Malam ini adalah acara pertunangan dari dua keluarga besar Finley dan Garcia.
Awalnya pesta berjalan dengan lancar dan meriah. Semua tamu undangan yang hadir dari dua Klan berbeda, berbaur menjadi satu dan turut bersukacita atas bersatunya dua kubu besar yang kelak akan bekerja sama menjaga perbatasan Utara.
Si tokoh utama wanita yang sedang berbahagia tampak tertawa riang bersama teman-teman sebayanya.
Akhirnya impian Bellatrix Alexandra Garcia, atau yang kerap dipanggil Bella atau Alexa itu akan segera terwujudkan dalam waktu kurang dari setahun.
Menjadi pasangan hidup dari Harvey Finley, pria yang terkenal dengan ketampanannya di daerah Utara. Si Pangeran muda nan kaya raya yang kelak akan didapuk menjadi Pemimpin Klan Blue Moon begitu menginjak usia dewasa yakni 20 tahun.
Harvey memang tampan, ketampanannya itulah yang menjadi satu dari beberapa alasan mengapa Bella begitu mencintai pria itu. Rambut keemasannya yang sedikit bergelombang, mata birunya yang melambangkan keturunan dari Klan Blue Moon, serta kesabarannya yang seluas samudra. Bellatrix menemukan kenyamanan ketika berbicara dengan Harvey dan secara alamiah hatinya tertarik.
Meski tampak luar hubungan Bellatrix dan Harvey terkesan manis dan mudah, apa yang sebenarnya Bellatrix lalui tidaklah segampang yang orang kira.
Butuh waktu hampir 8 bulan lamanya bagi Bellatrix untuk menarik perhatian Harvey yang selalu dikelilingi oleh wanita-wanita cantik di sisi pria itu.
Dengan kekuasaan serta reputasi yang gemilang, bukan tidak mungkin Harvey menjadi incaran utama para kaum hawa yang belum menemukan pasangan seperti halnya Bellatrix.
Setidaknya perjuangan Bellatrix merebut perhatian Harvey terbayar sempurna meski sedikit menggunakan cara licik demi bisa menjangkau pria itu.
Berkat bantuan serta koneksi dari ayahnya, Bellatrix dapat mendekati Harvey dan bahkan sering memiliki kesempatan emas untuk berbincang dengan pemuda itu secara privasi tanpa khawatir mendapat gangguan dari pihak luar.
Kini tinggal selangkah lagi maka impian terbesar Bellatrix akan segera terealisasikan. Meski sadar mereka berdua bukanlah pasangan yang ditakdirkan oleh Moon Goddess atau Dewi Bulan, Bellatrix tetap memegang keyakinan teguh akan cinta mereka yang kuat.
Bagi Bellatrix, benang takdir itu tidak ada apa-apanya dibandingkan ikatan cinta yang terjalin antara dirinya dan Harvey. Harvey sendiri pun juga sudah bersumpah dan berjanji akan terus mencintai dan memilih Bellatrix sekalipun pasangan takdirnya kelak akan muncul.
Sumpah yang Harvey lakukan bukan sembarang sumpah biasa, melainkan janji suci dan tulus dari lubuk hati terdalam dan telah diikat oleh sebuah mantra sihir kelas atas sehingga tidak bisa sembarangan diputus atau ditarik kembali oleh si penyumpah.
Harvey sengaja melakukan itu atas kemauannya sendiri, sebab khawatir dirinya bisa saja berpaling dari Bellatrix, andaikata sosok yang menjadi Mate sejatinya datang lalu menggoyahkan keteguhan hatinya untuk menikah dengan Bellatrix.
Namun tentu saja ada harga yang harus dibayar ketika melakukan Sumpah Suci tersebut; yakni kedua pasangan yang telah bersumpah dari lubuk hati mereka terdalam, tidak bisa melanggar sumpah janji mereka sendiri dan apa bila salah satu di antara mereka ketahuan melanggar, maka dia bisa terkena kutukan: seperti kehilangan 'rasa' dalam emosinya atau bahkan lebih parahnya lagi bisa kehilangan nyawa akibat tekanan yang sangat kuat dari hati/jantung mereka yang telah ternodai kutukan.
