Di sebuah daerah perbukitan yg terdapat tujuh bukit yg berbaris membentuk lingkaran, Empat bukit terluar dan tiga bukit di tengah. Satu bukit berada di tengah sebagai daerah yg memimpin seluruh daerah Bukit Barisan.
Empat bukit terluar adalah:
Bukit Angin berada di sebelah Utara
Bukit Air berada di sebelah Selatan
Bukit Api berada di sebelah Barat
Bukit Tanah berada di sebelah Timur. Dua bukit di tengah adalah Bukit Tambang yaitu Bukit Logam dan Bukit Batu serta satu bukit yg di sebut Bukit Maha yg berada di posisi paling tengah sebagai tempat Penguasa seluruh daerah di ketujuh bukit yg berbaris tersebut. Di antara bukit bukit tersebut terdapat sebuah dataran luas dan hutan sebagai batas wilayah dan jalan penghubung antara satu bukit dengan bukit lainnya.
Masing masing bukit di pimpin seorang Raja kecuali dua bukit tambang yaitu Bukit Logam dan Bukit Batu karena kedua bukit tersebut sebagai sumber penghasil bahan perdagangan. Bukit Logam menghasilkan tambang Emas, Perak, Perunggu dan Besi.
Emas, Perak, dan Perunggu di buat sebagai Mata Uang dan Perhiasan sedangkan Besi untuk senjata dan keperluan lainnya. Bukit Batu menghasilkan barang tambang berupa Batu Mulia dan Permata yg berharga sangat mahal di Pasar Dagang. Sementara untuk Pertanian di lakukan di daerah masing masing.
Daerah Bukit Barisan ini di huni berbagai macam ras di seluruh tempat baik dari ras Manusia, Jin, Siluman dan Binatang Biasa maupun Binatang Spiritual.
Bukit Maha sebagai Penguasa seluruh daerah di pimpin seorang Maha Raja sekaligus sosok terkuat di seluruh daerah tersebut yg mengatur jalannya pemerintahan dan pajak. Setiap Raja di empat bukit luar wajib menyerahkan Upeti kepada Maha Raja Seperlima dari Penghasilan Daerah setiap Dua Purnama.
Maha Raja saat ini yg Memimpin Bernam Maha Raja Damar yg menguasai Zat Air dan Zat Angin sekaligus menjadi satu satunya orang yg menguasai dua Zat menjadikannya sebagai orang terkuat di daerah Bukit Barisan tersebut. Namun posisinya sebagai Maha Raja yg bergelimang harta dan kekuasaan membuat beberapa orang berwatak serakah yg merasa memiliki kekuatan lebih ingin menggulingkan kekuasaannya dan menjadi penguasa.
Walau rakyat saat ini hidup dalam keadaan damai dan sejahtera tidak menghentikan langkah mereka yg berwatak tamak bin serakah untuk memulai peperangan dengan tujuan menggulingkan kekuasaan saat ini dan menjadi penguasa berikutnya.
Suatu ketika Kerajaan Api yg terletak di Bukit Api yang di pimpin oleh Raja Bara melakukan penyerangan ke Bukit Maha. Raja Bara yg baru saja mendapatkan kekuatan dari gurunya barunya di sebuah goa di Lembah Sunyi serta sebuah pusaka bernama Pedang Merah merasa yakin dapat mengalahkan Maha Raja Damar, Berdasarkan hal tersebut Raja Bara melakukan penyerangan ke Bukit Maha untuk mewujudkan ambisi serakahnya menjadi penguasa.
Gemuruh suara tapak kuda dan langah para Prajurit yg berjumlah ribuan orang memecah kesunyian dataran rerumputan hijau yg berada di antara Bukit Api dan Bukit Maha yg bertindak sebagai Batas Wilayah dan Medan Perang apa bila terjadi pertempuran di antara kedua kerajaan.
Prajurit penjaga perbatasan yg melihat iring iringan Pasukan Tempur dari Kerajaan Api langsung memberikan isyarat mengunakan panah kepada Prajurit yg berada di menara pantau di Bukit Maha sebagai simbol adanya serangan yg datang.
Prajurit yg menerima isyarat tersebut langsung melaporkan kepada Panglima Gulta sebagai pimpinan prajurit tertinggi. Sambil menjura hormat prajurit tersebut berucap " Lapor Panglima... Hamba baru saja mendapat isyarat dari prajurit yg menjaga perbatasan dengan kerajaan Api bahwa ada serangan pasukan tempur dari Kerajaan Api di perbatasan."
