NovelToon NovelToon

Hadiah Cinta

Cinta dibalas luka

"Tapi aku suka sama kamu, Kak. Dari dulu! Dari aku masih kecil!" Erika, gadis 22 tahun itu memandang Axel laki-laki yang lima tahun lebih tua darinya tersebut dengan mata yang memerah karena menahan tangis. Sampai kapan Axel akan terus bersikap dingin padanya dan juga selalu ketus kalau berbicara dengannya?

Erika lelah! Erika lelah selalu tersakiti, ia lelah selalu memohon, ia letih untuk mengejar Axel yang terus berlari menjauh.

"Suka? Apa itu suka? Bulshit!" tegas laki-laki tampan dengan setelan jas lengkap yang bernama Axel itu, ia memandang Erika tajam, tapi itu tidak membuat Erika takut sedikitpun. Karena ia sudah terbiasa dengan tatapan tajam yang Axel layangkan padanya.

Erika yang berada di dalam ruangan Axel tersebut bangkit dari duduknya. Ia berjalan mendekat ke kursi kebesaran yang kini sedang diduduki oleh Axel.

"Kak ... kamu beneran gak ada rasa sedikitpun sama aku?" kini Erika berdirinya di samping Axel yang masih fokus pada laptop yang ada di depannya. Ia sangat berharap kalau Axel akan menjawab setidaknya sedikit saja. Sebesar beras pun bagi Erika tidak apa daripada dia harus mendengar kata tidak untuk yang kesekian kalinya.

"Rika!" Axel ikut berdiri dari duduknya, berdiri berhadapan dengan Erika yang hanya setinggi dadanya saja, "Sudah berapa kali aku bilang, aku gak suka kamu! Jangan pernah ganggu aku lagi! Paham! Mending sekarang kamu pergi dari sini!" tegas Axel yang membuat kedua mata Erika terasa memanas. Ia menatap Axel dengan tatapan yang penuh dengan kesedihan. Untuk yang kesekian kalinya, hati Erika dibuat hancur oleh Axel.

"Kamu tega, Kak! Kamu benar-benar tega!" Erika menunjuk dada bidang Axel dan memukulnya beberapa kali. Dengan penuh rasa sakit hati dan mata yang luruh mengeluarkan air mata, Erika keluar dari ruangan Axel. Ia mengusap air matanya yang tanpa malu menetes keluar membasahi pipinya.

Dengan menundukkan kepalanya, Erika berjalan melewati staf sekretaris Axel yang menatap Erika dengan iba. Mereka selalu melihat Erika keluar dari ruangan Axel dengan berlinang air mata.

Erika masuk kedalam lift, ia berjongkok dan mengeluarkan tangisannya di dalam lift itu. Dengan tangisan yang menyayat hati, Erika memukul dadanya yang terasa sesak.

"Kenapa kamu jahat banget, Kak? Kenapa kamu berubah? Dulu kamu gak kayak gini, Kak! Kenapa kamu gak pernah menganggap aku lagi? Kenapa aku gak pernah ada nilainya di mata kamu? Kamu benar-benar berubah, Kak!" isak Erika dengan suara yang cukup besar. Ia terus memukul dadanya seakan hal itu bisa membuatnya merasa sedikit lebih tenang, dan sesak yang ia rasakan berkurang.

Erika berdiri, ia mengusap air matanya dengan tangannya karena ia tidak memiliki tisu.

Lift berdenting, kemudian pintunya terbuka. Erika berjalan keluar dari dalam lift itu dengan langkah yang cepat. Sepatu yang di pakainya beradu dengan lantai marmer yang dingin, Erika berjalan menuju loby.

Sedangkan di dalam ruangannya, Axel abai dengan kepergian Erika, ia masih tetap fokus pada pekerjaannya.

Erika masuk ke dalam mobilnya yang ada di parkiran VVIP, di dalam mobilnya Erika mengusap air matanya dengan tisu yang ada di sana. Erika melihat pantulan dirinya di cermin mobil. Maskara yang sudah luntur dan juga bedak yang sudah tidak enak di pandang dari wajahnya.