Mantra sihir pada jaman sekarang ini memang masih ada, namun penyihir yang tersisa sangatlah minim.
Kebanyakan werewolf tidak dikaruniai 'mana' sihir sedari lahir. Maka dari itu, untuk mendapatkan kekuatan lebih seperti halnya sihir, harus belajar langsung dan dibimbing secara khusus oleh penyihir murni yang bekerja di Black Tower, yang ada di daerah Selatan.
Beruntung Bellatrix merupakan salah satu murid kebanggaan dari penyihir terkenal di Black Tower, Tuan Milano, jadi dia bisa mendapatkan izin untuk melakukan Sumpah Suci secara mudah dari mentor kesayangannya.
Meski Tuan Milano berhalangan hadir, namun beliau tetap mengirimkan ucapan selamatnya melalui karangan bunga besar yang dikirim menggunakan Burung Emas spiritnya.
Bagi Bellatrix semua ini masih terasa bagaikan mimpi. Keinginannya untuk menikah dengan pria idamannya benar-benar akan terealisasikan secara sempurna.
Hanya tinggal sedikit lagi..
Hanya sedikit lagi maka Harvey akan benar-benar menjadi miliknya secara penuh.
.......
Namun hidup ini tentu tidak berjalan sesuai dengan yang Bellatrix inginkan.
"Selamat atas pertunangan anda, Tuan Harvey, sang Penerus dari Blue Moon yang terhormat.."
Sampai wanita itu datang dan menyedot atensi seluruh tamu yang hadir pada malam ini.
Sosok wanita berambut biru tua yang memancarkan aura elegan dan berkelas yang kuat.
Seluruh mata otomatis tertuju ke arah wanita itu dan bahkan si tokoh utama pria hari ini pun dibuat tak berkedip melihat kecantikan yang dimiliki oleh wanita misterius itu.
"Harvey...Harvey, sayang! Fokuskan dirimu!" Bellatrix mencoba menjangkau pikiran Harvey melalui telepati mereka.
Sesuatu seolah menghalangi komunikasinya dengan Harvey, dan entah mengapa hati Bellatrix tidak tenang melihat bagaimana fokus Harvey sepenuhnya tertuju pada wanita cantik itu.
Di sisi lain..
Deg deg deg
Debaran jantung yang menggila tanpa sebab, sisi serigala Harvey melolong buas jauh di dalam dirinya. Sesuatu seolah menarik dirinya untuk maju mendekati wanita berambut biru tua itu, namun Harvey berupaya keras menahan diri.
'Tanda ini...apa jangan-jangan dia..!' Harvey bukan pria bodoh yang tidak mengetahui sinyal-sinyal khusus yang akan dialami oleh setiap Werewolf di muka bumi ini begitu bertemu dengan pasangan takdirnya.
'Tidak salah lagi...Aku dan wanita ini..!' Kesadaran Harvey perlahan kembali.
Spontan Harvey menengok ke arah di mana tunangannya berada, lalu Harvey mendapati ekspresi Bellatrix terlihat syok sama seperti dirinya.
Meski Harvey dan Bellatrix bukanlah sepasang Mate yang ditakdirkan oleh Moon Goddess, Sumpah Suci yang telah mengikat mereka membuat mereka dapat merasakan emosi dan perasaan satu sama lain.
Hati mereka secara ajaib seolah terhubung, maka bukan hal aneh lagi apa bila Bellatrix dapat turut merasakan gejolak aneh yang dirasakan oleh Harvey.
"Tu-tuan muda Harvey..." Ada sesuatu yang membuat sekujur tubuh wanita itu memanas.
Gelagatnya yang aneh memicu insting serigala dalam diri Harvey bergerak secara natural. Tanpa sadar Harvey berlari menghampiri wanita itu lalu merangkulnya seolah-olah mereka sudah kenal lama.
