Pada masa sulit ujian pertengahan semester ini, Lembayung masih saja menerima surat cinta misterius. Banyak sekali selipan untaian puisi yang di tulis pena berwarna merah. Terkadang ada coklat yang di balut pita kecil di atasnya. Tepat di hari berikutnya surat tanpa amplop itu terletak di dalam laci belajar di sekolah.
“Lembayung cepat, nanti kita di marah bu guru!” teriak Fiza.
“Iya tunggu sebentar.”
Sekolah favorit tingkat menengah atas yang paling di minati para pelajar. Hanya para siswa dan siswi yang mendapat nilai terbaik yang bisa masuk disana. Terlebih lagi pembagian kelas-kelas favorit memisahkan para peringkat tertinggi yang bisa duduk di bangku urutan kelas A dan B. Ruangan kelas plus di fasilitasi dengan in focus dan berbagai alat peraga lengkap lainnya.
Guru-guru yang mengajar adalah guru-guru senior sehingga kelas lebih unggul.
Lemba pergi di antar oleh supir ayah, sesekali Kinan atau Dendra mengantar atau menjemput ketika pak supir sedang berhalangan atau cuti. Mereka berdua adalah sahabat terbaiknya. Semua surat-surat cinta yang tidak pernah terbaca itu hanya di tumpuk di dalam laci loker siswi sedangkan coklat-coklatnya seperti biasa dia berikan pada Fiza.
“Ini adalah coklat ke dua puluh selama dua puluh hari makanan sehari-hari ku di sekolah” celetuk Fiza yang sudah tampak bosan makan coklat darinya.
“Ya sudah besok kalau aku menerima coklat lagi biar aku beri ke yang lainnya saja.”
Waktu istirahat jam kosong para siswa dan siswi manfaatkan dengan berbagai hal. Ada yang bermain, membaca di perpustakaan, berbincang-bincang di teras kelas, makan di kantin bahkan ada yang sibuk mengerjakan PR.
“Lemba kamu di panggil Kinan di kantin” ucap Bom.
Di hadapannya sudah ada semangkuk bakso kosong. Kinan hafal sekali sahabatnya itu sangat menyukai makanan tersebut. Sementara Dendra datang membawa sebuah nampan yang berisi tiga gelas jus jeruk untuk mereka bertiga. Makan bersama berseling gelak tawa, Dendra meletakkan beberapa bakso ke atas mangkuk Lemba.
“Nggak mau, udah cukup! Nanti aku gendut!” ucap Lembah manyun menoleh ke Dendra.
“Bagus lah kalau bisa gemuk, jadi kita nggak repot-repot lagi maksa kamu buat makan” ucap kinan.
......................
Sampai saat ini Lemba masih merahasiakan kepada kedua sahabatnya itu bahwa dia mendapat surat cinta misterius dan hadiah coklat yang selalu berada di lacinya. Suasana kantin ramai hingga mereka tidak mendengar suara bunyi bel masuk. Kinan melirik jam, waktu istirahat sudah lewat lima belas menit. Mereka bergegas berlari ke ruangan kelas masing-masing.
“Tamat lah riwayat ku! Hari ini kelas Frau Turnip, dia pasti akan menghukum ku!” gumam Lemba berdiri di depan pintu dengan nafas masih tersengal-sengal.
“Permisi Frau, maaf saya terlambat” ucap Lemba.
“Sudah jam berapa sekarang? Dari mana kau Lemba?”
“Dari kantin Frau__”
Hukuman scot jump lima belas kali dan menulis di buku catatan satu lembar penuh. Guru kejam itu bahkan tidak memperdulikan salah satu siswanya keringat dingin menahan sesak BAB. Pemil tidak berani berbicara atau bergerak sedikit pun dari bangkunya apalagi mengucapkan kata minta ijin permisi ke kamar mandi.
“Pem, aku tau penderitaan mu kalau Frau Turnip sudah masuk di kelas kita. Kalau kau tidak berani minta ijin biar aku saja yang mengatakannya” kata Parhan memasang wajah Super Hero berdiri mengangkat tangan di sela kelas yang hening.
“Permisi Frau.”
“Ya, ada apa Parhan? Apa ada materi pelajaran yang kurang paham?”
Parhan berjalan mendekatinya, dia sedikit gugup setelah berada tepat di hadapan guru yang paling di takuti di kelas.
“Anu Frau, Pemil sakit perut. Dia__”
“Kenapa tidak Pemil yang menyampaikan sendiri? Saya berharap kalian menjadi anak memiliki sikap sopan santun.”
