NovelToon NovelToon

Tentang Kamu

Kepergian Nenek

"Gimana? Udah baikan?" tanya seorang wanita paruh baya kepada seorang anak perempuan yang berusia 9 tahun.

Wajah anak kecil itu masih pucat karena sakit, tapi ia tetap mencoba tersenyum.

"Al baik-baik aja, nek."

Dengan tangan lembutnya wanita paruh baya itu mengelus rambut cucunya. Cucu yang telah ia besarkan sejak beberapa tahun lalu.

Perlahan mata anak itu tertutup, mungkin karena elusan lembut yang ia rasakan dan juga karena pengaruh obat yang beberapa saat ia konsumsi.

Di rumah ini hanya ada mereka berdua. Nenek Aisyah memiliki 5 orang anak. Anak pertamanya bernama Chintya, mama dari Al. Anak keduanya bernama Alfian, kemudian Reina, Nirwana dan terakhir Arina. Anak-anak nenek Aisyah tinggal di luar kota yang berbeda-beda. Itulah sebabnya hanya ada Nenek Aisyah dan Al di rumah ini.

Chintya, mama Al beberapa tahun lalu melakukan pelanggaran. Meninggalkan Al dan papanya demi lelaki lain. Hal itulah yang menyebabkan suami kakek Alfred sakit hingga meninggal. Beberapa bulan sejak kejadian itu, Papa Al juga semakin acuh terhadap Al. Melalui perdebatan yang nyaris disebut pertengkaran, Al berhasil diambil oleh nenek Aisyah.

Awalnya mereka semua hidup di kota yang sama, hingga pertengkaran itu terjadi, nenek Aisyah membawa cucu pertamanya tinggal di sebuah desa kecil. Selain untuk menghindari pertengkaran lagi, juga untuk kesehatan mental cucunya yang jauh dari kata baik-baik saja.

✨✨✨

Mata itu perlahan terbuka, mencari air yang biasanya berada di atas nakas.

"Neek" panggilnya lirih.

Tidak ada respon dari sang nenek. Panggilan itu berulang kali terdengar, namun tak ada jawaban dari nenek Aisyah. Dengan sisa tenaganya, Al berdiri dan mencari keberadaan nenek Aisyah. Teras rumah, ruang tamu dan dapur sudah ia datangi, hanya tersisa kamar nenek Aisyah.

Al bernapas lega mendapati neneknya sedang tertidur. Dengan pelan ia mencoba membangunkan neneknya.

"Nek"

"Nenek"

Tidak ada respon dari wanita cantik di depannya. Berbekal sedikit pengetahuan, anak kecil itu mencoba memeriksa napas neneknya, tanpa sadar air matanya terjatuh, mendapati tidak ada lagi hembusan napas yang keluar dari hidung neneknya.

Segera ia memanggil tetangga, tetangga berdatangan satu persatu memenuhi rumah nenek Aisyah.

"Sayang" Arina dengan cepat memeluk tubuh kecil Al, ponakannya yang paling dekat dengan Aisyah. Bagaimana Arina memberikan ketenangan, padahal ia juga sama rapuhnya.

Satu pekan berlalu, di ruang keluarga mereka berunding bagaimana Al kedepannya.

"Al ikut sama aku" ucap Reina, anak ketiga Aisyah.

"Kak, kamu sedang hamil lho" ucap Nirwana.

"Kakak aja yang bawa" ucap Alfian.

"Nirwana juga kan sedang hamil muda" lanjutnya.

"Aku aja kak" akhirnya Arina ikut berbicara. Selain pada Aisyah, Arina adalah orang kedua yang paling dekat dengan Al.

"Dek, kamu gimana nanti?" tanya Reina.

"Gampang lah kak. Biar ada yang temanin aku juga" jawabnya.

"Al mau ikut sama siapa, nak? Om Tetta, Tante Ibu, Tante Mami apa tante mama?" tanya Alfian dengan sangat lembut.

"Tante Mama, om" jawab anak kecil itu. Tante mama, itu artinya Arina.

"Horeee, tante mama ada temannya" Arina terlihat begitu senang.

"Sekarang udah ada tanggung jawabnya lho dek, jadi nggak bisa berkeliaran lagi" Nirwana memberikan wejangan kecil.

