NovelToon NovelToon

PEMILIK HATI

PERKENALAN TOKOH

...Hai... Di sini penulis....

...Terimaka kasih sudah mampir di novel yang penuh akan kekurangan ini dan perlu banyak belajar lagi....

...Kisah kalo ini akan dikemas dengan berbagai konflik, semoga kalian senang dan ikut merasakan gregetnya, bahagianya dan berbunga-bunganya ya....

...Saran dan kritik sangat diperlukan dalam karya ini. Jangan lupa like nya ya. Selamat membaca......

...CARISSA XAVIERA...

...22 Tahun / Fashion Designer...

...Tinggi badan : 162 cm...

...Berat badan : 55 kg...

...Kulit putih, rambut hitam panjang, bola mata berwarna coklat....

...Ayah : Bagaskara...

...Tante : Siska Ramdani...

...ADHITAMA ELVAN SYAHREZA...

...29 Tahun / Presiden Direktur...

...Tinggi badan : 175 cm...

...Berat badan : 68 kg...

...Kulit kuning langsat, rambut hitam, bola mata berwarna coklat muda....

...Ibu : Mega Saras Syahreza...

...Nenek : Lita Maya...

...ALLEN...

...29 Tahun/ Asisten pribadi Adhitama...

...Tinggi badan : 176 cm...

...Berat badan : 65 kg...

...Kulit putih, rambut coklat, bola mata berwarna biru...

...JONATHAN GUNAWAN...

...22 Tahun/ Dokter Kecantikan...

...Tinggi badan : 171 cm...

...Berat badan : 60 kg...

...Kulit kuning langsat, rambut coklat muda...

...ILUSTRASI...

...🌵CARRISA...

...🌵ADHITAMA...

...🌵ALLEN...

...🌵JONATHAN...

...🌵BAGAS...

Eps 1

“Ca, Mama mau minta tolong.” Pinta seorang wanita cantik yang sudah berada di ambang batasnya.

“Apa, Ma?” jawab Carissa dengan tetesan air mata dan suara tangis yang tertahan.

“Nanti, jika kamu sudah mampu melakukannya, tolong jenguk nenek Lita. Dan pastikan semuanya baik-baik saja. Hanya itu, Sayang, yang mama inginkan.” Pinta Anita dengan suara lemas.

“Yang penting sekarang Mama harus sembuh dulu. Nanti kita temui nenek Lita sama-sama ya, Ma. Tolong jangan tinggalkan Ca, Ma...” akhirnya tangis itu pecah.

“Mama tak bisa, Ca. Waktu mama sudah dekat. Semoga kebahagiaan selalu menyinari hidupmu, anakku sayang. Ca . . . risa.” Anita menghembuskan napas terakhirnya setelah menyebut nama putri kesayangannya. Setelah berjuang beberapa tahun menghadapi kanker, akhirnya ibunda Carissa menyerah akan rasa sakit yang terus saja dideritanya. Bagas memeluk putrinya yang menangis dengan keras di dalam ruang IGD. Hatinyapun hancur melihat wanita yang paling dicintainya meninggalkannya di dunia ini, namun ia harus menguatkan diri karena masih ada sosok yang harus terus dia kuatkan selain dirinya sendiri.

“Relakan Mama, Ca. Mama sudah tak sakit lagi.” Ucap Bagas dengan hati perih. Carissa meluapkan kesedihannya akan sepeninggal ibunya. Bagi Carissa, Anita adalah segala-galanya. Bagas dan Carissa melewati malam itu dengan luka dalam.

Anita merupakan sosok seorang ibu yang cocok dengan kata sempurna. Sabar dan penyayang, dua kata itu pasti keluar dari ucapan semua kerabat yang turut mengantarkannya kepersinggahan terakhirnya. Ia juga sangat ramah kepada semua orang, termasuk asisten rumah tangganya. Tidak pernah Anita membeda-bedakan status. Rasa kehadiran yang Anita tinggalkan begitu kuat dan membekas, terutama dirumah yang mereka bertiga tinggali. Bagas dan putri kesayangannya harus berjuang hebat menahan rasa rindu karena Anita memiliki ruang khusus dihati keduanya. Dengan janji yang pernah Bagas ucapkan dimenit-menit terakhir, ia akan membesarkan Carissa dengan penuh kasih sayang dan tak akan membuat Anita bersedih di surga.

