...💐💐💐...
"Apa? Ayah meninggal?"
Dering telepon siang itu cukup mencengangkan Aliza yang tengah bersiap untuk pulang setelah sesaat yang lalu sedang mengikuti studi kuliahnya. Dia terkejut ketika mendapati kabar, bahwa ayahnya terjatuh dari kamar mandi hingga mengalami serangan jantung dan meninggal.
Kejadiannya begitu mendadak, hingga membuat Aliza yang tengah merantau di kota lain harus menerima kabar duka ini dan menyebabkan dia tidak sempat bertemu dengan ayahnya.
Sesampainya di rumah sang ayah. Aliza nampak keluar dari dalam mobil taksi, dia berlari menuju rumahnya yang sudah ramai dikunjungi pelayat.
Tangisnya pun semakin pecah ketika dia melihat jenazah ayahnya yang sudah terbujur kaku di ruang tamu yang masih di tutupi dengan kain.
"Ayah!" Teriaknya histeris. Dia menghamburkan pelukannya sambil menangis sejadi-jadinya.
"Ayah. Kenapa meninggalkan Aliza. Ayah ayo bangun Ayah!" Ucap Aliza di tengah tangisnya yang belum sempat mereda.
"Ayah! Aku mohon bangunlah!"
"Aliza! Sayang! Jangan seperti ini nak. Ayahmu akan sedih melihatmu seperti ini!" Ibunya memeluk tubuh Aliza dan juga ikut menangis seraya menghentikan anaknya yang histeris.
"Ibu. Kenapa ayah pergi Bu. Bahkan, ayah pergi sebelum Aliza mencapai cita-cita Aliza. Kenapa bu? Kenapa ayah pergi secepat ini?" Aliza terus saja memberontak dan menangis. Ibunya sudah tidak tahan lagi membendung rasa sedihnya, apalagi melihat Aliza seperti ini. Dia pun hanya bisa memeluk erat tubuh Aliza dan ikut menangis karena sedih.
Beberapa orang, mulai mendekati mereka dan membawa mereka pergi sedikit menjauh dari jenazah Pak Rizwan, ayahnya Aliza.
\
\
Sepulang dari makam setelah prosesi pemakaman. Aliza dikejutkan oleh kehadiran seseorang tidak dikenal yang datang ke rumahnya.
"Bagaimana buk? Apa Aliza menerima perjodohan ini?"
Aliza sangat terkejut. Dia nampak menatap nanar ibunya.
"Apa ini Buk?" Tanya Aliza tak mengerti.
Bu Ratih mendekati Aliza dan memegang lembut kedua tangan Aliza.
"Maafkan ibu yang tidak mengatakan ini dari awal nak. Ayah mu terpaksa meminjam uang kepada Pak Argantara untuk menguliahkan mu. Di surat perjanjian, jika ayahmu tidak melunasi hutang dalam dua tahun, maka, kamu harus menikah bersama pak Argantara." Jelas Buk Ratih.
"Apa?" Aliza tak menduga bahwa ayahnya akan menggadaikan dirinya untuk membiayai kuliah. Jika saja dia tahu dari awal, tidak akan ada hutang seperti ini dikemudian hari.
"Tapi ibu bilang. Ayah mendapatkan uang dari hasil menjual kebun?" Tanya Aliza lagi. Mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua ini tidaklah benar.
"Maaf nak. Kami terpaksa berbohong. Ayahmu juga berniat menjodohkan mu bersama Pak Argantara. Sebab itulah dia berani meminjam uang itu walaupun akhirnya dia tidak bisa membayar semua hutang itu!" Jawab Buk Ratih.
"Tidak. Ini tidak mungkin. Aku tidak mau mempercayai mu ibu!" Teriak Aliza yang terlihat begitu syok.
Air mata Aliza jatuh tak tertahankan. Dia pergi menuju kamarnya dengan membawa luka yang begitu dalam. Belum juga sembuh pedihnya atas kepergian sang ayah, sekarang dia harus di jodohkan dengan seorang pria yang sudah dewasa. Bahkan, pria itu lebih pantas menjadi ayahnya dibandingkan menjadi suaminya.
