Malam hari, pulang kerja. Dinda di kejutkan dengan pemandangan menyayat hati, kedua orangtuanya saling berpelukan sambil menangis tersedu-sedu.
"Ayah, Ibu, kalian berdua kenapa?" Tanya Dinda. Dia berjalan mendekat dan duduk di hadapan Ayah dan Ibunya.
Arip menyeka air matanya, mengatur nafas agar lebih tenang. Setelah itu dia mengatakan masalah besar yang sedang menimpa keluarga kecil mereka.
"Ayah ditagih hutang oleh Pak Agus, jumlahnya lima ratus juta. Ayah tidak bisa membayarnya dan kemungkinan Pak Agus akan memasukan Ayah kedalam penjara," tutur Arip panjang lebar.
Deg,,,
Jantung Dinda seolah berhenti mendengar penuturan Ayahnya. Lima ratus juta bukanlah uang yang sedikit, dari mana keluarga miskin ini bisa membayarnya? Tapi Dinda juga tidak rela kalau Ayahnya masuk kedalam penjara.
Arip terpaksa berhutang untuk mengobati penyakit Laras sang istri, saat Laras kembali pulih, hutang yang banyak itu langsung ditagih tanpa diberi tenggang waktu.
"Apa tidak ada cara lain untuk melunasi hutang itu agar Ayah tidak masuk penjara?" Mata Dinda mulai berkaca kaca. Dia merasa sedih dan sedikit terluka.
"Sebenarnya masih ada satu cara untuk melunasi hutang itu dan membebaskan Ayahmu dari ancaman penjara, tapi..." Laras memotong pembicaraannya.
"Tapi kenapa Bu?" Dinda penasaran.
"Tapi kami takut kamu menolaknya. Karena cara itu adalah dengan menerima lamaran Pak Agus dan menikahkan kamu dengannya." Lanjut Laras.
Dinda terdiam, dia mencoba merenungi omongan Ibunya dengan hati dan pikiran dingin. Ibunya baru saja sembuh dari sakit, jika Ayahnya masuk penjara, bukan tidak mungkin Ibunya akan kembali sakit karena menanggung banyak beban pikiran.
Arip dan Laras saling melempar pandangan mata, mereka merasa bersalah karena telah membuat putri semata wayangnya terlibat dalam masalah yang telah mereka berdua perbuat.
"Katakan kepada Pak Agus, aku menerima lamarannya dan mau menikah dengannya," ucap Dinda mantap.
"Apa kamu yakin dengan keputusanmu itu?" Arip sedikit ragu.
"Iya, aku yakin."
***
Seorang pelayan, berlari terburu buru menemui majikannya setelah menerima telfon dari Pak Arip. Dia ingin menyampaikan berita bahagia yang sangat dinanti nanti oleh majikannya tersebut.
"Ada apa kamu lari-lari seperti itu Hesti?" Agus mengerutkan kulit dahinya.
"Maaf Tuan, saya hanya mau menyampaikan pesan dari Pak Arip. Nona Dinda menerima lamaran Anda dan bersedia menikah dengan Anda," ucap pelayan itu panjang lebar.
"Anak yang baik, dia rela mengorbankan dirinya untuk kedua orangtuanya. Perintahkan asisten pribadiku untuk menyiapkan segalanya, besok kita akan berkunjung ke rumah Pak Arip," perintah Agus.
Saat ini, suasana hati pengusaha kaya itu sedang berbunga bunga. Dia merasa senang karena gadis yang dia incar mau menerima lamarannya dengan suka rela. Walaupun Agus harus melakukan sebuah trik kotor sedikit.
Axel putra tunggal dari Agus yang baru saja pulang dari bermain merasa heran, karena sejak tadi pria berumur lima puluh tahun itu senyum senyum sendiri seperti orang gila. Axel menghampiri ayahnya dan mulai mewawancarainya.
"Apa yang membuatmu merasa senang seperti itu Ayah?" Tanya Axel dengan mimik wajah penasaran.
"Aku melamar seorang gadis dan diterima,"
"Siapa gadis bodoh yang mau menerima lamaran pria tua seperti Ayah?" Menatap dengan tatapan menghina.
"Besok ikut Ayah ke rumahnya, kamu akan tau sendiri siapa gadis bodoh itu,"
Axel mendengus kesal, dia merasa tidak puas dengan jawaban Ayahnya yang mengandung misteri. Kenapa tidak langsung mengatakan saja? Kenapa harus menjawab setengah setengah?
