Malam itu seharusnya menjadi hari bahagia bagi Vania, karena malam itu adalah hari ulang tahunnya yang ke 8 tahun.
Sebagai seorang anak pasti berharap akan mendapatkan kebahagiaan dihari spesial itu. Tapi, kenyataan berbeda dengan apa yang Vania harapkan.
Malam itu, Vania mendengar orang tuanya sedang beradu mulut. Vania pikir itu hanya pertengkaran biasa. Karena Vania sudah terbiasa mendengar mereka bertengkar.
Tak di sangka pertengkaran ayah dan ibunya berlanjut sampai akhirnya mereka berpisah.
Vania melihat dari balik pintu kamarnya, ayahnya memikul tas di punggungnya dan berlalu keluar rumah meninggalkan mereka.
Vania hanya bisa menangis melihat kepergian ayahnya.
Vamia bisa melihat ibunya yang menangis didalam kamar. Entah ibunya menangis karena kepergian ayahnya atau karena hal lainnya.
Beberapa hari berlalu sejak kejadian itu aku tidak pernah melihat kehadiran ayahnya lagi.
Meski Vania merindukan ayahnya, tapi Vania terlalu takut untuk bertanya.
Vania hanya berharap suatu saat ayahnya akan pulang.
Hingga pada suatu hari ibunya membawanya kerumah nenek.
Selama ini mereka memang hanya tinggal ditempat kos. Karena kehidupan keluarganya memang hanya pas-pasan.
Ayahnya hanya buruh bangunan yang pekerjaannya tidak tetap dengan gaji yang sangat minim.
Nenek sempat marah pada ibunya, tapi ibunya hanya bisa menangis dan kudengar ibu berkata: "Aku titip anakku tinggal disini. Aku ingin bekerja diluar negeri menjadi TKW".
Vania hanya bisa menangis dalam diam. Tak di sangka diusia yang baru 8 tahun Vania harus ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.
Akhirnya ibunya pergi meninggalkanmya. Sebelum pergi ibunya hanya berkata: "Kamu tinggal sama nenek, mama mau pergi kerja".
Hari berganti hari, tahun berganti tahun.
Vania pun terbiasa hidup tanpa ibu dan ayahnya.
Setidaknya Vania memiliki nenek yang menyayanginya.
2 tahun berlalu akhirnya ibunya telah pulang dari Singapura. Ibunya bekerja disana sebagai TKW. Tapi, sikap ibunya berubah padanya.
Ibunya seperti tak mengaggapnya sebagai anak.
Akhirnya Vania tahu kalau ibunya sudah memiliki kekasih baru.
Ibunya tidak tinggal bersamanya dan neneknya.
Vania juga tidak tahu dimana ibunya tinggal dimana saat ini.
Ibunya hanya sekali-kali berkunjung dirumah nenek Vania.
Dirumah nenek Vania tinggal juga sama tan tantenya yang sedang menempuh pendidikan perawat. Nenek Vania sepertinya kewalahan membiayai pendidikan Tantenya juga pendidikan Vania. Pekerjaan neneknya juga hanya berdagang di pasar. Setiap Subuh neneknya sudah harus ke pasar dan pulangnya sore hari.
Kadang pulang sekolah Vania akan pergi ke pasar untuk membantu neneknya berjualan.
Disitu Vania mulai terbiasa dengan hidup mencari nafkah.
Suatu kali terjadi peristiwa yang menyakitkan baginya.
Vamia dituduh mencuri uang oleh tetangganya. Padahal sumpah demi apapun Vania tidak melakukanya.
Hatinya sakit harus menerima semua hinaan mereka.
Nenek Vania memberitahukan apa yang terjadi pada Vania hingga ibunya sampai datang kerumah nenek Vania.
Ibunya yang mendengar itu, menjadi marah dan memukul Vania tanpa ampun. Bahkan ibunya memotong rambutnya yang panjang menjadi tak berbentuk.
Vania menangis sejadi-jadinya. Tapi tak ada satupun yang mendengarkannya. Mereka tidak mempercayai perkataannya. Otomatis Vania menjadi sedih. Meski Vania berkata jujur, tapi mereka tidak percaya juga. Mungkin karena Vania masih anak-anak dan saat itu hidupnya teramat miskin.
Setelah kejadian itu, ibunya membawanya ikut bersama ibunya kerumah ibunya. Vania dibawah tinggal dirumah ibunya. Tenyata rumah itu adalah rumah ibunya dan suami ibunya.