Malam itu. Buk Ratih sangat mengkhawatirkan anaknya yang tidak kunjung keluar dari kamar.
Pak Argantara yang datang siang tadi pun menawarkan sebuah kesepakatan, jika memang Aliza tidak ingin menikah pun dia tidak akan marah, hanya saja dia ingin jaminan, yaitu rumah yang sekarang Aliza dan ibunya tempati. Buk Ratih pun berpikir harus membicarakan semua ini kepada anaknya.
Tok.
Tok.
Tok.
"Aliza! Ini ibu nak. Boleh ibu masuk?" Teriak Buk Ratih dari luar. Namun tidak ada sahutan dari Aliza.
Bu Ratih pun memegang gagang pintu dan membukanya, ternyata pintu tidak di kunci, dia pun masuk dan melihat Aliza sedang berbaring dengan posisi miring membelakangi pintu.
"Nak. Ibu ingin bicara!" Ucap Bu Ratih ragu. Namun Aliza masih saja tidak menyahut, dia diam dan tidak ingin menoleh.
"Pak Argantara mengatakan bahwa dia tidak apa jika kamu tidak mau menikah bersamanya. Tapi dia meminta jaminan. Dia ingin rumah ini sebagai jaminannya. Jika...kamu memang tidak mau menikah. Ibu tidak apa jika rumah ini kita berikan kepada Pak Argantara. Ibu ikhlas!"
Aliza tidak sanggup lagi. Dia berbalik dan memeluk tubuh ibunya dengan sangat erat.
"Maafkan aku ibu! Ini semua karena kesalahan ku yang terlalu memaksa kalian untuk mewujudkan impian ku untuk kuliah. Jika saja aku mendengarkan ucapan mu, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Maafkan aku buk." Aliza kembali menangis di dalam pelukan ibunya. Bu Ratih pun juga tidak kuasa menahan tangis dan ikut menangis disana.
"Jangan berikan rumah ini. Rumah ini adalah harta satu-satunya yang kita miliki dan kenangan terindah yang ayah tinggalkan. Aliza tidak akan sanggup memberikan rumah ini kepada orang lain. Aliza mau menikahi Pak Argantara Buk!"
Mendengar ucapan Aliza. Bu Ratih melepaskan pelukannya dengan mata melebar.
"Kamu serius nak? Tapi...."
"Aliza serius buk. Aliza akan menurut apapun keinginan ibu asal ibu dan ayah bahagia" potong Aliza.
Pagi hari menyapa. Aliza bersiap-siap dengan gaun pengantinnya menuju rumah mempelai pria. Semuanya sudah dipersiapkan oleh Argantara, Seorang duda yang akan menikahi Aliza.
Sebelum pergi. Aliza menelpon kekasihnya Qiandra. Karena perjodohan ini, Aliza terpaksa meninggalkan sang kekasih yang sangat dia cintai.
Sebelum mengatakan selamat tinggal. Aliza sengaja membuat perkara dan mengatakan bahwa dia akan menikah bersama pria pilihan ayahnya yang sangat kaya. Ini semua dia lakukan agar Qian sakit hati dan Qian melupakan dirinya. Semua ini dia lakukan agar Qian bisa hidup bahagia setelah kepergiannya. Selain itu. Aliza juga terpaksa berhenti kuliah yang tengah berjalan di semester 4, karena dia harus mengikuti suaminya dan mengurus segala keperluan suaminya seperti istri-istri pada umumnya.
Sementara itu. Di kampus, Qian terlihat sangat sedih dan frustasi. Bagaimana bisa Aliza meninggalkannya seperti ini?
Dia sangat mencintai Aliza. Bahkan wanita manapun tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Aliza hatinya.
"Kenapa Aliza? Kenapa kamu pergi dan memilih pria itu dibandingkan aku?" Qian menangis di tepi sungai kampus. Dia sangat sedih. Dia duduk seorang diri di bawah pohon beringin besar yang biasa dia dan Aliza datangi setiap kali waktu istirahat sekolah menyapa.
