"Alana, tugas mama telah selesai. Maafkan mama harus pergi sekarang" ucap seorang wanita paruh baya dengan gaun berwarna putih.
Meski guratan di wajahnya menandakan usia yang tak muda lagi namun tetap memancarkan kecantikannya.
"Tidak ma, jangan pergi. Jangan tinggalkan aku" Alana berusaha meraih tangan mamanya namun berlari sekencang apapun tak akan bisa meraih mamanya.
"Alana... Alana... Bangun Alana..." Pria itu mengguncang-guncang tubuh Alana.
"Om Hendro" Alana terkejut saat membuka matanya.
"Bangun, om lapar cepat buatkan sarapan" perintah pria itu.
Alana hanya mengangguk pelan. Meski tubuhnya terasa sangat lelah namun dia tetap pergi ke dapur untuk memasak. Jika tidak maka pamannya akan mengamuk.
Lagi-lagi itu hanya mimpi. Sudah tiga tahun sejak kepergian ibunya Alana tinggal bersama pamannya bernama Hendro yang merupakan adik dari ibu Alana.
Ayahnya yang meninggal sejak dirinya masih berumur 10 tahun membuatnya yatim piatu. Satu-satunya keluarga yang dia miliki adalah pamannya.
Namun tinggal dengan Om Hendro bukannya bahagia justru Alana diperlakukan seperti pembantu.
Dia harus membersihkan rumah, memasak dan melayani pamannya setiap hari.
Belum lagi dia harus bekerja paruh waktu usai kuliah demi mendapat uang jajan.
Pekerjaan pamannya setiap hari selalu mabuk dan berjudi membuat harta peninggalan orang tuanya lama kelamaan mulai habis.
Kini Alana mengandalkan asuransi pendidikan untuk kuliah dan pencairan hanya bisa melalui walinya yaitu Om Hendro.
Alana baru saja pulang dari kampus dan hendak pergi untuk mengajar les privat. Dia mampir ke rumah sebentar.
Namun saat memasuki rumah dia mendengar suara gaduh. Beberapa barang pecah di ruang tamu.
Alana mencoba untuk mencari sumber suara itu.
Di ruang tengah pamannya Hendro yang duduk bersimpuh dengan darah mengucur di pelipisnya.
Tampak seorang pria berusia empat puluh tahunan berdiri didepannya sembari menodongkan pistol.
"Pokoknya aku gak mau tahu. Hutangmu harus lunas hari ini atau nyawamu jadi taruhannya" gertak seorang pria berusia empat puluhan. Disampingnya tampak dua orang berpakaian serba hitam berbadan tegap.
"Ada apa ini?" Alana tampak bingung dengan kedatangan orang-orang itu.
Pria itu langsung menoleh ke arah Alana. Dia menatap Alana dari ujung kaki sampai kepala kemudian tersenyum smirk.
"Si-siapa kalian? Kenapa kalian di rumahku?" tanya Alana sedikit gemetar.
Pria itu tak menjawab.
Namun dari sorot mata pamannya menandakan bahwa pria itu bukanlah pria yang baik.
"Siapa gadis itu?" Pria itu nampak membisikkan sesuatu namun Alana tidak bisa mendengar.
"Di-dia keponakanku. Kau mau apa Arman?" jawab Hendro gemetar. Pria itu bernama Arman.
"Baiklah. Aku akan memberi keringanan hutangmu tapi sebagai jaminannya aku akan membawa keponakanmu" ujar Arman lirih.
Tampak paman Hendro menunduk lesu. Kemudian mengangguk.
Arman mulai mendekati Alana. Tatapan pria itu membuat Alana mulai risih terlebih saat Arman mulai membelai rambut Alana.
"Siapa namamu cantik?" tanya Arman sembari membelai pipi Alana. Tentu saja Alana langsung menepis tangan pria itu.
Merasa tak terima Arman langsung mencengkeram kedua pipi Alana hingga wajahnya terangkat.
"Kau cantik tapi tuli. Ku tanya siapa namamu?" ujar Arman dengan nada marah.
"A-Alana.. Pak" jawab Alana gemetar.
"Baiklah, kalian bawa gadis ini ke mobil" Arman melepas cengkeramannya dan Alana langsung diseret oleh dua orang berpakaian hitam itu keluar.