Bellatrix yang menyaksikan semua itu hanya bisa berdiri terpaku dengan tatapan nanar.
"Bella, lihat mereka!! Bukankah mereka terlalu dekat?!" Judith, salah satu sahabat karib Bellatrix, menunjuk dengan hati yang diselimuti amarah.
Bukan Judith saja yang bereaksi demikian, tetapi seluruh tamu undangan yang juga menjadi saksi mata dari pertemuan tak terduga Harvey dengan wanita asing itu sontak berbisik-bisik heran dan mulai bertanya-tanya.
"Bella, apa-apaan ini?! Apa kau tidak berniat memisahkan mereka?!" Ayah Bellatrix, Tuan Edward, maju tak terima.
Calon menantunya tengah merangkul wanita lain di hadapan puluhan tamu undangan yang hadir.
"Bellatrix, coba kau tegur si bajing@n itu supaya berhenti mempermalukan keluarga kita lebih banyak lagi." Kakak laki-laki Bellatrix, Jared, mulai bereaksi keras.
Namun anehnya, Bellatrix seolah tidak punya nyali menghadapi Harvey dan wanita misterius itu. Tubuhnya serasa kaku dan tegang.
Tidak, bukan ini yang Bellatrix harapkan di hari bahagianya ini!
Plak!
Bunyi tamparan menggema di sepanjang lorong hotel tempat diadakannya pesta pertunangan Bellatrix dan Harvey.
Wajah Bellatrix tampak memerah menahan amarah meski tangannya sudah lebih dulu bergerak cepat menampar sebelah pipi tunangannya.
"Kau! Lihat apa yang kau lakukan di depan banyak orang! Apa kau tidak memikirkan dampaknya pada keluarga kita?!"
Emosi yang sudah Bellatrix tahan tak lagi dapat dibendung. Bellatrix benar-benar kecewa terhadap Harvey yang nekat membawa wanita asing itu pergi ke ruangan istirahat lain yang seharusnya dikhususkan untuk anggota keluarga saja.
Gelanyar perih mulai terasa pada pipi sebelah kirinya, namun Harvey sama sekali tak berkutik sebab tahu dirinya telah melakukan kesalahan besar di hadapan banyak saksi mata yang melihat tindakannya.
Tapi apakah tindakannya tadi bisa dikategorikan sebagai sebuah kesalahan?
Harvey hanya melakukan apa yang insting serigalanya katakan. "Bella, apa kamu dapat merasakan apa yang kurasakan ketika melihat wanita itu?"
Harvey sama sekali tak merasa bahwa tindakannya di ballroom tadi merupakan dosa besar. Terlebih lagi, wanita yang dia amankan merupakan Mate-nya sendiri.
Netra biru yang biasanya berbinar ceria, kini tampak serius menatap Bellatrix yang tertegun atas pertanyaan Harvey barusan.
Senyum miris terpatri di bibir tipis Harvey ketika dia mengetahui jawaban yang sudah pasti, meskipun Bellatrix enggan mengakuinya.
'Tidak...jangan katakan! Tolong jangan katakan apapun tentang wanita itu!!' Batin Bellatrix menjerit tak terima.
Darah Bellatrix berdesir halus, seolah-olah siap menyerang pria tinggi yang berdiri di hadapannya, apa bila satu kata saja terucap keluar dari mulut pria itu.
"Aku dan dia...."
'TIDAK! BERHENTI! JANGAN KATAKAN HAL ITU DI DEPANKU, HARVEY!!!'
"Aku dan dia...kami sepasang Mate yang ditakdirkan oleh Dewi Bulan.."
Dunia Bella seketika runtuh detik itu juga. Kuku tajamnya yang entah sejak kapan keluar, menekan permukaan telapak tangannya hingga mengeluarkan darah.
Namun rasa sakit akibat tusukan kukunya tak bisa menutupi rasa perih yang hatinya rasakan saat ini.
Dinding kokoh yang sudah Bellatrix bangun sejak mengenal Harvey seketika hancur dan luluh lantak.