Pelajaran yang paling tersulit seabad raya dengan soal-soal yang harus di teliti dan penyampaian materi memusingkan. Guru yang satu ini meminta siswa dan siswi cakap, teliti, pintar dan terlebih lagi harus menjaga sikapnya. Frau Turnip tidak pernah melupakan PR yang dia berikan pada anak muridnya, ketika dia masuk maka para siswa siswi harus paham akan kebiasaannya yang selalu marah jika mendapati ruangan kelas kotor, baju tidak rapi, rambut anak laki-laki yang gondrong dan berbagai disiplin lainnya.
Meskipun beliau Kejam, cerewet dan pemarah. Dia tidak pernah sama sekali menyentuh atau memukul anak didiknya. Bagi kebanyakan siswa siswi, terlalu mematuhi peraturan sekolah dan kelas adalah hal yang menyulitkan. Penerapan disiplin yang sudah berjalan terlebih lagi guru muda ini tidak suka jika anak muridnya bermalas-malasan dalam belajar. Di sela penyampaian tugas, Frau Turnip sering memberikan nasehat ringan dan pandangan akan kehidupan.
Salah satu hal yang paling membuat guru itu mengomel saat melihat potongan rambut siswanya yang di kikis berbentuk huruf X besar. Siswa yang mencorat-coret tangan seperti tato dan siswa yang sering berkelahi di dalam kelas.
“Sttth nomor lima apa?” bisik Fiza.
Lemba menggelengkan kepala membungkuk menatap guru yang tatapan tajamnya memandangi mereka. Dia bagai memiliki seribu mata, hingga tidak ada satu pun murid berkutik saat belajar. Karena terlambat masuk ke dalam kelas, Lemba hanya menjawab tiga soal pada ulangan harian hari ini.
Bel pulang, siswa berbaris memberi salam dan mencium punggung tangannya.
“Guten Tag Frau Turnip, wir sehen uns wieder”
“### Gern geschenhen.”
Di depan gerbang sekolah tidak ada jemputan pak supir atau Kinan juga Dendra. Lemba berjalan kaki menuju ke halte, sepanjang perjalan dia merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Para preman jalanan yang menghadang jalannya. Lemba berlari ketakutan menghindari mereka hingga tanpa sadar menjatuhkan tasnya saat bersembunyi ke arah pepohonan masuk dari tepi jalan bagian kiri.
Kinan melingak-linguk mencari Lemba, dia menyusuri jalan menuju halte, menemukan tas Lemba yang tergeletak di jalan. Dari kejauhan dia mendengar suara teriakannya, Kinan menepikan sepeda motornya lalu segera mencari dimana Lemba berada.
“Arghh!” teriak Lemba.
“Ahahah, mau kemana kau anak manis!”
“Ayo langsung kita sikat saja!”
Dua preman itu terus mengejarnya hingga dia terjatuh. Di belakang ada Kinan memukul kedua pria itu dengan batu. Dia menarik tangan Lemba agar segera pergi.
Brughh__
“Anak kurang ajar! Berani sekali kau memukul kami!”
Kinan membawa Lemba menaiki sepeda motor, laju kencang menjauh dari tempat itu. Mereka berhenti di taman bunga dekat perbukitan. Tangisan Lemba pecah dia sangat ketakutan menekuk lututnya. Kinan mengusap punggungnya, dia menghela nafas menunggu hingga tangisannya mereda. Dia berlari membeli sebotol minuman.
“Minum sedikit ya, sudah jangan menangis lagi. Maafkan aku datang terlambat” ucap Kinan.
“Hiks, hiks, aku takut sekali!”
“Sudah tidak apa-apa, aku akan selalu menjaga mu.”
Kinan mengantar Lemba pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam. Kinan menyalahkan diri sendiri karena keterlambatannya tadi membuat Lemba hampir kehilangan masa depannya. Setelah kejadian itu, Kinan bertekad akan lebih waspada dan selalu memantau segala hal yang di lakukan sahabatnya itu.
ℒℴѵℯ❤
Untuk sebuah hati_
Wanita yang selalu berlari sebelum aku kejar
Dia ingin merasakan semilir angin di bawah sinar matahari
Tapi kini tiba-tiba senyumannya tidak berbinar
Ada rintikan air di menepi
......................
