NovelToon NovelToon

Mrs. Crazy And Mr. Perfect

BAB 1| MIMPI BURUK ITU KEMBALI

“Lihat. Bukannya itu Selena Jasmine? Wah, tidak kusangka bisa bertemu dia di tempat ini.”

Selena menelusupkan anak rambutnya dengan gerakan anggun ke belakang telinga saat bisikan itu menyapa telinganya. Terhitung sudah sembilan kali dia mendengar bisikan serupa, dan Selena masih kukuh dalam posisi yang sama; duduk dengan kepercayaan diri penuh sembari menikmati es krimnya. Lalu-lalang pengunjung dan pegawai kedai sama sekali tidak menganggu Selena, dia malah menikmatinya, menganggap semua orang adalah penggemarnya.

“Ah, aktris payah itu, ya? Aduh, filmnya kacau sekali.”

Kini gerakan tangan Selena yang hendak menyuapkan es krim ke mulutnya sedikit tersendat. Tatapannya di balik kacamata hitam menajam.

“Sayang sekali uangku terbuang percuma untuk menonton film sampah seperti itu. Dia tidak bisa berakting. Kalau saja keluarganya tidak kaya, dia pasti hanya akan menjadi figuran.”

Selena meletakkan sendok es krimnya, lantas melirik sekilas dua orang wanita di samping mejanya yang tengah membicarakan dirinya. Kalau saja bukan di tempat umum, Selena sudah pasti akan langsung meraih rambut keduanya, menariknya hingga tercerabut dari tempatnya dan memohon ampun.

Manajer pria yang duduk di kursi seberang Selena meneguk saliva saat melihat tangan Selena terkepal. Dia baru hendak memperingatkan dua wanita itu ketika tiba-tiba Selena bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dua wanita itu.

“Halo.” Selena menyapa dengan senyum amat lebar, terlihat ramah. “Ya, saya Selena Jasmine. Pemeran utama film Another Blue yang kalian tonton.”

Kedua wanita itu membalas sapaan Selena dengan kikuk. Aduh, mereka sama sekali tidak menyangka akan didatangi Selena seperti ini. Mereka melupakan fakta jika Selena terkenal sebagai aktris yang sedikit gila.

“Saya ingin meminta maaf dengan tulus pada kalian.” Ucapan Selena berhasil membuat kedua wanita itu beserta manajernya, Liam, melongo. Apa-apaan itu, seorang Selena Jasmine meminta maaf pada orang lain? Entah mengapa Liam merasa tidak tenang, sesuatu yang buruk sepertinya akan terjadi sebentar lagi.

“Aduh, kalian pasti bingung sekali ketika menonton Another Blue. Genre fiksi ilmiah, ditambah unsur filsafat. Kepala kalian pasti terasa sakit sekali untuk memahami alur cerita. Memang, sebenarnya Another Blue ditujukan untuk orang berpendidikan, orang yang mampu mencernanya dengan baik, sehingga bisa menangkap betapa menakjubkannya film itu. Kalian ....” Selena menatap merendahkan kedua wanita itu bergantian, lantas melanjutkan, “Wah, kalian jelas bukan target filmnya. Hanya sekilas mendengar obrolan kalian, saya sudah bisa menyimpulkan, kepala kalian tak ubahnya seperti unggas. Kosong. Hanya tahu makan saja.”

Liam tersedak udara, terbatuk-batuk. Kedua wanita itu memelotot tidak terima. Namun, sebelum mereka berteriak membalas, Selena lebih dulu kembali bersuara.

“Untuk itu ....” Selena merogoh tasnya, mengambil setumpuk uang kertas lantas meletakkannya di depan kedua wanita itu. “Saya kembalikan uang membeli tiket film kalian. Berkali-kali lipat. Tolong, belilah baju bagus dengan uang itu. Setidaknya jika tidak punya otak, penampilan jangan kotor, kumal, dan murahan seperti itu, bukan?” Senyum Selena mengembang melihat dua wajah geram di depannya. “Tidak perlu berterima kasih, saya memang senang membantu kaum dhuafa.”

Selena mengedipkan mata lantas menyibak rambutnya, bersiap pergi dari tempat itu, saat teringat sesuatu. Ia membalikkan badan, tersenyum manis, sebelum berucap, “And don’t forget to wash your stinky mouth, Bitches.”

...***...

