Episode 1:
21+.
Kanaya Aleta gadis berusaha dua puluh lima tahun, yang kata orang di usia segitu sudah matang dan pantas untuk menikah. Tapi bagi Aleta menikah adalah sebuah komitmen yang harus dipegang kuat, jika tak mampu untuk menjalani maka percuma melakukannya.
Pacarnya juga termasuk orang yang lumayan untuk soal harta, seorang CEO di perusahaan terkenal, serta memiliki sifat baik dan penyayang, kalau soal ketampanan jangan ditanya lagi, sudah pasti pacar Kanaya itu idaman para wanita, tapi tetap saja kalau soal menikah dia belum siap.
Kanaya juga anak tunggal dari kedua orang tuanya, dan Kanaya juga bekerja di sebuah perusahaan sebagai karyawan.
Sebenernya, orang tuanya termasuk orang yang mampu kalau soal materi, tapi karena Kanaya orangnya tidak suka bergantung pada orang tua, setelah selesai kuliah, dia memilih mencari pekerjaan sendiri, gajinya lumayan lah untuk beli skin care dan kebutuhan sendiri. Bisa dikatakan Kanaya termasuk orang yang paling beruntung dalam soal materi dan percintaan.
Namun siapa sangka, suatu hari kemalangan menghampirinya, hingga membuat Kanaya harus menanggung beban dan rasa malu karena itu.
AWAL DARI CERITA TERSEBUT.
Kanaya mendapat tugas lembur dari atasannya, kebetulan dia hanya sendiri, karena semua teman kantornya sudah pulang semua.
Jam sudah menunjukkan pukul 23: 00, kebetulan pekerjaan Kanaya rampung ia kerjakan. Kanaya pun meluruskan pinggang sejenak untuk melemaskan otot-otot yang terasa kaku karena semalam suntuk ia bekerja.
Setelah selesai, Kanaya pun menuju parkiran tempat motor matic miliknya diparkir.
Kanaya segera menyalakan motornya dan segera pulang.
Jalanan tampak begitu sepi dan begitu dingin, mungkin karena sudah larut juga, ditambah malam itu begitu berkabut, hingga membuat pandangan Kanaya menjadi agak buram dan susah untuk melihat.
Tiba-tiba saja bulu kuduk Kanaya berdiri, tapi ia berusaha untuk tak menghiraukan ketakutan itu, dia pikir mungkin karena hawa malam ini begitu dingin, jadi membuat bulu kuduk berdiri seketika.
Saat sedang fokus berkendara, tiba-tiba seorang pria berdiri di tengah jalan, entah dari mana asalnya, sontak saja hal itu membuat Kanaya terkejut dan refleks membanting setir ke kiri, alhasil dia pun menabrak sebuah pohon besar di pinggir jalan tersebut.
" Awas!!!." Teriak Kanaya pada lelaki tersebut, namun anehnya pria itu sedikit pun tak bergeming dari tempatnya.
Karena hal itu Kanaya jadi tersungkur ke tanah dan tak sadarkan diri.
Akan tetapi Kanaya masih bisa melihat wajah pria itu, meski pun dengan samar-samar.
Kanaya dapat merasakan pria itu membopong tubuhnya, wajah pria itu tak begitu jelas terlihat, mungkin karena Kanaya tak begitu sadar.
Dia pun lantas membawa tubuh Kanaya ke suatu tempat.
Dapat dirasakan tubuhnya begitu dingin seperti es, dan entah mengapa juga tubuh Kanaya begitu sulit untuk digerakkan, bahkan untuk berteriak saja ia tak mampu.
Dia membawa Kanaya ke sebuah rumah mewah namun tak begitu besar, yang dihias dengan begitu indah dengan bunga-bunga cantik yang digantung di setiap sudutnya.
Dia juga membaringkan tubuh Kanaya di atas tempat tidur yang juga dihiasi kelopak bunga mawar diatasnya. Kamar itu terlihat begitu indah dan sangat wangi, dengan aroma mawar yang menyeruak hingga menusuk hidung Kanaya, serta kamar bernuansa serba ungu, yang menambah kesan romantis.