" Laporanmu aku terima, Laporkan juga kepada Maha Raja, Aku akan mempersiapkan pasukan dan pergi ke perbatasan untuk menghadapi para pemberontak itu." Jawab Panglima Gulta setelahnya langsung bergegas meninggalkan prajurit tersebut untuk bersiap menghadapi peperangan di per batasan.
Derap langkah kuda dan langkah kaki Pasukan Tempur berjumlah ribuan orang yg di pimpin Panglima Gulta bergemuruh membuat para warga yg sedang menjalankan aktifitasnya sehari hari menyingkir dari jalan yg akan di lalui pasukan tempur tersebut.
Tak lama berselang kini kedua pasukan tempur sudah saling berhadapan di wilayah perbatasan yg akan menjadi medan perang.
"Raja Bara... Ini adalah kali kedua kau melakukan pemberontakan, Aku pastikan kali ini kepalamu akan ku gantung di gerbang Kota Raja sebagai peringatan kepada orang orang serakah dan tak tau berterima kasih sepertimu." Ucap Panglima Gulta dengan lantang.
"Panglima Gulta ... Sebaiknya kau menyerah dan bersujud di kakiku maka aku akan mengampuni nyawamu, Karena sebentar lagi aku yg akan menjadi Penguasa di Bukit Barisan ini." Ucap Raja Bara mencibir Panglima Gulta.
"Cih...Walau harus mati aku akan tetap setia kepada Maha Raja Damar." jawab Panglima Gulta dengan mantap..
" Pasukan..bantai semua Pemberontak itu sampai habis tanpa sisa..."
"SERANG......." Teriak Panglima Gulta dengan lantang.
" Pasukan mari kita bantai pasukan lemah di depan dan menjadi Penguasa."
"SERANG...." Ucap Raja Bara kepada Prajuritnya..
Seketika kedua kubu saling berlari menyerang musuh dengan formasi masing masing, dan perang pun meletus..."Tring...tring..tring..." Terdengar suara logam beradu dari senjata para prajurit yg bertempur dari kedua kubu. Jerit pekik kesakitan dan kematian terdengar di sana sini, hanya kata kata pembakar semangat dan perjuangan yg terdengar mengiringi kematian prajurit yg gugur di medan tempur.
Tak lama berselang ratusan bola api meluncur dari udara mengarah ke prajurit yg sedang bertempur, Panglima Gulta yg melihat hal tersebut dari atas kuda dia mengerahkan kemampuan penguasa Zat Angin, Dia mengarahkan kedua telapak tangannya kedepan, ke atas lalu merentangkan kedua tangannya untuk merubah arah bola api kesamping pasukan agar pasukannya tidak terkena serangan bola api yg mematikan, Tapi naas saat kedua tangannya terbuka sebuah bola api yg lebih besar meluncur lurus kearahnya dengan sangat cepat. Alhasil bola api tersebut tepat mengena dada Panglima Gulta yg terbuka, Panglima Gulta terlempar dari atas kudanya dan mendarat di tanah dalam posisi telentang, Baju Zirah yg di pakai Panglima Gulta juga terbakar.
Dengan sigap Panglima Gulta melepaskan Baju Zirah nya yg terbakar untuk mencegah agar kulitnya tidak ikut terbakar, "Uhuk...uhuk.." Panglima Gulta memuntahkan seteguk darah,Dia menderita luka dalam akibat serangan bola api tersebut
"Bedebah.... Pengecut.." Rutuk Panglima Gulta, Dia pun mencoba berdiri, Namun belum dia bangkit sepenuhnya sesosok tubuh melesat ke arahnya dengan mengayunkan pedang yg di arahkan ke lehernya, Sontak Panglima Gulta bergerak kebelakang untuk menghindari serangan tersebut, Namun gerakan Panglima Gulta yg sedang terluka sedikit terlambat dan ujung pedang Raja Bara berhasil menggores dada Panglima Gulta yg sudah tidak menggunakan zirah menyebabkan luka memanjang dari bahu kiri sampai rusuk kanan.
Tak sampai di situ, Raja Bara kembali menyerang Panglima Gulta seakan tidak ingin memberi kesempatan kepada lawan walau hanya sekedar menghela nafas, Kali ini dengan gerakan menikam serangan diarahkan ke jantung Panglima Gulta, Dengan sisa tenaga yg ada Panglima Gulta memutar tubuhnya ke kanan untuk menghindari serangan pedang yg mengarah ke jantungnya sambil mencari celah untuk mencabut pedangnya.