...🔥🔥🔥...
Hallo,
Mohon dukungan untuk karya Author yang satu ini ya! Jangan lupa untuk memberi like, vote dan komen. Terimakasih😘
Bersambung...
Arip mencengkram tangan putrinya erat, dia mengucapkan banyak terimakasih karena gadis itu telah rela mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan Arip dari ancaman penjara.
masih terngiang jelas dalam benak Arip saat dia datang ke rumah Agus untuk meminjam sejumlah uang. Dia diterima dengan baik oleh pria itu, tidak ada hal aneh diwajahnya hingga Arip tidak merasa curiga kalau pria itu memiliki maksud lain.
"Aku akan mentransfer uang itu ke rekeningku sekarang juga," ucap Agus.
"Terimakasih Pak, tapi aku tidak bisa membayarnya secara cepat," ucap Arip.
"Tidak masalah, tanda tangani saja surat ini," Agus menyodorkan selembar kertas dan pulpen pada Arip.
Tanpa membacanya terlebih dahulu, Arip langsung menandatangani surat itu dan berlalu pergi dari kediaman Agus.
Lama berselang, Agus tiba tiba datang ke rumah Arip sambil membawa surat perjanjian yang pernah di tanda tangani oleh Arip. Dalam surat itu tertulis, kalau Arip bersedia masuk ke dalam penjara jika Agus datang menagih hutang dan Arip belum bisa membayar hutangnya.
Arip terkaget-kaget, dia menyesal karena tidak teliti dan sudah bersikap ceroboh hingga merugikan dirinya sendiri. Tapi percuma menyesal, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada satupun manusia yang biasa merubah masa lalu.
"Aku akan membebaskan mu dari ancaman penjara, kecuali kamu mau menikahkan anak gadismu yang cantik dan montok itu denganku," Agus tertawa jahat.
Arip terbelalak, dia kaget dengan permintaan pria menyebalkan itu. Sudah tua, tidak tau diri. Masih saja ingin mempersunting gadis muda.
Darah dalam diri Arip mendidih, tapi dia tidak bisa melakukan apapun saat itu selain hanya diam dan bersedih. Kebingungan melanda hatinya, jahat sekali jika dia mengorbankan anak sendiri untuk keselamatannya.
"Ayah, kenapa melamun?" Dinda memukul pundak Arip beberapa kali.
Arip tersadar dari lamunannya, dia kembali menatap wajah putrinya yang cantik dengan tatapan sendu dan penuh penyesalan.
***
Agus datang ke rumah Dinda dengan membawa banyak barang bawaan. Ada parcel, buah-buahan, aneka kue dan satu set pakaian. Ada juga tas branded, sepatu branded, juga satu set perhiasan mahal.
Agus juga tidak lupa membawa sejumlah uang tunai untuk diberikan kepada Pak Arip. Uang itu akan digunakan untuk menggelar pesta pernikahan megah di kediaman mereka.
Sejak pertama datang, Axel terus memperhatikan bangunan sederhana nan sempit itu. Dari tempat tinggalnya Axel bisa menebak, calon istri Ayahnya adalah perempuan matre. Mana ada seorang gadis mau dinikahkan dengan pria tua kalau tidak ada tujuannya?
Jaman sekarang memang banyak perempuan yang mencari jalan pintas agar bisa hidup enak dan berkecukupan, salah satunya adalah dengan cara menikahi duda tua yang kaya raya seperti Ayahnya. Belum bertemu dengan orangnya saja Axel sudah membencinya, apa lagi kalau sudah bertemu?
Dinda berjalan pelan menuju ruang tamu,dia digandeng erat oleh Ibunya. Perempuan itu terlihat cantik dengan balutan gaun berwarna pink dan riasan wajah sedikit tebal. Pria yang melihatnya pasti akan langsung jatuh hati, karena malam ini Dinda tampil bak seorang peri.
"Pak Agus, ini anak saya Dinda," ucap Arip.
Benar saja, mata senja Agus langsung berbinar melihat calon istrinya yang terlihat begitu cantik dan mempesona. Sementara itu Axel hanya diam mematung dengan mulut sedikit terbuka.
