Prolog:
Dalam perjalanan pulang dari Starburst Cafe malam itu, mobil Cytra nyaris bertabrakan dengan treiler. Tak disangka dalam kesialan itu dia bertemu dengan penggemarnya. Pria yang sedang dihukum oleh mamanya, karena belum menemukan calon istri.
Perkenalan di pinggir jalan itu membawa Cytra masuk ke dalam persoalan hidup pria bernama Ibra itu. Cytra lalu dikenalkan kepada mamanya.
Bebaskah hukuman Ibra atas keberhasilannya membawa Cytra sebagai calon istri. Dan maukah Cytra sebagai wanita terakhir dari sekian wanita pacarnya.
Padahal Cytra sendiri sedang punya masalah setelah suaminya meninggal, dan dia terusir dari rumah dengan meninggalkan dua anak yang sedang lucu-lucunya.
Ok, cerita dimulai.
Dengan mengemudikan mobil sendiri di jalanan kota raya, Cytra mengingat Mama Vionita yang sekarang entah ada dimana. Mereka terpisah sejak Tuan Samyokgie meninggal.
Radita, pewaris seluruh kekayaan Samyokgie mendadak sikapnya berubah total menjadi arogan dan kejam.
Vionita yang sudah menjadi istrinya dicampakan begitu saja oleh Radita sebelum bulan madu habis. Dan tak lama setelah itu Cytra pun diusir pergi dengan tidak boleh membawa kedua anaknya.
"Manusia bebas memilih hidupnya. Kau pun bebas untuk memilih jalan yang akan kau lalui."
Begitu kata-kata Vionita ketika pergi meninggalkan rumah Tuan Samyokgie dan meninggalkan Cytra yang masih kebingungan mengambil sikap.
"Radita tidak lagi perhatian kepada Mama seperti dulu. Boro-boro membagi cinta pada Mama," keluh Vionita.
"Kok membagi, memang ada pihak lain yang berhak menerima cintanya juga?" tanya Cytra.
Vionita merasa berat untuk mengatakan apa sesungguhnya yang sudah terjadi pada Radita. Pria yang dulu kalem dan selalu memohon kepada Vionita untuk memberikan belaian cinta dan kasih sayangnya. Setelah permohonan itu di kabulkan Mama malah dicampakkan begitu saja.
"Mama sih, jadi janda yang terlalu ganjen. Mau meladeni pria yang masih hijau begitu," kata Vionita enteng bahkan dengan nada setengah bergurau.
Dan lewat beberapa hari, Cytra pun pergi dengan sangat terpaksa. Karena diancam akan dibunuh bila tetap tinggal bersama Radita. Sedangkan kedua anaknya yang masih kecil tidak boleh dibawa ikut serta.
Radita benar-benar kejam tidak berperikemanusiaan. Entah ada apa. Seperti ada perubahan besar dalam jiwanya.
Treteeteeet!!!
Cytra tergeragap melihat truk trailer tiba-tiba berada tepat di depan mobilnya. Hampir saja moncong kendaraan besar dan kuat itu menubruk kendaraannya yang kecil dan mungil.
Untung Cytra cekatan membanting stirnya ke kiri. Karena tadi terlalu ke kanan melebihi marka jalan.
"Ya, Tuhan....Aku belum ingin mati...," rintih batin Cytra dengan dada berdebar-debar. Lalu ia sorongkan mobilnya di depan minimarket.
Beberapa menit Cytra berada di tempat itu sambil melandungkan detak jantungnya.
Pikirannya terlalu terbawa oleh situasi kehidupan yang menimpa Vionita dan dirinya sendiri.
Kalau menyebut dirinya ganjen sebenarnya tak sepenuhnya betul kata-kata Mama itu. Wanita itu lebih nampak cantik dan anggun. Pembawaannya ceria tanpa beban. Mungkin dua unsur yang melekat dalam dirinya itulah sehingga dia nampak ganjen.
Berbeda dengan Cytra. Mantan istri Tuan Samyokgie ini lebih menonjol sikap ceria dan agresivnya. Namun sama-sama memiliki paras yang cantik. Pernah dalam sebuah acara ketika tampil duet tidak nampak kalau mereka ibu dan anak. Malah banyak yang berkesan bereka adalah adik dan kakak.