Tidak lama. Dering handphone miliknya pun berbunyi. Itu dari ayahnya. Qian memutar bola matanya malas. Sejak ayahnya mengatakan akan menikah lagi, Qian sangat tidak senang. Apalagi, sekarang dia juga diputuskan oleh pacarnya sebab perjodohan kedua orang tua Aliza.
Kembali suara dering handphone miliknya berbunyi, namun berkali-kali dia matikan karena dia sangat kesal.
Tidak lama. Sebuah notifikasi pesan masuk dari ayahnya.
"Nak! Ayah akan menikah hari ini. Ayah harap kamu datang tepat waktu. Ayah hanya memiliki mu di dunia ini, jadi ayah mohon datanglah!" Pesan singkat ayahnya.
Di acara pernikahan. Aliza duduk di kursi pelaminan dan akan mengadakan ijab kabul bersama Argantara.
"Ayah!"
"Nak! Kamu datang?" Argantara sangat senang dan langsung memeluk tubuh pemuda yang dia sebut dengan Nak dengan penuh kasih sayang.
"Qian?"
"Aliza?"
Aliza dan Qiandra sama-sama terkejut ketika saling bertemu tatap. Mereka baru menyadari satu sama lain setelah mereka saling menatap.
Aliza terkejut mendapati bahwa Qiandra yang biasa dia panggil dengan sebutan Qian itu ternyata adalah anak kandung dari calon suaminya.
Sementara, Qiandra juga terkejut, laki-laki yang Aliza maksud, yang akan Aliza nikahi tersebut ternyata ayah kandungnya.
.
.
.
Bersambung.
Hai. Jangan lupa untuk Memberikan like dan komen ya. Sebelum membaca, silahkan Subscribe terlebih dahulu ☺️
Happy Reading
...🌹🌹🌹...
Dunia seolah berhenti berputar. Marah, benci, gelisah, cinta, beradu menjadi satu. semua itu terasa memenuhi dadanya dan membuatnya terasa sangat sesak menahan sakit dihatinya.
Qiandra Priswanggara. Pemuda tampan yang memiliki lesung pipi di pipi kirinya, alis tebal dan tubuh yang besar dan berotot. Qiandra yang biasa di panggil Qian itu tidak menduga, ketika dia harus menerima kenyataan bahwa kekasih yang sangat dia cintai harus menikah bersama ayah kandungnya. Kedua orang itu adalah dua orang yang sangat dia cintai.
Qian menatap nanar ke arah pelaminan dengan wajah sedih. Hatinya begitu sakit. Hingga dia merasa dunia tidak adil kepadanya.
Usai ijab kabul dilaksanakan. Argantara dan Aliza nampak duduk bersanding di atas pelaminan. Dapat Qian lihat dengan jelas bahwa ayahnya begitu bahagia, namun kebahagiaan itu membuat Qian sangat sakit.
Qiandra berjalan menghampiri mereka. Mencoba meyakinkan dirinya untuk tetap kuat menghadapi derita hatinya.
"Pa! Selamat atas pernikahannya!"
"Terimakasih nak. Papa sangat bahagia melihat kamu datang."
Qian hanya membalas dengan senyuman tipis. Argantara langsung memeluk tubuh Qian dengan penuh rasa bangga. Sementara, Qian dan Aliza saling menatap penuh luka. Keduanya begitu tersiksa, tapi tidak bisa mengungkapkan rasa.
Tanpa sadar, Qian meneteskan air mata, dan itu dilihat oleh Aliza. Hati Aliza juga sakit melihat air mata itu jatuh tepat di hadapannya.
Setelah pelukan itu di lepaskan, Qian menampilkan senyuman palsunya.
"Sekali lagi selamat untuk kalian berdua!" Ujar Qian lagi. Lalu dia pun pergi meninggalkan pesta begitu saja.
"Maafkan aku Qian!" Ucap Aliza di dalam hatinya.
Usai acara pernikahan, Aliza dan Argantara pulang dari acara pesta.
Aliza di bawa kerumah mewah milik Argantara. Sesampainya disana, mereka langsung disambut oleh pelayan yang berjaga di rumah. Semuanya nampak indah dipersiapkan.
Aliza tertegun melihat rumah yang terlihat begitu besar dan mewah di pandangannya. Tidak pernah terpikirkan olehnya akan tinggal di rumah sebesar ini.