Sama seperti Axel, Dinda sangat terkejut saat mendapati calon suaminya datang bersama mantan kekasihnya saat SMA dulu.
Kenapa dia ada disini? Apa hubungannya dengan Pak Agus?
"Nak, dia adalah Dinda. Calon Ibu tiri mu," celoteh Agus pada Axel.
"Apa? Dia calon Ibu tiri ku?" Axel terkaget kaget. Bahkan dia hampir jatuh pingsan karena terkena serangan jantung.
Dunia yang luas seketika terasa sempit bagi Axel, ada begitu banyak perempuan cantik dan muda di kota ini. Kenapa dia harus memilih Dinda mantan kekasih putranya sendiri? Apa karena pasangan anak dan Ayah itu memiliki selera perempuan yang sama?
"Iya, dia calon Ibu tiri mu. Kenapa memangnya? Kenapa reaksi mu seperti itu?" Agus memasang wajah bingung. Dia tidak tau kalau kedua manusia itu pernah ada kisah di masa lalu.
Tiba tiba Axel bangkit dari duduknya, "Aku menentang acara lamaran ini, aku menentang rencana pernikahan kalian berdua!" Ucap Axel lantang. Wajahnya memerah menahan emosi yang tengah menguasai jiwa dan raganya.
"Katakan alasannya," paksa Agus.
"Karena dia adalah mantan kekasihku," jawab Axel jujur.
Suasana ruangan mendadak jadi sepi setelah mendengar pengakuan dari Axel. Sementara Dinda hanya bisa berpura pura tegar menerima penolakan dari calon anak tirinya itu.
Dalam hati Dinda mengeluh, kenapa nasibnya bisa sial seperti ini? Sudah harus menikah dengan duda bangkotan, ternyata calon anak tirinya adalah mantan pacarnya sendiri. Benar benar sudah jatuh tertimpa tangga pula.
"Ayah tidak peduli dengan penolakan mu itu. Ayah mencintai Dinda, pernikahan kami harus tetap dilaksanakan!" Agus menegaskan kalau keinginannya harus terwujud dan tidak ada yang boleh mengusiknya. Sekalipun itu anak kandungnya sendiri.
Air mata Axel menetes, lima tahun berpisah pria tampan itu belum juga bisa move on dari Dinda. Cinta dihatinya untuk perempuan itu masih ada, tapi kini dia harus menerima sebuah kenyataan pahit. Cinta pertama sekaligus mantan kekasihnya itu akan menjadi Ibu sambungnya.
Acara perkenalan dua keluarga selesai, Agus dan keluarga besarnya telah pulang kerumah mereka masing masing. Dinda masuk kedalam kamarnya untuk merenung sekaligus menenangkan diri.
Dinda duduk di kursi meja rias,dia memandangi bayangan wajahnya sendiri. Wajah cantik dan polos itu apa pernah melakukan dosa besar di masa lalu? Sampai sampai Tuhan memberikan dia jalan jodoh yang begitu menggelikan dan rumit.
Klak,,,
Pintu kamar Dinda terbuka, Laras menerobos masuk sambil memasang wajah sedih. Dia tau bagaimana perasaan putrinya saat ini, tapi dia tidak memiliki kuasa apapun untuk menolongnya.
"Sayang, kamu baik baik saja bukan?" Tanya Laras sambil membelai rambut Dinda.
"Aku baik baik saja Bu,"
"Ceritakan pada Ibu, kenapa hubunganmu dan anak itu bisa berakhir?" Laras menatap mata putrinya lekat lekat.
"Dia selingkuh dengan temanku, aku sakit hati dan meminta putus darinya," tutur Dinda singkat, padat dan jelas.
"Sudah lama berlalu, apa kamu masih memiliki perasaan padanya?"
"Aku tidak memiliki perasaan apapun padanya Bu,"
"Syukurlah kalau begitu. Sebentar lagi kalian berdua akan menjadi keluarga,tidak baik jika diantara kalian masih memiliki rasa."
Dinda mungkin membenci Axel karena telah mengkhianatinya, tapi sampai saat ini dia belum bisa melupakan kenangan manis yang pernah mereka lalui bersama. Jujur saja, rasa suka itu masih ada walaupun hanya sedikit.
Sepertinya Dinda harus berkerja keras untuk menata hatinya, agar dia bisa menjadi istri yang sempurna untuk Agus dan Ibu tiri yang baik untuk Axel.