"Kamu ini menyedihkan sekali, Rika! Sudah berapa kali kamu menyatakan cinta pada dia, dan dia selalu mengatakan hal yang menyakitkan padamu! Kuatlah, Erika! Kuatlah!" tekan Erika pada dirinya sendiri. Ia membersihkan wajahnya yang tampak mengerikan dengan tisu basah yang ada di dalam mobilnya.

Erika melajukan mobilnya meninggalkan parkiran tersebut. Ia butuh makanan pedas saat ini untuk menaikkan moodnya kembali.

Erika adalah seorang perempuan yang sempurna, terlahir dari orangtua yang juga sempurna. Ia kaya, pintar dan juga memiliki wajah yang cantik. Semua kesempurnaan ada padanya. Tapi ... yang tidak Erika miliki hanya satu. Yaitu cinta dari laki-laki yang bernama Axel.

Axel adalah teman atau laki-laki yang Erika anggap sebagai kekasih masa kecilnya. Axel selalu melakukan apapun untuk Erika dulunya. Dulu! Ya, itu dulu! Dan semenjak masuk kuliah, Axel berubah. Semua sikap dan juga perlakuannya pada Erika berubah. Erika sendiri tidak tahu kenapa.

Axel selalu mengatakan kalau dia benci pada Erika, dan Erika sendiri tidak tahu alasannya apa yang membuat Axel jadi membencinya. Padahal dulu mereka seperti sepasang kekasih masa kecil yang membuat orang-orang menjadi iri.

Membelokkan mobilnya ke parkiran warung bakso yang cukup besar dan terkenal, Erika kemudian turun dari dalam mobilnya. Ia butuh bakso yang dicampur tiga sendok cabai untuk mengembalikan suasana hatinya yang buruk karena penolakan Axel. Itu yang selalu Erika lakukan di setiap Axel mematahkan hatinya untuk yang kesekian kalinya.

Erika memainkan ponsel saat sementara pesanannya itu sampai. Saat sedang asik melihat sosial medianya, Erika dikejutkan dengan seseorang yang memegangi pundaknya.

"Om Rian ... Eh, maksudnya Kak Rian?" sapa Erika pada Rian, laki-laki yang lebih tua darinya sepuluh tahun, orang yang tadi menepuk pundaknya. Untung saja tadi Erika tidak langsung menjerit saat Rian menepuknya. Bisa-bisa ia menjadi pusat perhatian di sana.

"Galau lagi?" tanya Rian yang sudah hapal dengan tingkah Erika.

Erika tertawa kecil, "Biasalah, Kak," jawabnya singkat.

"Axel lagi?" tebak Rian, dan itu tidak akan mungkin salah.

"Hemmm," dehem Erika. Ia menoleh pada pelayan warung bakso itu yang meletakkan semangkok bakso beranak pedas didepannya.

Erika sangat senang karena disiang hari seperti ini, warung bakso itu sudah buka.

"Kenapa kamu hanya melihat Axel saja, Rika?" Rian menatap wajah Erika yang langsung kaku, "Sedangkan aku ... orang yang selalu menyatakan cinta ke kamu, tapi tidak pernah kamu hiraukan," ucapan Rian yang menatap Erika membuat gadis itu semakin terdiam.

Erika batal menyendokkan bakso pedas ke dalam mulutnya. Ia mengangkat kepalanya dan saling bertukar pandang dengan Rian. Pria yang lebih tua sepuluh tahun dirinya itu dan sampai kini masih setia untuk melajang.

"Itu ...." Erika diam, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Erika menggigit bibir bawahnya dengan bingung, bagaimana caranya dia mengatakan pada Rian, kalau hatinya sudah terpaut terlebih dahulu pada Axel bukan pada laki-laki yang duduk didepannya ini.

"Rika ... kenapa kamu gak kasih aku kesempatan, dan membuka hati kamu untuk aku?" Erika diam. Ia menunduk, menatap nanar pada mangkok baksonya. Seleranya untuk memakan makanan berkuah itu kini menjadi hilang. Dan sekarang pikiran Erika kembali bercampur aduk.

"Tapi Om, eh Kak?"