"Maafkan aku, Bella....aku tidak bisa menahan diriku begitu melihat matanya. Kami...kami adalah sepasang Mate dan itu adalah kenyataannya!"
Harvey tak bisa lagi menahan air mata yang telah menumpuk di pelupuk mata. Hatinya ikut sakit ketika menyadari bahwa takdir telah mempermainkan perasaannya.
Harvey sudah bersumpah akan selamanya mencintai Bellatrix meski mereka bukan sepasang Mate, tapi setelah bertemu dengan Maribelle, hatinya terbagi menjadi dua dan membuatnya sulit menentukan pilihan.
Tidakkah takdir ini begitu kejam?
Di saat sepasang anak muda mencoba mencintai satu sama lain, benang takdir yang mengikat mereka seolah tidak menghargai pengorbanan serta perjuangan mereka.
Meluluh lantakkan seluruh harapan serta cita-cita yang pernah mereka impikan bersama-sama.
Lalu setelah wanita itu datang? Apa yang bisa Bellatrix lakukan?
Sumpah Suci yang telah mengikat mereka tidak begitu mudah dipatahkan dan dihilangkan. Ada harga yang harus dibayar dan itu amatlah berat, Bellatrix tidak bisa melakukannya.
"Maafkan aku, Bella...aku tidak menginginkan hal ini terjadi! Tapi kenapa...kenapa harus di saat seperti ini dia hadir dan mengacaukan segalanya?!" Harvey menangis kencang seolah dia juga merasakan sakit hati yang besar atas takdir yang kejam.
Bellatrix sudah tidak bisa menahan air matanya tatkala dirinya dihadapkan dengan dua pilihan paling sulit dalam hidupnya.
Bertahan atau berpisah?
Dua opsi yang sulit untuk dipilih dan juga berat untuk dilakukan.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Seluruh tenaga Bellatrix seolah terkuras habis hingga untuk mengeluarkan suara pun sangatlah sulit.
Tenggorokannya serasa dicekik untuk bernafas pun rasanya berat.
Harvey sendiri tak tahu apa yang sebaiknya dia lakukan dalam situasi terdesak seperti sekarang, sebab dia tak melihat datangnya masalah ini.
"Ki-kita harus memanggil Tuan Milano sesegera mungkin-hiks...hanya itu satu-satunya cara yang bisa kita ambil..." Harvey menjawab sambil sesenggukan.
Ini sangat bodoh.
Pesta pertunangan yang semestinya dipenuhi sukacita dan bahagia nyatanya harus ternodai dengan kejadian seperti ini.
Padahal jauh sebelum wanita itu datang, baik Bellatrix maupun Harvey sudah memastikan bahwa pasangan Mate mereka belum menunjukkan tanda-tanda kemunculannya di sekitar mereka.
"Bellatrix...Harvey.."
Jared yang sedang mencari adiknya pada akhirnya menyaksikan sebuah pemandangan yang menyayat hati.
Adiknya yang terkenal tegar, berpendirian teguh dan ceria kini tampak kosong dan dingin layaknya orang kehilangan semangat hidup.
Tak berbeda jauh dengan Bellatrix, ekspresi Harvey juga cukup berantakan dengan wajahnya yang memerah berlinang air mata.
Siapa mengira sepasang kekasih idaman banyak orang itu akan berakhir tragis seperti ini.
"Lebih baik kalian segera pulang dan memikirkan keputusan selanjutnya. Sementara untuk Nona Igor, keluargamu yang akan mengurus semua keperluan serta tempat tinggalnya selama berada di ibu kota ini." Jared memberitahu Harvey.
'Nona Igor, itu pasti nama keluarga wanita itu...' Hati Bellatrix terasa kosong dan hampa. Bahkan ketika Harvey ditarik paksa oleh Jared untuk segera pulang, Bellatrix sama sekali tidak menoleh dan menangisi kepergian tunangannya.
'Kenapa jadi begini...apa ini karma untukku karena bersikap egois?'