Dua puluh menit sudah Liam mencoba mengontrol napasnya agar tidak menimbulkan suara yang keras. Sunyi di dalam mobil benar-benar seperti mencekiknya, seolah suara berdesibel rendah pun akan kembali menyulut emosi Selena yang masih setia memejamkan mata di kursi belakang.

“Liam ....”

Suara yang lebih terdengar seperti gumaman itu berhasil membuat Liam terkesiap. Dia segera memutar badannya, cepat-cepat menyahut, “Ya, Selena. Kau butuh sesuatu?”

“Apa Little Mermaid benar-benar berubah menjadi buih?”

Liam melongo, sama sekali tidak menduga Selena akan melemparkan pertanyaan yang seperti dicomot sembarangan itu. “Eh, kalau menurut dongeng ... ya, dia berubah menjadi buih, menghilang. Apa kau ingin menjadi putri duyung di proyek selanjutnya?”

“Meskipun tidak berbakat dan satu-satunya hal yang bisa menolong hanya uang orang tuaku, aku tidak ingin menghilang, Liam. Aku sungguh menyukai dunia ini, dan akan mempertaruhkan segalanya agar aku bisa terus berakting ....”

Bahkan sekarang Liam tidak tahu harus membalas apa. Tatapan sayu yang menggelayut di mata Selena seolah tengah mengungkapkan seluruh kekhawatiran dan rasa sakit yang tidak pernah dia bagi kepada siapa pun. Segala cemoohan yang diterimanya secara langsung maupun melalui sosial media terkadang menggerus habis pertahanan Selena, membuatnya luruh di balik pintu kamar dengan isakan samar.

“Baiklah, kita sudahi drama hari ini. Kau pulang saja, Liam. Sisa hari ini aku hanya ingin berada di rumah.”

Dengan sigap, Liam turun dari mobil, membukakan pintu untuk Selena. Melihat langkah gontai Selena, melewati jalan setapak di antara taman luas untuk mencapai pintu depan rumahnya, membuat Liam menghela napas panjang. Memiliki wajah rupawan, keluarga yang bergelimang harta, nyatanya bukan jaminan kebahagiaan seseorang. Liam tidak tahu seberapa keras Selena memaksakan diri untuk tetap bertahan atau seberapa parah luka menganga Selena karena komentar menjatuhkan yang terus menghunjam hatinya. Namun Liam tahu betul, Selena tidak akan pernah menyerah pada mimpinya.

Selena menghentikan langkahnya bertepatan dengan terdengarnya deru mobil yang dikendarai Liam. Ia mengambil napas dalam-dalam, lantas mendongak, menyapukan pandangan pada hamparan langit senja. Selena masih mengagumi jingga pada langit sore ketika terdengar seruan mamanya dari ambang pintu, menyuruh Selena bergegas.

Yang pertama kali Selena temukan ketika akhirnya memasuki ruang tamu adalah wajah kusut papanya. Pria paruh baya yang selalu bersemangat itu seperti kehilangan separuh nyawanya, bersandar pada sofa dengan sorot mata putus asa.

“Papa? Sedang ada masalah?” Selena memecah keheningan janggal di ruangan itu. Ia mengernyit dalam, sebelum duduk di samping papanya.

Robin Athaya, papa Selena, sejenak memusatkan pandangannya ke arah putrinya. Dua detik, beban di pundaknya serasa sepuluh kali lebih berat.

“Hei, sebenarnya ada masalah apa, Pa?” Selena mulai gelisah, dia menyentuh lembut lengan papanya.

“Selena ....” Suara serak Robin menelusup telinga Selena, membuatnya terkesiap. “Perusahaan kacau, Selena. Wakil direktur menggelapkan uang perusahaan tiga tahun belakangan ini. Kabur, entah ke mana dia, polisi sedang berusaha mencarinya. Pandemi ... pandemi sialan ini juga turut melemparkan saham perusahaan ke titik paling memalukan. Perusahaan kita telah mencapai ujungnya, Selena.”

Jantung Selena seperti berhenti berdetak selama beberapa saat. Perlahan badannya menjauh dengan tatapan nanar yang seolah menampik kabar buruk dari ayahnya. Mana mungkin perusahaan besar milik keluarganya hancur semudah ini? Dan bagaimana dengan kariernya? Siapa lagi yang bisa menopang aktingnya yang buruk jika bukan uang milik papanya?