Vania pikir mungkin dia akan bisa merasakan kehadiran seorang ayah lagi.
Mungkin suami baru ibunya akan menyayanginya.
Tapi Vania salah. Ternyata inilah awal penderitaannya sebagai anak yang terbuang.
Visual : Vania
Setelah pindah dirumah mama, aku masih belum terbiasa. Kulihat suami baru mama yang sering kumpul sama teman-temannya dan lebih banyak mabuk-mabukan. Aku kadang risih melihat mereka. Tapi aku gak bisa berbuat apa-apa karena aku hanya menumpang dirumahnya.
Mama sering keluar rumah karena harus mencari nafkah. Banyak pekerjaan yang dilakukan mama. Dari mencuci pakaian orang, menjual makanan masak dan kue, sampai sering dipanggil untuk melakukan pijat.
Sebenarnya aku kasihan melihat mama yang harus bekerja mencari nafkah, sementara papa tiri ku kerjanya hanya mabuk-mabukkan.
Suatu hari, aku bertemu dengan seseorang yang tinggal dekat rumahku. Gadis itu sangat baik. Namanya Karmen. Usianya lebih muda setahun dariku.
Kami berkenalan dan akhirnya menjadi teman. Karmen biasa membantu mamanya jualan kue basah di sore hari. Saat itulah kami bertemu. Aku juga berkenalan dengan keluarga Karmen yang ternya mereka adalah orang-orang yang sangat baik.
Kadang aku irih melihat mereka yang hidup bahagia bersama walau sebenarnya keadaan mereka juga sangat miskin.
Mamaku juga mengenal keluarga Karmen dengan baik karena papa tiri ku masih memiliki hubungan keluarga dengan mama Karmen.
Karmen meminta mamaku agar menyekolahkan ku disekolah yang sama dengannya. Dan mama menyetujuinya.
Aku pun didaftarkan disekolah itu dan mulai bersekolah.
Keluarga Karmen selalu menasehati ku agar aku sekolah dengan baik agar aku bisa menjadi orang sukses kelak aku dewasa.
Aku bahagia karena mereka menerimaku. Tapi, penderitaan ku belum berakhir. Setiap kali melakukan kesalahan walaupun itu kesalahan kecil yang tidak sengaja kulakukan, mama akan menghukum ku. Mama akan memukulku sampai babak belur.
Aku hanya bisa menangis. Mamaku kadang memukulku sampai tubuhku terluka dan banyak meninggalkan bekas merah keunguan disana.
Aku ingin lari dan menjauh dari mamaku, tapi aku tak bisa melakukannya. Usiaku masih terlalu kecil waktu itu. Bahkan aku tak bisa membela diri jika mama akan memukulku.
Aku hanya bisa meringkuk disudut kamarku dan menangis.
'Tuhan, mengapa nasibku seperti ini? Apakah mama tidak menyayangiku?'
Aku bahkan menyesali kelahiran ku di dunia ini. Kalau tahu akan mengalami hidup seperti ini, aku lebih memilih tak dilahirkan.
Bukan hanya sekali dua kali aku mendapat siksaan dari mama.
Bahkan saat mama dan papa tiri ku bertengkar, mereka akan melampiaskan kesalahannya padaku.
Aku sering mendengar mereka berkata:
"Semua karena anak perempuanmu itu. Coba kamu tidak membawanya tinggal bersama kita, pasti kita akan baik-baik saja". Aku mendengar kata-kata itu terucap dari bibir papa tiriku.
'Sebenarnya apa salahku? Kenapa aku yang harus disalahkan?'.
Mama seperti orang lain bagiku. Aku merasa kalau aku tidak memiliki seorang ibu.
Aku hanya merasa nyaman bila ada dirumah nenek dan dirumah Karmen.
Disana mereka menerima aku apa adanya. Tak seperti mama da papa tiri ku.
Penyiksaan demi penyiksaan aku terima. Bukan hanya mama yang sering memukulku sampai babak belur. Papa tiri ku bahkan sering memukulku. Kepalaku bahkan pernah ditonjok nya sampai aku merasa pusing.
Aku merasakan hari-hari yang ku lalui terlalu berat. Tak pernah kurasakan kasih sayang dari orang tuaku.
Andai mama dan papaku tak berpisah malam itu, mungkin nasibku takkan begini.