Beberapa saat waktu terasa berhenti dan meninggalkan rasa rindu yang teramat berat setelah kepergian sang mama, namun waktu terus berjalan. Kini, gadis SMA itu telah beranjak dewasa.

Tak terasa, kini gadis kecil itu sudah menginjak usia 22 tahun saat ia berhasil menuntaskan kuliahnya di jurusan Fashion Design. Usia dimana bunga sedang mekar-mekarnya dan menimbulkan harum yang semerbak. Begitu juga yang dialami oleh Carissa, gadis berkulit putih dan berambut panjang itu. Cukup banyak laki-laki yang mencoba mendekatinya, namun Bagas, si Ayah tampan, akan dengan sigap menangkis semua godaan yang menghampiri putrinya.

“Ayolah, Mas. Jangan terlalu posesif dengan putrimu. Kapan dia bisa menikah nanti?” protes Siska, adik kandung Bagas.

“Mereka enggak ada yang cocok dengan Ca, Sis. Lihat saja, sudah kelihatan jika mereka enggak tulus.”

“Kamu tahu dari mana jika mereka enggak tulus? Belum juga mereka menunjukkan niat yang sebenarnya.” tanya Siska sambil mengambilkan nasi untuk Bagas.

“Lihat saja pandangan mata mereka setiap kali bertemu dengan, Ca. penuh nafsu!” delik Bagas dengan emosi.

“Sudah, sudah. Sebentar lagi Carissa turun. Jangan biarkan dia tahu jika semua yang mendekatinya kabur gara-gara takut padamu.”

Siska meletakkan sepiring nasi didepan meja Bagas. Setelah bercerai dengan suaminya, Siska diminta untuk tinggal bersama Bagas dan Carissa karena dia masih belum memiliki anak dan tinggal sendirian. Sudah tiga tahun terakhir Siska tinggal dirumah itu dan menjadi ibu kedua untuk Carissa.

“Pagi Papa...Pagi Tante.” Sapa Carissa dengan senyum indahnya.

“Pagi, Sayang.” Bagas mengecup kening putri tercintanya. Carissa duduk seperti biasanya disebelah papanya.

“Apa rencanamu hari ini, Ca?” tanya Siska pada keponakannya. “Apa sudah ada rencana buat terjun kedunia kerja?”

“Ngapain buru-buru cari kerja? Santai saja dulu, lagi pula Ca juga kan baru lulus, Sis.” Protes Bagas pada adiknya.

“Ya kan pasti dia nanti juga akan terjun kedunia kerja, Mas.” Siska juga mengambilkan nasi dan lauk untuk keponakannya. Kebaikannya itu dibalas oleh ucapan terima kasih dan senyuman manis dari Carissa.

“Kamu kerja aja diperusahaan papa ya, Ca!”

“Enggak lah, Pa. Mana bisa Ca kerja dikantor Papa. Jurusan kita nggak nyambung kali.” Jawab Carissa dengan enteng. Dan anehnya hal itu membuat Bagas sedih karena mengingat jika putri kecilnya sudah dewasa dan tak selalu membutuhkannya lagi.

Siska tertawa melihat ekspresi kakaknya yang cemberut dan sakit hati karena penolakan dari putri semata wayangnya. “Bener, Mas. Nggak cocok.” Tambah Siska.

“Kalau begitu, mau papa buatkan butik?”

Carissa menggelengkan kepalanya, “Aku ingin membuat bisnis dengan usahaku sendiri, Pa. Tapi saat ini ada yang mau aku lakukan dulu, Pa. Dan ini penting.”

“Hm? Apa itu?” Bagas meletakkan sendoknya dan berhenti makan untuk fokus pada keinginan putrinya.