Aliza keluar dari dalam mobil dan di bantu oleh Argantara yang kini sudah menjadi suami Sah nya.
"Selamat datang tuan. Selamat datang nyonya!" Ucap mereka serempak seraya menunduk memberi hormat. Lalu mereka menepi dengan membentuk barisan lurus dan rapi seperti sebuah jalan.
Aliza menggandeng tangan suaminya dan berjalan menuju rumah. Namun langkahnya tiba-tiba saja berhenti ketika dia melihat Qian berdiri di depan rumah.
Deg!
Hati Aliza begitu tidak karuan. Entah kenapa, hatinya selalu merasa bersalah kepada Qian, walaupun sebenarnya semua ini bukanlah inginnya.
"Selamat datang Pa!" Ujar Qian setelah ayahnya sampai di depan pintu.
"Qiandra! Sapa juga ibumu!"
Qian menatap Aliza, sementara Aliza hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Selamat datang ibu!"
Aliza langsung mengangkat wajahnya dengan mata melebar. Sorot mata keduanya sangat terlihat sebuah kesedihan yang begitu mendalam. Namun Qian menyembunyikan semua itu dengan sikap dinginnya.
"I-iya terimakasih!" Jawab Aliza seolah tak ingin menjawab.
"Sayang! Ayo masuk! Aku sangat lelah!" Ujar Aliza kepada suaminya. Kata ibu dari mulut Qian begitu janggal di telinganya, membuat Aliza cepat-cepat mengajak suaminya pergi.
"Qian! Papa masuk dulu! Kamu jangan lupa untuk belajar sebelum ikut ujian besok!" Argantara pun langsung membawa Aliza masuk ke kamar mereka. Sementara, Qian hanya bisa menatap dalam diam kepergian Aliza dan ayahnya.
Keesokan harinya. Aliza bangun dan menyiapkan sarapan pagi. Tentunya dibantu oleh beberapa pelayan disana. Karena Argan tidak akan membiarkan dia bekerja seorang diri di dapur.
"Pagi sayang!" Sapa Argan. Lalu memeluk tubuh Aliza dari belakang.
Aliza buru-buru melepaskan pelukan Argan, "Jangan seperti itu. Aku malu! Pelayan melihat kita!" Protes Aliza.
Bukannya mendengarkan ocehan Aliza, Argan malah semakin gemas. Dia pun memeluk Aliza kembali dengan penuh cinta.
"Kenapa? Kenapa aku tidak boleh memeluk istriku sendiri? Bukankah kamu sudah menjadi milikku?"
Aliza begitu malas berdebat. Dan membiarkan Argan memeluk tubuhnya.
Dari lantai atas. Qian melihat kemesraan ayahnya bersama Aliza. Hal itu membuat hatinya menjadi kesal.
Dia terlihat menuruni anak tangga dengan wajah dinginnya. Aliza yang menyadari, buru-buru mendorong tubuh Argan agar menjauh darinya.
Wajahnya sangat pucat. Dia seperti sudah kecolongan sedang bermesraan di dapur.
"Ada apa?" Tanya Argan heran. Lalu matanya menangkap kedatangan putranya dan dia mengerti, bahwa Aliza mungkin malu jika dilihat oleh Qian sedang bermesraan bersamanya di dapur.
"Qian! Ayo sarapan dulu!" Ajak Argan kepada Qian.
"Qian masih kenyang pa. Nanti sarapan di kampus aja!" Jawabnya sambil melangkah pergi.
Aliza menatap nanar punggung Qian yang semakin menjauh. Hatinya masih sangat sedih melihat Qiandra.
Mereka bersikap seolah tidak saling mengenal, padahal mereka adalah sepasang kekasih yang sedang putus cinta.
Siang itu. Qian terlihat sangat marah. Dia memukul teman sekelasnya hanya karena masalah kecil.
Bima tidak sengaja menjatuhkan handphone milik Qian, hingga Qian menjadi marah dan mereka bertengkar di dalam kelas walaupun Bima sebelumnya sudah meminta maaf.