Namun naas saat ingin mencabut pedang yg ada di pundaknya, Seorang Ketua Regu dari pasukan Kerajan Api yg sedang bertempur di dekatnya menikamkan pedangnya ke arah perut Panglima Gulta dari arah belakang hingga tembus kedepan, Akibatnya Panglima Gulta harus meringkuh menahan rasa sakit akibat tusukan di perutnya, Melihat hal tersebut Raja Bara langsung mengayunkan pedangnya ke arah leher Panglima Gulta membuat kepala Panglima terlepas dari badannya dan menggelinding di tanah, Darah segar mengucur deras keluar dari leher Panglima Gulta.
"Menyerah lah... Panglima kalian sudah tewas." Ucap Raja Bara kepada sisa Prajurit Kerajaan Maha yg masih tersisa. Salah seorang Pemimpin Regu dari Prajurit Kerajaan Maha angkat bicara "Kami tidak akan menyerah, Walau harus mati setidaknya kami akan membawa sebanyak mungkin dari kalian bersama kami menghadap dewa kematian".
"Teman teman... Bentuk Formasi Bulan Purnama" Sesaat berikutnya seluruh Prajurit Kerajaan Maha yg tersisa berkumpul dan membentuk lingkaran yg beradu punggung untuk melindungi satu sama lainnya, Hal ini sering di lakukan pasukan tempur saat dalam keadaan terdesak oleh musuh.
"Prajurit.... Bantai semua pasukan Kerajan Maha, Jangan sisakan satu orang pun." Perintah Raja Bara kepada Prajuritnya. Prajurit Kerajaan Api yg merasa kemenangan sudah di depan mata seketika menyerang Prajurit Kerajaan Maha dengan penuh semangat.
"Teman teman kita mundur perlahan sambil melakukan perlawanan, Tetaplah bersatu dan jangan sampai keluar dari Formasi itu akan menyulitkan mereka menyerang kita." Perintah Sang Ketua Regu kepada Prajurit Kerajaan Maha yg tersisa.
Dengan kompak para Prajurit Kerajaan Maha bertahan sambil mundur, Saling melindungi satu sama lain. Hal itu cukup membuat Pasukan Kerajaan Api yg menyerang sangat kerepotan. Hasilnya prajurit Kerajaan Maha yg tersisa berhasil menggiring Prajurit Kerajaan Api sampai di jarak jangkauan panah Prajurit Pemanah yg berada di atas benteng Kerajaan Maha walau memakan korban yg tidak sedikit.
Dari menara pantau yg berada di atas benteng Kerajaan Maha terlihat sekumpulan prajurit tengah bertempur dalam keadaan terdesak sambil mundur ke arah benteng, Dari seragam yg di kenakan para Prajurit yg terdesak itu mereka sangat mengenalinya, Karena seragamnya sama dengan yg mereka kenakan, Namun tidak terlihat Sang Panglima di antara mereka.
"Pasukan pemanah... Bersiap .... Saudara kita sedang berjuang dan mengarah ke sini." Perintah Komandan Regu Pemanah di atas benteng.
"Adi... Cepat kabarkan kepada Paduka Raja tentang hal ini." Perintahnya kembali kepada salah seorang prajurit yg ada di sampingnya, " Baik Komandan " Ucap Prajurit yg bernama Adi, Kemudian dia segera pergi untuk melaporkan kepada Sang Raja tentang keadaan saat ini.
" Siap kan panah."Perintah Komandan Regu, " Bidik" Ucapnya kembali, "Lepas.." Seketika ratusan panah melesat tepat di hadapan kumpulan prajurit yg terkepung tersebut, Akibatnya serangan dari Prajurit Kerajaan Api dapat di potong dengan mudah. Hujan panah kembali terjadi berulang kali yg membuat Prajurit dari Kerajaan Maha dapat memasuki benteng dengan mudah, Begitu sisa Prajurit yg terkepung mendekati benteng, Prajurit yg ada di atas benteng segera memerintahkan kepada Penjaga Pintu untuk membuka pintu agar teman mereka bisa segera masuk.
Namun baru saja pintu terbuka ratusan bola api sebesar kepalan tinju menghujani prajurit yg ada di sekitar benteng, Spontan saja seluruh Prajurit tunggang langgang mencari perlindungan di balik dinding benteng, Sebagian dari mereka menggunakan tameng sebagai pelindung, Namun naas bagi mereka yg tak dapat berlindung harus mati terbakar hidup hidup.
