Suara des@*@n dan er@ng@n menggema di kamar hotel. Dua insan manusia sedang asik dalam pergumulan panas mereka.
"Owh baby ini sangat nikmat" ucap sang pria yang sedang memacu dengam ritme yang kencang.
"Eummppp, akhhhhh! Lebih cepat! Bahkan rasanya semakin memabukan" racau wanita yang berada di bawah kungkungannya.
Tak lama mereka memekik kala sesuatu yang hangat meledak di bawah sana dan keduanya terkulai lemas.
"Kau selalu hebat Ben!" ucap wanita itu.
"Kau juga selalu buat ku terbang baby. Tiffany sayang i love u so much! Aku akan segera menikahimu sayang. Hubungan kita sudah tiga tahun lamanya dan kita harus go publik. Tidak ada yang harus di tutup-tutupi lagi. Aku sudah tidak sabar bisa memilikimu" ucap Laki-laki yang bernama Ben Lazuardy Mahardika.
"Aku pun begitu sayang. Kamu secepatnya nikahin aku ya! Karena ku ingin menjadi nyonya Lazuardy.
" Akan ku lakukan sayang! Secepatnya akan melamar kamu. Tapi bagaimana dengan mu apa kakak mu akan rela jika kau langkahi?" tanya Ben sembari mengerai anak rambut yang menutupi wajah sang pujaan.
"Soal Kak Bella bisa di atur. Lagipula hubungan kami tidak terlalu harmonis. Asal kau tahu hidup dia itu monoton dan membosankan hanya kerja dan kerja saja yang di urusi" jawabnya sedikit jengah.
Tiffany seorang wanita yang sedikit liar dan ambisius, Kehidupan asmaranya bersama Ben sudah berjalan tiga tahun. Hubungan itu dia sembunyikan dari publik lantaran Ben masih mempunyai ikatan pertunanagan dengan kekasihnya yang bernama Silvi dengan kata lain Ben berselingkuh dari Silvi. Tetapi setahun belakangan ini, hubungannya kandas dengan wanita itu karena Silvi memergoki Ben sedang bercinta dengan Tiffani di apartemennya. Kendati demikian, tak lantas Ben dan Tiffany go publik dengan hubungan mereka.
Di sisi lain, Sang kakak yang terkenal workaholic yang bernama Belinda Zahrani sedang lembur bekerja. CEO yang rajin melebihi bawahananya.
"Ibu Bella belum pulang?" tanya scurity kantor nya.
"Sebentar lagi saya pulang pak" ucapnya.
Belinda yang akrab di sapa Bella, bahkan dalam umurnya yang sudah menginjak 26 tahun, dia tidak pernah pacaran dan tidak memikirkan kapan dia harus mencari pendamping. Biarkan seperti air mengalir saja itu moto hidupnya saat ini.
Malam itu seluruh pekerjaannya telah selesai. dia pun pulang dengan mengendarai mobilnya seorang diri.
Begitupun dengan sang adik, setelah bercint@ dengan sang kekasih, dia memutuskan pulang sendiri.
Sesampainya di halaman rumah megah itu, dua gadis keluar dari mobil masing-masing.
"Dek, kemana saja kamu tidak ada di kantor?" tanya Belinda.
"Aku pergi!" jawabnya singkat.
"Kau jangan jadi orang yang tak bertanggung jawab ya! Kerjaan kamu di kantor sangat banyak. Disiplin jadi orang" geram Belinda pada sang adik.
"Itu urasan ku ya! Aku bebas menikmati hidup ku yang berwarna, bukan sepertimu kak monoton dan tak ada asik-asiknya" Tiffani terus saja mengatai sang kakak.
Plak!! Sebuah tamparan melayang di pipi mulus Tiffany.
"Jaga mulut kamu Tiffany! Aku kerja banting tulang untuk mengurusi perusahaan papa demi keluarga ini agar tetap melanjutkan hidup, Semua duniaku aku korbankan demi perusahaan. Kesenangan bahkan waktu berkumpulku dengan temanku aku kesampingkan. Kau ini adikku seharusnya kau hormat padaku. Dan satu lagi berhenti menjadi wanita urakan" tegas Belinda.