“Lima bulan belakangan ini perusahaan mengalami defisit tajam. Manajemen yang buruk. Penggelapan uang. Pandemi semakin menguasai, menghantam perusahaan ke titik terendah. Maaf tidak mengatakannya padamu. Papa khawatir kau akan semakin banyak pikiran.”

Selena memegangi kepalanya dengan ketidakpercayaan akan kenyataan yang terhampar tepat di depan wajahnya. “Apa—” Tenggorokan Selena terasa tercekat. Dia mencoba menguasai diri sebelum melanjutkan, “Apa tidak ada cara untuk menyelamatkan perusahaan?”

Ruangan luas itu hening sejenak. Robin saling tatap dengan istrinya, seolah sedang berdiskusi tanpa suara.

“Ada ....” Robin berucap lemah, seakan tidak memiliki tenaga untuk mengeluarkan suara. “La Sky Land bersedia mengakuisisi perusahaan dengan satu syarat.”

“La Sky Land? Maksud Papa ....”

“Benar, Selena. Perusahaan milik keluarga Arkananta. Memalukan sebenarnya meminta bantuan mereka, namun perusahaan kita benar-benar di ujung tanduk. Dan mereka ... mereka menyetujui akan mengakuisisi perusahaan jika—” Untuk sejenak, Robin pandangi wajah putri semata wayangnya lekat-lekat, lantas dengan suara selirih embusan angin dia berucap, “Jika kau mau menikah dengan putra mereka. Ocean ... Ocean Arkananta.”

Tangan Selena yang memegang lengan papanya perlahan luruh. Dia seperti bisa merasakan dinding-dinding di ruangan itu mengimpitnya, membuat sesak luar biasa. Seluruh cahaya seakan lenyap, digantikan gulita sepanjang mata memandang.

Ocean Arkananta. Mimpi buruk itu akhirnya kembali datang.

...***...

BAB 2| BENCANA MAKAN MALAM

“Jangan bercanda, Pa!”

Selena menyentak tangan Robin ketika pria itu hendak menyentuh tangannya. Mata Selena memanas. Ia merasakan ketakutan yang besar pada setiap embusan napas menderunya.

“Selena, bantu Papa kali ini saja. Utang perusahaan membengkak, tiga bulan terakhir tidak membayar. Kita benar-benar akan jatuh miskin jika perusahaan bangkrut. Kau mungkin tidak bisa berakting lagi ....” Air mata Robin meleleh bersama dengan hatinya yang luruh melihat putrinya terpukul begitu keras oleh keadaan.

Lilian, mama Selena, sudah terisak sejak tadi. Nasib keluarganya benar-benar di ujung tanduk sekarang.

“Coba bertemu dulu dengan Ocean—”

“Papa tidak mengerti ... tidak akan pernah mengerti.” Selena memegangi kepalanya frustrasi, seakan beban seberat gunung tengah menimpa pundaknya. “Ocean—” Bahkan ketika menyebut nama itu, lidah Selena terasa kelu. “Aku tidak mau bertemu dengannya. Sampai mati pun tidak mau!”

Hanya isakan pelan Lilian yang terdengar di ruangan besar itu selanjutnya. Robin menatap putrinya tidak mengerti, sementara Selena seakan mengungkapkan kebenciannya pada Ocean lewat tatapan matanya.

“Bagaimanapun, aku punya kekasih, Pa. Felix—”

“Lupakan pemuda tidak berguna itu, Selena! Sudah berapa kali Papa bilang jika dia hanya menjadi benalu.” Robin memelotot tajam, lantas berdiri dengan wajah mengeras. “Malam ini kita akan ke rumah keluarga Arkananta. Pakailah baju terbaikmu. Kau harus bisa mengambil hati Ocean bagaimanapun caranya!”

Final. Robin berlalu dengan langkah lebar, meninggalkan Selena yang berseru tidak terima. Air matanya meluncur deras. Dan saat Selena menoleh ke arah mamanya untuk meminta pembelaan, hanya gelengan kecil dan lemah yang dia dapatkan.

Tidak ada lagi yang bisa menolongnya.

...****...

“Selamat datang.”

Seorang wanita berwajah ramah menyambut di ambang pintu saat Selena, Robin, dan Lilian tiba di rumah besar keluarga Arkananta. Senyum wanita itu terkembang, matanya berbinar seolah sangat menyukai kedatangan tamunya. Dengan dress panjang yang menjuntai indah, penampilan wanita itu memancarkan kesan mewah sekaligus anggun luar biasa.