"Kalian mau apa? Aku mau dibawa kemana? Lepaskan..." Alana terus meronta namun melawan dua orang dewasa bukanlah tandingan yang tepat untuknya.
Sampai di dalam mobil Alana duduk diapit dua pria tadi. Arman duduk di depan bersama seorang sopir.
Sambil menangis Alana terus meronta dan berteriak minta tolong.
Arman yang terganggu dengan Alana langsung mengambil tindakan.
"Bisa diam tidak?" bentak Arman sembari menodongkan pistolnya ke arah Alana.
Seketika Alana diam dan tidak bergerak. Hanya isak tangis yang tertahan membuat air matanya membanjiri wajah cantik itu.
Setelah menyetir beberapa saat mereka tiba di sebuah rumah mewah bernuansa putih.
Arman keluar dari mobil diikuti Alana yang masih dipegang kedua lengannya oleh dua pria tadi.
Arman masih memegang pistolnya membuat Alana tak berkutik dan menurut saja saat dirinya dibawa kedalam rumah.
Saat Alana berjalan nampak beberapa asisten rumah tangga yang memperhatikan. Bagaimana tidak, Saat ini kondisi Alana terlihat sangat memprihatinkan.
Wajahnya tampak begitu ketakutan pipinya basah oleh air mata dan keringat.
Alana dibawa masuk ke dalam kamar. Barulah kedua pria itu melepaskan cengkraman di lengan Alana.
"Si-siapa kalian? Kenapa membawaku kemari?" tanya Alana sambil terisak.
Kedua pria itu tetap diam dan tak lama kemudian Arman datang menghampiri Alana.
Dia sudah tidak memegang pistol namun melihat gelagat Arman membuat Alana ketakutan dan terus berjalan mundur hingga tubuhnya terjatuh di atas ranjang.
"Kau ketakutan sayang? Maafkan aku tapi aku suka melihatmu begini" Arman terus mendekati Alana dan mengusap air matanya.
"Si-siapa kamu? Kenapa membawaku kesini? Apa salahku?" dengan berkaca-kaca Alana memberanikan diri untuk mencari tahu.
"Apa pamanmu tidak memberi tahu? Kau sekarang milikku sayang, Hendro telah menukar dirimu sebagai jaminan hutang-hutangnya padaku" Arman hendak mencium bibir Alana dan seketika gadis itu langsung menoleh untuk menepisnya.
Mendengar ucapan Arman membuat Alana semakin sakit hati. Bagaimana mungkin pamannya tega menjual dirinya untuk pria kejam seperti Arman.
Ponsel Arman berbunyi kemudian dia dan dua pengawalnya pergi meninggalkan Alana sendirian di kamar.
Alana tahu dia sekarang sedang dikunci didalam kamar itu sehingga dia terus memikirkan cara untuk kabur.
Tengah malam saat semuanya terlihat sepi Alana mulai mencoba kabur melalui jendela.
Dengan hati-hati dia menuruni dinding dengan bantuan kain seprai, dan gorden yang dia ikat kuat.
Setelah berhasil melintasi gerbang Alana terus berlari dan menyusuri jalan arah pulang.
Sambil mengatur nafas akhirnya Alana sampai di depan rumahnya. Pelan-pelan dia membuka pintu rumahnya menggunakan kunci cadangan yang biasa dia simpan di tempat biasa.
Namun saat Alana berhasil membuka pintu dan hendak menuju kamarnya tampak Hendro berdiri didepan kamarnya membuat gadis itu terkejut.
"Om.. Om Hendro, apa yang terjadi kenapa orang-orang itu tadi membawaku? Apa benar Om sudah menjualku kepada pria jahat itu? Kenapa om tega?" Alana terus meminta penjelasan kepada Hendro.
PLAKK..!!!
Tamparan keras mendarat di pipi gadis itu hingga dia meringis kesakitan.
"Siapa suruh kamu kabur. Arman bisa murka jika tahu kamu tidak disana" ucap Hendro marah.
"Tapi om, Alana ini keponakan om. Om kenapa tega?"
Alana dirundung kekecewaan ketika mengetahui pamannya ternyata sengaja menjual dirinya untuk membayar hutang.
Tiba-tiba Hendro mengunci semua jendela dan pintu kamar Alana agar gadis itu tidak kabur.