"Memangnya apa yang kamu harapkan dari Axel, Rika? Selama bertahun-tahun dia tidak pernah bersikap lembut terhadap kamu. Dia selalu saja membentak kamu dan juga mengusir kamu ketika kamu datang ke kantornya. Yang ada di dalam pikirannya itu hanya pekerjaan saja, dan dia tidak pernah memikirkan kamu sekalipun. Buka mata kamu, Rika! Lihat aku! Aku bahkan dari dulu masih setia berjalan di belakang kamu!" Rian mengatakannya dengan tatapan yang sangat tulus, itu terlihat dari matanya.

Ucapan Rian bagaikan sebuah tamparan untuk Erika. Bagaimana Rian mengingatkan lagi rasa sakit yang Axel torehkan pada hatinya. Luka baru yang hadir setiap harinya karena laki-laki yang bernama Axel itu membuat dada Erika kembali merasa sesak.

Erika membalas tatapan Rian dalam-dalam. Ia menatap mata lembut tersebut cukup lama. Kemudian Erika mendesah pelan, dan memijit pelipisnya. Kepala Erika pusing, kenapa masalah hatinya harus serumit ini?

Erika tahu, kalau kisah cintanya sangat pedih, menyakitkan dan selalu bertabur garam. Luka yang selalu di buat oleh Axel setiap harinya terus bertambah dan semakin pedih. Tapi ... Erika tidak bisa lepas dari jerat Axel.

Dan kini, ada Rian yang menawarkan sebuah cinta padanya, apa yang harus Erika lakukan? Apakah dia memang sudah seharusnya membuka hati untuk Rian, dan mulai mengikhlaskan Axel? Tapi ... apa Erika akan rela? Apakah ia sanggup?

Apakah perkataan Rian benar? Apakah dia harus membuka hati terlebih dahulu? Dan juga, apa dia perlu membuat Axel merasa kehilangan atas dirinya? Tapi ... bagaimana kalau Axel baik-baik saja, bagaimana kalau Axel malah bahagia saat dia pergi dari sisi laki-laki itu?

Erika menjadi galau sendiri saat memikirkannya. Apa ini waktunya dia harus berhenti untuk menjadi wanita murahan yang selalu mengejar Axel, dan berjalan bersama dengan Rian yang mau untuk berjalan beriringan dengannya? Tidak seperti Axel yang selalu meninggalkannya dan bahkan terus mengusirnya.

"Rika ... jawab pertanyaan aku? Apa kamu gak mau membuka hati sedikit saja untuk aku? Apa kamu gak mau mencoba melupakan Axel, pria yang bahkan tidak pernah menganggap kamu ada?" tanya Rian, ia menatap Erika sangat lama. Tatapannya dalam, membuat Erika menelan ludahnya kasar.

"Itu ... anu .... a-aku ...."

***

Bersambung ....

Welcome to my new story'. Semoga suka, happy reading! Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar, ya.;))

Kamu murahan

Erika berjalan dengan lunglai keluar dari dalam warung bakso itu. Ia menghembuskan napas berat berkali-kali.

Erika menengadah ke atas, menatap langit biru yang silau karena matahari. Ia menjadikan tangannya sebagai penghalang, agar matanya tidak perih.

"Ya Tuhan, setidaknya kalau memang perjuanganku selama ini tidak berarti, maka perlihatkanlah padaku apa yang menjadi alasannya selalu mengabaikan aku," setelah itu Erika kembali mendesah.

Kemudian ia masuk kedalam mobilnya.

Rian menatap langkah Erika dari dekat jendela warung itu. Lagi-lagi Erika menolaknya dengan mengatakan kalau ia tidak bisa bersama dengannya, tapi juga mengatakan kalau dia akan membuka hati untuk Rian.

Mendesah pasrah, Rian bangkit dan berjalan menuju kasir.

Sedangkan Erika kini mengemudikan mobilnya. Entah kenapa, sound mobilnya yang menyanyikan lagu menyerah membuat Erika merasa tersindir.

Apa benar kalau dia harus menyerah? Lalu ... apakah semua perjuangannya selama ini akan sia-sia? Ya Tuhan, memikirkannya saja membuat hati Erika terasa berdenyut nyeri.