Dia duduk di samping Kanaya seraya membelai rambutnya dengan lembut. Tiba-tiba Kanaya menjadi takut dengan perlakuannya, mengapa bisa? Bahkan mereka baru saja bertemu dan belum saling mengenal satu sama lain, bahkan dia sudah berani melakukan hal itu pada Kanaya, apa maksud pria itu sebenarnya?
Sekuat tenaga Kanaya berusaha untuk memberontak, akan tetapi tubuhnya saja sulit untuk digerakkan, seolah pria itu sudah menotok sebagian syarafnya, entahlah, dia pun tak pasti apa yang sedang terjadi pada tubuhnya itu.
Terselip di antara aktifitas yang dilakukan pria itu pada Kanaya, terdengar pria itu seperti menyebutkan sebuah nama.
" Linda!!." gumamnya.
Dan itu seperti ditujukan pada Kanaya. Kanaya jadi bertanya-tanya, siapa Linda sebenarnya? Dan apa hubungannya dengan dirinya?
Setelah puas mengusap rambut Kanaya, dia pun membaringkan tubuhnya tepat di samping Kanaya, lalu setelah itu dia memiringkan tubuhnya menghadap ke arah tubuh Kanaya yang terbaring kaku.
Meskipun begitu dekat, entah mengapa wajahnya begitu samar-samar terlihat.
Yang membuat Kanaya semakin ketakutan, tiba-tiba dia membuka satu persatu kancing baju kemeja yang Kanaya kenakan, ingin rasanya Kanaya berteriak sekencang-kencangnya untuk meminta tolong, tapi tenggorokannya terasa tercekat, seolah ada yang menahannya untuk keluar.
Setelah membuka satu persatu pakaian yang Kanaya kenakan, hingga membuatnya tanpa sehelai benang pun yang melekat di tubuh mulusnya, membuat tubuhnya terekspos dengan jelas.
Dia juga memandangi tubuh Kanaya dengan penuh na*su, membuat Kanaya merasa semakin ketakutan.
Nafasnya terdengar memburu seakan menahan nafsu yang sudah tak dapat lagi ia tahan.
Dia langsung meluncur kan aksi terlarangnya kepada Kanaya, membuat gadis itu meringis karena perih yang meliputi area itu, beriringan dengan air mata yang merembes membasahi pipi.
Saat pria itu mendekatkan wajahnya pada Kanaya, tiba-tiba membuat Kanaya terkejut bukan kepalang. Bagaimana tidak, wajahnya begitu jelas terlihat, sangat pucat dan berkeringat, meski terlihat begitu tampan seperti pangeran, tetap saja mengerikan.
***
Kanaya langsung terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal, ternyata dia hanya bermimpi buruk saja.
Tak dihiraukannya lagi mimpi itu, ia segera bangkit dari tempat tidur dan bersiap untuk berangkat ke kantor, karena ia ingat hari ini dia harus menyiapkan berkas-berkas yang dikerjakan tadi malam untuk segera memberikannya kepada atasan, karena hari ini akan ada meeting penting.
Namun saat ingin melangkah, tiba-tiba Kanaya merasakan perih pada bawah perutnya, seperti habis ehem ehem, tapi rasanya tidak mungkin, Kanaya bahkan tidak merasa telah melakukan hal yang terlarang tersebut, apa karena mimpi semalam? Tapi mana mungkin, itu kan hanya sebuah mimpi, mana bisa terasa hingga dunia nyata.
Kanaya pun merintih sambil memegangi perutnya, karena dia merasa sudah terlambat pergi ke kantor.
Kanaya pun tidak menghiraukan bahkan tak menaruh curiga, mengapa area itu bisa sakit dengan sendirinya.
Kanaya pun pergi ke kamar mandi dengan tertatih sambil sesekali meringis kesakitan.
" Kanaya!." panggil mamanya.
" Iya Ma!" Kanaya yang masih di kamar mandi pun menjawab
" Ayo, cepat turun ke bawah! Kita sarapan dulu," ajak mamanya lagi yang berada di depan pintu kamar Kanaya.
" Iya Ma, sebentar, aku siap-siap dulu, aku masih mandi nih," jawabnya dari dalam kamar mandi.
" Ya sudah kalau begitu, Mama tunggu di bawah saja ya." Setelah mengatakan itu, mama Kanaya langsung turun ke bawah untuk menyiapkan makanan di meja.