Papaku juga tak pernah muncul sejak kepergiannya malam itu.
Aku jelas merindukan papa.
Apalagi saat aku mendapatkan pukulan dari mama dan papa tiri ku.
Suatu hari, Karmen mengajakku membantu mamanya berjualan keliling membawa kue-kue buatan mamanya.
Aku pun semakin memiliki banyak teman, karena Karmen yang mengenalkan pada teman-temannya.
Setelah mengelilingi kampung menjual kue-kue itu, kami pun kembali kerumah.
Mama Karmen sangat senang karena kue buatannya habis terjual. Mama Karmen memberikan aku upah karena sudah membantu Karmen menjual kue mamanya.
Aku sangat senang menerima upahku.
Awalnya aku menolak, tapi mama Karmen memaksaku untuk menerimanya.
Hari itu adalah hari pertama aku bisa jajan, sejak pindah dan tinggal bersama mamaku.
Di sore hari aku bermain dengan teman-teman ku dihalaman depan rumahku.
Hanya saat bersama mereka aku akan merasa bahagia.
Aku bisa menikmati masa kanak-kanakku dengan sukacita.
Setelah bermain, kami akan kembali pulang kerumah masing-masing. Aku pun harus kembali kedalam rumah dan membantu beberapa pekerjaan mama dirumah.
Aku bisa mencuci piring, menyapu dan mencuci pakaian.
Malam ini, mama mengajakku makan bersama papa tiri ku dimeja makan.
Rasa takut dan gelisah menghantui pikiranku.
Aku juga tidak bisa makan dengan tenang karena aku terlalu takut ada dihadapan mama dan papa tiri ku. Aku takut jika aku melakukan kesalahan, hingga pada akhirnya aku akan dipukul sampai habis-habisan.
Tapi malam ini, Susananya agak berbeda. Kami bisa menyelesaikan makan malam tanpa drama apapun.
Setelah selesai makan, aku akan membersihkan meja makan dan mencuci piring kotor.
Setelah menyelesaikan semua tugasku, aku masuk ke kamarku. Saat jam 9 malam, kulihat mama sudah memakai pakaian yg rapi dan agak seksi sih menurutku.
Aku tak tahu mama mau kemana.
Mungkin da pekerjaan yang harus dilakukannya malam itu.
Aku melihat mama keluar rumah. Berjalan kaki menyusuri jalan setapak depan rumah.
Saat mama pergi, aku jadi takut. Tapi aku berusaha tenang. Ku kunci pintu kamarku agar tak seorangpun bisa masuk.
Aku pun tertidur dimalam itu.
Saat pagi menjemput, aku bangun dan menyelesaikan beberapa tugas dirumah sebelum aku kesekolah.
Biasanya Karmen akan menjemputku setiap pagi agar kami berangkat sekolah bersama.
Jarak sekolah dengan rumah kami hanya dekat. Ya...begitulah keadaannya, karena kami tinggal di desa . Aku bangga punya teman seperti Karmen. Sudah baik, rajin, pintar pula. Hanya saja Karmen anaknya agak tomboi.
Saat ada anak laki-laki yang menggangu ku, Karmen akan menghajar mereka.
"Makasih ya udah menolongku Karmen".
"Iya sama-sama, Kitakan teman".
Aku merasa nyaman bersama Karmen.
Aku juga sering belajar bersama Karmen.
Karmen memiliki 3 orang adik perempuan.
Karmen adalah anak sulung. Mungkin karena dia adalah anak sulung, membuatnya memiliki tanggung jawab membantu mamanya.
Meski pekerjaan papa Karmen hanya sebagai buruh kasar, tapi kulihat mereka hidup bahagia.
"Tuhan, apakah aku bisa memiliki keluarga seperti Karmen? Aku bukan iri Tuhan, aku hanya ingin hidup bahagia seperti mereka". Setetes air mata menetes di pipiku.
Mau salahkan siapa takdirku begini?
Aku hanya bisa menjalaninya.
Aku berharap suatu saat penderitaan ku akan berakhir berganti kebahagiaan seperti yang dirasakan oleh teman-temanku.
Aku ingin memiliki keluarga yang bahagia.
Mungkinkah mama akan kembali seperti dulu saat bersama papa dulu? Saat kejadian malam perpisahan itu belum terjadi?
Ataukah hidupku akan terus seperti ini?