Setelah acara makan bakso tadi gagal membuat mood Erika membaik, akhirnya gadis cantik yang memiliki rambut panjang dan juga bulu mata lentik itu memutuskan untuk menghubungi sahabatnya saja.

"Sa, ke mall, yuk?" ajak Erika saat ia menghubungi Sasa.

"Ngapain? Gue mager," jawab Sasa di seberang sana. Ia berguling di atas spring bed queen size miliknya. Libur setelah wisuda itu memang menyenangkan. Tapi Erika malah merasa bosan karenanya.

"Gue yang traktir!"

Mendengar perkataan Erika, Sasa langsung menegakkan tubuhnya. "Seriusan, Lo?"

Erika mendecih mendengar perkataan Sasa, soal traktiran saja dia langsung cepat.

"Iya," jawab Erika malas.

"Oke, Lo jemput gue ke apart, ya. Gue mandi dulu!"

"Ya Tuhan, Sa! Lo belum mandi dari tadi pagi?" tanya Erika membulatkan matanya. Benar-benar temannya ini, malasnya sudah mendarah daging.

"Maklum, Rik. Gue kan lagi menikmati hidup, gak memikirkan apapun, apalagi ngejar-ngejar cowok yang gak punya otak,"

Erika merasa tertohok sekali mendengar perkataan Sasa. Kenapa Sasa ini pandai sekali menyindirnya?

"Sialan, Lo!"

***

"Jadi ... kita mau ke mall mana?" tanya Sasa saat ia membubuhkan bedak di pipinya yang tirus.

"Dekat sini aja," jawab Erika singkat. Ia fokus dengan kemudi yang kini ia pegang.

Mobil Erika berkelok menuju ke basemen mall. Kemudian ia turun dari dalam mobil diikuti oleh Sasa.

"Mau belanja apa?" tanya Erika pada Sasa yang kini memeluk lengannya.

Sasa adalah sahabat Erika yang paling dekat dengannya. Sasa selalu ada sebagai tempat curhat untuk Erika. Dan begitu juga Sasa, menjadikan Erika sebagai tempat mengadu di saat Sasa putus dengan pacar-pacarnya.

"Makan aja. Gue belum makan, laper!" jawab Sasa.

"Oke, tapi gue cuma nemenin Lo makan aja, soalnya gue udah kenyang," ucap Erika.

"Sip!"

Erika dan Sasa berjalan menuju food court yang ada di lantai dua, Erika melihat ponselnya karena tadi bergetar. Ia dan Sasa naik ke eskalator yang ada di mall itu.

"Ka ...,"

"Hemm?"

"Rika! Itu ... itu bukannya Axel?"

Mendengar nama Axel disebutkan, Erika langsung mengangkat kepalanya, ia menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Sasa.

Mata Erika membulat, ia menganga, jantungnya berdebar kencang. Bukan karena ia sedang jatuh cinta, tapi karena ia melihat Axel sedang bersama dengan seorang wanita.

Napas Erika memburu, ia mengepalkan tangannya, kenapa dadanya semakin terasa sesak, dan sepertinya kini hatinya terasa tercabik-cabik karena luka sayatan sembilu tak kasat mata.

"K-kak Axel?" Erika mengucapkannya dengan terbata-bata. Sasa semakin mengeratkan tangannya di lengan Erika. Eskalator itu membawa mereka sampai di lantai atas. Tapi Erika berjalan ke arah eskalator yang bergerak turun ke bawah.

"Rik! Rika! Lo mau kemana?" teriak Sasa saat Erika melepaskan pegangan tangannya dan berjalan dengan langkah terburu-buru ke bawah.

Sasa mengejar Erika yang kini sedang di bakar oleh api cemburu. Erika benar-benar tidak suka saat melihat Axel berjalan dengan wanita lain. Sedangkan saat dengannya saja Axel malah memarahinya dan mengatai Erika. Axel bilang ia tidak suka Erika berjalan beriringan dengannya.