"Persetan dengan ucapanmu~~ Cuihhhh" Tiffany meludah di bawah kaki sang kakak dan langsung memasuki kamarnya.
Orang tua mereka hanya melihat dengan tatapan nanar pertengkaran kakak beradik itu.
Papanya yang bernama Dhanu Sanubari menghampiri Belinda dengan sedih, dia mengusap-usap punggung sang putri yang sedang menangis tersedu-sedu di halaman rumah.
"Bangun nak, ayo masuk kerumah" Dhanu memapah tubuh ringkih sang putri.
"Maafkan papa nak karena sudah memberikan sesuatu yang berat padamu! Jika saja penyakit jantung papa sudah sembuh papa pasti akan menbantumu dikantor" Dhanu memeluk sang putri.
"Sudahlah pa, tak apa aku senang bekerja dan akan selalu ada buat keluarga kita. Papa jangan banyak pikiran ya agar penyakit papa bisa sembuh" Belinda balas memeluk sang papa.
Di kamar, Mamanya yang bernama Haruni menyusul Tiffani kedalam kamarnya.
"Fany, mama harus bicara padamu!" ucapnya
"Katakan saja!" jawab Tiffany cuek.
"Kamu tidak seharusnya mencemooh kakakmu! Bagaimana pun dia lebih tua darimu kamu harus hormat padanya" Haruni terus menasihati putri keduanya.
"Mama lihatkan dia nampar aku?" Pekik Tiffany marah.
"Hei sejak kapan kamu berani membentak dan memelototi aku hah?" tanya Haruni geram pada sikap kurangajar sang putri.
Tiffany pun langsung menundukan pandangannya.
"Dengar ya fany, mama dan papa memberikan kuasa atas perusahaan kepada kalian berdua supaya kalian mengurusinya, bukan pada Bella seorang! Mama tuntut pertanggungjawaban kamu diperusahaan. Bekerjalah yang baik agar semuanya berjalan lancar. Mama mohon padamu" Haruni langsung meninggalkan kamar Tiffany.
"Selalu saja kak Bella yang di sayang" Geramnya dalam hati.
Pagi itu, keluarga konglomerat pemilik perusahaan PT Cipta Sejahtera sedang sarapan pagi. Tidak ada suara hanya dentingan sendok dan garpu yang saling beradu. Kedua anak mereka yang bernama Belinda Zahrani dan si adik Tiffany Angela akan berangkat bekerja.
" Ada yang akan Papa sampaikan pada kalian, Jam tujuh malam kalian harus segera berada di rumah. Kalian ingat kan dengan Om Adipura pemilik PT Losdol Makmur? Malam ini beliau akan kerumah kita untuk menjodohkan anaknya dengan salah satu dari kalian" ucap Dhanu.
Mendengar itu, Tiffany sangat gembira, dia tahu persis yang di maksud papanya kalau pria yang akan di jodohkannyah yaitu Ben kekasihnya.
"Yaampun itu kan perusahaan Ben! Aku sebentar lagi akan di jodohkan oleh papa. Aku tidak sabar ingin segera malam saja dan hubungan kami yang sembunyi-sembunyi selama ini akan go publik. Oh my love Ben, kita sebentar lagi akan bersama dan menyatu" Gumam Tiffany dengan hati yang berbunga-bunga.
"Terserah papa sajalah! Tapi aku masih ingin terus mengejar karir ketimbang menikah" Ucap Belinda cuek.
"Sampai tua saja sekalian tak usah menikah" seloroh Tiffany.
"Itu lebih baik" timpal Belinda cuek.
¥
"Ben, papi minta kau pulang jangan malam-malam! Kau tahu kan pemilik perusahaan PT Cipta Sejahtera?" tanya papanya Ben yang bernama Listyo Sembrani.
"Ya tahu pi! Memang ada apa?" tanya Ben dengan bingung.
"Papi dan Pak Dhanu sudah sepakat dari lama ingin menjodohkan anak kami yaitu kamu Ben dengan salah satu putri mereka! Bagaimana apa kau setuju nak?" Listyo bertanya untuk mengetahui jawaban sang putra.