"Aku akan memberitahu Arman jika kamu berada disini" ujar Hendro sebelum menutup pintu kamar Alana.
Tampak Alana menangis dan menggedor-gedor pintu kamarnya namun Hendro sama sekali tidak menggubris.
"Arman, Alana kabur dan pulang kesini. Tapi aku sudah mengamankannya. Kamu bisa jemput dia" ujar Hendro dalam teleponnya.
.
Hai teman-teman ini karya baruku. Semoga kalian menikmati ya... Jangan lupa like dan komennya. Terimakasih.
Arman yang murka langsung mendatangi kediaman Hendro untuk menjemput Alana. Tidak peduli saat ini pukul 02.00 pagi Arman beserta dua pengawalnya langsung menyeret Alana yang sedang tidur.
"Akhh.. Sakit" Alana masih sangat mengantuk dan kelelahan namun Arman dengan kasar menarik rambutnya.
"Ini akibatnya jika berani kabur" tak peduli dengan rintihan Alana, Arman langsung menarik Alana menuju ke mobil.
Alana yang ketakutan tak berani berbuat apapun. Dia hanya duduk termenung sambil menahan kantuk.
Dia kembali dikurung didalam kamar. Namun ruangan itu tertutup rapat jendelanya sehingga peluang Alana untuk kabur semakin tipis.
Tak ada ucapan apapun dari Arman, pria itu langsung pergi saat Alana kembali ke rumahnya.
Sambil menangis meratapi nasibnya Alana lama kelamaan mulai mengantuk dan tertidur.
.
Sinar matahari yang mulai menyilaukan kamar itu perlahan membuat Alana terbangun dari lelapnya. Samar-samar dia membuka mata.
Arman duduk disamping ranjang. Tampak nampan berisi sepiring nasi, segelas susu dan air putih tersaji rapi di atas meja.
Alana yang ketakutan melihat Arman langsung beringsut dan mencoba menjauh. Arman langsung menatap Alana.
"makanlah, dari semalam kamu belum makan kan? Aku tidak mau kau sakit dihari bahagiaku." ujar Arman sembari menyodorkan sepiring nasi lengkap dengan lauknya.
Alana terdiam. Dia hanya menatap tangan Arman yang memegang piring itu. Melihat tangannya saja sudah membuatnya muak.
Arman yang mulai tidak sabar langsung melemparkan piring itu ke lantai hingga pecah. Alana yang ketakutan langsung memejamkan matanya sembari menutup telinga.
"Aku benci dengan orang yang tidak menurut. Ku Suruh makan ya makan. Apa kamu mau mendapat hukuman?" bentak Arman.
Alana hanya menangis tertahan. Dia benar-benar takut saat ini.
"Baiklah. Kalau begitu cepat mandi karena perias akan segera tiba" ujar Arman sembari meninggalkan Alana.
"Perias?" batin Alana. Dia masih berpikir keras. Apa yang akan Arman lakukan.
Tak berselang lama setelah Alana mandi dua orang perempuan datang sembari membawa koper berisi peralatan make up. Tampak dua pengawal Arman juga berada di kamar itu.
"Nona silahkan, kami akan merias anda" ujar wanita itu.
Sebenarnya Alana ingin sekali meminta bantuan wanita itu namun dua pengawal Arman terus mengawasinya. Akhirnya dia diam dan menurut.
Alana sudah cantik dengan riasannya serta kebaya pengantin berwarna putih terlihat sangat pas di tubuhnya.
Dua pengawal Arman langsung menggiring Alana menuju ke depan. Disana sudah ada Arman yang memakai jas berwarna putih dan pamannya Hendro yang duduk disamping Arman.
Arman tampak terkesima melihat Alana yang begitu cantik.
"Bagaimana sudah siap semuanya?" ujar pria paruh baya yang menjadi penghulu tersebut.
Alana yang tertunduk hanya mendengar suara Arman yang dengan lantangnya mengucapkan ijab qobul tanpa melihat wajahnya.
"Selamat. Sekarang kalian resmi menjadi suami istri." ujar penghulu itu.
Arman terlihat begitu bahagia namun tidak dengan Alana. Dia benar-benar sedih. Tak menyangka hidupnya akan seperti ini. Menikah dengan pria kejam yang bahkan tidak dia kenal.
Setelah penghulu pergi tampak Arman memberikan sebuah amplop berisi uang kepada Hendro. Tentu saja pria itu senang bukan kepalang.