Kinan melaporkan kejadian yang mereka alami pada aparat kepolisian. Dia memberitahu hal ini pada Dendra, setelah mendengarnya laki-laki itu menekan nada tinggi.
“Kita hajar saja dua preman itu!”
“Jangan, aku kan sudah melaporkan ke polisi. Nanti malam kita di tuntut balik atas tindak kekerasan.”
Dendra menancap gas melajukan mobil kecepatan tinggi ke rumah Lembayung. Dia sangat cemas dengan keadaaannya. Karena sangat panik, Dendra lupa hari ini akan membawa mamanya berbelanja ke salah satu Mall di pusat kota.
“Bi Dian, tolong panggilin Dendra ya bilangin saya sudah siap di depan.”
“Den Dendra baru saja pergi non.”
“Loh__ ya sudah biar saya telpon anak itu bi.”
Sepanjang perjalanan dering bunyi ponsel panggilan ibunya yang tidak di jawab. Tepat di depan halaman rumah Lembayung, dia memarkirkan mobil segera keluar menekan bel rumah. Mbok Jum membuka pintu, anak laki-laki yang tampak tidak asing itu di sapanya dengan senyuman.
“Eh ada nak Deandra, mari masuk. Mau si mbok minum apa?”
“Makasih mbok, air putih dingin saja mbok. Oh ya mbok, Lembayungnya ada di rumah?”
“Ada, sebentar si mbok panggil.”
Di dalam kamar, tisu-tisu berserakan di atas lantai. Dia masih shock berat hingga tangisannya belum bisa berhenti. Si mbok mendengar suara tangis Lemba hingga dia mengurungkan niat mengetuk pintunya. Pengasuh yang menjaganya sedari dia balita itu memahami sifat Lemba yang tidak mau di ganggu jika mendapat masalah. Dia memilih menunggu anak perempuan itu melepaskan semua tangisan atau amarah sepuas-puasnya lalu mengajaknya bercerita. Si mbok menuruni tangga, dia membawakan segelas air dingin di atas meja.
“Maaf nak Dendra, non Lemba sedang tidur. Nanti sore atau besok saja kembali lagi.”
“Kalau begitu saya pamit mbok.”
......................
Tin__
Di depan pintu, bu Isyah bertolak pinggang melihat mobil Dendra memasuki halaman rumah. Dendra tersenyum nyengir kuda, lalu memasang wajah memelas meminta maaf pada ibunya. Dia menceritakan mengenai kejadian yang di alami Lembayung dan Kinan. Wanita itu mengurungkan niat menjewer telinga anaknya.
“Mama ikut khawatir dengan keadaan Lemba. Ini buat pembelajarn biar lebih mawas diri dan jangan jangan pergi sendirian lagi. Kasian Lembayung.”
“Ya ma, untung Kinan cepat datang menolong.”
Mereka pergi ke pusat perbelanjaan, antrian panjang, sambil menunggu mamanya berbelanja dia berjalan ke toko aksesoris wanita. Sebuah gelang berwarna putih, di tengah-tengahnya terdapat mainan berbentuk bunga keemasan. Dendra membeli benda itu, dia juga memesan sebuah kotak di hiasi pita berwarna putih pula sebagai tempatnya.
“Dua ratus empat puluh ribu rupiah” ucap si penjual.
Dendra menyimpannya di kantung jaket. Dia menemui bu Isyah tampak kepayahan memegang belanjaan.
“Biar Dendra aja yang bawa semuanya mah.”
Dendra terbilang anak yang penurut, dia juga sangat patuh kepada kedua orang tuanya. Di era jaman modern dengan banyak teknologi canggih yang di ciptakan manusia, di usia remaja yang sedang tumbuh harus lebih bijak memilih mana yang lebih bermanfaat bagi mereka. Anak laki-laki satu-satunya itu tidak suka merokok. Bu Isyah sangat bersyukur karena Dendra tidak terbawa arus teman-temannya.
“Kamu malam ini mau di masakin apa? Papa kamu sepertinya lembur, kamu jangan kemana-mana ya temenin mama di rumah.”
“Terserah mama aja. Ya ma..”
Pikiran Dendra masih tidak tenang. Dia menekan nomor telepon Lemba namun tidak aktif. Selesai mengerjakan pekerjaan rumah. Dia merobek sebuah kertas, selipan surat rahasia yang seorang pun tidak tau yang di tuju untuk Lemba.