“Adira!” Lilian memeluk wanita itu dengan hangat, seperti teman lama. “Padahal kita satu kota, namun jarang bertemu.”

Adira, ibu Ocean, tertawa kecil, mengusap bahu Lilian. “Karena kau selalu sibuk, Lili. Ayo setelah ini kita lebih sering bertemu.”

Berbanding terbalik dengan suami mereka yang terkenal memiliki hubungan yang tidak baik, bersaing untuk membuktikan perusahaan siapa yang lebih baik, Adira dan Lilian adalah teman baik. Mereka beberapa kali bertemu di tempat golf. Melupakan tentang perseteruan suami mereka, kedua wanita paruh baya itu merasa cocok satu sama lain.

“Ayo, silakan masuk.” Sejenak Adira menatap Selena, tersenyum lembut setelahnya, sebelum kemudian memimpin mereka menuju meja makan. Makan malam akan segera dimulai.

Yang tidak Adira sadari, Selena sudah beberapa kali bergerak-gerak gusar, ingin kabur dari sana. Menginjakkan kaki di rumah Arkananta membuatnya merasa seperti sedang berada di bibir tebing, sekali embusan angin menerpanya, Selena yakin dia akan terguling jatuh. Sayangnya, seolah tahu apa yang sedang dirasakan putrinya, Robin mendorong pelan bahu Selena, menyuruhnya berjalan lewat tatapan mata.

Sambil merapalkan doa agar Ocean ternyata tidak hadir dalam makan malam itu, entah sekarat atau mendekam di perut buaya, Selena berjalan terseok-seok menuju ruang makan. Sungguh, Selena tidak tahu emosi apa yang akan muncul di benaknya ketika nanti dia melihat Ocean.

“Robin .... Selamat datang.” Galang Arkanata, ayah Ocean, berdiri dari tempatnya duduk, mempersilakan para tamu untuk duduk di kursi yang telah disiapkan dengan suara beratnya.

Selena memberanikan diri untuk mengangkat wajah, mengintip dari balik bahu papanya, dan dia hampir melompat senang ketika tidak menemukan Ocean di antara orang-orang yang duduk mengelilingi meja makan besar. Tuhan sungguh baik—

“Lama tak berjumpa, Selena.”

Deg!

Suara itu. Selena membeku beberapa saat, untuk kemudian kepalanya bergerak patah-patah, menoleh ke kiri. Jantung Selena seperti berceceran di lantai ketika wajah yang mati-matian dia coba lupakan itu kini terpampang nyata di depan matanya. Dan seringaian sialan itu .... Selena meremas dress-nya.

“Ah, benar juga. Kalian dulu satu kampus, bukan? Aduh, kebetulan sekali.” Adira berucap antusias, tidak menyadari ada ketegangan di antara Selena dan Ocean.

“Perlu kutarikkan kursi untukmu?” Ocean bertanya dengan suara menyebalkan, hingga membuat Selena spontan mendengus.

“Aku lebih baik berdiri hingga kiamat daripada menerima kebaikan darimu.” Selena berbisik tajam, matanya sarat akan emosi yang menggebu.

“Good. Aku juga hanya basa-basi.” Ocean berlalu begitu saja, duduk di samping salah satu kakak laki-lakinya.

Selena menyusul setelah memaki tanpa suara. Dia memosisikan diri di samping papanya dengan wajah terlipat.

Para pelayan dengan gerakan tangkas mulai menuangkan minuman. Adira sibuk mengambilkan makanan untuk para tamu. Meja itu ramai oleh percakapan. Dua kakak laki-laki Ocean beserta istrinya adalah orang yang menyenangkan. Sedangkan Galang tampaknya menikmati obrolan ringan dengan Robin, sesekali mereka tertawa. Lilian pun begitu, dia mudah membaur, terlihat seru membicarakan tentang mode terbaru. Di sana, yang terlihat paling tidak nyaman adalah Selena. Dia hanya menanggapi segala ucapan dengan senyum canggung atau anggukan kecil. Saat tidak sengaja menatap Ocean yang duduk tepat di seberang mejanya, Selena akan mendecih tanpa suara.