Jalan jodoh seseorang memang tidak ada yang tau, sebagai manusia biasa kita hanya bisa menerima dan menjalankan segala sesuatu yang telah digariskan oleh sang pemilik hidup.
Bersambung...
Pagi pagi sekali, Dinda datang berkunjung ke rumah calon suaminya. Dia langsung pergi ke dapur, memasak aneka makanan lezat khas Nusantara dengan bantuan seorang asisten rumah tangga.
Ningrum namanya, usianya beberapa tahun lebih muda dari Dinda. Agung sengaja memperkerjakan ART berusia muda agar bisa menjadi teman ngobrol Dinda saat sedang berada dirumah.
Agung memang perhatian. Berbeda dengan Axel yang sedikit galak dan kasar, Agung terlihat lebih hangat dan ramah. Hanya perbedaan usia saja yang mencolok, selebihnya Dinda dan Agung sepertinya cocok menjadi sepasang suami istri.
Sekilas tentang Agung. Meski sudah berumur, rambut Agung belum ditumbuhi uban. Bentuk tubuhnya masih terlihat bagus karena rajin berolahraga dan selalu menjaga makanan dan minuman yang dia konsumsi. Wajahnya hampir mirip dengan Axel, serta sama sama tampan.
Setelah satu jam berkutat di dapur, Dinda berhasil memasak menu sarapan yang enak. Dia langsung naik kelantai atas rumah besar tersebut untuk membangunkan Agung dan Axel, baru saja hendak berteriak kedua pria itu sudah keluar dari dalam kamar masing masing.
"Pagi sayang," sapa Agus ramah.
Untuk pertama kalinya, Agung memberanikan diri untuk memeluk dan mengecup kening Dinda. Meski sedikit kaget, Dinda mencoba untuk bersikap santai dan menikmati perlakuan manis dari calon suaminya.
Jujur saja, itu kali kedua Dinda disentuh oleh pria. Pria pria beruntung itu adalah Axel, kemudian Agung Ayah dari Axel. Semoga dua pria itu bisa berhenti bertengkar, karena Dinda merasa takut sekaligus jengah melihatnya.
"Pagi, ayo kita sarapan bersama. Aku sudah memasak banyak makanan enak di meja makan," ajak Dinda sambil menyunggingkan senyum kecil.
Berusaha bersikap ramah dan menyenangkan itu tidak enak, andai saja kedua orang tua Dinda tidak meminta Dinda untuk mengunjungi rumah Agus supaya beramah tamah, Dinda pasti tidak akan mau berkunjung ke sana.
"Kalian makan saja berdua,baku sudah kenyang," sambung Axel. Wajah pria itu terlihat judes, sama seperti kemarin.
"Axel, jaga sikapmu. Dinda adalah calon Ibu tiri mu," Agus menasehati putra semata wayangnya.
"Sampai kapanpun aku tidak akan mau mengakui Dinda sebagai Ibuku. Aku tidak akan mengizinkan kalian berdua untuk menikah!" Bentak Axel.
Setelah mengatakan kata kata pedas, Axel kembali masuk kedalam kamarnya sambil membanting pintu dengan keras. Dinda merasa tersinggung, dia merasa kehadirannya dirumah itu tidak diharapkan. Hanya Agus saja yang menyambutnya dengan baik dan hati senang.
Di meja makan, Dinda terus memasang wajah murung. Dia membayangkan betapa rumitnya rumah tangga mereka kelak jika Axel belum juga mau menerimanya sebagai Ibu tiri.
Haruskan rencana pernikahan ini diakhiri? Lalu bagaimana nasib Ayahnya kedepannya?
Dinda terus mengaduk aduk sepiring nasi dan sayur di atas piring tanpa memakannya sedikitpun. Melihat hal itu Agus jadi berpikir kalau mood Dinda terganggu karena sikap kasar putranya.
"Maafkan anakku. Sebenarnya dia anak yang baik, hanya kurang perhatian saja. Ibunya sudah meninggal sejak dia masih kecil," ucap Agus.
"Tidak apa apa, aku bisa mengerti kok," sahut Dinda.
"Soal hubungan kalian di masa lalu, sudah benar benar berakhir bukan? Maksudku kamu tidak lagi memiliki perasaan kepada anakku?" Tanya Agus.