Pihak kampus menelpon orang tua masing-masing dari mahasiswa. Pasalnya, Qian tidak ingin berdamai dan keluarga Bima tidak terima atas kejadian ini dan akan melaporkan ke pihak polisi.
Qiandra adalah mahasiswa pintar dan berbakat. Mereka tidak ingin hanya karena masalah sepele ini akan membawa dampak negatif kepada Qiandra nantinya. Jadi, mereka memilih jalan tengah dengan memanggil orang tua Qiandra.
Siang itu. Argan sedang ada rapat penting di kantor. Dia tidak bisa datang setelah mendapat kabar dari pihak Universitas tempat anaknya kuliah. Argan pun menyuruh Aliza untuk datang dan menemui orang tua dari Mahasiswa yang di pukul oleh Qiandra.
Setelah mengetahui itu. Aliza buru-buru pergi ke kampus dan menemui Qiandra. Dia sangat khawatir hingga dia tidak sadar bahwa dia datang sebagai ibu tiri dan bukanlah sebagai kekasih.
"Qian! Kenapa kamu berkelahi? Wajahmu!"
Qian menepis tangan Aliza yang ingin memegang wajahnya yang memar. Tatapan tajam penuh kebencian begitu nampak di matanya.
Aliza hanya bisa menarik nafas berat. Lalu menghampiri kedua orang tua Bima untuk meminta maaf. Setelah membayar ganti rugi, kedua orang tua Bima setuju untuk tidak melaporkan kepihak polisi atas perkara ini. Aliza sangat bersyukur, untungnya Bima mau mengerti masalah mereka saat ini.
"Qian! Ayo kita pulang!" Ajak Aliza setelah mengurus semuanya di ruang dosen.
Qian tidak menjawabnya dan pergi begitu saja.
Alisa mengikuti Qian dari belakang dengan setengah berlari, "Qian tunggu! Kemana kamu akan pergi? Ayo pulang!" Teriak Aliza.
Qian menghentikan langkahnya. Aliza yang melihat itu juga menghentikan langkahnya.
Qian berbalik dengan sorot mata tajam, "Untuk apa? Untuk apa aku pulang jika hanya menyaksikan kemesraan mu?" Tanya Qian dengan penuh amarah.
Aliza tertegun, "Qian! A-aku...aku mohon jangan seperti ini. Terimalah kenyataan! Kita memang tidak berjodoh. Jangan menatapku seperti itu!" Ucap Aliza berusaha selembut mungkin.
"Kalau begitu. Jangan pernah ikut campur urusan ku. Urus saja hidupmu sendiri dan jangan memperdulikan aku. Karena aku sangat membenci mu!" Bentak Qian.
Aliza kembali tertegun tak bersuara. Harus seperti apa lagi dia menjelaskan kepada Qian. Dia tidak ingin semua ini terjadi, tapi pernikahan ini adalah takdirnya yang sudah digariskan untuknya.
Qian pergi begitu saja setelah melihat Aliza yang nampak mematung ditempatnya. Qian sangat membenci Aliza karena Aliza tidak jujur bahwa pria yang di jodohkan adalah ayahnya.
"Qian tunggu!" Teriak Aliza yang menyadari kepergian Qian. Dia pergi dengan setengah berlari. Namun belum sempat langkahnya benar-benar sampai, dia tiba-tiba tersandung batu dan jatuh ke tanah.
"Ahhhhhhhh" ringis Aliza kesakita.
Qian segera menoleh dengan wajah khawatir. Dia menghampiri Aliza dan memegang tangan Aliza yang terluka.
"Tangan mu berdarah!" Qian menggendong tubuh Aliza dan membawanya ke mobil.
Aliza hanya bisa menatap wajah Qian yang terlihat khawatir. Setiap kali Qian ingin membenci Aliza sepenuh hati, raganya tidak bisa menerima ketika melihat Aliza terluka.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa untuk memberikan like dan komen ya ☺️
...🥀🥀🥀...
Satu bulan telah berlalu begitu saja. Qian sudah memutuskan untuk melupakan Aliza.