“Carissa ingin mengabulkan permintaan terakhir mama. Ca ingin bertemu dengan nenek Lita.”

Seketika kedua tangan Bagas mengepal. “Aku sudah selesai makan. Aku pergi dulu.” Bagas buru-buru pergi dari meja makan pagi itu.

“Pa! Papa!” panggilan Carissa tidak membuat Bagas bergeming.

“Tante.” Carissa memelas pada Siska.

“Kita selesaikan sarapan kita dulu, ya. Habis itu baru kita bicara.”

Meja makan itu terasa sunyi setelah Bagas pergi. Bukanlah hal yang salah membicarakan nenek Lita di meja itu, namun karena perlakuan yang Anita dulu dapatkan, membuat Bagas anti mendengar nama keluarga itu.

Setelah sarapan, Siska membawa Carissa ke teras belakang. Ia ingin memastikan alasan keponakannya itu mengungkit tentang ibu angkat mamanya setelah sekian lamanya.

“Kenapa kamu tiba-tiba mengungkit hal itu, Ca?”

“Ini sudah lima tahun setelah kepergian mama, Tante. Dan aku merasa jika saatnya mengabulkan permintaan mama.”

“Tapi apa kamu tahu jika papamu tidak akan setuju?”

“Aku akan membujuknya nanti, Tante. Tapi bisakah Tante cerita padaku. Kenapa papa tidak nyaman dengan hal itu.”

“Apa kamu belum pernah mendengar ceritanya?”

“Hanya sekilas, namun tidak terlalu jelas.”

“Tante akan ceritakan padamu, yah lagi pula ini bukan hal yang selamanya harus ditutupi. Tante juga tahu sedikit ceritanya dari mbak Nita. Jadi, dulu . . .”

-Anita merupakan anak yang di adopsi dari sebuah panti asuhan di pinggiran kota Malang. Saat itu Anita baru berusia 10 tahun, namun dia sudah mengetahui jika hidupnya tidak bisa seperti anak pada umumnya. Saat membawa Anita kerumah, ternyata Lita sudah mempunyai anak perempuan yang berusia 15 tahun. Anita tidak tahu pasti kenapa Lita harus mengadopsi anak sedangkan ia mempunyai seorang anak kandung. Namun, setelah itu prahara terjadi didalam keluarga itu. Mega merasa jika ibunya itu lebih sayang kepada Anita dari pada dirinya yang merupakan anak kandung. Diam-diam Mega sering menyiksa Anita dan mengancamnya jika berani mengadu kepada ibunya. Tentu saja Anita hanya diam dan menahan rasa sakitnya karena ia sadar posisinya.

Puncak dari permasalahan dirumah itu adalah saat suami Lita kritis. Ia meminta suaminya untuk membuat wasiat dan memberikan setengah dari keseluruhan hartanya untuk Anita. Tentu saja Mega yang saat itu sudah berusia 25 tahun merasa tidak adil dan tidak terima sehingga membuat kegaduhan. Singkat cerita, akhirnya Anita memilih keluar rumah demi ketenangan keluarga itu. Lita merasa sangat khawatir karena anak perempuannya berada di luar pengawasannya, namun akhirnya, Lita tenang setelah memastikan Anita aman dan bahagia setelah menikah dan hidup bersama Bagas suaminya.

“Sejak itulah, mamamu tidak pernah diperbolehkan menginjakkan kakinya lagi dirumah keluarga Syahreza. Mamamu bahkan pernah didorong oleh satpam atas perintas Mega. Hal itulah yang membuat papamu sangat membenci keluarga itu.”

“Tapi, Tante. Mama sudah berpesan padaku untuk yang terakhir kalinya. Saat ini nenek Lita pasti sudah tua. Aku takut tidak sempat bertemu dan menjalankan amanat mama.”