"Anda tenang saja Pak, aku tidak memiliki perasaan apapun padanya," Dinda mencoba meyakinkan pria tua yang sebentar lagi menjadi suaminya.
Dari jauh, Agus melihat Axel menyeret sebuah koper berukuran besar. Sepertinya pria muda itu akan pergi melarikan diri dari rumah.
Buru buru Agus mengejar putranya dan menahan kepergiannya. Sementara Dinda menyusul Agus dengan langkah pelan.
"Mau kemana kamu?" Tanya Agus.
"Jika Ayah tetap nekat menikahi Dinda, maka aku akan pergi dari rumah ini!"
"Kamu mau mengancam Ayah? Kalau mau pergi ya pergi saja, tapi serahkan semua fasilitas yang telah Ayah berikan padamu,"
"Maksud Ayah?"
"Berikan kartu ATM milikmu, kunci mobil dan uang tunai yang kamu miliki saat ini,"
Axel tak bergeming, dia memasang wajah bingung. Bagaimana bisa dia hidup diluar rumah tanpa semua itu? Pria tua itu benar benar keterlaluan,bisa bisanya dia tega melakukan hal itu pada putranya sendiri.
"Kenapa diam? Ayo kembalikan semuanya kepada Ayah," Agus menengadahkan tangan kanannya.
Axel menendang lantai tempat kakinya berpijak berkali-kali, kemudian dia kembali menyeret kopernya dan masuk kedalam rumah. Melihat hal itu Agus hanya bisa memencet kepalanya yang terasa pening dan pusing karena ulah anaknya yang kekanak-kanakan.
Karena seorang gadis, hubungan anak dan Ayah menjadi tidak harmonis. Sebenarnya Dinda merasa bersalah, tapi semua itu bukanlah murni karena kesalahannya. Takdir sudah menggariskan semuanya terjadi, tidak ada yang bisa menolak keinginan takdir.
Di dalam kamarnya, Axel mengacak acak bantal, selimut dan sprei yang bertengger di atas kasur. Dia juga mengacak acak meja di kamarnya yang dipenuhi oleh parfum, minyak rambut dan pelembab kulit yang terbuat dari botol kaca.
Semua jatuh berserakan di atas lantai, menimbulkan suara berisik yang terdengar nyaring hingga keluar kamar.
Tok... Tok... Tok...
Dinda memberanikan diri untuk menemui calon anak tirinya, mengajaknya berdiskusi demi menjaga kerukunan hubungan mereka kedepannya.
"Siapa?" Teriak Axel.
"Ini aku, Dinda," sahut wanita berambut panjang itu dengan nada datar.
"Mau apa kamu kemari? Belum puas kamu melihat hubunganku dengan Ayah hancur?" Teriak Axel lagi.
"Bukan aku yang membuat hubungan kalian berdua hancur, tapi kamu yang membuatnya. Andai kamu tidak keras kepala dan menerima pernikahan kami, semua akan baik baik saja," Dinda mencoba membela diri.
Tidak adil jika hanya Dinda yang di salahkan atas semua yang terjadi. Sementara sebenarnya dia adalah korban, korban jerat hutang kedua orangtuanya, korban akal licik dari seorang Agus.
Axel membuka pintu kamarnya lebar lebar, dia menunjukan wajah kecewa dan terlukanya pada wanita yang tengah berdiri didepan pintu kamarnya.
Matanya memerah, berkaca kaca. Bendungan air mata hampir saja jatuh membasahi pipi Axel, tapi dia mencoba untuk menahannya.
"Aku tau bagaimana perasaanmu saat ini, tapi diantara kita tidak ada yang spesial lagi. Semua telah lama berlalu dan yang berlalu biarlah berlalu, mari kita buka lembaran yang baru," lanjut Dinda.
"Baiklah, aku akan menuruti apa mau mu. Tapi kamu harus ingat, aku bukan pria yang mudah menyerah. Aku akan melakukan segala cara untuk menyingkirkan kamu dari rumah ini. Jika aku tidak bisa bahagia, aku juga tidak akan membiarkanmu hidup bahagia. Camkan itu Dinda Kanya Dewi!"
Kalimat yang keluar dari mulut Axel terasa seperti sebilah belati, menusuk dada Dinda hingga menembus ke dalam jantung. Mulai Saat ini Dinda harus berhati hati, karena anak tirinya telah menabuh genderang perang.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!