Sejak sebulan terakhir ini pula dia menjauhi Aliza. Setiap kali mereka saling menatap, Qian buru-buru membuang muka. Sikap dinginnya merubah suasana yang dulu begitu ceria, kini menjadi sosok yang pendiam.
Di ruang tamu. Aliza nampak mencium punggung tangan suaminya, lalu menyerahkan tas hitam kerja milik Argan.
"Hati-hati di rumah sayang! Mas akan kembali setelah pekerjaan selesai" pamit Argan sambil mencium pucuk kepala Aliza dengan penuh kasih.
Diwaktu bersamaan, Qian masuk setelah pulang dari kegiatan di kampusnya. Dia lagi-lagi melihat kemesraan ayahnya Aliza yang membuatnya merasa sangat sakit.
"Qian!" Seru Argan kepada Qiandra.
Namun Qian tidak menggubrisnya, dia berjalan lurus dengan wajah datarnya menuju lantai atas tanpa memperdulikan teriakan Ayahnya.
Argan hendak menyusul, namun segera di tahan oleh Aliza.
"Mas! Sudahlah! Mungkin dia sedang lelah. Berikan dia waktu istirahat. Nanti aku akan berbicara kepadanya!" Ujar Aliza cepat.
Argan diam. Lalu detik berikutnya dia menurut, "Baiklah sayang. Kamu memang istriku yang terbaik!" Kembali Argan mencium bibir ranum Aliza tanpa permisi.
"Mas! Jangan seperti itu. Sebaiknya berangkatlah cepat! Mas akan terlambat jika seperti ini!"
"Sayang! Rasanya aku tidak ingin meninggalkan mu. Tapi aku janji akan segera kembali"
Aliza hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan suaminya. Argan pun pergi setelah memberikan kecupan hangat di kening Aliza.
Sementara itu. Qian yang berada di lantai atas menatap datar ke arah kedua orang itu.
Ya. Siapa lagi kalau bukan Aliza dan ayahnya?
Tidak lama. Qian pun pergi dari sana dan masuk ke dalam kamarnya. Sepanjang hari, dia selalu saja mengurung dirinya di dalam kamar. Keluar, jika hanya untuk makan malam saja.
Tok.
Tok.
Tok.
Qian yang hendak meletakan tasnya di atas meja, menoleh ke arah pintu setelah mendengar suara ketukan dari luar.
Dia membuka pintu, lalu sebuah netra bewarna coklat karamel juga ikut menatapnya.
"Ada apa?" Tanya Qian dengan wajah datar. Dan hampir tidak menunjukan ekspresi apapun.
"Qian! Aku ingin bicara!" Ujar Aliza ragu.
Qian diam tak menjawab, "Qian! Biarkan aku bicara! Boleh aku masuk?" Tanya Aliza lagi.
Qian masih tidak menjawab, tapi gerakan tangannya yang membuka pintu sedikit lebih lebar dan membuat Aliza sedikit lebih mengerti dan masuk begitu saja.
Aliza masuk kedalam kamar Qian. Namun langkah itu seolah sangat berat. Sesak sudah dadanya melihat fotonya bersama Qian terpasang dimana-mana.
Ini pertama kalinya dia masuk ke dalam Qian setelah selama ini saling acuh dan tidak saling bicara.
Sementara Argan, dia juga tidak pernah masuk ke kamar anaknya, sebab laki-laki dengan usia yang sudah dewasa itu hanya fokus bekerja selama ini. Karena itulah Argan tidak pernah mengetahui siapa kekasih anaknya tersebut.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Qian dengan suara yang dingin.
Aliza seketika tersentak, dia menoleh kesisi kanannya dan menatap wajah Qian.
"Qian. Aku ingin bicara. mengenai hubungan ku bersama ayahmu, itu adalah yang terbaik. untuk itu, Lupakan aku! Aku tahu ini sangat berat! Tapi jangan pernah menunjukan sikap tidak sukamu kepada ayahmu! Dia tidak tahu hubungan kita. Aku juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. Tapi, takdir kita sudah berbeda, maka aku harap kamu menjalani kehidupan yang lebih bahagia dari ini!"
Qian nampak menatap Aliza dengan sorot mata tajamnya.