Berbagai pikiran negatif mulai memenuhi otak Bellatrix. Padahal manusia serigala di kawasan Utara terkenal akan Divine Power, atau kekuatan suci mereka.
Memiliki pikiran negatif tentu tidak baik untuk seorang calon penyihir agung seperti halnya Bellatrix.
"Dunia ini begitu kejam..."
Bibir Bellatrix gemetar menahan tangis. Meski tanpa isakan, air matanya mengalir deras sebab hatinya tidak dapat lagi membendung semua rasa sakit dan kecewa yang diterimanya.
"Kenapa begini? Kenapa sekarang?! Kenapa tidak sedari awal saja wanita itu datang?!"
Ahh...Bellatrix tidak bisa berpikir jernih sekarang.
Hatinya terbagi menjadi dua sisi, yang satu menyalahkan dirinya sendiri dan yang satunya lagi menyalahkan takdir yang begitu kejam hendak memisahkannya dengan Harvey.
Bellatrix tahu seberapa besar risiko yang akan dia hadapi ketika dia tetap bersikeras menggenggam pria yang bahkan tidak ditakdirkan untuk menggandeng tangannya.
Namun konsekuensi yang Bellatrix terima nyatanya begitu menyakitkan dan mengecewakan.
Mau seberapa kuat Bellatrix berusaha menyimpan Harvey untuk dirinya sendiri, pria itu tetap akan kembali pada pasangan yang telah ditetapkan oleh Dewi Bulan untuknya.
Lalu pilihan apa yang harus Bellatrix ambil ketika jerih payahnya akan berakhir sia-sia?
Melepaskan Harvey? Menjadi istri kedua atau simpanan pria itu?
Sebab menurut undang-undang yang berlaku di negara mereka, setiap orang yang telah menemukan Mate sejatinya harus segera mendaftarkan pernikahan mereka secara resmi dan tidak boleh digantikan oleh pihak lain yang bukan pasangan takdirnya.
Dalam kasus ini, posisi Bellatrix yang jadi terancam dan tersudutkan.
Ahh...entahlah, semua terlihat buntu. Bellatrix tidak bisa berpikir benar sekarang. Bellatrix butuh waktu untuk memutuskan langkah apa yang baiknya dia ambil bersama dengan Harvey, sebab ini menyangkut mereka berdua.
'Jika melepaskanmu memang harus dilakukan, itu artinya aku harus mencari Mate-ku lebih dulu untuk menghindari kutukan itu muncul...'
Tanpa terasa waktu berjalan cukup cepat bagi Bellatrix yang akhir-akhir ini lebih suka merenung dalam kamar sejak pesta pertunangannya yang berakhir kacau.
Terhitung sudah seminggu lamanya Bellatrix mengunci diri di mansion keluarganya dan menjauh dari aktivitas sosial di luar.
Bellatrix butuh waktu untuk memikirkan nasib hubungannya dengan Harvey, yang sudah menemukan pasangan separuh jiwanya. Sudah jelas kejadian di pesta pertunangan Bellatrix waktu itu menjadi topik panas di berbagai kalangan yang ada di wilayah Utara, sehingga Jared terpaksa menyuruh adiknya tinggal sementara waktu di mansion semata-mata menghindari omongan negatif dari orang-orang.
Lagipula memang Bellatrix membutuhkan waktu tenangnya supaya bisa berpikir jernih terkait keputusannya terhadap Harvey.
Sejak perpisahan mereka di hotel, Harvey sama sekali belum menghubungi Bellatrix barang sekali. Entah pria itu sibuk dengan Mate-nya atau hal lain, Bellatrix menolak memikirkannya jika ujung-ujungnya itu membuat hatinya semakin terluka.
Semua ini terlalu tiba-tiba dan Bellatrix belum sepenuhnya siap.
"Nona, bagaimana kalau kita berjalan-jalan di taman belakang? Nona butuh udara segar supaya pikiran Nona sedikit rileks." Pelayan kepercayaan Bella yang bernama Amelia memberi saran.