Dhep!..dhep!..dhep!
Seorang pemuda tiba-tiba mengetuk-ketuk kaca mobil Cytra.
"Ibra!" panggil Cytra setelah jendela ia buka.
"Aku kira sudah sampai rumah." Ibra memandangnya dengan senyum manis.
Cytra tersenyum kecil pada pria yang baru sejam lalu dikenalnya di Starburst Cafe. Postur dan namanya masih jelas diingat.
"Tadi aku hampir disruduk banteng," ucap Cytra.
"Masa ada banteng di jalan raya," Ibra mengernyitkan alisnya yang tebal.
"Maksudnya truk trailer. Hampir saja nyawaku melayang."
"Masa!" Ibra terhenyak.
"Bener! Jantungku masih trap-trap tidak karuan. Makanya aku berhenti disini. Biar tenang dulu," Cytra menerangkan kejadiannya.
"Kamu tidak apa-apa, kan. Tapi kelihatan kamu masih syok," Ibra cemas.
Lalu meminta Cytra keluar dari mobil dan menggandengnya menuju ke dalam minimarket. Memesan kopi jahe panas dan meminta Cytra meminumnya.
"Saya tidak apa-apa," ucap Cytra tapi tetap menerima segelas kopi jahe yang mengepul panas.
"Minum saja agar badanmu lebih segar," Ibra memohon.
Cytra menyeruput minuman tradisional tersebut sedikit. Mereka duduk di kursi yang ada di depan minimarket. Tetapi kondisi fisik Cytra malah semakin drop.
Mukanya kelihatan memutih pucat. Dan kepalanya terasa pening. Mungkin karena terbentur kaca jendela akibat ia membanting stir terlalu keras.
"Bagaimana, Cy?" tanya Ibra prihatin melihat kondisinya.
Cytra diam. Kepalanya ia sandarkan ke meja. Ibra memegangi badannya agar tak jatuh. Karena kelihatan sangat lemah.
"Badanku terasa lemas. Kau bisa mengantar aku pulang," ucap Cytra lirih.
"Ya, kamu saya antar saja pulang. Mobilku biar saja ditinggal disini," kata Ibra yakin.
Beberapa menit kemudian Ibra bingung mau membawa Cytra kemana setelah mobil melaju di jalan raya kembali. Karena Ibra memang baru kenal malam itu.
"Rumahmu dimana, Cy?" tanya Ibra.
Cytra menyebutkan sebuah apartemen. Mobil lalu melaju ke alamat itu.
..........
Sebuah apartemen kecil berada di depan Cytra dan Ibra. Cytra melangkah sangat lemah menuju ke tempat tinggalnya itu.
Lalu dengan memberikan kunci kepada Ibra terlebih dahulu, kedua anak manusia yang baru berkenalan itu masuk ke dalam. Malam sudah larut.
Setelah berada di dalam Cytra langsung merebahkan badannya ke sofa. Kondisi fisiknya makin drop.
Ibra bingung. Apakah meninggalkan Cytra kembali ke Minimarket mengambil mobil, atau menungguinya sampai sehat kembali.
Beberapa menit Ibra sudah menunggu, tapi kondisi Cytra masih tetap seperti semula. Terlentang diam di atas sofa. Ibra memandangi tubuh indah wanita yang kelihatan perut dan pusarnya itu. Karena bajunya tersingkap ke atas.
Ibra alihkan pandangan ke sekitar ruangan. Ada beberapa foto yang menempel di dinding.
Pertama yang ia amati adalah foto Cytra yang duduk di kursi dengan anggunnya dan seorang lelaki yang berdiri di samping dengan gagahnya. Juga foto lainnya. Foto Cytra menggendong seorang anak kecil.
Ibra menebak lelaki itu pasti suami Citra. Dan anak kecil itu pasti anaknya. Persis apa yang diceritakan Cytra waktu kenalan di Starburst tadi. Tapi kenapa Cytra sendirian di apartemen itu. Ada dimana suami dan anaknya?
"I-ibraaa...," terdengar Cytra merintih.