“Ya, tante tahu itu.” Siska memejamkan kedua matanya untuk berfikir dan mengambil keputusan. “Bagaimana jika kamu coba bicara dulu dengan papamu? Tante akan coba tanya Bu Yanti dulu bagaimana keadaan keluarga Syahreza.”

“Bu Yanti? Siapa, Tante?”

“Oh! Dia adalah kepala pembantu dirumah itu. Sejak dulu, beliaulah yang selalu memberitahu mamamu tentang kabar Bu Lita.”

“Terimakasih, Tante.”

“Sama-sama, Sayang. Sudah sekarang temui dulu saja papamu diruang kerjanya. Saat ini aku yakin jika ia pasti masih kesal.”

Eps 2

Tok . . . tok . . . tok . . . “Pa, ini Ca.”

“Masuklah, Sayang.”

Carissa masuk kedalam ruang kerja papanya. Seperti dugaan tantenya, jika saat ini Bagas sedang tidak bekerja. Ia hanya sedang merenung dan berfikir di ruang kerjanya.

“Ada yang kamu perlukan, hm?” Bagas menarik putrinya untuk duduk disebelahnya.

“Pa . . .”

“Jika kamu ingin membahas tentang nenek Lita, maka papa menolak!”

“Dengar dulu, Pa. Aku tahu alasan Papa tidak mengizinkanku untuk datang kerumah keluarga itu. Tapi aku juga mempunyai sebuah janji yang harus kutepati, Pa. Ini adalah permintaan mama. Permintaan terakhir dari mama.” Carissa menggenggam kedua tangan papanya dan berusaha meyakinkan. “Aku juga tahu kenapa Papa selama ini tidak mau menikah lagi padahal Papa masih muda. Itu juga karena janji Papa dengan Mama yang akan membahagiakanku, kan?”

Bagas terdiam dan merasa haru karena ternyata selama ini Carissa mengerti dan memahami keputusan yang ia ambil untuk putri kesayangannya itu. “Papa hanya ingin kamu bahagia tanpa harus memikirkan hal lainnya, Ca. Papa tidak mau kamu bersedih karena merasa Papa mencari pengganti Mama.”

“Sekarang sudah tidak masalah, Pa. Aku sudah besar. Aku juga sudah menjadi gadis yang sangat bahagia. Waktunya Papa memikirkan kebahagiaan Papa sekarang. Dan sekarang juga waktunya aku untuk mengabulkan permintaan terakhir mama.”

“Kamu sumber kebahagiaan terbesar bagi papa, Ca.”

“Aku tahu, Pa. Tapi aku tak bisa selamanya berada di samping Papa. Aku nanti kan juga harus menikah.” Ucap Carissa sembari bergelayut manja di lengan papanya.

Bagas mendadak berubah suram, dia merasa sedih saat mendengar kalimat Carissa. “Apa kamu tak bisa tetap tinggal disamping Papa?” tanya Bagas dengan lesu.

“Papa tahu sendiri bagaimana anak perempuan jika sudah menikah. Aku akan tetap keluar dari rumah, Pa. Walaupun ini menyedihkan, tapi suatu saat hal ini pasti akan terjadi. Jadi aku mohon, mulai hari ini pikirkan kebahagiaan Papa terlebih dahulu. Dan biarkan aku melaksanakan tugasku dari mama. Ok?” Carissa mengangkat kelingkingnya dan menunggu jawaban dari papanya.

“Baiklah.” Bagas menggabungkan kelingkingnya dengan kelingking mungil putri cantiknya. “Tapi kamu harus berjanji! Kalau ada apa-apa, kamu harus langsung melapor pada Papa.”

“Siap, Bos! Kalau begitu, aku keluar dulu ya, Pa.” Carissa berdiri dari duduknya dan mendekati pintu. “Tante Geby juga baik kok, Pa. Ca suka. Apalagi dia juga masih muda, bisalah ya kasih adik buat aku.” Seloroh Carissa pada ayahnya yang sekarang tanpa sadar membuka mulutnya lebar-lebar.