Setelah ritual dandan sudah selesai, Kanaya pun segera turun untuk sarapan bersama papa dan mamanya.
" Pagi Ma Pa!" sapa Kanaya kepada kedua orang tuanya yang sudah melahap sarapannya lebih dulu.
" Pagi sayang," Balas mama dan papanya secara bersamaan. Kanaya pun duduk di kursi meja makan untuk sarapan dan segera berangkat ke kantor.
" Sayang, kamu sakit?" tanya mamanya.
Refleks Kanaya pun menggeleng, karena ia merasa sehat-sehat saja.
" Enggak kok Ma, cuma agak pegel-pegel aja ni badan Kanaya." Jawab Kanaya sambil memegangi tubuhnya yang terasa sakit semua, mungkin karena efek jatuh dari motor semalam.
" Itu apa di leher kamu?" tanya mamanya sambil menunjuk leher Kanaya.
" Emang ada apa Ma?" Kanaya pun memegangi lehernya yang di maksud nama.
" Itu, leher kamu kok merah-merah gitu? Kayak abis digigit sesuatu," Jelas mamanya lagi.
Karena penasaran yang di maksud mamanya, Kanaya pun segera mencari cermin untuk melihatnya, dia pun memilih kembali ke kamar agar leluasa untuk memeriksanya.
Episode 2:
Aku langsung mencuci wajah ku di wastafel agar perasaan ku bisa sedikit tentang. Namun tiba-tiba sekilas aku melihat seseorang di belakang ku. Refleks aku langsung membalikkan badan untuk memastikan siapa yang sedang berada di belakang ku itu.
Namun setelah aku melihat ke belakang tidak ada seorang pun yang ada di situ, hanya ada aku sendiri di toilet itu.
Tiba-tiba aku merasa takut, bulu kuduk ku berdiri dengan sendirinya. Mata ku mengekor mengelilingi ruangan itu. Namun aku mencoba menetralisir perasaan takut ku, menepis jauh-jauh perasaan aneh ini, lalu berpikir untuk keluar dari toilet itu.
Saat aku akan memegang gagang pintu untuk membuka nya, tiba-tiba pintu itu terkunci. Aku pun langsung panik dan rasa takut ku muncul kembali.
Padahal tadi aku tidak mengunci pintu nya, kenapa sekarang tiba-tiba pintu ini sulit di buka?, Apa ada yang iseng mengerjaiku?, Batinku.
Namun semakin aku berusaha membuka nya, pintu itu semakin merekat kuat. Aku langsung panik dan berusaha berteriak meminta tolong, namun tak seorang pun yang mendengar. Aku langsung menangis sejadi jadinya, berjongkok dan menutup wajahku karena frustasi. Tiba-tiba seseorang berdiri tepat di depan ku dan membuat ku semakin takut, namun rasa penasaran ku mengalahkan rasa takut ku.
Aku memberanikan diri untuk melihat siapa orang yang sedang berdiri di depan ku ini. Aku menyusuri tubuh nya dari bawah hingga ke atas dengan perlahan
Namun saat sudah sampai di wajah nya, aku pun terkejut. Seorang pria seumuran dengan ku, berwajah sangat tampan, bertubuh tinggi tegap, kulit kuning Langsat, memiliki alis yang tebal sempurna. Dia tersenyum ke arah ku hingga tercetak jelas lesung pipi nya yang menambah ketampanan wajah nya. Sejenak aku terkesima melihat ketampanan nya, namun yang membuat ku sedikit merasa aneh, wajah nya terlihat begitu pucat seperti tak berdarah.
Dan bagaimana bisa tiba-tiba dia ada di dalam toilet yang terkunci dengan rapat dan dari mana dia masuk.
Dia mengulurkan tangannya pada ku untuk membantu ku bangkit. Perlahan aku mencoba memberanikan diri menyambut uluran tangan nya, dan kini wajah kami saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat, hingga aku dapat melihat dengan jelas wajah tampan nya itu.
Wajah nya begitu tidak asing bagi ku. Aku merasa seperti pernah melihat nya. Aku memejamkan mata ku sejenak, mengingat-ingat sosok pria tersebut. Tiba-tiba saja aku mengingat sesuatu, dia seperti pria yang ada di dalam mimpi ku malam tadi, laki- laki yang merenggut mahkota berharga ku. Tapi aku kembali membuang jauh-jauh pikiran itu, bagi ku itu hanya sebuah mimpi dan tidak akan mungkin menjadi kenyataan.