Strategi ini rupanya memang sengaja di buat Raja Bara agar mudah memasuki benteng tanpa harus bersusah payah merubuhkan pintu benteng yg sangat kokoh tersebut. Hujan bola api tersebut terus di lancarkan Raja Bara sampai seluruh pasukannya memasuki benteng kerajaan Maha.
Di tempat berbeda, Maha Raja Damar yg menerima laporan dari Prajurit langsung memerintahkan kepada seluruh Prajurit untuk bersiap di halaman istana, Dia juga memerintahkan untuk mengevakuasi warga ketempat yg aman melalui gerbang yg lain agar warga tidak terkena dampak peperangan.
Seluruh warga di Kota Raja mengungsi kecuali seorang pemuda tanggung yg berusia sekitar lima belas tahun. Pemuda tersebut adalah Jaya, Dia lebih memilih memanjat sebatang pohon besar dan duduk di salah satu cabang untuk mengamati jalannya pertempuran dari pada mengungsi seperti warga lain.
Tak lama berselang Maha Raja Damar keluar dari istana mengenakan Baju Zirah perang, Sebuah pedang tergantung di pundak kanan dan sebuah keris terselip di pinggang kirinya. Raja Damar langsung berdiri di barisan paling depan untuk memimpin langsung prajurit yg tersisa. Tak lama berselang pasukan dari Kerajaan Api yg di pimpin Raja Bara sudah berada di halaman istana, Jarak kedua pasukan hanya terpaut beberapa meter saja karena halaman istana tidak seluas dataran yg biasa di gunakan untuk medan perang.
" Rupanya kucing yg selama ini aku biarkan hidup kini sudah berani mencakar ku" Ucap Raja Damar mencibir Raja Bara.
" Kau yg tidak sadar... Yg selama ini kau anggap kucing adalah seekor macan" jawab Raja Bara tak mau kalah." Dan hari ini adalah hari terakhir mu melihat matahari" Ucap Raja Bara kembali, Setelahnya dia langsung memerintahkan pasukannya untuk menyerang pasukan kerajaan Maha.
"SERANG...."
Raja Damar pun tak mau tinggal diam, Dia juga memerintahkan Prajuritnya untuk menyerang pasukan dari Kerajaan Api.
"SERANG......"
Pertempuran sengit pun terjadi di halaman istana kerajaan Maha, Areal yg biasanya menjadi tempat latihan para prajurit sekarang menjadi medan perang, Masing masing dari prajurit mencari lawan yg berimbang dan berusaha mengalahkan lawannya dengan seluruh kemampuan yg mereka miliki..
"Tring..tring..tring.." Suara logam beradu dari senjata para prajurit yg bertempur, Pekikan suara kesakitan dan kematian juga mengiringi seolah menjadi suatu kesatuan melodi kematian di iringi dengan darah yg terus mengalir ke tanah dan mayat yg berjatuhan dari prajurit yg gugur.
Sementara itu seorang pemuda masih terus mengamati dari atas sebatang pohon besar, dia terus saja mengamati pertempuran antara dua pasukan tersebut, dengan teliti dia mengamati formasi yg di terapkan oleh kedua pasukan, Mengamati kelebihan dan kekurangan dari masing masing formasi layaknya seorang yg sedang menonton pertandingan catur.
Sementara itu Raja Bara langsung berkelebat menyerang Raja Damar, Pertarungan dengan jurus jurus mematikan tingkat tinggi langsung di lancarkan oleh kedua raja tersebut, Tak jarang ledakan ledakan kecil maupun besar terdengar akibat beradunya tinju, Telapak maupun tendangan dari jurus jurus yg di keluarkan oleh kedua Raja tersebut.
Tak lama berselang Raja Bara berteriak sambil mengarahkan kedua telapak tangannya ke arah Raja Damar
" Aji Segoro Geni "
Raja Damar juga melakukan hal yg sama mengarahkan kedua telapak tangannya ke arah Raja Bara sambil berteriak
" Aji Jagat Banyu "
Terdengar suara ledakan yg sangat dahsyat akibat kedua telapak Raja Bara beradu dengan dua telapak Raja Damar, masing masing mereka terdorong sejauh lima tombak namun keduanya sama sama mampu berdiri dengan tegak walau terlihat darah segar mengalir dari masing masing bibir Raja tersebut yg menandakan mereka sama sama mengalami luka dalam.