Seketika Ben tersenyum senang karena dia tahu jika pemilik perusahaan itu adalah papanya Tiffany sang pujaan hatinya.
"Aku mau pi dijodohkan" jawabnya mantap.
"Baiklah papi senang mendengarnya" ucap Listyo sembari menepuk-nepuk pundak kekar Ben.
Malam itu dua keluarga berkumpul dirumah Dhanu. Tiffany tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya begitupun dengan Ben. Senyumnya tidak pernah luntur dari wajahnya dan sangat intens memandangi Ben begitupun sebaliknya.
"Baiklah bung Tyo, mari kita mulai saja acaranya" ucap Dhanu.
"Silahkan bung!" seru Listyo.
"Kita berkumpul disini tidak lain dan tidak bukan untuk menjodohkan salah satu anak gadis saya untuk menjadi istri dari anak bung Tyo yang bernama Nak Ben! Niat kami ingin menjodohkan Ben dengan (Hening sejenak).. putri pertama saya yang bernama Belinda Zahrani" ucapnya.
Seketika wajah Ben dan Tiffany pucat pasi bagai tak ada darah setetespun.
Mereka diam mematung seolah dunia hancur saat itu juga.
"Bagaimana bung apa anda setuju dengan usul saya? Bella sudah cukup untuk menikah sedangkan tak enak jika anak kedua saya yang di jodohkan karena itu akan melangkahi kakaknya!" Dhanu bertanya menyakinkan Listyo.
"Baiklah saya setuju dan tadi pun, Ben bilang sudah setuju! Benarkan Ben?" tanya sang papi.
Ben hanya diam. Dan diamnya itu dianggap mengiyakan ucapannya.
"Baiklah kalau begitu. Bagaimana dengan mu Bella apakah setuju?" tanya Dhanu pada putri tertuanya.
"Aku ikut papa saja!" ucapnya singkat.
Tiffany kemudian beranjak dari duduknya.
"Maaf semuanya saya duluan karena saya sedikit tidak enak badan" dengan langkah gontai dia berjalan menuju kamarnya.
Di dalam kamar dia menangis meraung-raung meratapi nasibnya percintaannya yang malang.
Tamu mereka sudah pulang karena Ben mengatakan dia sedikit pusing kepalanya.
Haruni masuk kedalam kamar putrinya dan terkejut melihat kamar Tiffany yang sangat berantakan.
"Ya tuhan kenapa ini? Apa yang terjadi nak? Kamu kenapa?" Haruni sangat terkejut.
"Kenapa Ben harus di jodohkan dengan Kak Bella ma? Kenapa? Papa sungguh tidak adil" ucap Tiffany dengan meronta.
"Tunggu! Maksudmu apa Fany?" Haruni semakin heran dengan sikap sang putri.
"Asal mama tahu, Ben itu pacarku ma. Dia pacarku! Sudah tiga tahun kami pacaran dan berniat ingin menikah" ucap Tiffany dengan air mata yang semakin deras.
"Apa? Jadi kalian berpacaran? Kenapa kamu tidak bilang pada mama dan papa? Dan kenapa kamu merahasiakan ini pada kami?" Haruni menangis sembari memegang bahu sang putri.
"Jikalau kamu bilang dari awal bahwa kau berpacaran dengan Ben kami pasti merestuinya Tiffany, tetapi nasi sudah menjadi bubur kau juga salah dalam hal ini nak" ucap Haruni menangis tergugu.
"Pokoknya batalkan perjodohan ini atau aku akan gantung diri" Tiffany terus meracau.
Plakkkk!!! Sebuah tamparan keras menyapa pipi mulus gadis itu.
"Sadar Fany sadar! Apa kau tega melihat papamu terkena penyakit jantung dan mati saat ini juga hah? Mama mohon lupakan Ben, sayang! Masih banyak laki-laki di luar sana yang lebih hebat darinya! Jika perjodohan ini di batalkan maka keluarga kita akan malu. Please sayang cobalah mengerti" Haruni terus saja merayu tetapi Tiffany hanya diam membatu dengan untaian air mata sederas hujan.