Nona mudanya memang lebih pendiam dan menutup diri dari siapapun sejak rumor tentang pertunangannya yang gagal gara-gara kehadiran belahan jiwa Harvey di tengah-tengah pesta. Maka dari itu, Amelia ingin menyemangati Bellatrix dengan berbagai cara.
Cuaca hari ini juga terlihat cerah, tak ada salahnya berjalan-jalan sejenak sambil menikmati udara segar. Jadi, tak ada alasan bagi Bellatrix menolak usulan dari pelayannya.
Tanpa banyak bicara, Bellatrix keluar dari kamar diikuti oleh Amelia di belakangnya.
Jared yang kebetulan melintas di dekat kamar adiknya diam-diam mendesah lega, setidaknya kondisi Bellatrix tidak seburuk waktu itu.
"Bella, mau jalan-jalan di taman?" Sebagai kakak yang baik, Jared tidak akan melewatkan waktu berharganya dengan sang adik.
Lantas Bellatrix mengangguk ringan mengiyakan, sementara Amelia membungkuk hormat lalu mundur beberapa langkah ke belakang agar tidak mengganggu privasi adik kakak di depannya.
Layaknya seorang gentlemen, Jared mengaitkan tangan Bellatrix pada lengan kanannya lalu berjalan menuruni tangga memutar menuju taman bunga yang ada di belakang mansion.
Jared senang melihat mental adiknya yang perlahan membaik meski belum sepenuhnya ceria seperti sedia kala. Jika bukan karena Maribelle Igor, mungkin Bellatrix akan tersenyum lebar dan berbahagia atas pertunangannya dengan Harvey.
Yah..tapi ini adalah konsekuensi yang harus Bellatrix terima akibat menyukai pria yang bukan jodohnya sendiri.
"Sejauh ini tidak ada kemajuan dalam hubungan Harvey dengan wanita itu. Ellen bilang, Harvey masih mengurung diri di kamar dan menolak keluar bila tidak ada kepentingan yang mendesak." Jared memberitahu Bellatrix terkait kondisi di kediaman Finley.
'Harvey...' Bellatrix tidak tahu harus berekspresi apa mendengar laporan kakaknya.
Jared mendesah panjang. Sepasang kekasih itu harus menanggung beban berat akibat hubungan yang tidak seharusnya mereka jalin. Tapi yang namanya cinta, siapa yang dapat memprediksikannya?
Tidak ada yang salah ketika sepasang anak adam dan hawa itu menjalin cinta di saat keduanya belum memiliki kekasih.
Namun semesta rupanya tidak merestui keduanya. Kini Jared hanya bisa berharap agar Bellatrix dapat menemukan titik terang dari persoalannya kali ini.
"Maafkan kakak jika kesannya memihak pada orang lain. Tapi ketahuilah Bella, jika sepasang Mate sudah bertemu, maka tidak ada yang bisa memisahkan mereka lagi. Itu sudah menjadi hukum alam yang tidak ada orang di muka bumi ini bisa mematahkannya."
Singkatnya, Jared ingin Bellatrix segera mengakhiri kisah cinta mereka secepatnya agar tidak menambah luka yang telah diterima sang adik.
"Itu juga untuk dirimu sendiri. Kakak tidak mau kamu semakin terluka karena persoalan ini...hidupmu jauh lebih berharga dibandingkan kerja sama antar Klan kita, Bella. Kakak ingin kamu menemukan kebahagiaanmu yang sesungguhnya." Jared mengusap lembut jemari Bellatrix yang memegangi lengan kanannya dengan erat.
Bellatrix tahu Jared tidak memiliki maksud jahat atas perkataannya sebab apa yang pria itu katakan memang sebuah fakta meski menyakitkan.
"Aku...sangat mencintainya, kak...Aku sangat mencintai Harvey..." Air mata Bellatrix jatuh untuk kesekian kalinya.