"Aman, kak"

"Masalah Al udah clear, kan?" tanya Alfian pada adik-adiknya.

Ketiga adiknya mengangguk.

"Sekarang kita bahas masalah rumah ini" lanjut Alfian.

"Jangan dijual" kompak Reina, Nirwana dan Arina.

Alfian mengangguk.

"Rumah ini untuk Al, itu pesan mama Aisyah. Seenggaknya ada yang urus sampai tiba waktunya nanti Al bisa tinggal di rumah ini lagi" .

"Mbak Lasmi aja kali kak, itung-itung udah terbiasa dengan rumah ini" usul Reina.

"Yang lain?"

"Mbak Lasmi aja" jawab Nirwana dan Arina.

Alfian mengangguk menyetujui.

"Al ujian kapan, nak?" tanya Alfian.

"Pekan depan, om Tetta"

"Nggak apa-apa kan tinggal disini dulu sampai Al selesai ujian?" tanya Alfian lagi.

Yang lain mengangguk setuju.

Kepergian Aisyah tentu cobaan yang sangat besar bagi mereka, terlebih bagi Al.

Usia 4 tahun menjadi anak broken home, lalu sekarang ditinggalkan oleh nenek yang membesarkan nya.

Waktu berlalu hingga Al sudah dinyatakan lulus dari sekolah dasar. Pelukan perpisahan kembali terjadi, ini lebih sulit dari yang mereka kira.

Al naik di kursi penumpang depan, bersebelahan dengan Arina.

"Let's start our adventure, nak"

Al merasakan elusan tangan Arina pada kepalanya. Ini mungkin cukup sulit, tapi bukan berarti tidak bisa melewatinya.

Arina's Wedding

Masih terekam jelas diingatan Al bagaimana kerepotan Arina dalam membesarkan dirinya.

Tiga tahun yang lalu ia mulai menjalani kehidupannya di kota ini, kota dimana ia lahir dan juga menjadi mimpi buruk bagi Al. Mendaftar di sekolah swasta ditemani oleh Arina, ikut Arina ke kampus hingga ke kantor dan banyak lagi.

Tidak jarang Al melihat bagaimana letih nya menjadi seorang Arina Althaf, perempuan muda yang digandrungi banyak pengusaha muda.

Tangis haru masih terjadi, besok Arina akan menjadi seorang istri. Al masih dalam pelukan Tante mamanya.

"Perasaan yang bungsu Arina deh, kok anaknya yang paling besar" ini bukan kali pertama celetukan itu terdengar.

Arina dan Al adalah sepasang ibu dan anak, begitu yang orang-orang tahu.

"Anaknya udah segede ini, nikahnya baru besok" ucap Reina.

"Kakak mah" Arina mencebik.

"Al, Gio udah tahu kan?" tanya Alfian.

Alfian tentu tahu segala hal yang menyangkut tentang adik-adik dan ponakan nya. Ia kini memegang peran pengganti ayah.

"Udah, om Tetta" jawab Al polos.

Jawaban itu tentu mengundang tawa yang lainnya.

"Kakek Gio kan juga teman kakek, jadi mesti diundang" kata Alfian.

✨✨✨

Kediaman keluarga Althaf begitu ramai. Alih-alih menggelar pesta di gedung, Arina malah memilih kediaman Althaf sebagai tempat akad dan resepsi nya. Kediaman ini memang tidak ditinggali oleh anak-anak Althaf, tapi tetap terurus dengan baik.

"Halo om, Tante" Al mencium punggung tangan kedua orang tua Gio.

Gadis berusia 12 tahun itu terlihat cantik dalam balutan baju bodo khas salah satu daerah.

"Cantiknya anak mama" mama Gio mencubit lembut pipi Al.

"Silahkan masuk pak" Alfian mempersilahkan para tamunya memasuki rumah, tempat diadakannya akad.

Tidak mudah bagi Alfian melepaskan adik bungsunya untuk menikah. Adrian Martadinata harus melakukan effort lebih untuk mendapatkan adiknya. Apalagi ada Al yang berdiri di sisi Arina, hal itu tentu sangat sulit di terima oleh sebagian pria dan keluarga nya.

"Kalau kamu bisa nerima Al, yah ayo nikah. Kalau nggak yah nggak apa-apa" kalimat itu yang selalu Arina lontarkan jika ada lelaki yang hendak melamarnya.