"Ben kau hanya miliku seorang! Tak ada yang boleh mengambilnya dariku siapapun" ucapnya.
¥
Di rumah, Ben mengamuk dengan menghancurkan apa saja yang ada di depan matanya. Rasa kecewa, hancur seakan terus membayangi ketika kakinya melangkahkan keluar dari rumah Tiffany.
Pria itu tak bisa membendung lagi air matanya dan luruh di lantai. Melihat kekacauan itu, Listyo sang ayah segera menghampiri pria menyedihkan itu.
"Ben stop! Kenapa kau mengamuk seperti Anjing gila begini?" tanya sang papi.
"Pi aku mohon batalkan perjodohan itu sekarang! Aku tak mau harus menikah dengan Belinda pi aki mohon.. Huhuhu" Ben menangis sembari bersimpuh di kaki sang papi.
"Wait, kenapa kau bicara seperti itu Ben? Bukannya kau setuju untuk bertunangan dengan anak bung Dhanu tapi kenapa sekarang kau begitu?" Lisyto sangat heran dengan ini semua.
"Aku kira kalian akan menjodohkan aku dengan Tiffany! Asal papi tahu, dia adalah menjadi kekasihku tiga tahun lamanya! Aku sangat mencintainya pi. Tak ada wanita yang aku cintai di dunia ini kecuali Tiffany seorang. Aku mohon batalkan perjodohan ini dan restui aku dan Tiffany menikah" Ben terus bersimpuh dikaki sang papi.
"Dengar nak, kau menikah dengan siapapun selagi kau mencintai wanita itu, yang papi sesalkan kenapa kau tak bilang padaku jika kau berpacaran dengan Tiffany sudah dari lama! Sekarang nasi sudah menjadi bubur dan papi sudah membuat kesepakatan dengan bung Dhanu mau tidak mau kau harus menerima perjodohan ini" tutur Listyo dengan air matabyang sudah menganak.
"Aku tidak mau menikah dengan Belinda pi, aku hanya mencintai Tiffany seorang. Aku mohon batalkan perjodohan ini sekarang" Ben terus saja membujuk supaya sang papi membatalkan perjodohan itu.
"Baiklah sekarang papi akan menelepon bung Dhanu tetapi jika sesudah itu dia mati di tempat saat itu juga, papi akan salahkan kamu karena dia punya penyakit jantung" ucap Listyo sembari memegang ponselnya.
"Jangan pi jangan" Ben ketakutan.
"Berikan keputusanmu sekarang Ben! Jika kau menerima Belinda maka mau tidak mau kau harus memutuskan hubungan dengan kekasihmu. Lagian papi lebih cantik Belinda di banding adiknya" ucapan Listyo sangat menyakitkan bagi Ben.
"Arggghhhhhhhh, tak semudah itu pi tak segampang itu" ucap Ben yang segera berjalan menuju kamarnya.
Di kamar dia mengambil ponselnya dan sudah ada berpuluh-puluh panggilan dari sang kekasih. Ben pun langsung menelepon Tiffany.
"Hallo sayang" ucap Ben serasa tercekat.
"Hallo! Batalkan perjodohan itu sekarang Ben! Aku mohon please" Tiffany mengiba dengan tangis di seberang panggilan telepon.
"Aku pun maunya begitu! Tapi jika di batalkan bagaimana dengan pak Dhanu. Kamu tahu kan beliau punya penyakit jantung. Aku takut dia akan colap" ucap Ben.
Hening sejenak hanya ada suara isakan tangis dari Tiffany.
"Ben kita harus bertemu" Ucap Tiffany.
"Arias Hotel sekarang aku berangkat" Ben mengajak ke hotel tempat biasa mereka bercinta. Entah sudah berapa kali mereka melakukan itu bagaikan suami istri.
Skip
Di hotel, Tiffany masuk kedalam kamar yang sudah Ben pesan. Disana sudah ada pria sedang tergugu dengan penampilan yang acak-acakan.