" Kau akan merasakan kehebatan Pedang Naga Merah milik ku ini Damar" ucap Raja Bara seraya mengeluarkan sebuah pedang dari warang yg tergantung di pundak kanannya. Seketika pedang yg di genggam Raja Bara memancarkan cahaya kemerahan setelah Raja Bara mengalirkan tenaga dalamnya ke pedang tersebut.
"Kita lihat apakah pedang mu bisa menandingi Pedang Embun milikku." Ucap Raja Damar seraya mengeluarkan sebuah pedang dari warang yg tergantung di pundak kanannya, Seketika pedang yg di genggam Raja Damar memancarkan cahaya keputihan setelah Raja Damar mengalirkan tanaga dalamnya ke pedang tersebut.
Kemudian kedua raja tersebut kembali terlibat pertarungan menggunakan pedang pusaka masing masing, Percikan percikan bunga api pun keluar setiap kali kedua pedang pusaka itu beradu, Jurus jurus tingkat tinggi menggunakan pedang pusaka yg di aliri tenaga dalam dari ke dua raja membuat rasa ngeri bagi siapa saja yg melihat pertarungan tersebut.
Sambil menebaskan pedangnya ke arah Raja Damar, Raja Bara berteriak
" Tebasan Api Neraka "
Melihat hal tersebut Raja Damar menebaskan pedangnya ke arah Raja Bara untuk menyongsong serangan Raja Bara mengeluarkan salah satu jurus terkuatnya
" Tebasan Sapu Jagat "
Kedua pedang pusaka yg dialiri tenaga dalam dengan jurus jurus terkuat itu pun beradu.
Seketika terdengar ledakan yg sangat menggelegar dengan gelombang kejut yg sangat dahsyat, Prajurit dari kedua kerajaan yg sedang bertempur berada di radius lima puluh meter seluruhnya terpental tak tersisa, Rerumputan dan tanaman kecil di sekitar juga tercabut, Rumah rumah warga yg terbuat dari kayu maupun batu semuanya runtuh, bahkan sebagian dari bangunan istana juga ikut runtuh terkena gelombang kejut yg di hasilkan kedua pedang pusaka yg beradu tersebut.
Raja Bara terpental dan terseret dan baru berhenti ketika membentur reruntuhan rumah warga, Tangannya terasa sangat kebas dan seakan mati rasa, Baju Zirah yg dia kenakan sudah berwarna merah akibat darah yg dia muntahkan tanpa dia sadari, dari mulu, hidung serta telinganya mengalir darah segar, Seluruh tulangnya terasa remuk tak berdaya.
Dengan susah payah dia berusaha bangkit sambil bertumpu pada pedang yg di pegangnya, Namun kini sudah tidak mengeluarkan cahaya kemerahan lagi.
Keadaan Raja Damar juga tidak baik baik saja, Dia juga terpental dan terseret hingga membentur salah satu tiang besar istana hingga tiang tersebut rubuh, Baju Zirah Raja Damar juga sudah penuh dengan darah yg dia muntahkan tanpa dia sadari.
Untuk beberapa saat Raja Damar tergeletak di tanah, dari mulut, hidung dan telinganya mengalir darah segar. Namun sayang pedang Embun milik Raja Damar patah akibat benturan kekuatan tadi.
Raja Bara telah bangkit sepenuhnya walau masih dalam keadaan sedikit terhuyung, Menggunakan tangan kirinya Raja Bara menyisihkan darah yg mengalir dari mulut dan hidungnya. "Bagai mana Damar???... Apa kau sudah menyerah?.." Tanya Raja Bara dengan nada cibiran.
Raja Damar juga sudah bangkit walau dalam keadaan lemah. "Cih... Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menyerah, Apa lagi dengan seorang Penghianat sepertimu" Ucap Raja Damar dengan tegas yg menunjukkan sikap Kesatrianya. Kemudian dia mencabut keris yg ada di pinggang kirinya dan bersiap untuk melakukan pertarungan kembali.
"Hahaha.... Kau tak akan bisa mengunakan keris Tumbal Geni itu dengan sempurna Damar, Karena keris itu mengandung unsur api, Hanya kami yg menguasai Zat Api saja yg bisa menggunakannya dengan sempurna. Sedangkan kau.... Walau kau menguasai dua Zat sekaligus namun kau menguasai Zat Air dan Angin" Ucap Raja Bara yg mencoba memprovokasi Raja Damar dengan mencibir keris yg ada di tangan raja tersebut.