“Baiklah, sepertinya sudah waktunya kita membicarakan sesuatu yang lebih serius, bukan?” Ucapan Galang seperti menjadi komando meja makan itu menjadi hening. Semua orang, kecuali Ocean dan Selena, menaruh perhatian penuh pada pria itu. “Pernikahan Ocean dan Selena ... bukankah lebih baik jika dilaksanakan sesegera mungkin?”

Selena merasakan lesakan dari arah perut menuju tenggorokannya. Tangannya mencengkeram kursi dengan kuat. Dengan posisi menunduk, Selena mencoba menyiapkan diri untuk mengutarakan keberatannya.

“Bagaimana menurutmu, Ocean?” Pandangan Galang sepenuhnya tertuju pada putra bungsunya.

Ocean menghentikan gerakan tangannya pada gelas, balas menatap ayahnya dengan sorot mata yang tenang. “Pernikahan, ya? Aku tidak yakin bisa melakukannya. Dan aku bisa menjamin bahwa Selena akan sependapat denganku. Jika kedua calon pengantin sama-sama tidak ingin melakukannya, bukankah seharusnya pertemuan dua keluarga berhenti di makan malam ini, Ayah?” Suara Ocean terdengar amat tenang. Dia seperti sudah terbiasa menghadapi kondisi macam ini.

Keheningan menyelimuti ruang makan itu. Air muka Galang tidak berubah banyak, namun ketegangan mulai terasa di antara mereka. “Benarkah apa yang dikatakan putraku, Selena?”

Mendapatkan pertanyaan tiba-tiba itu, Selena sedikit tersentak. Dia menatap bergantian Ocean dan Galang, lantas memantapkan diri untuk angkat bicara. “Untuk kali ini, saya tidak memiliki alasan untuk tidak setuju dengan putra Anda, Tuan Arkananta.”

Ocean tersenyum tipis tanpa sedikit pun menatap Selena.

“Saya yakin, semua wanita yang ditawari untuk menikah dengan putra bungsu Anda akan menjawab hal yang sama. Tidak akan ada orang waras yang mau menjadi istri keparat berengsek macam Ocean.”

Robin tersedak air putih mendengar ucapan kasar putrinya. Lilian membeku dengan tangan yang dingin. Sebenarnya omong kosong apa yang terjadi saat ini?

“Kalau begitu kenapa kau menyatakan cinta pada keparat berengsek sepertiku, Selena?” Ocean bersedekap, masih tampak santai dengan seringaian khasnya. “Kau bahkan memberiku—”

“Tutup mulutmu, Ocean!” Selena berseru dengan perasaan marah bercampur gusar. Insiden memalukan itu seperti menyeruak, berebut memenuhi pikirannya.

Seperti tengah menonton drama, semua orang di meja makan itu sebentar-sebentar kaget, sebentar-sebentar melongo, lantas mengulum senyum.

“Kau yang mulai—”

“Kubilang tutup mulutmu, Berengsek!” Selena semakin naik pitam. Kalau saja nasib perusahaan ayahnya tidak bergantung pada La Sky Land, sudah pasti Selena akan melempar garpu ke kepala Ocean.

“Hahaha ....”

Derai tawa itu membawa tatapan semua orang tertuju pada Galang Arkananta. Pria paruh baya yang masih cukup gagah itu tertawa lepas hingga matanya menyipit. Belum sampai di situ, ucapan Galang selanjutnya berhasil membuat separuh nyawa Selena terbang dan Ocean melebarkan matanya.

“Nah, tidak perlu diragukan lagi kecocokan kalian berdua. Selena akan mendapatkan cintanya, dan Ocean akan mendapatkan seorang istri yang cantik. Pernikahan akan dilangsungkan satu bulan lagi. Final!”

...***...

BAB 3| CRAZY PRINCESS

Alunan lagu romantis yang setia menghiasi ruangan super luas dengan dekorasi mewah, sama sekali tidak membuat suasana hati Selena membaik. Sebaliknya, lagu itu seperti tengah menghinanya, mentertawakan betapa malang hidup seorang Selena Jasmine.

Yang lebih menyebalkan, orang yang paling ingin Selena enyahkan dari muka bumi sedang duduk tepat di sampingnya. Raut wajahnya datar, tatapannya tertuju pada live music di panggung kecil.

“Ayo kita cerai besok.” Selena menatap ke depan tanpa minat, setengah bergumam.