"Jadi sekarang deal ya. Hutangku lunas semua" ujar Hendro sembari menepuk bahu Arman.
Alana yang melihat pamannya begitu dibutakan oleh uang merasa sangat muak. Teganya menjual keponakannya sendiri.
.
"Mas, Tuan Arman hari ini menikah lagi. Mas ndak pulang?" ujar Bi Siti salah satu asisten Arman yang sedang menelepon seseorang.
Arman mengetahui asistennya sedang menelepon seseorang langsung menyambar ponselnya.
"Ngapain Bibi nelpon Andra. Mau ngadu kalau saya nikah lagi?" bentak Arman.
Alana yang menyaksikan hal itu hanya bisa diam tertunduk.
"Anu.. Anu tuan. Saya hanya ingin mengabari Mas Andra tidak lebih. Kan dia juga putra di rumah ini masak tidak diberi tahu"
Arman mengembalikan ponsel Bi Siti. "Awas saja kamu ngadu aneh-aneh ke andra. Saya pecat kamu" gertak Arman.
Pria itu berlalu sembari menarik tangan Alana menuju ke kamarnya.
Alana masih teringat obrolan Arman dan Bi Siti tentang nama Andra. Dia penasaran dengan nama itu. Dalam hidup Alana ada sosok bernama Andra juga. Dia adalah cinta pertamanya namun harus berakhir saat Andra memutuskan untuk kuliah ke luar negeri.
Arman tiba-tiba merengkuh tubuh Alana dan menjatuhkannya ke atas ranjang. Arman langsung menindih gadis itu dan menciuminya dengan ganas.
Alana merasa sangat jijik dan benci atas perlakuan Arman. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa. Terlebih saat Arman melucuti semua pakaian Alana hingga gadis itu hanya bisa menangis terisak.
"Aku sekarang adalah suamimu sayang, jadi layani aku selayaknya seorang istri"
Arman melahap tubuh Alana bak Singa yang kelaparan. Dia sama sekali tidak memberi jeda untuk Alana beristirahat.
Ini adalah pertama kali Alana melakukan hubungan badan dan tentu saja terasa sangat sakit saat Arman dengan kasarnya memasuki milik Alana.
"Ampun pak Arman sakit..." Dia hanya bisa menjerit kesakitan sambil menangis.
Namun Arman nampaknya sama sekali tidak mempedulikan hal itu. Dia terus memacu dirinya tanpa mempedulikan isak tangis Alana.
Setelah puas Arman langsung ambruk dan menindih tubuh mungil Alana. Tentu saja dia merasa sesak karena tubuh kekar Arman yang hampir dua kali lipat dengan Alana.
.
Alana mulai terbangun dari tidurnya. Perlahan dia membuka mata. Tampak Arman yang bertelanjang dada tertidur pulas disampingnya.
Perlahan Alana mencoba untuk bangun namun dia merasa seluruh tubuhnya seperti remuk terutama bagian intinya.
Sambil tertatih gadis itu berjalan menuju kamar mandi.
Dia bersimpuh di lantai membiarkan guyuran air hangat dari shower membasahi tubuhnya.
Dia masih ingat betul perlakuan Arman terhadap dirinya. Alana tak kuasa menahan tangisnya dan dia terus terisak meratapi nasibnya yang begitu malang.
Saat Alana keluar dari kamar mandi fia tidak melihat Arman. Hatinya terasa begitu lega saat pria itu pergi dari pandangannya.
Kini Alana mencoba untuk mencari pakaian di walk in closet. Tidak ada pakaian wanita. akhirnya Alana mengambil salah satu kemeja yang ada di lemari itu dan memakainya.
"Kau terlihat semakin cantik seperti itu sayang" ujar Arman yang tiba-tiba datang membawa nampan berisi makanan dan susu.
"Makanlah sayang, kamu harus mengisi tenagamu." Arman menyodorkan sendok terisi makanan kepada Alana. Namun gadis itu tak bergeming. Gertakan Arman yang akhirnya menjadikan Alana menurut.
.
Andra dirundung kesal setelah mendengar kabar bahwa Arman telah menikah kembali. Padahal belum genap empat bulan mamanya meninggal namun Ayah tirinya sudah memutuskan untuk menikah kembali.