"Persetan dengan omonganmu... Rasakan serangan ku." Ucap Raja Damar, Sejurus kemudian dia berkelebat menyerang Raja Bara, Pertarungan jarak pendek menggunakan senjata pusaka pun kembali terjadi, Kedua raja tersebut kembali mengeluarkan jurus jurus maut andalan mereka masing masing. Prajurit yg bertempur dari kedua Kerajaan tidak ada yg berani mendekat dengan pertarungan Raja mereka, Mereka juga merasa ngeri melihat pertarungan tingkat tinggi tersebut.
Pertarungan sudah memasuki jurus ke sekian ratus, Sudah tak terhitung lagi luka goresan di sekujur tubuh kedua Raja yg tak terlindungi baju zirah.
Hingga suatu ketika Raja Damar berhasil menikam perut Raja Bara dengan kerisnya tepat di ulu hati, Namun sayang keris yg di gunakan Raja Damar seakan tidak mampu menembus Zirah Raja Bara. Menyadari hal itu Raja Bara langsung menebaskan pedangnya kearah leher Raja Damar, Raja Damar sontak menarik kerisnya untuk menangkis serangan Raja Bara, Namun karena dalam posisi terkejut dan tidak siap dengan serangan akhirnya keris Tumbal Geni terlepas dari tangan Raja Damar hingga menancap di salah satu batang pohon tepat di samping seorang pemuda yg sedang menyaksikan jalannya pertarungan dari atas sebatang pohon besar. Tak mau menyia nyiakan kesempatan Raja Bara langsung menyarangkan pukulan telapak menggunakan tangan kirinya tepat di dada Raja Damar dengan telak.
Raja Damar terpental dan terseret sejauh lima belas tombak dan mendarat di atas tanah dalam keadaan telentang meninggalkan jejak telapak tangan yg menghitam pada Zirah di dadanya.
"Uhuk..uhuk..uhuk.." Raja Damar memuntahkan seteguk darah sebanyak tiga kali, Nafasnya terasa sesak dan berat serta dadanya terasa remuk akibat pukulan telak dari Raja Bara.
Sementara itu di atas pohon, Jaya menyaksikan pohon yg tertancap keris Tumbal Geni mengering seperti terbakar dengan jarak tiga hasta dari keris. Jaya mencoba mencabut keris tersebut dari batang pohon, Ketika berhasil mencabutnya Jaya merasakan keris tersebut sangat panas, Namun dia tidak melepaskan keris tersebut, Sebaliknya dia berusaha sekuat tenaga melawan hawa panas yg keluar agar dia tetap bisa menggenggam gagang keris tersebut.
Sementara Jaya lagi berusaha melawan hawa panas yg keluar dari Keris Tumbal Geni di atas pohan, Raja Damar mulai bangkit, namun dia mulai putus asa, Pasalnya tak ada lagi senjata yg bisa dia gunakan, Hanya tersisa warang keris yg terselip di pinggangnya bahkan warang pedangnya pun sudah terlepas sewaktu dia terseret tadi.
Dengan sisa tenaga yg ada Raja Damar berniat mengeluarkan ajian pamungkasnya, Dengan memposisikan tubuhnya setengah berlutut, Kaki kirinya di tekuk dan lutut kanannya menyentuh tanah. Sejenak dia memandang langit lalu meletakkan telapak tangan kanannya di atas tanah sambil membaca mantra. Seketika cahaya putih keluar dari tubuhnya dan berputar membentuk sebuah pusaran angin yg semakin membesar.
Menyadari hal itu Raja Bara juga bersiap untuk menghadapi serangan Raja Damar, Pedan Naga Merah di genggam dengan kedua tangannya dan kembali memancarkan sinar kemerahan, Namun kali ini cahaya kemerahan itu lebih besar dan sangat menyilaukan. Tampaknya kedua Raja itu akan mengeluarkan Ajian Pamungkasnya masing masing.
Tak lama berselang Raja Damar berteriak.
" Badai Penghancur ..."
Seketika tubuh Raja Damar menghilang dan berubah menjadi pusaran angin besar setinggi bubungan istana Kerajaan Maha, Pusaran angin tersebut membuat debu, pasir, bebatuan dan puing puing reruntuhan rumah warga dan istana terangkat seolah di sedot oleh pusaran angit tersebut. Prajurit yg sedang bertempur pun berhenti dan masing masing mencari tempat berlindung.
Setelahnya pusaran angin tersebut berjalan dengan sangat cepat ke arah Raja Bara. Raja Bara yg telah bersiap langsung menebaskan pedangnya dari atas ke bawah sambil berteriak.