Aku kembali membuka mata, untuk menanyakan kebenaran dari mimpi ku kepada pria yang sedang ada di hadapanku ini. Namun saat aku sudah membuka mata, aku tidak menemukan pria itu di hadapanku. Aku memang sempat heran, tapi aku tak ingin ambil pusing dan segera melanjutkan acara mandi ku.
Tapi sebelum itu aku ingin memastikan keanehan yang aku alami, aku melihat-lihat diri ku di depan cermin yang berukuran besar yang terletak di kamar mandi ku, aku memperhatikan setiap jengkal tubuh ku yang terpantul di dalam cermin tersebut.
Benar saja, tiga tanda bercak merah tercetak jelas di leher jenjang ku, seperti telah di gigi sesuatu. Namun aku mencoba untuk tidak menghiraukan nya, karena bisa saja itu memang karena di gigit sesuatu.
Aku pun kembali melangkah untuk menuju ke meja makan kembali, karena aku sama sekali belum menyentuh sarapan ku karena masalah ini.
Setelah selesai sarapan, aku pun berpamitan kepada mama dan papa untuk segera berangkat ke kantor dengan di antar supir pribadi. Bukan karena aku tidak bisa menyetir mobil, tapi karena aku belum punya mobil sendiri.
Setelah satu jam lebih, akhirnya aku pun sampai ke kantor tepat waktu. Aku bergegas menuju ke ruang atasan ku untuk memberikan berkas-berkas yang aku bawa. Setelah itu aku pun langsung menuju ke ruang kerja ku, di sana sudah ada mbak Ita dan Arya yang sudah datang pagi-pagi sekali.
Mbak Ita dan Arya itu teman satu kantor ku yang juga paling akrab dengan ku, jika setiap aku ada masalah, aku selalu curhat pada mereka. Mereka juga teman satu sepergesrekanku. Jika satu di antara kami kurang, maka akan terasa sepi. Mbak Ita itu adalah ibu satu anak, umurnya tiga puluh lima tahun, sepuluh tahun lebih tua dari ku. Suami nya sendiri, kerja di rantau orang untuk mencari keberuntungan, kata nya sih bekerja sebagai chef. Jadi mbak Ita dan anak tunggal nya itu hanya tinggal berdua saja.
Sedangkan Arya temen somplak sekaligus jomblo. Walaupun begitu, usia nya satu tahun lebih tua dari ku, usia yang cukup matang untuk menikah, tapi sampai sekarang dia masih sangat betah menjomblo, sama dengan ku yang belum mau menikah. Tapi bedanya, aku belum menikah karena belum siap, sedang kan untuk calon suami aku sudah punya, bahkan pacarku sering mengajak ku untuk segera menikah, aku nya saja yang tidak mau. Sedangkan Arya sudah ngebet sekali ingin menikah, hanya saja yang di nikahi pada tidak mau. Padahal Arya itu termasuk lumayan tampan, tapi entah kenapa para wanita selalu menolak nya. Bahkan dulu pernah si Arya sudah mau menikah. Semua nya sudah di persiapkan dengan matang. Seperti, baju pengantin, catering, dekorasi, bahkan mereka berdua sudah berdiri di depan pendeta, tapi harus gagal karena si perempuan tiba-tiba lari lah, si perempuan ketahuan sudah punya suami lah, dan sang suami tiba-tiba datang dan mengacaukan acara. Mending kalau cuma mengacak-acak tempat acara, Arya nya juga ikut di acak- acak, udah kaya adonan tepung. Dulu dia pernah cerita, kalau dia pernah nolak cewek secara kasar, dan si cewek gak terima, terus Arya di sumpahin ga laki-laki. Gara-gara nya si cewek ngejar-ngejar terus, sedangkan Arya nya sudah bilang tidak mau berulang kali, tapi cewek itu tak mau dengar. Alhasil Arya geram dan langsung membentak. bagaimana tidak, yang ngejar janda tua berumur sekitar delapan puluh tahun. Bukan hanya anak nya saja yang banyak, cucu nya juga pasti banyak. Mending kalau kaya, rumah aja numpang sama anak.