Karena penasaran akhirnya Andra memutuskan kembali ke Indonesia dan mencari tahu siapa ibu tirinya.
.
.
Bersambung.....
Hari-hari Alana kini bagai di neraka. Bagaimana tidak, masih seminggu menjadi istri Arman dia sering mengalami penyiksaan.
Arman begitu terobsesi dengan Alana sehingga membuatnya terus bernafsu. Akhirnya Alana sering mengalami kekerasan terutama saat melakukan hubungan suami istri.
Pagi ini lagi-lagi Alana harus berjalan tertatih karena ulah Arman yang semalaman terus menghajar Alana tanpa ampun.
Alana mengguyur tubuhnya dengan air hangat agar merasa sedikit rileks. Saat menyabuni badannya dia merasakan perih di punggungnya karena cakaran dan gigitan Arman. Alhasil bekas memar dan memerah tersebar di beberapa bagian tubuhnya.
Selesai mandi dia tidak melihat Arman di kamarnya. Rupanya pria itu sedang bersiap untuk berangkat ke kantor.
"Sayang aku berangkat dulu ya" Arman mengecup kening dan mencium bibirnya. Seolah dia seperti pria normal yang sok peduli dengan istrinya.
Kepergian Arman ke kantor membuat Alana sedikit bebas. Meski dia tidak bisa kemana-mana tanpa didampingi Arman.
Alana menghabiskan waktunya dengan menonton tv karena itu hiburan satu-satunya untuk dia. Semenjak Arman membawanya ke rumah itu Alana sama sekali tidak diperbolehkan memegang ponsel. Arman takut jika Alana menghubungi polisi atau meminta bantuan ke orang lain untuk kabur.
Alana merasa haus dan pergi ke dapur untuk mengambil minum. Disana ada Bi Siti dan Lela, Asisten rumah tangga Arman.
"Ibu Alana, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Bi Siti.
"Saya mau ambil minum bi"
Seketika Bi Siti langsung mengambilkan segelas air untuk Alana.
"Terimakasih bi" Alana kemudian kembali ke kamarnya. Dia terlihat pucat dan Bi Siti menyadari itu.
"Bi Siti, lihat deh jalannya Bu Alana kok gitu ya, seperti menahan sakit. Aku khawatir terjadi sesuatu dengannya. Kan waktu itu kemari dipaksa oleh Pak Arman" bisik Lela.
"Iya, kasian juga lihat Bu Alana. Dia terpaksa menikah dengan pria yang tidak dia sukai. Tapi kita bisa apa? Kita hanya asisten tidak boleh ikut campur urusan majikan" ujar Bi Siti.
Waktu makan siang sudah tiba. Alana belum juga keluar dari kamarnya sehingga Bi Siti berinisiatif untuk mengantar makanan ke kamarnya.
Bi Siti mengetuk pintu kamar Alana namun tak kunjung ada jawaban. Karena khawatir akhirnya Bi Siti memberanikan diri masuk ke dalam.
Rupanya Alana tengah tertidur pulas. Dia tidur dengan posisi miring hampir tengkurap. Kebetulan dia mengenakan pakaian dengan punggung sedikit terbuka.
Bi Siti hendak menaruh makanan di meja dekat ranjang. Saat melihat Alana dia dibuat terkejut melihat punggung putihnya yang terdapat banyak luka memar serta cakaran.
"Ya ampun.." Secara reflek Bi Siti bersuara membuat Alana langsung terbangun.
"Bi Siti?" ucap Alana saat melihat Asistennya.
"Eh, anu Bu Alana. Ini Bibi bawakan makan siang untuk anda" Bi Siti sedikit salah tingkah.
"Terimakasih bi, aduh.." Alana hendak bangun namun merasakan tubuhnya yang sakit.
"Ibu baik-baik saja?" tanya Bi Siti. Alana hanya mengangguk pelan.
Kemudian Bi Siti memberanikan diri untuk bertanya mengenai luka di punggungnya.
"Bu Alana jika butuh bantuan apapun jangan sungkan untuk minta tolong kepada Saya" ujar Bi Siti.
"Baiklah Bi, saya minta tolong obati punggung saya. Rasanya perih dan sakit. Saya tidak bisa mengobatinya sendiri" ujar Alana.
Segera Bi Siti membantu Alana untuk mengobati punggungnya. Dia benar-benar miris melihat majikannya seperti ini.