"Iya..., saya masih disini," jawab Ibra gugup.
"Tolong...,ambilkan saya minum."
Pemuda itu lalu buru-buru pergi ke dispenser. Mengucurkan air putih hangat dan diberikan kepada Cytra.
Setelah meminum air itu beberapa teguk badannya mungkin terasa enak hingga dia berdiri. Tetapi terhuyung mau jatuh. Ibra secara reflek menahan tubuhnya. Tapi malah dia ikut jatuh ke lantai dengan posisi memeluk tubuh Cytra.
"Maaf...," ucap Ibra.
"Huufs!" Cytra mengeluh. Lalu berdiri lagi begitu juga Ibra.
"Maaf saya tidak sengaja," ucap Ibra.
Cytra menangkap mata itu sangat bening dan polos. Tidak nampak ada hasrat terselubung disana.
"Saya masih merasa pusing dan lemah sekali. Boleh aku minta tolong, kamu jaga saya dulu sampai besok," kata Cytra memohon.
"Tidak apa-apa. Toh hotel saya jauh dari sini dan mobil saya masih tertinggal di minimarket," kata Ibra.
"Terimakasih. Masih ada satu kamar lagi yang kosong. Boleh kamu tempati, maaf kalau saya telah menyita waktumu," ucap Cytra.
Mereka lalu masuk ke kamar masing-masing. Di dalam kamar Cytra ganti busananya dengan baju tidur. Mencuci mukanya di wastafel sebentar lalu naik ke ranjang dan berusaha membuang pikiran ngeres yang melintas.
Sebaliknya Ibra di kamarnya sulit memejamkan mata. Dari Bali malam kemarin dia berniat untuk menemui seseorang. Tetapi kenapa kini malah berada di dalam sebuah apartemen dengan seorang janda muda yang masih cantik itu.
Darah muda Ibra bergolak ketika berpelukan dengan Cytra tadi. "Aneh sekali. Seperti baru mengenal wanita," gumamnya.
Tubuh hangat itu sungguh mengoyak hasratnya. Bibir, hidung dan matanya begitu mempesona dipandang.
"Apakah aku telah jatuh cinta lagi...," suara batinnya.
Sejak melihat Cytra menyanyi di Starburst, Ibra memang telah tersedot magnit yang hebat dari wanita itu. Seorang waitrees kebetulan melihat tingkah lakunya yang aneh itu dan akhirnya mengenalkannya kepada Cytra.
Tetapi cuma sebentar saja mereka saling memperkenalkan diri. Selanjutnya Cytra meninggalkan Ibra karena masih harus tampil beberapa lagu lagi.
Sampai Ibra pulang dari cafe, Cytra tak sempat menemuinya lagi. Padahal masih banyak yang ingin Ibra obrolkan.
Keluar dari Starburst dan mengendarai mobilnya ke hotel tempat menginap, wajah Cytra masih terus terbayang-bayang di benaknya dan khawatir tak bisa bertemu lagi.
Maka dia berhenti sebentar di mini market dan mencari-cari nomor telepon yang bisa mengakses ke telpon Cytra.
Sungguh sebuah keberuntungan yang luar biasa.
Disaat sedang sibuk melihat daftar nomor telepon, dia menemukan wanita yang sedang dicarinya datang dengan mobilnya yang kecil mungil parkir di sebelah mobilnya.
"Cytra!"
Bersambung
Malam makin dingin. Sunyi. Hanya detak jantung Cytra yang terdengar.
"Ibra memang pria dungu. Kenapa tidak tahu ada wanita yang sedang kesepian," gerutu Cytra di dalam kamarnya.
Cytra memejamkan matanya. Beberapa saat kemudian ia terlelap. Di dalam tidurnya dia
melihat Ibra bangun dari tempat tidur dan berjingkat menuju ke kamarnya.
Jantung Cytra berdebur ketika pria itu membuka pintu kamar yang sengaja tidak ia kunci. Terlihat Ibra berjalan mendekatinya dengan penuh percaya diri.
"Ibraa...," Cytra memanggil ketika Ibra sudah berdiri menantang di hadapannya.