"Ben!" seru Tiffany.
"Sayang" Ben langsung berhambur ke pelukan sang kekasih.
"Aku tak bisa jauh darimu sayang! Kau hanya milikku" Tiffany menangis, meronta di dekapan sang kekasih.
"Tidak sayang! Aku tidak akan jauh darimu!" ucap Ben sembari membuka kancing baju sang kekasih hingga tandas.
"Puaskan aku malam ini sayang! Hati dan pikiranku benar-benar kacau. Tubuhmu selalu membuatku candu! Biarkan kita lupakan masalah memuakan ini sejanak. Sekarang akan jadi malamnya kita" ucap Ben dengan nafas penuh nafsu dan gairah yang membuncah.
"Aku milikmu sayang" jawab Tiffany dengan tangan melucuti pakaian sang kekasih.
Mereka melakukan itu sangat bergairah. Rasa sakit hati, hancur bahkan marah dan gairah bercampur jadi satu di dalam hentakan demi hentakan yang p*nggul Ben les"tkan saat mengbujami Tiffany yang ada dalam kungkungannya.
"Hssshhhh,, eummmppppppppp Ben rasanya aku mau menangis" ucap Tiffany terengah.
"Kau buat ku hampir gila malam ini" ucap Ben dengan suara beratnya.
Setelah satu jam mereka menyudahi permainan panas itu dan mandi bersama.
"Ben, karena tidak ada pilihan lain maka aku izinkan kamu menikah dengan kak Bella, tapi dengan satu syarat kau tak boleh menyentuhnya, jangan mencintainya dan harus memprioritaskan aku saja" ucap Tiffany yang terdengar sangat kejam.
"Baiklah aku akan menikahi Bella dan akan patuh padamu" ucap Ben mengiyakan.
Mereka pun pulang dengan perasaan yang berkecambuk.
Di rumah Bella masih betah bertengger di depan laptopnya untuk melanjutkan bekerja. Sesudah acara pertunangan itu, dia yang heran dengan sikap Tiffany dan mamanya membuat dia tidak peduli dan tak ingin tahu. Bayangan wajah Ben membuat Belinda tersenyum simpul.
"Apa aku mencintainya sejak pandangan pertama" Gumamnya dengan hati senang.
Akad nikah pun di laksanakan dengan sangat khidmat! Ben menyematkan cincin dan mencium kening Belinda dengan lembut dan Belinda pun menautkan cincin di jari Ben kemudian menciumnya dengan takzim. Di sudut ruangan tampak Tiffany yang menangis. Air matanya luruh dan menghapus riasan pada wajahnya.
Semua orang menyalami dan memberikan ucapan selamat dan mendoakan akan kelanggengan hubungan pernikahan mereka. Saat Tiffany berdiri di depan Ben dia menyalami Ben dan berbisik.
"Kau hanya miliku Ben" ucapnya pelan yang hanya di dengar oleh Ben seorang.
"Selamat ya kak! Aku ikut bahagia dengan pernikahan kak Bella" Tiffany memeluk sang kakak dan berkata dalam hati.
"Ben itu miliku! Kamu tidak salah dalam hal ini hanya saja Ben takan memberikan cinta dan sentuhan karena itu hanya untuku seorang! Maaf ku sudah kejam tetapi aku tidak rela jika harus berbagi peluh denganmu kak" Gumamnya dalam hati.
"Terimaksih dek! Ku harap kamu segera menyusulku" ucap Belinda tanpa curiga sedikitpun.
"Ya kak doakan saja" jawabnya.
"Ya menyusulmu dan bersanding bersama Ben" gumamnya dalam hati.
Acaranya pun selesai. Semua keluarga sudah pulang menyisakan Ben dan Belinda yang sekarang sedang duduk kaku di pinggir ranjang.
"Bella, apa kau bahagia dengan pernikahan kita?" tanya Ben.
"Aku akan bahagia karena tuhan telah mempersatukan kita dalam ikatan pernikahan mas" jawabnya santai.
"Apa kamu bahagia?" tanya Belinda ingin sekali mendapat jawaban pria yang baru beberapa jam menjadi suaminya.
