ke sinilah. Ayo kita makan bersama," ucap Arsenio sambil melambaikan tangannya untuk memanggil istrinya agar mendekat padanya.

Laura masih berwajah dingin. Dia menatap suaminya tanpa berekspresi apa pun. Dia berjalan mendekati suaminya dan duduk di kursi yang berada tepat di depan suaminya.

Arsenio membuka box tersebut dan dia tersenyum ketika melihat beberapa croflle dengan toping aneka rasa. Kemudian dia berkata,

"Ayo makanlah." 

"Untuk apa beli semua ini?" tanya Laura dengan memperlihatkan wajah datarnya.

Dahi Arsenio mengernyit. Dia merasa aneh dengan apa yang ditanyakan oleh istrinya. 

"Tentu saja aku membelinya khusus untukmu," jawab Arsenio sambil tersenyum semanis mungkin.

Laura menghela nafasnya. Kemudian dia berkata dengan suara yang lantang dan menekankan setiap katanya,

"Untukku? Untuk apa? Untuk merayakan kematian Ibuku?" 

Kemarahan Laura tidak bisa ditahannya lagi. Sehingga dia menanyakannya secara langsung pada suaminya.

"Kematian Ibumu?" celetuk Arsenio dengan dahinya yang mengernyit.

Laura tersenyum sinis mendengar pertanyaan dari suaminya yang seolah tidak mengetahui pertanyaan tersebut.

"Jangan pura-pura bodoh Mas. Seharian ini aku menghubungimu untuk mengabarkan kematian Ibu. Bahkan aku mengirim pesan padamu," tegas Laura dengan menekankan setiap katanya seraya tangannya mengusap kasar air mata yang dengan lancangnya menetes di pipinya.

Seketika mata Arsenio terbelalak. Dia benar-benar terkejut mendengar berita tentang kematian ibu mertuanya.

"I-ibu meninggal?" tanya Arsenio gugup seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Laura hanya menatap sinis dengan berlinangan air mata di pipinya. Sekuat tenaga dia menahan tangisnya, sayangnya air mata itu lolos begitu saja tanpa bisa ditahannya. Bahkan tangisnya itu tidak mengeluarkan suara.

Laura berdiri dari duduknya seraya berkata,

"Kamu suami yang terburuk di antara suami yang lain!" 

Kemudian dia pergi meninggalkan suaminya yang masih syok mendengar berita kematian ibu mertuanya.

Arsenio mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celananya. Dia menghela nafasnya ketika mengetahui ponselnya dalam keadaan mati.

"Sepertinya HP ini mati sejak siang tadi. Pantas saja tidak ada telepon atau notifikasi apa pun sejak tadi. Aku terlalu sibuk bekerja sehingga tidak mengecek HP ku sejak tadi. Bodohnya aku… ini semua gara-gara kemarin malam aku tidak mencharge hp ku," gumam Arsenio dengan penuh rasa bersalah.

 

Setelah beberapa saat, Laura kembali dengan membawa sebuah box yang tidak asing bagi Arsenio.

"Sayang, itu…," Arsenio tidak bisa meneruskan ucapannya.

"Bukannya tadi pagi Mas bilang sudah membawa barang ini ketika bekerja dan sudah ada orang yang mau membelinya? Lalu apa ini? Bahkan kamu menyembunyikannya di gudang untuk mengelabuhiku," ucap Laura dengan suara yang bergetar dengan air matanya yang masih mengalir di pipinya.

"Itu… aku…," Arsenio tidak bisa berkelit lagi, dia tidak mempunyai alasan untuk membela dirinya.

Laura mengeluarkan konsol game tersebut dan mengangkatnya dengan kedua tangannya seraya berkata,

"Gara-gara barang sialan ini Ibuku tidak bisa operasi!"

Braaak!

Arsenio terkejut hingga mulutnya menganga melihat konsol game idamannya dibanting oleh istrinya.

Kini PS5 itu menjadi hancur berserakan di lantai. Konsol game yang baru dimainkan oleh Arsenio semalam, kini hanya tinggal kenangan.

Setelah beberapa detik kemudian, Arsenio tersadar. Sontak saja dia segera mendekati konsol game tersebut dan memunguti setiap kepingan dengan perasaan sedihnya yang mendalam.

Tanpa menunggu reaksi suaminya, Laura berjalan dengan cepatnya masuk ke dalam kamarnya.

Blam!

Laura kembali menutup pintu kamarnya dengan sangat keras.

Di dalam kamarnya dia menangis tersedu-sedu. Dia kembali teringat akan kematian ibunya. Bahkan kini dia kembali menyalahkan dirinya atas kematian ibunya.

Tangannya memukul-mukul dadanya untuk menghilangkan rasa sesak yang ada dalam dadanya. Rasa sesak itu perlahan hilang beriringan dengan tangisan dan banyaknya air mata yang dikeluarkannya.

Tiba-tiba di hadapannya kembali terlihat panel mengambang seperti yang ditemuinya di gudang beberapa saat yang lalu.

Perlahan Laura menghentikan tangisnya. Dengan isakan kecilnya dia berkata dalam hatinya,

Kenapa benda ini ada di sini? 

Laura mencoba menyentuh panel yang mengambang di hadapannya itu. Di sana dia bisa membaca ketentuan yang sama dengan yang dibacanya tadi.