"Jangan membohongi diri sendiri, kau butuh ditemani, kan?" kata Ibra seperti tahu apa yang sedang diinginkannya.
"Ya, kamu kok tahu?" Cytra melepaskan bantal gulingnya dan duduk menghadap ke Ibra dengan tatapan mata yang bulat cerah.
"Sini...." Cytra menarik tangan Ibra dan memintanya untuk memijit kepalanya yang masih senut-senut.
Kedua tangan Ibra lantas memegang rambut kepala Cytra yang halus dan tebal.
Lalu jari-jarinya mulai memijit pelan-pelan.
Cytra merasakan Ibra sudah pengalaman bermain wanita. Sikapnya santai dan seolah tahu bahasa wanita yang sedang kepingin dibelai.
"Apakah kau sudah terbiasa berhubungan dengan wanita?" Citra akhirnya bertanya.
"Baru kali ini bersama kamu," jawab Ibra tidak seperti yang diduga Cytra.
Cytra mendekatkan wajahnya dan menatap Ibra dengan serius. Seperti ingin menyelam ke lubuk hatinya yang paling dalam.
"Kenapa kau menatapku seperti itu. Kau tidak percaya?" Ibra memegang kedua tangan Cytra yang ingin memeluknya.
Tapi begitu cepat gerakan Cytra. Tanpa menjawab pertanyaan itu Cytra mencium bibir cowok itu dengan gemas. "Jangan bohong aku sudah tahu kamu dari waitress."
Terasa sudah lama sekali Cytra tidak menikmati gairah asmaranya sejak suaminya meninggal.
Lantas badan Ibra yang masih muda dan tegap itu begitu empuk ia tindih.
Cytra teringat saat melakukan hal yang sama dengan Tuan Samyokgie. Lelaki yang pertama kelihatan menakutkan itu ternyata begitu mudah ia taklukan di atas ranjang.
Apalagi kini di hadapannya adalah pria muda seperti Ibra. Yang biasanya cepat goyah dengan godaan wanita.
Cowok itu melenguh sebentar. Lalu mulai menggerayangi tubuh Cytra.
Cytra mendesah. Selanjutnya badan cowok itu ganti yang menindihnya dan langsung memompa gairah Cytra dengan penuh semangat.
Cytra merasakan bahagia sekali. Ibra ternyata begitu gairah menggaulinya. Lalu cowok itu kembali membalikan badan Cytra, berganti yang berada di atas.
Cytra wanita yang sedang haus belaian lelaki. Selama ini ia bisa menutupi perasaannya dengan bernyanyi dan kesibukan lainnya. Tetapi kini rasanya pertahanannya sudah jebol. Ibra yang muda, Ibra yang tegap dan tampan itu, harus ia lahap untuk mengobati kesepiannya.
Akhirnya cowok itu pun mengerang menyelesaikan permainannya....
Malam sudah beranjak pagi. Saat itu sudah pukul 3.00.
Cytra terbangun oleh dentang suara jam. Ia tengok kanan kiri tidak ada Ibra di sampingnya.
"Apa yang saya lakukan barusan?" pikir Cytra bingung.
Cytra memeriksa baju tidurnya dan badannya. Semuanya masih utuh tidak nampak kalau barusan bergumul dengan Ibra.
Ternyata adegan itu cuma ada dalam mimpi. Tetapi sepertinya Cytra melakukannya dengan sungguh-sungguh. Tubuhnya yang putih itu juga berkeringat seperti habis bermain kuda-kudaan.
Setelah terbangun dari mimpi indah itu Cytra merasakan badannya sudah enak. Rasa pusingnya juga sudah hilang.
Lalu ia ingat seorang cowok yang ia suruh tidur di kamar samping. Apakah dia masih berada di sana atau sudah pulang. Cytra belum mengucapkan terimakasih diantar pulang.
Cytra bangun dari ranjang. Lalu berjalan keluar menuju ke kamar Ibra. Pintu kamar tidak menutup secara rapat. Sehingga dia bisa melihat ke dalam.
Tetapi Ibra tidak ada disana. Kemana Ibra?
"Cytra...," panggil Ibra pelan.
Cytra kaget menoleh ke belakang. Ternyata Ibra tidur di sofa.