"Sudahlah Bella itu tak penting untuk kamu dengar! Aku lelah, aku mau mandi dulu" jawabnya dingin.
Hal itu membuat perasaan Belinda sedikit tercubit. Tapi dia memaklumi mungkin Ben masih butuh penyesuaian. Dia bingung di malam pertamanya harus bagaimana apa Ben akan meminta haknya malam ini atau mereka berdua akan tertidur saja.
Ben pun keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk yang hanya di lilit di bagian pinggangnya yang beroti sobek dan sedikit di tumbuhi bulu-bulu halus.
Belinda pun bergantian masuk kedalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi dia mematut dirinya yang menurutnya cantik dan sempurna. Dia pun memakai lingerings warna hitam kontras dengan kulitnya yang putih bak pualam. Belinda pun keluar dari kamar mandi itu dan terlihatlah sang suami sudah memakai pakaian tidurnya. Melihat Belinda dengan tampilan seperti itu, laki-laki mana pun akan tergoda dan menelan salivanya tak terkecuali Ben. Sejenak dia terpukau dengan tubuh indah berisi milik sang istri. P*nggul dan d*danya yang lumayan besar membuat seauatu di bawah sana menggeliat dengan keras.
"S*al kenapa dia sangat indah bahkan tubuhnya jauh lebih indah di bandingkan Tiffany. Tidak, tidak aku tidak akan bertukar peluh dengan wanita manapun kecuali dengan Tiffany seorang itu janjiku dan dia" gumamnya dalam hati.
Ben mematung sembari memandangi wajah dan tubuh menggoda sang istri.
"Bella kau sengaja ingin menggodaku, hem?" tanya Ben seketika mencengkram rahang sang istri.
Belinda pun terkejut dengam sikap kasar Ben padanya.
"Apa? Lepaskan mas lepaskan kau ini kenapa?" tanya Belinda sudah merasakan sakit di rahangnya.
Ben pun menghempaskan tubuh sang istri keatas ranjang hingga dia terlentang dan tersingkaplah sesuatu yang sedikit rimbun di bawah sana.
"Akh s*al dia tidak pakai dalaman! Dia pikir aku akan meminta hakku padanya! Pede sekali dia! Tapi aku tak kuat melihat pemandangan indah di bawah sana bahkan lebih indah dari yang di miliki Tiffany" Ben terus saja menggerutu dalam hati.
"Mas kamu akan meminta malam ini?" tanya Belinda di sela ketakutannya melihat wajah Ben yang sudah di selimuti amarah yang membuncah.
"Hahahaha!!! Percaya diri sekali kamu Bella! Bahkan aku tidak tertarik dengan tubuhmu sedikitpun. Jangan pernah mimpi aku akan bertukar peluh denganmu. Bahkan aku kenal saja tidak denganmu" bentakan demi bentakan terus saja keluar dari mulut sang suami membuat hati Belinda bak di tikam sembilu.
"Sadar mas aku ini sudah menjadi istrimu, aku berhak mendapat nafkah lahir maupun batin darimu. Walau kita baru kenal tapi kau sudah mengikatku dengan janji pada tuhan dan keluarga ku" Belinda menangis.
Baru pertama kali dalam hidupnya dia menangis oleh pria, yang sekaligus telah menjadi suaminya sejak tadi siang.
"Dengar Bella, asal kau tahu aku tidak sudi menerima kau sebagai istriku. Persetan dengan semua ucapanmu. Pakai lagi baju yang benar karena aku tak ada sedikitpun niat mencicipi tubuhmu. Jika kau mau aku bisa panggilkan asisten pribadiku Aldo agar melayanimu malam ini" Ben mengatakan itu dengan sadar.
Belinda pun bangkit, seketika menampar wajah sang suami dengan sangat keras sampai Ben terjengkal kebelakang dan langsung mengusap pipinya yang panas. Dia sangat terhina dengan ucapan yang Ben lontarkan.