Sajak-sajak rindu Dendra membayangkan hari indah berdua bersama Lembayung. Dia melipat kertas untuk di letakkan di laci lembanyung. Pagi-pagi sekali Dendra melakukannya agar tidak di ketahui siswa siswi lain. Tepat pada hari ini dia hampir di pergoki Kinan. Raut wajah bingung, Dendra mengalihkan suasana canggung dengan mengajaknya ke depan gerbang sekolah.
“Dra ngapain kamu pagi-pagi buta kesini?”
“Sebelumnya aku memastikan si preman sudah di tangkap oleh polisi. Lantas kau sendiri sedang apa?”
“Aku menunggu Lembayung, memastikan dia tiba di sekolah hari ini.”
“Dia punya dua sahabat cowok tapi keselamatannya terancam. Kalau saja kemarin aku tau pak Totok tidak menjemput maka Lemba akan aman-aman saja.”
“Salah ku juga tidak menunggu Lemba di jemput pulang.”
Mereka berdua menyalahkan diri hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit. Lemba tidak muncul juga. Melihat Fiza berjalan memasuki gerbang sekolah, dia di hadang Kinan dan Dendra menanyakan dimana Lembayung.
“Aku tidak tau! Kalian berdua seperti pengawal pribadinya saja. Kenapa tidak sesekali menanyakan ku! Huuff menyebalkan!” ucap Fiza pergi meninggalkan mereka.
Di dalam kelas para murid menunggu kedatangan guru pada jam pelajaran pertama. Tepat di hari ini, pelajaran bahasa Jerman dengan tumpukan tugas dan jawaban yang lengkap di dalamnya.
“Pemil kau tidak ke WC? Kalau iya, buruan gih sebelum Frau Turnip datang” ucap Parhan.
“Nggak, entah kenapa aku tiba-tiba sangat mules dan keringat dingin kalau Frau masuk kelas kita.”
Wajah Fiza di tekuk cemberut, dia membanting tas lalu membungkuk melirik laci Lembanyung. Dia menarik coklat dan selembar kertas yang terikat dengan pita di atasnya.
“Za kamu ngapain? Kalau benda itu di dalam laci Lemba ya jangan di ambil dong” ucap Arla.
“Emangnya itu apaan Za? Aku jadi penasaran nih” Rara melirik benda yang ada di tangannya.
“Nggak boleh gitu, pemiliknya harus tau. Kalau di bolehin lihat baru boleh di lihat.”
“Kayaknya Lemba nggak hadir deh, yauda karena Fiza temen sebangkunya biar dia aja yang simpankan.”
Lemba tidak hadir, dia mengurung diri seharian di dalam kamar. Makanan dan minuman tidak di sentuh, bujukan mbok Jum juga di hiraukannya. Kedua orang tua Lemba yang sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Meski semua kemewahan dan semua keinginannya terpenuhi, Lemba sangat kesepian tidak memiliki tempat berbagi suka dan duka.
Tok, tok, tok.
“Non ada tamu. Nak Dendra dan nak Kinan.”
“Katakan saja aku tidak mau di ganggu mbok!”
Kedua sahabatnya itu mendengar jelas ucapan Lemba. Mereka berdiri di depan pintu kamarnya hingga salah satu dari mereka mengetuk pintu kamarnya.
“Lemba, aku mau bicara nih” ucap Kinan.
Perlahan dia membuka pintu, wajahnya kusut, rambut acak-acakan, kamar berserakan bak kapal pecah. Mereka bertiga berkumpul di balkon sambil menatap ke luar halaman. Kinan dan Denra mencari cara agar sahabat mereka tertawa kembali sampai keduanya berakting lelucon yang menggelikkan.
“Ahahah_” Tawa senyuman berhias kembali di wajahnya.
Melihat Lembayung sudah mulai ceria, Deandra merogoh saku menyodorkan kotak kecil berpita putih untuknya. Melihat Dendra memberikan sesuatu pada Lemba, dia mengernyitkan dahi melihat apa isi di dalamnya.
“Kamu suka nggak?” tanya Dendra.
“Ehemm, jadi ceritanya aku nggak di kasih nih?”
“Khusus untuk sahabat kita yang paling imut dan manja. Lain kali kamu pasti aku belikan.”
“Dasar pilih kasih!”
Gelang itu di pasangkan oleh Dendra di pergelangan tangan Lemba. Kulit putih mulus senada indah pada gelang yang di kenakan.
“Terimakasih banyak” ucap Lemba.