“Ka-kamu kenapa bisa bicara begitu?” Bagas berdiri hendak mengejar Carissa yang sedikit berlari keluar dari ruang kerja ayahnya, “Carissa, tunggu! Papa belum selesai bicara. Ca!!!” panggilannya sama sekali tidak dihiraukan oleh gadis kecilnya yang tertawa keras melihat papanya yang salah tingkah karena kejahilannya.

Carissa memasuki kamarnya dan mengambil foto yang selalu ia pajang disebelah ranjangnya. “Ma, sebentar lagi aku akan menemui nenek Lita seperti yang Mama inginkan. Sekarang aku sudah bahagia, Ma. Jadi, tak apa kan jika Papa juga bahagia? Mama pasti merestui kami dari surga sana, kan?” Carissa mengecup foto mamanya dan memeluknya sambil menitihkan air mata. Rasa rindu terkadang masih singgah didalam relung hati, tapi sekarang perasaan Carissa lebih tenang karena memang benar apa yang dikatakan orang, jika waktu adalah obat.

Setelah bercerita sedikit kepada foto mamanya, Carissa membuka laptopnya dan mengetikkan nama Syahreza dimesin pencarian tersebut. Sambil menunggu info dari tantenya, Carissa mencoba mencari info tambahan dari internet. “Siapa tahu aku bisa menemukan sedikit informasi.” Gumamnya.

Saat nama itu diketikkan, muncullah website perusahaan besar yang bergerak dibidang perhotelan dan restaurant itu. Saat Carissa mengunjungi web tersebut, terpampang jelas dihalaman pertama pemimpin tertinggi diperusahaan tersebut. Yang saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur. Adhitama Elvan Syahreza. Dari tampangnya, Carissa dapat meyakini jika laki-laki tersebut masih sangat muda. Carissa cukup terpesona dengan ketampanan pemimpin utama perusahaan tersebut. Alis yang tebal, kedua mata yang tajam dengan bola mata berwarna coklat. Rahang yang tegas membuatnya terlihat sangat mempesona. “Ternyata cucu nenek Lita sangat tampan. Tapi kenapa bisa dia yang menjadi presdir? Bukannya ayahnya masih hidup, ya?”

Carissa mencoba mencari tahu dari artikel-artikel yang dikeluarkan oleh website perusahaan itu, namun tidak ada artikel yang memberitahukan tentang alasan kepemimpinan diganti dengan seseorang yang masih sangat muda. “Apa karena memang dia jenius? Kalau dia bisa memimpin perusahaan pusat dengan anak cabang yang tersebar hampir diseluruh negeri, pastinya dia laki-laki yang hebat. Aku harus menemui tante Siska dan menanyakannya.”

Keesokan harinya, setelah makan siang, dia mendapatkan pesan dari tantenya dan mengabarkan jika ia sudah mendapatkan info yang Carissa perlukan. Betapa girangnya gadis cantik itu, setelah menyelesaikan gambar desain bajunya, ia langsung berlari untuk menemui tantenya diteras belakang rumah.

“Tante!” panggilnya dengan napas yang ngos-ngosan.

“Kenapa kamu lari-lari, Ca? Bahaya tahu!”

“Habisnya aku sudah tak sabar lagi ingin dengar info dari Tante.”

“Duduklah. Dan minum ini!” Siska menyodorkan satu gelas air putih dingin kepada keponakannya.

Carissa langsung menenggak segelas air putih itu sampai tak bersisa, “Siapapun yang tahu, pasti mengira kamu habis lari mengelilingi rumah ini, Ca.” ucapan Siska hanya dibalas cengiran oleh keponakannya itu.

“Jadi, Tante. Bagaimana?”

“Tante sudah dapat informasinya. Dengarkan baik-baik.” Perintah Siska. Carissa menegakkan duduknya dan memfokuskan pandangan dan telinganya.

“Saat ini Bu Lita masih dalam keadaan sehat walaupun usianya sudah tua. Walaupun begitu, selalu ada satu perawat yang menjaganya dan berada disisinya.”

“Bagus itu. Berarti nenek Lita bisa dipastikan aman.”