" Tebasan Pembelah Bumi..."
Seketika cahaya berbentuk bulan sabit yg sangat besar keluar dan meluncur dengan sangat cepat ke arah pusaran angin tersebut. Cahaya merah berbentuk bulan sabit tersebut berhasil membelah pusaran angin menjadi dua, suara ledakan dahsyat pun terdengar hingga meratakan seluruh tempat menyisakan Raja Bara seorang diri dan lahan gersang dengan radius satu kilo meter, bahkan suara ledakan itu terdengar sampai kerajaan di bukit yg lain.
Suasana malam sunyi sepi tanpa ada terlihat aktifitas di Bukit Maha, Terlihat sesosok tubuh tergeletak tak berdaya seorang diri di tengah lahan tandus bekas berdirinya sebuah Kerajaan Maha, Areal yg tadi siang terlihat sangat indah dengan sebuah istana berdiri sangat megah, Di depan istana terdapat tanah lapang berumput hijau tempat biasanya para prajurit berbaris dan berlatih, Di bagian kanan terdapat taman yg di tumbuhi beraneka ragam bunga yg harum semerbak, Terdapat pula beberapa kursi dan pondok berbentuk joglo di sekitar taman untuk para Prajurit dan warga yg ingin bersantai menikmati keindahan bunga yg sedang mekar dengan aroma yg mempesona.
Di bagian kiri terdapat kolam yg di tata sedemikian rupa dengan berbagai ikan hias yg memanjakan mata saat mentari sore hendak tenggelam, Kini semua keindahan dan kedamaian itu musnah sudah berganti dengan lahan tandus tanpa di tumbuhi sebatang rumput pun.
Keadaan ini di sebabkan dari perang yg baru saja terjadi tadi siang, Akibat benturan dua kekuatan yg sangat dahsyat seluruh tumbuhan, pepohonan, dan bangunan raib entah kemana seperti di telan bumi.
Di atas langit malam terlihat sesosok pria tua berpakaian serba hitam sedang menunggangi seekor binatang spiritual yg sangat besar menyerupai burung Hantu berbulu hitam legam dengan mata merah menyala, Tampak pria tua itu seperti mencari sesuatu.
" Kieeekk....kieeekkk..." Burung Hantu Hitam itu terus berteriak seakan menggunakan pantulan suaranya untuk mencari mangsa, Tak lama berselang Burung Hantu Hitam itu pun mendarat tak jauh dari sosok tubuh yg terbaring lemah di atas dataran gersang, Sesosok tubuh tersebut tak lain dan tak bukan adalah Raja Bara yg sedang pingsan karena kehabisan energi dan tenaga akibat bertempur dengan Raja Damar yg kini menghilang entah kemana.
Sosok pria tua itu adalah Ki Rangkuti guru dari Raja Bara, Dia langsung melompat turun dari punggung hewan tunggangannya begitu melihat muridnya terbaring lemah. Dengan sigap dia langsung memeriksa kondisi nadi muridnya tersebut, " Syukurlah dia masih hidup." Ucapnya pelan setelah memeriksa kondisi muridnya, Dia juga memungut Pedang Naga Merah yg telah dia berikan kepada Raja Bara dan memasukkan ke dalam warang nya, Setelahnya Ki Rangkuti membopong tubuh Raja Bara lalu di naikkan ke punggung Burung Hantu Hitam, kemudian dia pun naik ke punggung hewan tersebut.
"Kieeekk...kieekk.." Burung Hantu Hitam itu kembali terbang membawa guru dan murid itu meninggalkan areal gersang tersebut entah pergi ke mana.
Di tempat lain...
Pagi hari....
Di sebuah desa terdapat aliran sungai yg memiliki air yg sangat jernih, Di karenakan itu adalah hulu sungai yg terhubung langsung dengan sebuah air terjun di lereng bukit bebatuan yg sangat terjal, Sangking terjalnya lereng tersebut jika di pandang dari sungai ari terjun tersebut seolah mengalir dari puncak bukit. Air sungai yg jernih sebening kaca mengalir tenang seakan menghantarkan kedamaian kepada setiap warga desa yg menggunakan sungai tersebut sebagai sumber kehidupan.
Tak jauh dari sungai tampak seorang lelaki tua sedang berjalan ke arah sungai dengan membawa dua buah tempayan berukuran sedang yg masing masing di ikat dengan tali dari akar kayu pada empat sisinya serta sebatang bambu yg telah di belah dua berlapis sebagai pemikul nya. Tampak jelas bahwa lelaki tua itu hendak mengambil air ke sungai tersebut.