Al tentu harga mati bagi mereka semua. Meskipun mama Al melakukan kesalahan di masa lalu, bukan berarti Al akan melakukan hal yang sama. Al sama dengan anak-anak yang lain, ia berhak mendapatkan hal terbaik.

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik saya yang bernama Arina Althaf dengan mahar sebuah rumah...." kalimat itu akhirnya terucap dari mulut Alfian, sudah tuntas tanggung jawabnya terhadap adik bungsunya.

Air mata mengalir dari beberapa pasang mata, apalagi dari orang-orang yang dekat dengan keturunan Althaf itu.

"Tante mama udah jadi milik om Adrian" goda Nirwana pada ponakannya, Al.

"Tante mami ihh " Al merengek lucu. Tapi tetap bersandar pada lengan Nirwana.

"Ikut sama tante Ibu aja, ayo" Reina mencoba peruntungan.

Al menggelengkan kepalanya.

"Sama tante mama aja" tolaknya.

Sudah beberapa tahun berlalu, tidak ada kabar dari mama maupun papa Al. Bahkan menanyakan kabar Al aja tidak pernah.

"Ayo, foto keluarga dulu" ajak Alfian pada adik-adiknya dan ponakannya.

Banyak keluarga dan kerabat yang berdatangan. Para teman-teman Althaf pun berdatangan untuk menyaksikan secara langsung hari besar dari pengusaha dermawan itu. Padahal kepergian Althaf sudah lama, tapi komunikasi masih terjalin baik dengan beberapa orang yang tulus berteman dengan Althaf di masa lampau.

First Daughter

Kedatangan Adrian membuat suasana rumah lebih ramai. Jika biasanya hanya ada Al dan Arina, sekarang ada Adrian juga.

"Anaknya om papa cantik nih" Satu bulan hidup di rumah tersebut, Adrian sudah menjadi papa muda.

"Siapa dulu dong, Tante mamanya" bangga Arina.

Al terkekeh mendengar ucapan dua orang di depannya. Mama dan papa kandung nya entah kemana, tapi Al bersyukur Tuhan mengirim sosok lain yang dengan suka rela menjadi orang tua sambungnya.

"Makan sayang" Arina mendekatkan roti bakar coklat ke arah Al.

"Terima kasih Tante mama" ucap Al.

Sarapan pagi ini berjalan seperti biasa, diiringi dengan obrolan kecil seputaran aktifitas mereka. Al cukup bangga berada diantara mereka yang menyayangi nya dengan tulus.

"Pulangnya di jemput om papa nggak apa-apa kan?" tanya Arina.

Al diam sejenak, menelan makanan yang ada di dalam mulutnya.

"Aku bisa naik ojek lho Tante mama" katanya.

"Big no" ucap Arina dan Adrian bersamaan.

Bukan apanya, pekan lalu Al mencoba ojek online, tapi malah kelamaan pulang nya. Karena drivernya mengambil orderan lain sebelum mengantarkan Al pulang, mumpung searah katanya.

Al meringis mendengar ucapan dua orang di depannya.

"Nanti om papa yang jemput di sekolah" kata Adrian.

Al hanya mampu mengangguk pasrah.

Setelah sarapan, mereka meninggalkan rumah. Arina akan mengantarkan Al lebih dulu sebelum ke kantornya. Setelah menikah, Arina tidak setiap hari ke kantor, hanya waktu tertentu saja. Karena hari ini akan ada meeting, makanya ia harus ke kantor.

"Sebulan lagi ujian kan?" tanya Arina.

"Iya, Tante mama"

"Belajar sewajarnya, jangan di paksa tubuh dan otaknya. Vitaminnya nggak lupa kan?"

"Nggak pernah absen minumnya Tante mama"

Mobil yang dikendarai oleh Arina berhenti di depan gerbang SMP swasta yang cukup terkenal di kota A.

"Aku masuk, Tante mama" Al mencium punggung tangan Arina.

"Semangat yah sayang" Arina mengelus rambut Al.

Arina bukanlah most wanted sekolah, tapi keberadaan nya mampu menarik perhatian siswa-siswi di sini. Ia juga tidak memiliki banyak teman. Bahkan yang akrab dengannya Gio, Ares dan Dhani. Sedangkan yang lainnya hanya sebatas say hello atau teman kelompok.