" Pagi mbak, pagi Arya!." Sapa ku kepada mereka berdua yang bekerja pagi-pagi begini.
" Pagi Nay!." Jawab mbak Ita dan Arya kompak, sudah kaya paduan suara aja. Setelah itu aku pun segera duduk di meja kerja ku, mengerjakan tugas yang di berikan pak Haris atasan ku.
" Masih pagi udah di kasih sarapan kertas, padahal baru aja dapet lembur." Rutuk ku kesal sambil membuka lembaran tugas yang di berikan pak Haris. Namun rutuk ku yang tak terlalu lantang itu terdengar oleh mbak Ita.
" Kenapa sih Nay, pagi-pagi udah ngedumel?." Tanya Mbak Ita, dan rupanya Mbak Ita sudah berdiri di belakang ku sejak tadi. Sontak aku langsung kaget, karena sejak tadi aku tidak menyadari keberadaan nya di belakang ku.
" Astaga mbak! ngagetin aja, tiba-tiba muncul aja kaya jelangkung." Kata ku mengatainya.
" Ya ampun Nay, segede gabang gini gak keliatan?, sungguh terlalu. Mana di katain jelangkung lagi." Ucap nya sedikit kesal.
" Ya maaf mbak. Lagian embak, dateng gak ngomong-ngomong, aku nya kan jadi kaget." Ujar ku lagi tak mau mengalah.
" Lagian kenapa sih, baru datang sudah marah-marah?." Tanya Mbak Ita sambil menarik kursi agar bisa duduk berdekatan dengan ku.
" Ini loh mbak, bos garang ngasih aku kerjaan lagi, padahal kan baru malam tadi aku lembur, sendirian lagi." Keluh ku kepada mbak Ita sambil meletakkan kepalaku di atas meja, malas.
" Udah, kerjain aja. Kan untung juga dapat uang tambahan." Tambah mbak Ita menasehati. Aku hanya menghela nafas kesal. Karena memang benar kata mbak Ita, itu semua kan, melakukan nya tidak secara cuma-cuma, pasti akan dapat biaya tambahan, itu pun tidak sedikit seperti bekerja di tempat lain. Lumayan buat tambahan beli skin care mahal.
" Pagi-pagi udah males-malesan." Ucap Arya yang tiba-tiba menepuk kepala ku dari belakang. Aku pun langsung kaget di buat nya.
" Ya ampun, upil-upil. Bisa gak, sehari aja lo gak KDRT sama gue." Ucap ku kesal, karena dia sudah menoyor kepala ku dari belakang, tidak sakit sih, tapi cukup untuk membuatku kesal. Nama upil itu adalah sebutan ku untuk Arya, karena dia memang suka mengupil saat jam kerja. Apa lagi saat semua kerjaan nya sudah sampai jam istirahat pun dia masih suka mengupil. Mungkin itu salah satu wanita menjauh.
" Ya elah si galak, gitu aja marah. Bercanda doang!." Ucap nya, memasang wajah memelas.
" Bercanda, bercanda!. Kalau gue jantungan, kepala gue cedera gimana?. Entar kalau gue mati, gue gentayang in lo." Ucap ku dengan nada menggertak.
" Ya ampun Bu bos. Gue kesini niat nya mau perhatian, kenapa pagi-pagi udah marah-marah, dan kenapa muka lo kucel kaya gak bisa beli skin care. Eh gue malah di semprot, apes." Ucap nya kesal.
" O,,,,,, lo mau ngatain gue kere? terus muka gue jelek, gitu?." Geram ku meraih buku yang ada di atas meja yang siap di layangan ke arah Arya. Sedangkan Arya juga sudah siap menangkis serangan ku mengunakan map, namun seperti biasa, mbak Ita segera melerai kami yang akan menghancurkan kantor.
" Hey, hey hey! stop. Kenapa sih kalian, selalu aja bikin kepala saya puyeng. Nanti kalau ketahuan bos, abis kalian!." Gertak mbak Ita kepada kami.
" Nih si upil, minta di basmi." Kata ku kesal. Namun Arya malah menjulurkan lidahnya ke arah ku.