Ketika hampir mencapai sungai langkah pria tua itu terhenti, Dia di kejutkan dengan adanya sesosok pemuda yg terbaring telentang di pinggir sungai, sosok pemuda tanggung itu memeluk sebuah keris yg terletak di dadanya. Sontak kakek tua itu meletakkan kedua tempayan miliknya beserta kayu pemikul di tanah lalu bergegas mendekati pemuda yg terbaring tersebut, Dengan cekatan dia memeriksa nadi dan kondisi pemuda tersebut. "Syukurlah dia masih hidup... Tapi siapa dia? Dan dari mana dia..? Sepertinya dia bukan warga desa ini... Lebih baik aku segera membawanya ke gubukku." Guman kakek tua tersebut.
Seperti tanpa beban kakek tersebut membopong tubuh pemuda tersebut, Dengan Ilmu Peringan Tubuh hanya butuh beberapa menit kakek tersebut sudah sampai di gubuknya, Dengan perlahan kakek tersebut meletakkan tubuh pemuda itu di atas pembaringan yg terbuat dari bambu dan berlapis rerumputan kering yg di bentuk seperti kasur. Setelahnya kakek tersebut kembali ke sungai untuk mengambil air.
Kembali dari sungai kakek tersebut beranjak ke dapur di belakang rumahnya, Setelahnya dengan cekatan kakek tersebut memasak rempah obat obatan, Selesai memasak obat kakek itu masuk ke dalam gubuk, Dengan telaten kakek itu menyuapi ramuan obat kedalam mulut pemuda tersebut, Tak lupa dia juga mengalirkan tenaga dalamnya agar ramuan obat tersebut dapat segera bekerja. Kakek tersebut kembali menyuapi ramuan obat kepada pemuda tersebut pada siang, sore dan malam hari.
Pagi hari... Setelah tiga hari tiga malam pingsan pemuda tersebut membuka matanya perlahan, Dia mencoba mengingat apa yg terjadi pada dirinya dan memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Dalam hati iya bertanya " Dimana aku? Siap yg telah membawaku ke sini? " Perlahan pemuda itu mencoba bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke luar gubuk dengan berpegangan pada dinding gubuk.
Sampai di pintu gubuk dia melihat seorang kakek berjalan ke arah gubuk membawa dua tempayan berukuran sedang yg di hubungkan dengan sebatang bambu sebagai pemikul.
" Kamu sudah bangun? " Tanya si kakek kepada pemuda itu.
" Sudah kek, Tapi badan ku masih terasa sangat lemah." Jawab pemuda itu.
" Mari masuk ke dalam... Istirahat saja dulu agar kondisimu cepat pulih" Ajak si kakek dengan ramah, Mereka pun kembali masuk kedalam gubuk.
Pemuda itu duduk di tepi ranjang, Kemudian kakek itu memberikan sebuah cawan yg terbuat dari tempurung kelapa berisi air ramuan obat, "Minumlah.." Ucap si kakek, Pemuda itu pun meminum ramuan obat tersebut sampai habis. " Siapa namamu aak muda?.. Dari mana asalmu?.. Mengapa kamu bisa sampai terdampar di tepi sungai? " Sang kakek memberondong pemuda tersebut dengan pertanyaan..
Sejenak Pemuda itu menarik nafas dalam lalu membuangnya pelan, " Namaku Jaya kek, Aku berasal dari Bukit Maha, Aku menyaksikan pertempuran antara pasukan Kerajaan Api melawan pasukan Kerajaan Maha di depan istana Kerajaan Maha dan pertempuran antara Raja Bara dengan Raja Damar dari atas pohon, Hingga aku terpental terbawa pusaran angin yg sangat kuat, Setelahnya aku tak tau lagi apa yg terjadi." Jaya menjelaskan panjang kali lebar kepada kakek tersebut. " Kakek ini siapa? ... Dan sekarang kita berada di mana?" Tanya Jaya yg sudah menjawab pertanyaan dari sang kakek. "Namaku Gading, Orang orang sering menyebutku Empu Gading karena aku seorang Pandai Besi, Sekarang kamu berada di Desa Rambang salah satu desa yg berada di Bukit Air, Memang sangat jauh dari tempat asalmu dan sepertinya tidak masuk akal, Tapi ini lah kenyataannya." Tutur kakek Gading.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!