"Ya,Tuhan. Kenapa kau tidur disini?" Cytra mendekat dan duduk di sofa yang sama, dekat kaki Ibra.
"Aku tidak bisa tidur di dalam. Lumayan tadi sempat memejamkan mata sebentar," ungkap Ibra sambil menarik kakinya yang selonjor.
"Maaf, aku telah membuat kamu menderita malam ini," ungkap Cytra berbasa-basi.
"Tidak apa-apa, Cy. Tenang sajalah," kilah Ibra.
"Apakah kamu mau pindah ke kamarku?" Cytra menawarkan sepotong kebaikan. Karena benaknya masih digelayuti mimpi berasyik masyuk dengan cowok itu barusan.
"Sudah hampir fajar. Tanggung, Cy," tolak Ibra halus.
"Ya, sudah aku temani kamu ngobrol disini." Cytra membenahi baju tidurnya yang tersingkap sedikit bagian pahanya.
"Bagaimana..., kamu sudah tidak pusing lagi?" tanya Ibra.
"Lumayan sudah sehat kembali," jawab Cytra pendek sambil menikmati wajah Ibra yang tetap tampan walau dalam keadaan lelah kurang tidur.
"Itu di foto kulihat kamu bersama seorang lelaki dan seorang bocah. Apakah mereka suami dan anakmu?" tanya Ibra mengalihkan perhatian.
"Iya betul..., tetapi suamiku sudah meninggal. Sedang anakku masih ada tapi tinggal bersama keluarga suamiku."
"Aku tadi sempat cemburu melihatnya," ungkap pemuda itu.
Alis mata Cytra mengernyit.
"Cemburu?" Cytra tak percaya.
"Ya. Karena aku belum bisa sepertimu punya istri dan anak," ungkap Ibra.
"Memangnya kau belum punya pacar?" tanya Cytra.
Ibra tak menjawab. Sebenarnya sudah banyak pacar yang Ia gauli. Tetapi sekarang dia sedang mencari istri. Mama sudah ingin sekali punya mantu. Sampai menghukum Ibra tak boleh pulang sebelum membawakan calon mantu kepadanya.
"Sudah sering terjadi saya bawa pacar tapi Mama tak cocok. Kalau mama cocok saya tidak suka," kata Ibra kemudian.
"Tipe mamamu dan tipe kamu selalu berbeda?" tanya Cytra.
"Sekarang mungkin Mama cocok. Tapi wanita itu mungkin masih terbayang-bayang suaminya," ungkap Ibra sambil melihat reaksi mimik muka Cytra.
"Siapa wanita itu?" tanya Cytra.
"Yaa...Gadis yang sekarang sedang ngobrol denganku." Ibra menatap Cytra penuh harap.
"Kamu salah memilih. Saya itu bukan gadis tapi janda," ucap Cytra tidak malu-malu.
"Tapi kamu masih kelihatan seperti gadis." Ibra mengelus pipi dan dagu Cytra dengan lembut.
"Gombal! Seperti sudah pernah merasakan saja." Cytra menahan tangan Ibra berhenti di pipinya.
Ibra mengamati wajah Cytra dengan penuh arti.
"Kamu walaupun masih muda pandai merayu." Cytra menyandarkan badannya ke dada Ibra yang bidang itu.
Cytra kemudian mencium bibir Ibra dengan penuh kasih sayang. Cowok itu pertama hanya terpejam. Tidak melakukan yang serupa di dalam mimpi Cytra tadi.
Tetapi Cytra terus merangsek dan membuat sentuhan-sentuhan yang membangkitkan gairah Ibra. Dan upayanya berhasil. Ibra mulai menggerakan tangan dan bibirnya.
"Aku mau melakukan ini denganmu. Tetapi don't want you to be just a one night stand...," ucap Ibra pelan.
"Aku akan berusaha. Semoga ini bukan pengalaman cinta satu malam saja...," Cytra menjawab sambil menggigit bibir Ibra.
Waktu terus bergerak perlahan. Seiring dengan permainan mereka yang makin lama terasa makin seru. Sofa yang sempit itu tak mampu lagi menampung gairah mereka berdua.