Seketika Laura teringat akan hutang-hutang ibunya yang ditagih oleh beberapa orang padanya seusai pemakaman ibunya tadi.

Selama ini Ibu Laura banyak meminjam uang pada tetangga dan juga rentenir untuk biaya pengobatannya. Dan sayangnya semua hutang itu belum pernah dibayarnya.

"Apa ini nyata?" tanya laura di sela isakan tangisnya.

Dalam panel tersebut tiba-tiba muncul tulisan 'nyata' dengan huruf kapital yang berukuran besar, sehingga membuat Laura kaget seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Apakah aku akan mendapatkan uangnya jika aku melakukan misinya?" tanya Laura kembali untuk memastikan.

Dan kembali dia mendapatkan jawaban dari panel tersebut. Di sana tertulis penjelasan tentang apa saja yang didapatkan oleh Laura dan apa yang akan terjadi jika Laura gagal melakukan misi tersebut.

Selama beberapa menit dia berpikir. Akhirnya dia memutuskan untuk menerima misi tersebut.

Tangannya menyentuh tombol yang bertuliskan 'terima' pada panel tersebut. Dan kini, Laura sudah terikat oleh sistem tersebut dan dia harus menjalankan misinya.

Di sana pun tertulis misi yang harus dijalankan oleh Laura. Misi pertamanya adalah untuk mematuhi perintah suaminya dan tidak membantahnya apa pun yang terjadi.

Laura menghela nafasnya yang terasa berat. Membayangkannya saja dia sudah merasa tidak sanggup, tapi dia harus melakukannya demi membayar hutang-hutang ibunya.

Merasa sangat lelah, Laura memutuskan untuk memejamkan matanya dan mengistirahatkan badannya.

Malam itu pun dilalui mereka dengan tidur sendiri-sendiri. Laura tertidur di ranjangnya setelah kelelahan menangisi ibunya. Sedangkan Arsenio, dia tidur di sofa ruang tengah dengan kesedihan memeluk kepingan konsol game-nya yang hancur berantakan.

Keesokan harinya, Laura bersikap datar dan mengacuhkan suaminya. Tapi dia tetap melakukan tugasnya seperti biasanya karena teringat akan misi yang harus dijalankan olehnya.

Setelah usai sarapan mereka pun berangkat bersama seperti biasanya, dengan Laura yang masih bersikap dingin pada suaminya. 

Setelah berada di kantornya, Laura kembali berhadapan dengan panel mengambang yang selama ini ditemuinya. Di sana tertulis peringatan untuk Laura agar tidak memperlakukan suaminya dengan buruk. Karena misinya adalah untuk memperbaiki hubungannya dengan suaminya.

Laura memantapkan dalam hatinya jika dia harus bisa menjalankan misinya. Semua itu untuk membayar hutang-hutang ibunya dan sebagai bentuk baktinya pada ibunya.

...----------------...

Blam!

Suara pintu yang ditutup dengan sangat kerasnya oleh Arsenio membuat Laura yang sedang mencuci piring terkejut.

Laura berjalan keluar dari dapur sambil mengusapkan kedua tangannya pada apron yang dipakainya.

“Sudah pulang Mas?” tanya Laura ketika melihat suaminya berjalan masuk dengan sempoyongan ke dalam rumah sambil melepaskan dasinya.

“Aku lelah. Aku mau mandi. Cepat siapkan air hangatnya,” ucap Arsenio sambil berjalan melewati istrinya menuju meja makan.

Bau alkohol menguar dari badan Arsenio yang berjalan melewati Laura. Seketika Laura menghela nafasnya melihat sikap suaminya yang semakin hari semakin menjengkelkan. Suaminya itu selalu saja bertindak semaunya.

Seperti yang baru saja terjadi, bukannya suaminya itu menjawab pertanyaannya, dia malah memberikan perintah pada istrinya. Dan yang lebih mengesalkan, suaminya itu pulang dalam keadaan mabuk. Meskipun dia masih sadar dan bisa pulang ke rumah, tetap saja Laura tidak menyukainya.

Sungguh sangat mengesalkan hati Laura yang setiap malam harus menunggunya pulang dan meladeninya hingga dia tertidur.

Dia bukan bayi, tapi merepotkanku melebihi bayi. Bahkan aku tidak bisa beristirahat dengan tenang sebelum dia tidur, Laura menggerutu dalam hatinya.

Setelah dia menyiapkan air hangat di dalam bathtub, segera dipersiapkannya handuk dan pakaian ganti untuk suaminya.

“Sudah siap Mas air hangatnya,” ucap Laura sambil berjalan mendekati suaminya dan tersenyum padanya.

Arsenio terkejut dengan sikap istrinya yang mendadak berubah, tidak seperti malam kemarin. Dalam hatinya dia berkata,

Ada apa dengan dia? Apa aku bermimpi? Atau karena aku sedang mabuk? 

Di dapur, ketika Laura sedang membuatkan minuman hangat untuk dirinya sendiri dan suaminya, dia kembali berhadapan dengan panel mengambang.

Di sana tertulis jika misi yang dijalankan oleh Laura sukses. Dan kini dia menghadapi misi yang kedua.

"Misi yang kedua?" gumam Laura ketika melihat tulisan pada layar panel tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!