Ocean menoleh, melirik sekilas pada Selena yang tampak memesona dengan gaun pengantinnya. “Ide bagus. Akan sangat menyenangkan menyandang status sebagai duda.”

Selena mendengus, masih tidak habis pikir kenapa dulu dia sangat menyukai Ocean yang seperti itu. Ah, sial. Insiden memalukan itu muncul kembali.

“Tapi, Selena ....” Kali ini Ocean benar-benar menatap Selena. Lekat dan menyiaratkan sedikit ancaman. “Persetujuan akuisisi belum ditandatangani. Bilapun sudah, posisi papamu tidak terjamin sepenuhnya. Saham terbesar akan dipegang oleh La Sky Land. Ayah bisa kapan saja mencopot jabatan papamu. Artinya ... kelangsungan hidup keluargamu bergantung padaku sekarang.”

Umpatan pelan lolos dari bibir Selena. Dia mencengkeram gaun pengantinnya dengan perasaan kesal luar biasa. Ucapan Ocean seakan memberi tahunya secara lebih halus bahwa dia sudah kalah. Hidup Selena berada di telapak kaki Ocean sekarang.

“Bukankah seharusnya kau senang? Setelah ini akan muncul banyak berita, ‘Aktris Selena Jasmine menemukan potongan hatinya yang sempat hilang saat masa kuliah, happily ever after telah menanti’. Orang-orang menyukai dongeng seperti itu, bukan? Pamormu akan naik tajam setelah ini.”

Mati-matian Selena menelan kembali kekesalan yang hampir menyembur. Tidak, kemarahannya hanya akan membuat Ocean semakin merasa di atas angin. “Kenapa kau suka sekali membahas tragedi masa kuliah itu? Kau merasa bangga karena pernah beruntung mendapatkan pernyataan cinta dariku?”

Tanpa diduga, Ocean tertawa kecil. Tawa menyebalkan yang seperti tengah mencemooh Selena. “Karena peristiwa itu spesial buatku, Selena. Aku baru sekali mendapatkan pernyataan cinta bodoh macam itu. Kau memang luar biasa.”

“Kau!” Spontan Selena berseru, setengah menggeram. Kesabarannya benar-benar telah menemui titik akhir.

“Tenanglah. Ada banyak wartawan di sini. Kau sudah banyak membuat masalah selama ini, mau menambah daftar buruk sikapmu?” Salah satu alis Ocean terangkat, nada suaranya masih tetap tenang.

“Wartawan, ya?” Selena menyeringai, tiba-tiba sebuah ide gila muncul di benaknya.

Belum sempat Ocean menerka apa yang sedang direncanakan Selena, wanita itu telah bangkit berdiri, mengambil mikrofon di meja yang tak jauh darinya. Tepat saat itu, live music berhenti, semua tatapan tertuju pada Selena.

“Maaf telah menyela live music. Aduh, mungkin karena baru saja menikah, saya masih sangat bersemangat sekarang.” Selena memberikan prolog yang membuat seisi ruangan tertawa. “Saya hanya ingin mengungkapkan betapa saya bersyukur memiliki suami seperti Ocean.” Senyum Selena mengembang saat dia menoleh, menatap Ocean. “Sebentar lagi kami akan melakukan bulan madu. Saya tidak mengharapkan banyak hal. Hadirnya Ocean dalam hidup saya adalah kado paling indah yang pernah saya terima. Tapi dia ... aduh, suami saya malah membelikan kapal pesiar dan vila mewah di Alaska, tempat bulan madu kami. Bukankah saya adalah wanita paling beruntung di dunia ini? Saya merasa tidak pantas mendapatkan suami super romantis seperti dia.”

Dan kini Ocean membuktikan sendiri legenda crazy princess, julukan untuk Selena Jasmine.

...****...

Cahaya matahari menelusup melewati bagian sempit jendela yang tidak tertutup rapat. Selena melenguh pelan kala cahaya itu menerpa wajahnya, mengganggu tidur nyenyaknya. Dua menit. Tak kunjung kembali terlelap, Selena terpaksa membuka matanya. Dia baru ingin duduk ketika ekor matanya menangkap sosok Ocean yang duduk di sofa panjang dekat jendela kamarnya. Selena spontan berteriak, merapatkan selimut hingga ke lehernya.

“Ada urusan apa kau ke sini? Dasar gila!”