Dengan wajah yang memerah karena marah, Erika mengadang jalan Axel dan langsung menarik rambut wanita yang berjalan dengan laki-laki yang sangat dia cintai itu.

"Aakhhh," wanita itu menjerit dengan keras, ia terkejut dengan serangan tiba-tiba yang dilakukan oleh Erika.

Axel pun sangat terkejut saat melihat Erika menarik rambut wanita yang bersama dengannya itu.

"Erika!! Lepas! Apa yang kamu lakukan!? Erika lepas!" teriak Axel, ia meraih tangan Erika yang menjambak rambut wanita itu dan berusaha untuk melepaskannya.

"Erika! Lepas saya bilang!!" bentak Axel dengan sangat keras. Semua orang yang ada di sana berkumpul melihat adegan itu.

Erika tersentak kaget saat mendengar suara teriakan Axel yang membentaknya. Ia melepaskan tangannya dari rambut wanita itu yang sudah acak-acakan. Sasa memeluk Erika, mencoba untuk menenangkan sahabat terbaiknya itu.

"Rika, sabar! Tahan emosi Lo," ucap Sasa menenangkan Erika.

Wanita yang tadi Erika jambak itu memperbaiki rambutnya yang sudah tidak karuan. Kulit kepalanya terasa pedih dan juga rambutnya juga banyak yang rontok sebab Erika menariknya dengan kuat.

Erika mengalihkan pandangan ke arah Axel yang tampak sangat marah padanya. Urat-urat leher Axel tampak jelas karena menahan emosinya.

"Siapa dia, Kak?" bentak Erika menunjuk wanita yang berjalan dengan Axel itu. Mata Erika berkilat marah dan juga kecewa. Kenapa Axel selalu saja mematahkan hatinya?

"Siapapun dia, apa urusannya dengan kamu?" bentak Axel menjawab pertanyaan Erika.

Erika tertohok sekali dengan perkataan Axel.

Laki-laki yang Erika cintai itu benar. Siapapun wanita yang bersama dengan Axel, lalu apa hubungannya dengan dia?

Erika tertawa kecil kemudian tersenyum pedih. Kenapa kisahnya semenyakitkan ini. Erika rindu dengan Axel yang dulu selalu melindungi dia. Erika rinduku dengan Axel yang selalu membuatnya tertawa dulu.

Tapi ... kenapa sekarang Axel menjadi laki-laki yang membuat air mata Erika selalu luruh?

"Dasar wanita murahan!" tunjuk Erika pada perempuan yang tadi ia Jambak itu. Erika tidak peduli dengan tatapan orang-orang saat ini. Banyak yang berbisik-bisik di sana, sedangkan Sasa terus memeluk tangan Erika agar sahabatnya itu tidak kelepasan lagi.

"Apa kamu bilang? Saya murahan? Kamu yang murahan!" balas wanita tadi, yang membuat emosi Erika menjadi kembali mencuat.

"Jaga bicara kamu, ya!" tekan Erika, ia ingin maju lagi tapi Sasa menahannya.

"Kenapa marah? Kamu memang murahan, Erika!"

Bagai tersambar petir di siang bolong, Erika terhuyung kebelakang saat mendengar perkataan Axel.

Entah kenapa, mata Erika langsung memanas saat mendengar perkataan Axel.

"A-aku ... m-murahan?" tanya Erika tergagap, ia menunjuk dirinya sendiri.

Axel tersenyum sinis. "Iya, kamu murahan! Kamu wanita paling murahan yang pernah aku kenal, Rika!!"

Ya Tuhan, kenapa hati Erika terasa sangat sakit mendengarnya?

***

Di subscribe sama kasih review, ya gaes. Hehe, luvyu all.

Meninggalkan kenangan

Semua orang yang ada di sana berbisik-bisik saat mendengar hal itu. Mereka memandang Erika dengan sinis. Tidak dapat di pungkiri, kalau kelakuan bar-bar Erika tadi menjadi nilai minus untuk citranya.

Satu tetes bulir air mata Erika jatuh membasahi pipinya. Tidak ada yang bisa menggambarkan bagaimana rasa sakit Erika saat ini. Ia benar-benar terpuruk, ia jatuh. Benar-benar jatuh sejatuhnya.