"All!" panggil seorang perempuan yang rambutnya hanya sebahu.

"Ariestaaa" Al tersenyum.

Ariesta adalah kembaran Arsen.

"Bang Ares sakit" beritahu Ariesta. Ia berada di kelas sebelah.

"Eh, kok bisa?" Al tentu saja heran , karena semalam Arsen masih bermain futsal, hal itu ia tahu dari foto yang dikirim oleh Gio.

"Nggak tahu, tiba-tiba aja semalam demam" jawab Ariesta.

"Gue ke kelas yah" pamitnya.

Al mengangguk. Ia melihat Ariesta pergi dulu, kemudian melangkahkan kakinya memasuki kelasnya sendiri.

✨✨✨

Pulang sekolah, Al menunggu om papanya menjemput. Ia ditemani oleh Gio dan Dhani.

"Kalian pulang aja, jemputan nya udah datang dari tadi lho" suruh Al.

"Janganlah. Nungguin lo pulang dulu. Lagian rumah gue dekat" tolak Dhani.

"Hooh, santui kali" Gio menimpali.

Ya, mereka tidak ada yang membawa kendaraan pribadi ke sekolah. Pihak sekolah masih melarang sebelum usia mereka 15 tahun.

Sebuah Audi R8 berhenti di depan mereka.

"Halo om" kompak Dhani dan Gio.

Dari dalam mobil Adrian terkekeh.

"Yang satunya mana?" tanyanya.

"Sakit, om" kompak Dhani dan Gio.

"Aku pulang yah, kabarin kalau jadi besuk Ares" pamit Al.

Gio dan Dhani mengangguk mengiyakan. Mereka berencana membesuk Ares nanti sore. Besok mumpung libur.

"Temanin om papa ketemu kolega dulu yah, nak?"

"Iya, om papa"

15 menit perjalanan, Adrian menginjak pedal remnya di depan sebuah restoran.

"Ayo sayang" ajak Adrian.

Al hanya membawa MacBook dan ponselnya. Ia takut kebosanan nanti.

"Eh, hot papa udah datang" sambut salah seorang diantara mereka.

"Yang sopan ngomongnya, ada anak aku ini " Adrian lebih dulu menarik kursi kosong untuk Al sebelum dirinya ikut duduk.

"Terima kasih om papa" ucap Al lirih, tapi Adrian masih mampu mendengar nya.

Adrian menanggapinya dengan mengelus rambut Al.

"Mirip kamu dan Arina" celetuk yang lainnya.

"aku kan bokap nya. First daughter ku ini" bangga Adrian.

"Mau makan apa, nak?" tanya Adrian.

"Om papa, mau duduk di meja sana aja. Makanannya di antar kesana aja" bisik Al.

Adrian melihat meja yang Al maksud, mejanya berada di sudut, cukup nyaman untuk Al yang suka sendiri.

"Yaudah, om papa anterin" Adrian berdiri.

"Aku anter dia dulu, pada ribut semua sih" pamit Adrian.

Setelah memastikan Al aman dan nyaman, Adrian kembali ke meja yang terdapat beberapa orang yang menunggunya.

"Jiwa kebapakannya langsung terlihat coii" goda temannya.

"Anaknya cantik pula" yang lain ikut berkomentar.

"Pedofil dasar" gerutu Adrian.

Bukan kali ini mereka melihat kedekatan Adrian dan ponakannya, tapi sudah sejak beberapa bulan yang lalu, saat Adrian memutuskan untuk memperjuangkan seorang Arina. Dan teman-teman Adrian tidak masalah dengan hal itu, mereka malah mendukung Adrian apapun keputusan temannya. Apalagi melihat bagaimana kepiawaian Adrian menjaga Al seperti anaknya sendiri, mereka makin yakin jika keputusan Adrian tidak salah.

"Bye-bye om" ucap Al sebelum meninggalkan teman-teman Adrian.

"Gila, udah dipanggil om aja " ucap Mark, yang lain ikut meratapi nasib dipanggil om.

Adrian tertawa kecil mendengarnya.

"Panggil opa aja, nak"

"Gilas loo" desis yang satunya.

"Udah, aku pamit" Adrian merangkul pundak anak pertamanya sampai di parkiran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!