"Jadi, kamu pikir aku tidak bahagia?" Tanya Qian tajam.
Langkah Qian yang berjalan mendekat dengan wajah menyeramkan, membuat Aliza menjadi gugup dan tanpa sadar langkah kakinya berjalan mundur kebelakang.
Qian terus melangkah mendekat, hingga tubuh Aliza berhenti menyentuh tembok. Hatinya mendadak tak karuan melihat wajah Qian yang terlihat berbeda.
"A-apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya Aliza cemas. Gugup, itulah yang dia rasakan.
"Apa kamu pikir hidupku se-menyedihkan itu? Hingga kamu berpikir bahwa aku menderita karena pernikahan dan penghianatan mu?"
"Wanita seperti kamu tidak akan pernah ada di dalam hatiku lagi. Pergi!" tegas Qian lagi sambil mendorong tubuh Aliza hingga wanita itu hampir tersungkur ke lantai.
"Pergi!" Bentak Qian setengah berteriak. Aliza yang mendengar itu langsung tersentak melihat kemarahan Qian. Dia pun pergi meninggalkan Qian sendiri di dalam kamar.
Malam itu. Usai bertengkar bersama Aliza. Qian tidak lagi keluar dari kamarnya. Bahkan untuk makan malam pun tidak.
Qian terlihat duduk di balkon teras kamarnya. Duduk, menatap langit yang mulai menghitam sambil meneguk minuman beralkohol tinggi.
Sepertinya akan turun hujan, namun Qian tidak peduli. Dia hanya bisa meratapi nasib cintanya yang kandas ditengah jalan.
Wajahnya nampak sembab oleh air mata. Penampilannya sungguh berantakan dan terlihat begitu frustasi.
"Aku mencintainya, tapi kenapa dia berusaha agar aku melupakannya? Ini sungguh tidak adil!" Qian meracau sedih seorang diri. Kepalanya sudah sangat pusing dan berat. Dadanya bergemuruh dan menimbulkan rasa sesak yang sangat menyakitkan.
Bayang-bayang kenangan indah bersama Aliza begitu memenuhi kepalanya. Dia begitu mempercayai Aliza dan sangat mencintainya. Namun, kenyataanya, kini wanita yang dia cintai malah menjadi ibu sambungnya. Hatinya begitu pilu, kala mengetahui kenyataan itu. Dia tidak bisa menerimanya begitu saja, dia sangat menderita.
"Aaaaaaaa" Aliza berteriak.
Qian terkejut, listrik dirumahnya tiba-tiba saja mati setelah hujan lebat dan petir melanda di kotanya. Setelah mendengar suara teriakan dari kamar sebelah, membuatnya sangat khawatir.
"Aaaaaaa...tolong aku!" Teriak Aliza lagi.
Aliza sangat takut kegelapan. Hal itu membuatnya histeris. Qian pun sangat khawatir dan pergi mencari Aliza.
"Aliza! Kamu dimana?"
"Qian. Tolong aku! Hik!" Aliza menangis dan terdengar menyahut dengan suara keras di dalam gelap.
Qian pun mencari sumber suara. Dia juga melupakan dimana dia meletakan handphone nya. Ketika mendengar suara teriakan Aliza, dia tidak sadar langsung berlari ke kamar Aliza Walaupun dalam keadaan gelap.
"Aliza!" Seru Qian setelah sampai di dekat Aliza.
Aliza pun langsung memeluk tubuh Qian dengan sangat erat tanpa dia menyadarinya.
Hati Qian tiba-tiba menghangat mendapatkan pelukan dari Aliza, "Tenanglah! Aku ada disini!" Ujar Qian. lantas balas memeluk Aliza.
Rasa benci yang dia rasa berangsur-angsur meluruh bersamaan ketika Aliza memeluk nya. Jujur, dia masih sangat mencintai Aliza. Hingga rasa bencinya pun tidak bisa mengubah perasaannya.
"Aku mencintaimu Aliza!" Qian tak kuasa menahan diri. dia sudah lelah dengan perasaannya. dia lelah menyembunyikan kemarahannya. dia juga lelah berpura-pura membenci Aliza. dia sangat tersiksa oleh perasaannya sendiri.