“Tidak juga.”

“Hah? Kenapa?” tanya Carissa heran.

“Kata bu Yanti, perawat bu Lita sering diganti. Paling tidak, setelah satu sampai dua bulan, perawatnya selalu berganti dengan perawat yang baru.”

“Apa karena nenek Lita cerewet dan menyebalkan?”

“Kurasa bukan karena bu Lita kalau mendengar bagaimana beliau selama ini dari mamamu.”

“Lalu?”

“Ada kemungkinan karena cucunya. Cucu satu-satunya.”

“Adhitama?”

“Kamu mengenalnya, Ca?”

“Tidak, Tante. Hanya saja semalam aku sempat mencari tahu sedikit.”

“Sudah empat tahun terakhir ini bu Lita hidup berdua dengan cucunya itu. Karena anak perempuan bu Lita sedang menemani terapi suaminya yang sedang sakit dan dirawat di Amerika.”

“Oh, pantas kalau akhirnya posisi itu dijabat oleh Adhitama.” Gumam Carissa.

“Kenapa, Ca?”

“Oh, enggak, Tante. Terus, terus?”

“Jadi, dugaan sementara karena cucu laki-lakinya itu yang terus mengganti perawat yang menjaga bu Lita.”

“Jadi, apa nenek Lita baik-baik saja selama ini?”

“Kata bu Yanti, bu Lita hanya sering merasa kesepian, karena anak perempuan satu-satunya yang tidak ada dirumah, dan cucu laki-lakinya yang sering keluar kota untuk mengurus pekerjaan.”

Carissa terdiam dan merasa iba mendengar kabar tentang orang yang sangat disayangi oleh mamanya itu. “Adakah cara untuk masuk kedalam rumah itu, Tante? Karena Tante tahu sendiri jika keluarga kita masuk daftar black list mereka.”

“Tante sudah carikan cara. Kamu bisa masuk dan bertemu dengan bu Lita saat dokter Andi melakukan check-up setiap satu bulan sekali. Dan lusa nanti adalah waktunya.”

“Bukan untuk satu kali bertemu, Tante. Tapi aku ingin masuk kedalam rumah itu dan merawat nenek Lita.”

“Apa? Kamu tidak salah bicara kan, Ca?”

“Tidak, Tante. Aku ingin memastikan secara langsung selama beberapa hari keadaan nenek Lita. Beliau adalah penolong mama.”

Siska sedikit ragu untuk mengutarakan pendapatnya, banyak sekali yang perlu dipertimbangkan, namun akhirnya ia memilih mengutarakannya, “Sebenarnya ada cara lain jika kamu menginginkan itu, Ca.”

“Apa itu, Tante?” kedua mata Carissa berbinar-binar.

“Kamu bisa masuk kerumah itu sebagai perawat bu Lita.”

“Ide bagus itu, Tante.”

“Apa tak masalah jika kamu menjadi seorang perawat? Pekerjaan itu berat, loh.”

“Tak akan menjadi masalah, Tante. Lagi pula bukankah kata Tante masa kerja perawat nenek Lita hanya satu sampai dua bulan saja? Setelah itu aku pasti akan diganti dan bisa pulang kembali kerumah. Dan masalah pekerjaannya, aku akan mencoba membiasakan diri.”

“Apa tidak masalah dengan papamu, Ca?”

“Tante cukup membantuku membuat alasan untuk papa. Bukannya papa juga minggu depan akan dinas keluar negeri? Seperti biasa papa akan kembali setelah tiga bulan, kan?”

“Betul juga, sih . . . tapi . . .”

“Tapi kenapa, Tante.”

“Tante rasa ini bahaya. Karena rumor yang menyebar didalam rumah itu tentang cucu laki-laki keluarga Syahreza.”

“Kenapa?”

“Katanya dia . . .” kali ini Siska benar-benar ragu dan merasa jika sarannya tadi sedikit sembrono karena akan menyerahkan keponakannya masuk kedalam lubang buaya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!