Lalu Cytra memberi kode pindah ke kamar. Ibra menuruti. Tubuh Cytra yang proporsional dan berisi itu diangkat pindah dari sofa.
"Mau kemana, sayang," ucap Cytra manja.
"Ke kamarmu, bukan? Kita akan bermain-main disana sampai pagi."
"Akhirnya kamu mau tidur di kamarku, kan." Cytra melingkarkan lengannya di leher Ibra ketika berjalan masuk ke kamar.
"Kalau boleh tidak satu malam ini saja." Ibra membaringkan Cytra dengan pelan.
"Kau akan tinggal di Jakata berapa lama? Aku siap untuk menemani kamu?" tanya Cytra.
Pertanyaan itu tiba-tiba mengganggu Konsentrasi Ibra. Seluruh gairahnya buyar seketika.
Ibra lalu melepaskan pelukannya. Kemudian bergeser posisinya duduk dengan bersandar di ranjang.
"Kenapa? Ada apa kamu?" tanya Cytra bingung melihat perubahan sikap Ibra yang mendadak berubah itu.
.......sampai disitu dulu adegan kemesraan mereka, jangan lupa like dan komentarnya ya...🙏🙏🙏
Bersambungl
Cytra duduk bersandar di ranjang di samping Ibra. Cowok itu tiba-tiba seperti teringat masalah dirinya dengan mamanya yang cukup berat.
"Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Cytra pelan takut menyinggung perasaannya.
Ibra menatap Cytra sebentar. Lalu dengan serius dia berkata, "Aku masih berpikir apakah nanti yang akan kita lakukan bersama berdasarkan rasa saling cinta."
Kini beralih Cytra yang diam termenung.
Dulu ketika pertama kali berhubungan dengan suaminya Samyokgie berlangsung lepas begitu saja. Tanpa ada perasaan cinta lebih dulu. Dan setelah itu Cytra terjebak oleh persoalan yang pelik.
Karena lelaki yang menggaulinya itu adalah ayah tirinya sendiri. Tetapi yang jelas pada moment cinta satu malam itu ia senang menikmatinya.
Sedangkan kali ini belum apa-apa sudah dihadang oleh pertanyaan Ibra yang membuat gairahnya juga seketika menurun.
"Rahasia apa yang dia simpan sebenarnya?" gumam Cytra.
Ia memang tertarik kepada Ibra karena ketampanan dan kebersahajaannya. Tetapi apakah itu dinamakan cinta. Sedangkan perasaannya saat ini cuma ingin dijamah lelaki, setelah beberapa bulan suaminya meninggal.
"Kenapa kau tanyakan itu. Apakah kau menganggapku wanita yang gampangan," kata Cytra akhirnya dengan nada menyerang Ibra.
"Oh, sory. Saya tidak menuduhmu seperti itu. Saya cuma ingin kita saling mencintai sepenuh hati. Agar hubungan intim kita malam ini akan berkelanjutan sampai aku punya anak darimu."
"Maksudmu, kau akan mengambil diriku sebagai istrimu. Bukan teman hanya satu malam?" tanya Cytra
"Yang tepat begitu. Kalau kau mau besok akan kubawa pulang ke Bali. Akan kuperkenalkan kepada Mama. Semoga kau menjadi wanita terakhir yang akan menutup masa lajangku."
Mata Cytra terbelalak. Wanita terakhir? Memang sebelumnya ada berapa wanita yang sudah diperkenalkan kepada mamanya dan tidak jadi menikah.
"Kalau begitu tidak perlu aku kau bawa ke mamamu. Aku takut nasibku seperti wanita lainnya," kata Cytra pesimistis.
Ibra mendengarnya jadi meradang. Karena kalau Cytra menolak berarti akan lebih panjang lagi Mama menghukumnya tidak boleh pulang.
Itu bukan persoalan ringan atau sekedar ultimatum. Tetapi menyangkut jalan hidup dan harkat kehidupan Ibra kelak.
"Tolong jangan sakiti aku. Aku ingin memperbaiki hidupku bersama kamu," pinta Ibra.