Ini lebih menyakitkan ketimbanh ditolak secara mentah-mentah di depan umum. Andai dulu Harvey menolaknya, mungkin Bellatrix tidak akan menaruh harapan lebih atas hubungan mereka.
Kini semuanya hancur berkeping-keping. Harvey sudah bukan miliknya lagi. Maribelle Igor adalah wanita pilihan yang telah ditetapkan oleh Dewi Bulan dan tak ada yang bisa mengubah fakta itu.
Semua ini begitu menyakitkan. Bellatrix tak bisa menahan air matanya yang kini mengalir deras dari kedua matanya.
Jared merangkul pundak sang adik yang gemetar. Hatinya ikut berdenyut sesak mendengar isakan kencang dari sang adik.
"Lebih baik sakit di awal daripada di akhir, Bella...Kakak yakin kamu bisa melewati persoalan ini dengan baik. Ini juga untuk dirimu sendiri, Bella. Kau bisa menyelamatkan dirimu sebelum jatuh ke dalam lubang yang salah."
Bellatrix mengangguk mengerti. Apa yang Jared katakan, dia dapat mendengarnya dengan seksama meski mulutnya tidak bisa menjawab.
Kakak beradik itu terus berpelukan sampai Bellatrix kembali tenang. Semua pelayan yang melihat kesedihan Bellatrix juga turut merasa sesak dan kecewa. Siapa sangka bila pasangan kekasih yang begitu manis dan saling perhatian satu sama lain akan berakhir tragis seperti ini?
Tak ada yang mau memiliki ending yang buruk.
Begitu juga dengan Bellatrix yang tidak ingin kehilangan cintanya namun takdir tidak merestui dirinya dan Harvey.
"Jika kamu sudah memutuskan, kamu bisa langsung menemui kakak dan kakak akan membantumu semampuku. Kamu tidak sendiri, ayah dan ibu juga sudah menyerahkan keputusan jatuh ke tanganmu. Pikirkanlah secara baik-baik, sebab ke depannya nanti bukan hanya kamu saja yang menderita, tetapi Harvey dan Nona Igor juga..."
"...setelah semua masalah ini selesai, kakak akan membawamu pergi ke suatu tempat. Kamu akan mendapatkan liburanmu di sana untuk menyembuhkan hatimu sementara waktu. Tak masalah bila kamu tidak mau kembali ke sini, kamu bebas melakukan apa yang kamu inginkan ke depannya nanti."
Ini adalah kompensasi yang diberikan oleh Tuan dan Nyonya Garcia untuk puteri kecil mereka yang menjadi korban dari keserakahan mereka atas kekuasaan.
Mereka sadar dorongan untuk menjalin hubungan dengan calon penerus Klan Blue Moon telah menjatuhkan puteri mereka ke dalam lubang neraka yang menyakitkan. Tak hanya menanggung malu, Bellatrix juga harus menanggung beban serta sakit hati lantaran cintanya yang tulus harus menerima kekecewaan.
Kini setelah melihat betapa terlukanya Bellatrix, Tuan dan Nyonya Garcia memutuskan untuk menyerah pada ide mereka yang ingin menjodohkan Bellatrix dengan Harvey.
"Maaf...aku sudah membuat keluarga kita malu dan menerima hujatan..." Bellatrix tak melupakan kesalahan besar yang dia perbuat.
Jared menggeleng tegas. Ini bukan hanya kesalahan Bellatrix saja, tapi semua anggota keluarga mereka.
"Andai kami tidak mendorongmu untuk lebih dekat dengan Harvey, mungkin kamu tidak akan menerima rasa sakit yang luar biasa seperti ini...maafkan kami, Bella..."
Bellatrix memeluk Jared dengan erat, menumpahkan sedikit emosinya yang bercampur aduk tanpa tahu bahwa ayahnya menyaksikan semua itu dari jendela ruang kerjanya di lantai dua.
"Maafkan ayah, Bella...Kini ayah serahkan semua keputusan di tanganmu. Jika memang perpisahan adalah pilihanmu, maka ayah akan mendukungmu sepenuhnya."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!