Visual: Karmen
'Sudah hampir jam 11 malam kenapa mama belum pulang juga?'
Vania sudah merasa kantuk tapi ibunya belum pulang juga. Akhirnya karena rasa kantuk yang menyelimutinya Vania pun mulai hanyut kedalam alam mimpi.
Belum setengah jam Vania tertidur Vania mendengar pintu kamarnya berbunyi. Seperti ada orang yang berusaha untuk membuka pintu kamarnya. Vania yang mengira ibunya sudah pulang dan mungkin saja akan mengecek apakah Vania sudah tidur atau belum langsung turun dari tempat tidur dan membukakan pintu untuknya. Betapa terkejutnya Vania saat melihat siapa yang tengah berdiri didepan pintu kamarnya.
"Om, ada apa?" Vania berbicara pada ayah tirinya dalam keadaan takut.
Tiba-tiba orang itu mendorong Vania masuk kekamar.
"Apa yang ingin om lakukan? Lepaskan Nia om!" Vania mendorong tubuh ayah tirinya yang kini berada dihadapannya.
"Kamu diam saja kalau gak mau aku hajar!".
Vania semakin ketakutan dan air matanya mulai menetes.
Tiba-tiba terdengar langkah didepan rumah mereka. Seketika ayah tiri Vania segera berdiri dan meninggalkan kamar Vania.
"Kamu sudah pulang Maya?"
"Iya mas. Tadi banyak sekali pelanggan soalnya".
Kulihat papa tiri ku yaitu Om Dion menarik tangan mamaku memasuki kamar tidur mereka.
'Syukurlah mama pulang tepat pada waktunya, kalau gak habislah aku!'
Om Dion menuntaskan hasratnya pada mama. Aku bisa mendengar dari suara mama saat itu.
Kutip telingaku dan berusaha memejamkan mataku.
Malam semakin larut, suara jangkrik terdengar mengalun disepanjang malam itu.
Aku pun tertidur dalam ketakutan.
Mungkin hari ini aku bisa lepas dari nafsu bejat om Dion. Tapi dia pasti akan berusaha lagi. Aku semakin takut jika harus berada dirumah jika hanya bersama papa tiri ku
Keesokan harinya, aku beraktifitas seperti biasa.
Kulihat mama tengah sibuk menyiapkan ma
sarapan. Aku segera menghampiri mama dan membantunya mengatur meja makan.
Stelah selesai membantu mama, aku bersiap-siap kesekolah.
Sikap mama masih sama padaku. Mama sering mengomeli ku.
Meski demikian, aku tidak membantah perkataannya.
Aku hanya menjawab sekenanya saja jika mama bertanya atau memberi nasihat padaku.
Aku segera bersiap-siap kesekolah karena sebentar lagi aku akan lulus dan memasuki Sekolah Lanjutan Pertama.
Aku belajar dengan giat agar bisa mendapatkan nilai yang bagus.
Disekolah pun teman-teman sudah jarang mengganggu ku karena aku memiliki teman yang selalu menjagaku.
Seperti biasa, setiap sore hari aku akan menemani Karmen sahabatku menjual kue-kue buatan ibunya.
Lumayanlah, mamanya Karmen akan selalu memberikan upah stelah selesai menjual habis kue dagangannya.
Mama tidak pernah memberikan aku uang jajan semenjak aku pindah dengannya. Aku hanya akan mendapatkan uang jika membantu Karmen berjualan keliling.
Jika ada kue yang tersisa, mama Karmen akan membaginya denganku.
Aku segera kembali kerumah jika jualan kami sudah habis. Aku harus menyelesaikan tugas dirumah sebelum mama dan om Dion pulang.
Malam ini aku sangat takut. Aku bukan takut dengan hantu. Tapi aku takut jika Om Dion melecehkan ku.
Aku segera menyelesaikan semua tugasku dan segera masuk kamar dan mengunci rapat pintu dan jendela kamarku.
Aku tidak ingin om Dion sampai melakukan hal yang tidak senonoh padaku.
Tapi ketakutan ku salah. Malam ini mama pulang lebih awal dari Om Dion.
Pasti om Dion tengah nongkrong sama teman-temannya. Mereka pasti sedang mengkonsumsi minuman keras .
Kudengar mama memasuki kamarnya.
Sejam kemudian Om Dion pulang sudah dalam keadaan mabuk.
Kalau sudah mabuk, Om Dion pasti akan selalu ribut.