"Memang hidupmu sengsara. Kelihatannya kau dari keluarga sangat berada. Berbeda dengan aku yang cuma bergantung pada hasil menyanyi," Kata Cytra kemudian.
"Nanti kau akan tahu setelah bertemu dengan Mama. Asal kau mau kuajak dulu pulang," bujuk Ibra.
"Kalau aku tidak mau bertemu dengan mamamu?" tanya Cytra padahal dalam hati ia sudah mengiyakan mau diajak pulang.
"Ya, terpaksa cari penggantimu," jawab Ibra menantang.
"Silahkan kalau kamu mau cari pengganti. Dan tidak perlu datang lagi kesini," Cytra ngambek lalu beralih duduk di kursi.
"Jangan marah gitu, dong. Saya itu memilih kamu karena yakin bahwa Mama pasti menyukaimu," Ibra berusaha meyakinkan.
"Tapi itu kan menurutmu. Menurut Mamamu belum tentu sama denganmu," Cytra berargumentasi.
"Sekarang kamu tidak perlu berpikir seburuk itu dulu. Percayalah padaku. Kalau misalnya Mama menolakmu saya tetap memilihmu jadi istriku," kata Ibra akhirnya meyakinkan.
Cytra diam merenungi kata-kata Ibra. Ia merasa tersanjung. Tetapi juga khawatir. Jangan-jangan itu cuma dibibir saja. Tapi biarlah. So must go on!
"Bagaimana? Kok diam. Diam tandanya setuju, loh," desak Ibra.
"Baiklah. Aku menurut saja apa katamu," ucap Cytra akhirnya.
Ibra spontan meloncat dari atas ranjang dan bersimpuh mencium lutut Cytra yang duduk di kursi.
"Apaan sih! Tidak lucu, ah!" Cytra berdiri melepaskan Ibra yang seperti mau sungkem saja.
Tinggi badan dua insan lain jenis itu hampir sama. Sehingga ketika mereka sama-sama berdiri, wajahnya langsung berdekatan.
"Hayo mau apa kamu," ucap Cytra karena kedua tangan Ibra langsung menggapai pinggangnya.
Cytra tak menolak badannya dihimpitkan dengan badan Ibra. Lalu mereka saling memagut bibir sambil berdiri. Kali ini Cytra benar-benar merasakan debar jantung Ibra secara nyata. Tidak seperti dalam mimpi.
"Kamu mau melakukan sambil berdiri?" Tanya Ibra ketika cengkeraman Cytra di pundaknya makin kuat.
"Memangnya tidak ada kasur disini," Cytra meledek.
Mereka lalu bersama-sama terjun ke ranjang. Bergumul habis-habisan sampai pagi menyingsing. Hingga kelelahan dan akhirnya tertidur lelap.
****
Handphone Ibra bergetar berkali-kali di dalam sakunya. Tetapi empunya alat komunikasi itu masih terlelap tidur di dalam mobil tour travel dari Bandara Ngurah Rai menuju ke rumahnya.
Cytra mendengar dering telepon itu. Tetapi Cytra lebih memilih menikmati suasana kota Bali. Rumah-rumah adat masyarakat Bali yang khas sangat menarik dipandang. Terbayang mungkin rumah Ibra tak jauh beda bentuknya seperti itu.
Memamg pembawaan Ibra kelihatan mengantuk terus sejak keluar dari apartemen Cytra. Mungkin karena tenaga habis terkuras untuk bermain kuda-kudaan.
Mereka baru keluar dari apartemen sore hari. Kemudian setelah makan di resto, langsung pergi ke Soetta airport. Terbang dengan pesawat pukul 17.30 dan tiba di Denpasar sekitar pukul 20.00.
Ternyata di luar dugaan Cytra.
Mobil tour travel yang mewah itu memasuki sebuah rumah yang mirip hotel berbintang. Dada Cytra berdegup. "Inikah perwujudan hidup Ibra yang sebenarnya," gumamnya.
Dari berkenalan di Starburst dan tidur semalam di apartemen Cytra, pria itu tidak menampakan sebagai anak orang tajir.
Seorang lelaki berpakaian hitam dengan iket kepala khas Bali membukakan pintu gerbang ketika mobil yang dinaiki Ibra datang dan memasuki halaman yang penuh tanaman hias dan batu candi.