" Eh, tapi bentar deh Nay." Mbak Ita meraih wajah ku dan memperhatikan nya dengan seksama. Aku pun menurut tanpa penolakan saat wajah ku di putar-putar oleh mbak Ita .
" Kenapa sih mbak?." Tanya ku heran. Namun tak ada jawaban dari mbak Ita, dan tak lama dia melepaskan wajah ku.
" Kamu sakit?." Tanya Mbak Ita, dan ku jawab dengan menggeleng cepat.
" Tapi kayaknya kamu kecapean deh. Dan mbak lihat, cara jalan kamu juga beda. kayak orang habis,,,,.!." Di kalimat terakhir mbak Ita menggunakan isyarat jemari tangan tangan nya yang menusuk-nusuk antara satu dengan lainnya. Karena mbak Ita sendiri pernah bercerita tentang masalah peranjangan kepada ku, aku langsung paham yang ia maksud, namun tidak demikian dengan Arya. Dia malah bingung dengan tingkah kami yang menurut nya tidak jelas.Kalau soal masalah ranjang, mbak Ita memang ahlinya, dia sangat paham tentang tanda-tanda orang yang habis begitu, meskipun suami nya sendiri jarang di rumah, jangan salah, jika masalah itu, dia sangat paham seluk beluk nya. Karena mbak Ita juga di kasih tau dan banyak belajar dari sahabat nya yang berprofesi sebagai dokter.
" Apaan sih?." Tanya nya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
" Kepo lo upil. Sono-sono lo!." Usir ku sambil melambai-lambaikan tangan.
" Oke, sang Upik abu akan segera pergi nyonya." Ledek nya kepada ku. Arya pun segera pergi, membuat kami leluasa untuk bercerita.
" Maksud mbak Ita apa sih?, aku gak ngelakuin itu." Kata ku apa adanya.
" Tapi cara jalan kamu tadi menunjukkan kamu habis gituan." Tuding mbak Ita kekeh.
" Di mana Dion ngajak gituan?. Makanya, mbak bilang juga apa, mendingan kalian berdua cepetan nikah deh, biar gak nambah dosa." Cercah mbak Ita masih tak percaya dengan pembelaan ku.
" Ya ampun mbak, aku gak pernah gituan sama Dion. Dia gak pernah nyentuh aku, karena aku juga belum mau kalau belum halal." Tegas ku dengan penuh penekanan.
" Lagian mana mungkin aku ngelakuin itu. Dion kan lagi di luar kota." Jelas ku lagi.
Membuat mbak Ita mengaguk-angguk paham, tapi dengan telunjuk nya yang menempel di dagu nya, seakan masih memikirkan sesuatu.
" Tapi mbak yakin kok kamu itu kayak habis di,,,,,!." Ucapan mbak Ita berhenti karena sengaja dia hentikan. Aku pun paham tapi tidak ku jawab sama sekali.
" Apa jangan-jangan." Dia kembali menghentikan kalimat nya dengan sengaja membuat ku jadi penasaran.
" Jangan-jangan apa sih mbak, kalau ngomong jangan setengah-setengah napa?." Ucap ku kesal.
" Jangan-jangan ada yang perkosa kamu Tampa kamu sadari." Ucap nya lagi, yang tiba-tiba membuat ku melotot sempurna, tapi perasaan ku membenarkan tuduhan mbak Ita.
mungkin juga yang di katakan mbak Ita benar adanya. bisa saja saat aku tidak sadarkan diri kemarin aku di peekosa. apa jangan-jangan malam tadi aku tidak sedang bermimpi, tapi bagaimana bisa tiba-tiba aku sudah ada di rumah?.
Tiba-tiba saja aku bergidik ngeri memikirkan semua itu, bagaikan misteri yang tidak bisa aku pecahkan.
" Woy, kamu kenapa Nay?." seru mbak Ita, yang membuat ku tersadar dari lamunanku.
" Napa sih mbak, ngagetin aja." kesal ku.
" Lagi ngelamunin apa sih Nay?, lagi ngayal gituan ya sama Dion?." Ledek mbak Ita yang membuat ku semakin kesal.
" Mbak!." Seru ku tak terima.
" Iya maaf, gitu aja ngambek."
" Eh Nay, kamu bilang kan kamu gak ngerasa ngelakuin itu, jangan-jangan kamu di
perkosa jin lagi." Celetuk mbak Ita yang membuat ku seketika terdiam.