Meski ketakutan aku tidak berani keluar dari rumah itu
Aku selalu mendengar mama mengeluarkan suara aneh saat bersama om Dion. Aku yang saat itu masih polos pasti ya tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan.
Kembali ku tutup telingaku karena tidak ingin mendengar suara-suara aneh mama dan om Dion.
Kudengar mama dan om Dion keluar dari kamar dan menuju dapur. Rupanya merekaau makan. Dimeja makan aku sudah menyiapkan makan malam. Aku bisa dengar mereka berbicara tentang aku saat itu.
"Apakah Vania akan melanjutkan sekolahnya?" Tanya om Dion pada mama.
" Aku juga tidak tahu! Aku sudah tidak mampu lagi membiayai sekolahnya!"
Saat mendengar itu, aku menjadi sangat sedih. Rasanya aku ingin berlari dalam kamarku dan meninggalkan rumah itu.
Hingga pada suatu hari saat aku hendak lulus dari sekolahku, mama memberitahukan padaku kalau aku tidak perlu sekolah lagi.
"Setelah ini, kamu gak usah bersekolah lagi. Lebih baik kamu bantu-bantu mama!"
'Meski sudah pernah mendengar kalau mereka akan menghentikan ku sekolah, tapi rasanya hatiku sakit mendengar perkataan mama'.
"Bisakah aku terus bersekolah ma? Kalau mama nggak sanggup membiayai sekolahku, biar aku mencari nafkah agar bisa terus sekolah!" Aku yang tidak pernah membantah perkataan mama, tiba-tiba saja bersuara.
Aku tahu ma pasti marah. Tapi tidak ada salahnya jika aku menyampaikan keinginan ku untuk bersekolah.
Kulihat mama masih diam tidak menjawab ku. Sebenarnya aku sedikit takut mama mungkin akan memukulku. Tapi, mama meninggalkanku begitu saja tanpa bersuara apapun.
Dalam hatiku sedikit lega. Setidaknya mama tidak marah padaku saat itu.
Aku yakin mama pasti akan mengijinkan aku melanjutkan sekolahku.
Setelah perbincangan aku dan mama, kulihat mama duduk sambil menghisap rokok.
Menghembuskan asap rokoknya menyesap lagi menikmati hisapan rokok tersebut.
Aku tidak melihat keberadaan om Dion dari tadi. Mungkin om Dion sedang bekerja.
Saat itu tiba-tiba Karmen muncul di rumahku. Karmen menyapa mamaku dan meminta ijin dari mama untuk bertemu denganku.
Mama pun mengiyakannya.
Kini Karmen memasuki kamarku. Kami duduk diatas kasur dan berbincang tentang sekolah yang baru.
Kulihat Karmen sangat bahagia menyampaikan keinginannya untuk bersekolah di tingkat lanjutan pertama.
Sebenarnya aku juga ingin, tapi aku takut mama dan om Dion tidak akan setuju.
Aku hanya bisa diam dn sesekali akan tersenyum mendengar ocehan sahabat ku itu.
Saat melihatku hanya terdiam, Karmen bertanya padaku: " Kamu kog kayaknya gak seneng, ada apa Nia?"
"Aku tidak apa-apa Karmen".
Aku menjawab Karmen, tapi sepertinya dia tidak percaya dengan jawabanku barusan.
"Gak mungkin kamu baik-baik saja. Jika ada masalah ceritakan padaku. Aku siap mendengarkan ceritamu Nia. Kamu itu sahabatku dan aku ingin kamu bisa berbagi cerita denganku!"
"Ah! Sungguh aku gak kenapa-kenapa kog! Kamu aja yang terlalu khawatir".
Karmen menatapku curiga. Membuat aku merasa tidak nyaman.
Akhirnya aku menceritakan pada Karmen kalau mama dan papaku ingin aku segera berhenti sekolah.
Karmen sangat terkejut mendengarnya.
"Kog bisa?! Mereka melarang kamu sekolah?!"
Karmen terkejut dengan penuturan ku.
"Iya nih, katanya mereka udah gak mampu bayarin bayarin uang sekolah aku".
Aku menjawabnya dengan tersenyum kecut.
"Aku pastikan kamu akan tetap melanjutkan sekolahmu. Dan kita akan bersekolah di sekolah tangan sama!". Akhirnya kami pun mengakhiri cerita kami da Karmen segera pulang kerumahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!