Ocean bergeming. Posisinya masih sama, duduk dengan kaki menyilang. “Setelah membuat kekacauan, tidurmu terlihat nyenyak sekali, Selena.”

Selena menanggapinya dengan mengedikkan bahu, tidak peduli. “Jika hanya ingin mengatakan omong kosong, sebaiknya kau keluar, Ocean. Aku sungguh muak mendengar suaramu.”

Kali ini Ocean beranjak berdiri, berjalan mendekat ke arah Selena hingga membuat wanita itu langsung siaga.

“Sayang sekali, mungkin kau akan tambah muak denganku setelah ini.” Ocean tersenyum miring dengan tatapan penuh arti. “Kapal pesiar dan vila di Alaska .... Aku akan menuruti kemauanmu, tapi kau juga harus membayar untuk hal itu.”

“Tidak mau, tuh.” Selena menimpali dengan santai. “Aku tidak mau membayar untuk apa pun. Kau yang akan rugi jika tidak membelikanku kapal pesiar dan vila. Harga dirimu di depan semua orang akan hancur. Kau akan disebut sebagai penipu. Pengantin baru yang membohongi istrinya sendiri.”

“Oh, ya?” Ocean tertawa renyah, melipat tangan di dada. “Aku tidak peduli jika harga diriku hancur, Selena. Perusahaanku bukan perusahaan hiburan, saham tidak akan jatuh hanya karena gosip murahan tentang suami yang membohongi istrinya. Bukankah justru kau yang akan kesusahan nantinya? Apa kau yakin bisa menghadapi semua orang? ‘Selena Jasmine, aktris terkenal yang hanya bermulut besar. Kapal pesiar dan vila nyatanya hanya imajinasi belaka’. Aku yakin kau tidak akan menyukai berita macam itu.”

Selena mendesis kesal, namun tidak memiliki argumen untuk menyangkal ucapan Ocean. “Apa maumu?”

“Tidak banyak. Aku hanya ingin kau menjalankan peranmu sebagai seorang istri.”

Mata Selena melebar seiring bibirnya yang terbuka, hendak memaki Ocean, mungkin sambil melemparnya dengan lampu tidur. Namun, Ocean terlebih dahulu mengangkat tangan di depan dada.

“Wow, wow, kau berpikir terlalu jauh, Selena.”

Tangan Selena yang telah menggapai lampu tidur terhenti meskipun matanya masih memelotot tajam.

“Memasak, membersihkan rumah, mencuci baju ... pekerjaan seperti itu yang aku maksud.”

“Wah, kau pasti sudah gila.”

“Tentu aku harus menyesuaikan dengan karaktermu, bukan? Crazy princess ... maka harus juga harus bertingkah gila agar cocok denganmu.” Ocean sengaja mengedipkan matanya sekali, menyulut amarah Selena.

“Lalu bagaimana dengan pelayan rumah ini? Makan gaji buta?”

“Pelayan? Tidak pernah ada hal semacam itu di rumah ini.”

Kalau diibaratkan adegan dalam sebuah komik, rahang Selena pasti sudah digambarkan menggelinding sekarang. Tidak ada pelayan? Omong kosong macam apa itu?

“Kau tahu kenapa rumah ini tidak terlalu besar? Agar tidak memerlukan pelayan. Anggaran untuk membayar pelayan cukup mahal belakangan ini. Pekerjaan mereka pun tidak terjamin sempurna. Jadi jika ada istri, kenapa pula aku repot membayar pelayan?”

Sialan. Selena mengumpat berkali-kali. Sebenarnya orang macam apa yang sedang dihadapinya sekarang? Lucu sekali mendengar omong kosong orang yang terlahir dengan sendok emas di mulutnya tentang penghematan untuk mempekerjakan pelayan. Lama-lama Selena benar-benar bisa gila.

“Aku sarapan pukul tujuh pagi. Em ... itu berarti tujuh menit lagi. Jika kau terlambat menyiapkan sarapan barang sedetik pun, lupakan soal kapal pesiar dan vila.” Setelah mengatakan hal itu dengan sangat ringan, Ocean balik badan, melangkah santai keluar dari kamar Selena.

Dan Selena merasa seperti baru saja tersambar petir. Dia sedang berada pada kebimbangan besar antara harga diri pada Ocean atau harga diri pada semua orang. Lima detik, Selena menggeram, menyibak selimut.

Dia telah menentukan pilihan.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!