"Bu maaf, apa ini perbuatan Pak Arman?" Bi Siti kembali bertanya.
Alana hanya mengangguk pelan. " Dia selalu menyiksa saya setiap hari. Apalagi jika saya tidak mau menuruti keinginannya" ucap alana sembari meneteskan air matanya.
"Malang sekali nasib gadis ini. Dia masih muda dan cantik. Harus menghadapi ketidak adilan dan kekejaman seperti ini." Gumam Bi Siti dalam hati.
.
Siang berlalu dan sore menyambut. Itu artinya masa-masa tenang Alana mulai terusik kembali kala Arman tiba di rumah.
Tapi kali ini Arman terlihat bersama seseorang. Alana hanya melihat sekilas karena dia begitu enggan berurusan dengan Arman dan orang-orangnya.
Seperti biasa Alana akan menyambut kepulangan Arman bak istri yang perhatian. Padahal semua itu dia lakukan karena terpaksa agar Arman tidak memarahinya.
Alana langsung mencium tangan Arman ketika tiba dan meraih tas yang dibawa pria itu.
"Ndra, kenalin ini ibu sambung kamu" ujar Arman kepada Andra.
Andra yang sebelumnya enggan menatap wanita yang kini menikah dengan Arman menjadi sangat terkejut ketika Alana lah yang berada didepannya.
Begitupun Alana tak kalah terkejutnya. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Andra yang sering dibicarakan Arman dan Bi Siti adalah mantan kekasihnya.
"Gimana Andra? Ibumu cantik kan. Masih muda lagi" ujar Arman dengan entengnya.
Bak petir menyambar. Keduanya hanya bisa menatap tak percaya. Kenapa dunia begitu sempit hingga takdir mempertemukan mereka dengan jalan seperti ini.
"Andra.." Tiba-tiba Andra Mengulurkan tangannya. Seolah baru pertama kali bertemu.
"A-Alana.." balas Alana terbata.
Andra langsung memasuki kamarnya dan mengunci rapat pintunya. Dia membaringkan tubuh di ranjang sembari menghela nafas yang begitu sesak sejak tadi.
Bagaimana mungkin Alana gadis yang begitu dicintainya bisa menjadi ibu tirinya?
Padahal niat Andra dari awal adalah ingin memastikan bahwa Arman dan istri mudanya tidak bisa menghambur-hamburkan harta peninggalan mamanya.
Tapi kini dia dirundung dilema kala melihat Alana. Tapi kenapa bisa Alana menikah dengan Arman? Padahal dia tahu betul Alana bukanlah gadis matre. Pertanyaan itu terus terngiang di kepalanya. Hingga akhirnya dia mendengar suara ketukan dari pintu.
"Mas, Mas Andra diminta makan malam bareng Pak Arman" suara Bi Siti dari balik pintu kamarnya.
"Iya Bi..."
Andra bergegas ke ruang makan untuk makan malam. Disana tampak Andra dan Alana yang sudah duduk berdampingan.
Andra sengaja mengambil tempat duduk tepat didepan Alana. Dia ingin tahu bagaimana ekspresi Alana saat bertemu dengannya.
Sementara Alana merasa sangat canggung duduk berhadapan dengan Andra. Arman mengobrol ngalor ngidul dengan Andra namun Alana tak bisa fokus hingga tak tahu apa yang dibicarakan mereka.
Sementara Andra sesekali memperhatikan Alana yang tampak gelisah. Namun hatinya merasa sangat dongkol ketika Arman dengan sengaja memamerkan kemesraan didepannya.
Alana hanya bisa pasrah ketika Arman terus merangkul dan menciuminya di depan Andra.
Dalam hati dia ingin sekali berteriak dan memaki Arman tapi dia tahu sedikit saja berbuat salah kepada Arman pasti pria itu tak segan untuk menghajarnya. Akhirnya Alana hanya bisa diam dan sesak dalam hatinya.
Alana ijin untuk kembali ke kamar lebih dahulu dengan alasan agar Arman dan Andra bisa lebih leluasa ngobrol berdua. Akhirnya Arman mengijinkan.
Padahal Alana tidak sanggup berlama-lama melihat Andra. Hatinya begitu sakit apalagi saat Andra menatapnya dengan pandangan yang penuh kebencian.
.
.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!