"Hahh ...." Erika mendesah berat, ia berusaha untuk tersenyum, tapi air mata yang semakin jatuh di pipinya sudah bisa menjelaskan bagaimana rasa sakit Erika saat ini.

"Terimakasih, Kak," ucap Erika serak. Ia memandang Axel dengan sangat dalam, kemudian tersenyum tulus. Sangat tulus, hingga kepedihannya terlihat jelas dari senyumannya itu.

"Rika, pulang aja, yuk?" ajak Sasa, ia sangat tidak tega saat melihat sahabatnya seperti ini.

"Iya, tenang aja," jawab Erika singkat.

Axel memandang Erika dalam diam, melihat bagaimana bulir air itu jatuh membasahi pipi Erika.

"Kak Axel ... Erika pergi, kalau itu yang Kakak mau. Erika sayang sama Kak Axel. Sayang banget, sampai gak ada yang bisa menyaingi rasa sayang Erika dengan siapapun yang menyayangi Kakak,"

Erika tersenyum, ia menundukkan kepalanya menyembunyikan rasa sakitnya yang membuat dadanya terasa terbakar.

Erika berjalan dua langkah ke depan. Semua orang mulai waspada, takut kalau Erika melakukan hal gila lagi.

"Tenang aja, Erika gak akan buat malu lagi, kok," ucap Erika saat ia tahu, kalau Axel sedang was-was terhadap dirinya.

Erika tersenyum, kemudian ....

Cup.

Satu kecupan lembut di pipi Axel dari Erika membuat mereka semua yang ada di sana menutup mulut. Kenapa Erika berani sekali?

"Jangan salah paham! Itu cuma tanda perpisahan, kok," ucap Erika tersenyum lembut pada semua orang yang menyaksikan kejadian tersebut.

"Selamat tinggal, Kak!"

Setelah mengatakan itu, dengan langkah berat, Erika pergi dari sana. Batal semua rencana yang tadi ia buat bersama dengan Sasa, sang sahabat.

Axel terdiam bagaikan patung, ia menatap langkah Erika yang menjauh. Rasa hangat di pipinya karena ciuman Erika masih membekas di sana. Apa dia benar-benar sudah sangat keterlaluan?

Erika naik ke dalam mobilnya, Sasa menyuruhnya untuk duduk di samping saja, biar dia yang menyetir. Bisa gawat nanti kalau Erika yang menyetir, bisa-bisa nanti mereka pulang sampai ke surga.

Di dalam mobil, Erika menumpahkan semua sesak yang membuat napasnya tersengal. Erika memukul dadanya, kenapa sesak itu tidak mau pergi dari dada dan juga hatinya?

Sasa benar-benar tidak tega saat mendengar tangisan Erika yang benar-benar menyakitkan. Ia benci Axel! Sasa benar-benar benci dengan laki-laki yang sudah membuat sahabatnya menjadi seperti ini. Sungguh demi apapun, Sasa bersumpah dan berdoa pada Tuhan, semoga Axel mendapatkan semua balasannya.

Tangisan Erika tidak kunjung berhenti, membuat Sasa akhir membawa sahabatnya itu ke apartemennya.

Bahkan mobil Erika penuh dengan tisu yang Erika gunakan untuk membersihkan wajahnya karena air mata.

"Rika ... ayo turun! Lo bisa nangis sepuasnya di dalam apartemen gue!" ucap Sasa. Ia kemudian turun dari dalam mobil dan membantu Erika untuk turun juga.

***

Sasa mendudukkan Erika di sofa yang ada di ruang keluarga apartemennya. Tangis Erika masih belum berhenti. Bahkan mata gadis cantik tinggi semampai itu bengkak dan juga terlihat sangat merah. Hidungnya pun begitu. Sasa benar-benar melihat Erika berada di titik terendah hidupnya.

"Kenapa dia benci gue, Sa?" Sasa yang sedang mengambilkan air minum itu menoleh pada Erika yang berucap dengan suara yang sangat serak.

Air mata Sasa ikut luruh saat ia melihat Erika memeluk kakinya dan meletakkannya di atas sofa. Tidak dapat Sasa bayangkan bagaimana rasa sakit hati Erika saat ini.