"Aku juga mencintaimu Qian. Aku sangat takut!" Aliza mengeratkan pelukannya. Sebab, dia begitu takut kegelapan, membuatnya melupakan statusnya yang sudah menjadi ibu tiri dari kekasihnya sendiri.
Qian pun juga mengeratkan pelukannya. Hingga sesekali dia mencium pucuk kepala Aliza dengan penuh kerinduan.
Semakin mereka berusaha saling melupakan, semakin perasaan itu membuat mereka tersiksa.
Cup!
Di dalam kamar yang gelap dan dibawah pengaruh alkohol. Qian tiba-tiba kehilangan kendali atas perasaannya. Hingga dia dan Aliza saling Memangut dengan sangat rakus dan hasrat yang menggebu.
Aliza tidak menolak dan malah membalas ciuman itu.
Dua kekasih yang saling merindu, kini saling melepaskan kerinduan di bawah hujan lebat yang membuat mereka saling menghangatkan satu sama lain.
Tanpa sadar, Aliza yang terbawa perasaan juga membalas setiap permainan yang di mainkan oleh Qian, hingga membuatnya sesekali melenguh nikmat.
Qian melepaskan pangutannya, kala menyadari Aliza sudah kehilangan nafas. Lalu, tiba-tiba lampu di kamarnya pun menyala. Membuat mereka bisa saling menatap satu sama lain.
Di tengah nafas yang masih tersengal. Qian kembali menyerang Aliza dengan pangutan yang lebih bringas. Aliza kewalahan, namun masih menikmatinya.
Gejolak hasrat keduanya sudah sangat memuncak. Qian pun menggendong tubuh Aliza ke atas kasur dan melempar tubuh itu dengan tatapan sayu yang sangat menuntut.
Tubuh kekar Qian menggagahi dan mengunci Aliza dibawahnya. Entah setan apa yang merasuki keduanya, mereka seakan Sudah lupa status mereka sebagai anak dan ibu tiri.
Malam Ini adalah malam yang panjang bagi mereka. Keduanya begitu dibutakan oleh birahi yang menggebu.
Peluh bercucuran di seluruh badan serta Sahutan yang begitu rancu. Menjadi saksi bisu percintaan hebat mereka sedang berlangsung.
Hingga satu jam lamanya mereka beradu di atas ranjang. Kini Qian tumbang dengan tubuh lemas setelah berhasil mencapai puncaknya.
Aliza pun juga ikut kelelahan. Rahim nya juga ikut menghangat oleh lahar panas milik Qian. Keduanya nampak menikmati sisa-sisa cinta semalam yang mereka lakukan. Entah sadar atau tidak, Aliza dan Qian sudah menjalin hubungan terlarang.
Cinta semalam yang penuh kenikmatan pun terjadi tanpa di duga. Sebuah ranjang yang bergoyang menjadi saksi bisu aksi Bringas mereka. Keduanya begitu gelap mata dan tanpa sadar telah melakukan kesalahan besar.
Qian dan Aliza saling memeluk dalam posisi yang sama tanpa berubah sedikitpun. Bahkan lengketnya tubuh mereka karena percintaan hebat itu tidak membuat mereka beranjak dari tempat tidurnya.
Pagi hari, Aliza bangun lebih awal. Dia beranjak dari tempat tidur yang terlihat masih berantakan. Sementara Qian, sudah pergi sejak tengah malam disaat dirinya masih tertidur pulas.
"Dia sudah pergi?" gumamnya heran.
Tak menunggu lama, Aliza pun segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Usai mandi, Aliza keluar dengan handuk yang masih membalut di kepalanya. Namun seketika, dia terkejut disaat seseorang memeluknya dari belakang.
"Kamu harum sekali?" Qian mencium aroma tubuh Aliza yang sudah harum.
"Kapan kamu masuk?" tanya Aliza namun masih membiarkan Qian memeluknya.
"Baru saja!" jawab Qian singkat.
Kringggggg! Kringggggg!
Aliza mengambil gawainya, dan langsung melotot melihat siapa yang menelponnya saat ini.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa untuk memberikan like dan komen ya ☺️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!