"A*j*ng bangsat kau Ben! Kau kira aku ini wanita j*lang hah? Aku tak menyangka kau bisa mengatakan hal yang keji seperti itu padaku, pada istrimu ini" Belinda sudah tidak tahan karena harga dirinya sangat diinjak oleh suaminya.
Ben hanya diam dan merasa bersalah dengan mulutnya yang berkata sangat kejam.
Tiba-tiba ponselnya berdering dan terlihat nama Red Lily disana karena kontak Tiffany sudah diganti nama oleh Ben dengan nama Red Lily.
"Hallo! Baiklah aku kesana" ucap Ben pada seseorang di balik telepon.
"Aku harus pergi Bella! Tidurlah dan maafkan ucapanku" Ben pun pergi dari hadapan sang istri. Begitu dia keluar dari kamar hotel tempat bulan madu bersama Bella, dia masuk ke sebelah kamar itu karena Tiffany sengaja menginap di samping kamar hotel yang Ben sewa.
"Sayang kau sangat nekad!" ucap Ben sembari memeluk tubuh kurus itu dari belakang.
"Maaf aku mengganggu acara bulan madumu sayang" ucap Tiffany dengan suara pura-pura sedih.
"Tak ada yang menganggu. Aku ingin bulan madu bersamamu saja sayang" ucap Ben sembari mencumbu Tiffany dengan rakusnya.
Tiffany dan Ben pun melakukan malam panas itu dengan sangat nikmat di hiasi dengan suara erangan, pekikan, dan De*ah*n.
Lain dua sejoli itu, lain pula dengan Belinda yang hatinya sangat hancur. Harusnya malam ini adalah malam pertama bagi dirinya dan Ben, tetapi sang suami pergi setelah mendapat panggilan telepon dari seseorang. Belinda meringkuk seperti pesakitan di atas ranjang yang empuk. Dia seperti wanita bodoh dan tak berguna.
"Seharusnya waktu itu aku menolak saja perjodohan ini" gumamnya.
Pagi pun tiba, seorang pria berbadan tegap gagah tampan rupawan mengetuk pintu hotel tempat Belinda menginap dan menjadi saksi bisu kelaraan malam pertamanya. Dengan masih memakai Lingerings Belinda mengira yang datang adalah Ben tetapi dugaannya salah saat dia membuka pintu.
Melihat Belinda hanya memakai lingerings sontak pria itu langsung membukan jasnya dan langsung memakaikannya pada Belinda.
"Maaf saya kira suami saya" ucapnya lirih sembari mendekap jas pemberian dari pria yang ada di hadapannya.
"Saya akan menganggap saya tidak melihat apapun. Oh ya, kenalkan nama saya Aldo, asisten pribadi dari pak Ben..Saya kemari di tugaskan untuk menjemput anda dan mengantarkan kerumah baru yang akan anda dan pak Ben tempati" ucap Aldo dengan hormat.
"Jadi ini yang bernama Aldo" gumamnya.
"Tidak perlu! Antarkan saja saya pulang ke rumah papa saya" ucapnya datar.
"Baiklah saya akan tunggu di loby" ucap Aldo sembari membungkuk hormat.
Di lorong menuju loby, Aldo bergumam dan sangat menyesali perbuatan Ben.
"Kau menyia-nyiakan bidadari Ben! Adiknya itu tak secantik kakaknya dan malam pertama kalian kau malah memilih bercinta dengan adiknya sungguh memuakan" gumam Aldo dalam hati, apalagi dia membayangkan saat Belinda keluar membuka pintu kamar nya hanya menggunakan Linggerings yang sangat transfaran sampai gundukan d4d4 dan selah pahanya terlihat.
"Bahkan b√l√nya terlihat sangat halus" pikiran kotornya pun mulai berkelana tetapi dia segera menepisnya.
Belinda pun keluar dari hotel dengan membawa koper kecil dan tas di bahunya beserta jas milik Aldo di sikunya.
"Terimakasih untuk jasnya' Belinda segera memberikan jas itu pada Aldo.
"iya sama-sama. Baiklah Bu Bella kita langsung berangkat saja" Aldo segera membukakan pintu mobil agar Belinda masuk kedalam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!