" Ye dia nya malah bengong. Udah gak usah baper, bercanda doang." Jelas mbak Ita. Tapi tetap saja aku tidak bisa menyangkal celetukan mbak Ita barusan. Aku terus memikirkan hal misterius tersebut yang menurut ku bisa saja terjadi.
Dengan masih terdiam, aku berlari tanpa menghiraukan mbak Ita yang masih memperhatikan keanehan ku ini. Aku berpikir untuk pergi ke toilet untuk mencuci muka ku serta menenangkan diri.
Episode 3:
Aku langsung mencuci wajah ku di wastafel agar perasaan ku bisa sedikit tentang. Namun tiba-tiba sekilas aku melihat seseorang di belakang ku. Refleks aku langsung membalikkan badan untuk memastikan siapa yang sedang berada di belakang ku itu.
Namun setelah aku melihat ke belakang tidak ada seorang pun yang ada di situ, hanya ada aku sendiri di toilet itu.
Tiba-tiba aku merasa takut, bulu kuduk ku berdiri dengan sendirinya. Mata ku mengekor mengelilingi ruangan itu. Namun aku mencoba menetralisir perasaan takut ku, menepis jauh-jauh perasaan aneh ini, lalu berpikir untuk keluar dari toilet itu.
Saat aku akan memegang gagang pintu untuk membuka nya, tiba-tiba pintu itu terkunci. Aku pun langsung panik dan rasa takut ku muncul kembali.
Padahal tadi aku tidak mengunci pintu nya, kenapa sekarang tiba-tiba pintu ini sulit di buku?, Apa ada yang iseng mengerjaiku?, Batinku.
Namun semakin aku berusaha membuka nya, pintu itu semakin merekat kuat. Aku langsung panik dan berusaha berteriak meminta tolong, namun tak seorang pun yang mendengar. Aku langsung menangis sejadi jadinya, berjongkok dan menutup wajahku karena frustasi. Tiba-tiba seseorang berdiri tepat di depan ku dan membuat ku semakin takut, namun rasa penasaran ku mengalahkan rasa takut ku.
Aku memberanikan diri untuk melihat siapa orang yang sedang berdiri di depan ku ini. Aku menyusuri tubuh nya dari bawah hingga ke atas dengan perlahan, menatap dengan seksama.
Namun saat sudah sampai di wajah nya, aku pun terkejut. Seorang pria seumuran dengan ku, berwajah sangat tampan, bertubuh tinggi tegap, kulit kuning Langsat, memiliki alis yang tebal sempurna. Dia tersenyum ke arah ku hingga tercetak jelas lesung pipi nya yang menambah ketampanan wajah nya. Sejenak aku terkesima melihat ketampanan nya, namun yang membuat ku sedikit merasa aneh, wajah nya terlihat begitu pucat seperti tak berdarah.
Dan bagaimana bisa tiba-tiba dia ada di dalam toilet yang terkunci dengan rapat dan dari mana dia masuk.
Dia mengulurkan tangannya pada ku untuk membantu ku bangkit. Perlahan aku mencoba memberanikan diri menyambut uluran tangan nya, dan kini wajah kami saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat, hingga aku dapat melihat dengan jelas wajah tampan nya itu.
Wajah nya begitu tidak asing bagi ku. Aku merasa seperti pernah melihat nya. Tiba-tiba saja aku mengingat sesuatu, dia seperti pria yang ada di dalam mimpi ku malam tadi, laki- laki yang merenggut mahkota berharga ku. Tapi aku kembali membuang jauh-jauh pikiran itu, bagi ku itu hanya sebuah mimpi dan tidak akan mungkin menjadi kenyataan.
" Kamu si,,,, apa?." Tanya ku takut. Dia malah tersenyum dan mengusap puncak kepala ku lembut, membuat ku semakin ngeri.
" Rupanya kamu lupa ingatan." Jawab nya yang membuat ku bingung.
" Maksud kamu?." Tanya ku lagi tak mengerti.
" Sudah lah, jangan terlalu di paksakan. Jika kamu tidak ingat padaku tidak apa-apa, yang penting aku bisa menemukan mu dalam keadaan baik-baik saja." Ucap nya yang membuat ku semakin keheranan.