"Rika ... udah, jangan tangisin dia terus! Dia itu laki-laki brengsek, Ka!"

Bahkan untuk menyebutkan namanya saja, Sasa enggan. Demi Tuhan, Sasa sangat benci dengan Axel.

"Sa ... gue kurang apa?" tanya Erika lagi, ia menatap Sasa dengan mengiba, membuat Sasa semakin tidak tega.

"Lo gak ada kurangnya, Ka. Lo itu sempurna, Lo cantik, Lo tulus! Cuma si brengsek itu aja yang gak bisa membuka mata buat Lo! Dia gak pantas buat Lo cintai, Ka. Ingat, Ka, cukup sekali ini aja Lo nangis gara-gara dia, dan setelah ini jangan!"

Sasa membawa Erika yang masih terisak kedalam pelukannya. Kata-kata semangat dari Sasa setidaknya bisa membuat hati Erika sedikit membaik, walaupun hanya sedikit saja.

"Udah, Lo jangan sedih lagi. Laki-laki gak cuma dia aja, jangan buang-buang air mata Lo buat tangisin laki-laki seperti dia. Masih banyak laki-laki yang pantas buat, Lo, di luar sana, Ka!"

"Tapi ... tapi gue cintanya sama dia, Sa," jawab Erika serak.

"Cinta boleh, gila jangan, apalagi bodoh!"

***

Sudah tiga hari ini Erika selalu berada di dalam kamarnya. Selain untuk menenangkan dirinya, Erika juga tengah bersiap untuk pergi ke Australia. Melanjutkan kuliahnya di negeri kangguru itu.

Erick yang merupakan Papa Erika jelas terkejut dengan keputusan anak perempuannya yang sangat tiba-tiba. Karena sebelumnya Erika mengatakan kalau ia tidak ingat melanjutkan kuliah S2 nya. Tapi ... semenjak kejadian beberapa hari yang lalu, hati Erika sudah tidak baik-baik lagi.

"Kamu yakin, mau berangkat malam ini?" tanya Airin, Mama Erika pada anak gadisnya yang sedang patah hati itu.

"Iya, Ma," jawab Erika singkat. Kalau ia lama-lama di negara ini, maka Erika tidak akan bisa lepas dari jerat cintanya pada Axel.

"Tapi kan masih ada waktu seminggu lagi, Sayang," ucap Airin, berusaha untuk membujuk putrinya itu agar tinggal lebih lama lagi.

"Gak, Ma. Aku mau berangkatnya hari ini aja, biar nanti gak kedesak!" elak Erika. Semakin cepat maka akan semakin baik.

"Kamu harus kuat, Sayang. Kadang memang kisah cinta itu awalnya pahit, tapi nanti pasti akan berakhir manis, Sayang,"

Erika diam, ia menatap mamanya itu cukup lama. Airin adalah seorang Mama yang sangat mengerti dengan dirinya. Dan Erika sangat mencintai Mamanya itu.

"Iya, Ma. Rika yakin, kalau nanti pasti akan ada seseorang yang bisa menerima cinta Rika dengan sepenuh hati," balas Erika tersenyum mencoba membuat supaya Airin tidak cemas lagi.

Airin merentangkan tangannya, kemudian Erika mendekat dan mereka berpelukan. Erick yang berdiri di balik pintu mendesah panjang. Ia terluka saat melihat Erika terluka.

Malam ini ... di bandara internasional Soekarno-Hatta, Erika pergi meninggalkannya keluarga, sahabat, dan juga kisah cintanya. Erika pergi membawa luka yang bertabur garam di hatinya.

Setidaknya nanti saat ia berada di negeri kanguru itu, Erika bisa melupakan Axel, walaupun tidak sepenuhnya. Karena memang hati Erika dari awal sudah berisikan nama Axel.

"Selamat tinggal kenangan, setidaknya untuk tiga tahun kedepan aku akan terus berusaha untuk melupakannya,"

***

Happy reading, semoga suka. Jangan lupa subscribe dan kasih review, ya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!