Ibunda Ibra yang bernama Andante ternyata sedang pergi. Di dalam rumah seorang asisten rumah tangga menyambut kedatangan Ibra dengan melirik sekilas ke Cytra yang saat itu penampilannya sangat anggun.
"Bi, ini Cytra. Antar dia masuk ke kamarnya," ucap Ibra. Lalu ngeloyor pergi masuk ke kamarnya.
Cytra diberi kamar dilantai atas. Dari kamar itu ia bisa menikmati panorama Pantai Kuta di malam hari. Di kejauhan terlihat kerlap-kerlip lampunya yang warna perak.
"Nona, Cytra. Ini makanan dan minuman saya letakan di meja. Pesan Tuan Ibra, tidak usah keluar dulu dari kamar sebelum Nonya datang," kata asisten yang tadi mengantar Cytra ke kamarnya.
Cytra mengangguk dan mengucap terimakasih. Tetapi ketika asisten itu mau keluar dari kamar, Cytra memanggilnya untuk duduk menemani.
"Bibi, berasal dari mana, sih?" tanya Cytra.
"Banyuwangi, Non. Nama saya Zaripah, panggil saja Bi Zar," kata perempuan yang mengenakan kebaya itu.
"Nyonya sedang kemana, Bi?" tanya Cytra.
"Biasa Non. Ngurus usahanya."
"Kalau Tuan kemana, Bi?"
"Tuan orang bule, Non. Mr Felix. Tapi sudah meninggal."
"Pantas saja Ibra cakep ya, Bi. Seperti papanya."
"Iya, Non. Tapi kasihan Tuan Ibra...." Bi Zar tak melanjutkan kalimatnya. Membuat Cytra penasaran ingin tahu.
"Kasihan kenapa, Bi?"
"Wanita yang dibawa Ibra selalu ditolak oleh Nyonya besar," ujar Bi Zar."
"Memang Nyonya besar menginginkan yang seperti apa?" tanya Cytra.
"Saya tidak tahu, Non. Mungkin yang punya pangkat dan kekayaan," kata Bi Zar polos.
Cytra membatin: "Pangkat? Kekayaan? Memang aku wanita yang seperti itu. Sungguh diriku ini ternyata masih sangat rendah.
Cytra mau bertanya lagi tetapi tiba-tiba Ibra masuk ke kamar. Sehingga Cytra urungkan niatnya mengorek tentang diri cowok itu. Dan Bi Zar tanpa disuruh buru-buru keluar meninggalkan mereka.
"Kran air di kamarku macet. Boleh aku mandi di sini," kata Ibra yang belum ganti baju sama sekali.
"Modus," ledek Cytra.
"Sumpah kalau tidak percaya cek sana."
"Ya-ya, saya percaya."
Ibra lalu melepas baju dan celana panjangnya di depan Cytra. Sedangkan handphonnya ia letakan di meja.
Beberapa menit ketika ibra sedang mandi handphonenya bergetar. Cytra jadi penasaran ingin tahu siapa yang menelpon. Kelihatannya dari tadi ada yang telpon tidak ia gubris.
Sungguh Cytra kaget bukan main. Ketika muncul foto penelpon orang yang sangat ia kenal sekaligus ia benci.
"RADITA!"
Cytra membaca nama itu berulang-ulang karena seperti tak percaya. Ada hubungan bisnis apa Radita dengan Ibra.
Kedua pria itu memiliki usia yang sebaya. Setahu Cytra mendiang Samyokgie, papa Radita, punya banyak usaha. Sedangkan Radita cuma disuruh memegang usaha perhotelan. Apakah mungkin Ibra berkongsi dengan Radita dalam bisnis tersebut.
Cytra sangat benci kepada Radita selama ini. Karena dialah yang menahan kedua anak Cytra tidak boleh dibawa pergi ketika Cytra terusir dari rumahnya.
Tetapi kini belum terjawab kenapa Radita berubah 180 derajat menjadi kejam sikapnya kepada Cytra.
.....Ayo gaes like, komentar dan hadiahnya. Trims utk yang suda kasih vote....🙏🙏
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!