" Bisakah aku keluar dari sini, aku mau kerja lagi, nanti bos ku marah." Terang ku yang membuat nya mengerutkan kening.
" bos?." Ucap nya sepontan. Aku pun mengangguk kan kepala menanggapi pertanyaan nya.
" Apa itu bos?." Tanya nya sambil mengernyitkan dahinya, begitu pun aku yang heran dengan pertanyaan nya yang menurut ku konyol.
" Kamu gak tau apa itu bos?." Tanya ku, yang di tanggapi nya dengan mengangguk polos. Untuk sesaat aku terpaku, wajah polos nya itu membuat ku menjadi gemes, antara ingin tertawa dan terkesima dengan wajah dan tatapan mata nya yang membuat ku klepek-klepek.
" Hey Linda!." Panggil nya yang membuat ku tersadar dari lamunanku.
" I,,,,,iya kenapa?." Tanya ku yang salah tingkah. Tapi ada yang membuat ku gagal fokus, Nama panggilan yang ia tujukan pada ku membuat ku teringat akan seseorang. Nama yang ia tujukan pada ku sama seperti nama panggilan ku di dalam mimpi, bahkan wajah pria yang ada di depan ku saat ini sama persis seperti di dalam mimpi ku.
Ini kebetulan atau nyata?, atau saat ini aku masih bermimpi.
" Hey, kenapa kamu melamun lagi?." Lagi-lagi aku terkesiap.
" Eh iya maaf." Ucap ku sambil nyengir kuda.
" Apa tadi, kamu tanya bos itu apa?." Tanya ku lagi yang dia sambut dengan anggukan.
" Kamu beneran gak tau apa itu bos?." Ulang ku yang lagi-lagi di balas gelengan kepala oleh nya. Aku menahan ketawa ku sebelum akhirnya menjawab pertanyaan nya.
" Bos itu atasan. Kalau kita kerja di mana pun, pasti ada atasan nya. Baik itu di kantor atau perkebunan." Jelas ku. Tapi dia hanya terdiam dan menatap ku lekat, sampai membuat ku melting. Aku menundukkan wajah ku dan tak sanggup melihat wajah tampan nya.
" Ini mah lebih ganteng dari Dion, bisa-bisa selingkuh kalau di liatin gini terus. Kan aku nya gak mau selingkuh." Batinku.
" Ehemmm." Aku mencoba menetralisir perasaan ku yang tak menentu sedari tadi. Namun tatapan nya tetap tak beralih dari ku.
" E,,,,,, gimana, udah paham sekarang?." Tanya ku lagi. Dia pun hanya mengaguk datar tanpa ekspresi.
" Gimana sekarang, apa aku sudah boleh keluar?." Tanya ku lagi. Aku hanya memalingkan wajah karena sedari tadi dia tidak henti-hentinya memandangi ku, membuat ku grogi.
Namun dia tidak menjawab melainkan mendekati ku dan terus menatap ku dengan tatapan yang sulit di artikan.
Dia terus melangkah maju hingga membuat ku harus perlahan mundur menghindari nya, sampai tubuh ku kini sudah menempel dinding toilet.
Aku memejamkan mata, tak berani menatap dan menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya.
Dia meraih wajah ku untuk menghadap pada nya, kini bisa ku rasakan sebuah hembusan yang terasa hangat menyapu wajahku, tanda bahwa ia semakin dekat.
Aku memberanikan diri untuk membuka mata ku perlahan, jelas saja aku terkejut, wajah pria itu kini sudah berada tepat di hadapan ku, bahkan dengan jarak yang sangat tipis.
Mata ku membulat sempurna melihat pemandangan indah di depan mata ku ini. Meski perasaan ku sangat takut, namun juga ada rasa berbunga-bunga di hati ini. Tentu saja karena wajah tampan dan lesung pipi milik nya yang membuat ku tidak bisa meronta dari kungkungan nya.
Cup
Kini dia sudah meraup lembut bibir ku, hingga aku bisa merasakan sensasi yang luar biasa berciuman dengan orang yang baru aku kenal, bahkan aku belum tau nama nya.
Kecupan ini semakin dalam ku rasakan. Hingga membuat ku terbuai terlalu dalam, membuat ku lupa bahwa aku sudah memiliki kekasih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!