Rombongan teman sekelas lainnya datang ke rumah Lemba. Mereka di persilahkan mbok Jum duduk di ruang tamu selagi di memanggil Lemba. Bi Tama sibuk di dapur mempersiapakan makanan dan minuman. Baru satu hari dia tidak hadir, tapi Arla sudah mengajak teman sekelasnya untuk menjenguk.
Satu keranjang buah-buahan untuk Lembayung. Di sela gelak tawa mereka, Fiza memperhatikan Kinan dan Deandra sangat perhatian dengannya. Di depan semua teman sekelas, Fiza memberikan sebuah surat dan Coklat yang dia temukan di lacinya.
“Lemba, ini ada surat dan coklat untuk mu.”
“Wah, wah, gossip hangat nih. Coba buka, aku mau tau isinya” kata Parhan yang melihatnya.
“Roman-romannya surat cinta. Sini biar aku aja yang bacakan” ucap Rara.
“Teman-teman cukup. Kalian jangan buat Lembayung malu!” Arla membela.
Wajah gusar Dendra, untung saja dia tidak menulis namanya sendiri di dalam surat itu. Melihat senyum tipis dari wajah Lemba. Tidak ada satupun teman-temannya yang berani membuka. Mereka hanya mengganggu temannya lalu melanjutkan canda tawa.
“Padahal aku sengaja memperlihatkan pada semua orang, tapi mereka malah lebih bersimpati padanya!” gumam Fiza meliriknya.
Lema memesan puluhan kotak pizza, dia juga meminta Bi Tama membuatkan jus untuk semua teman-temannya yang hadir. Rumah besar yang biasa sepi itu kini berubah ramai, para teman-temannya bebas berjelajah di dalamnya. Tidak dengan pintu-pintu kamar yang terkunci atau tanpa ijin mengambil suatu benda.
Di halaman belakang terdapat taman bunga yang indah. Ada labirin kecil, kolam renang dan dua ayunan yang menggantung pada pohon besar. Para teman-teman Lembayung sangat puas bermain disana.
“Seharusnya kita menjenguk orang sakit, bukan menambah beban orang sakit” bisik Arla.
“Sudah lah, Lemba saja tidak merasa keberatan” jawab Rara meneruskan langkah bermain ayunan.
Karpet plastik berukuran besar di bentang dekat taman bunga. Lemba duduk di antara Dendra dan Kinan. Mata gadis itu masih Nampak bengkak. Keduanya memperatikan Lemba sedang merangkai bunga mawar yang baru mereka petik di taman.
“Orang tua kamu kemana Lem?” tanya Fiza duduk di sebelah Kinan.
“Ayah dan ibu sedang sibuk di kantor.”
“Oh, jadi kalau kamu takut tidur malam gimana?”
“Ada si mbok yang menemani ku, oh iya bantu aku merangkai bunga ini yuk.”
“Boleh juga tuh, tapi lebih baik kita bagi tugas deh, aku dan kinan yang merangkai bunga terus kamu sama Dendra metik bunga lainnya.”
“Nggak boleh, Lembayung lagi sakit. Dia nggak boleh banyak mengeluarkan tenaga” kata Kinan menahan tangannya untuk tetap duduk di dekatnya.
......................
“Terimakasih banyak ya Lembayung. Semoga kamu cepat sembuh.”
Para teman-temannya berpamitan pulang. Dendra dan Kinan masih betah berlama-lama duduk di dekat Lembanyung yang sedang memindahkan buku catatan di ruang perpustakaan di rumahnya. Si mbok membawakan tiga gelas teh hangat. Dia juga menyodorkan telepon genggam yang sedari tadi panggilan ibunya yang tidak di angkat.
“Non, nyonya besar mau ngomong” ucap si mbok.
Lemba menerima telpon berjalan menjauh dari mereka. Dia menjawab dengan nada sedikit berbisik. Sebentar saja dia menerima panggilan dari ibunya lalu memberikan telpon ke tangan si mbok. Wajahnya kembali murung, Dendra dan Kinan memperhatikan di balik buku yang masing-masing mereka pegang.
Kring_
“Halo Ma.”
“Halo Dendra, kamu lagi dimana? Jemput tante Ika sekarang di bandara.”
“Ini lagi menjenguk Lembayung. Ya Ma, sekarang juga Dendra kesana.”
“Ya cepat ya, kamu hati-hati di jalan. Salam buat Lembayung.”
Dendra meminta ijin berpamitan pulang. Kinan dan Lembayung berdiri mengantarnya sampai depan pintu. Di pandangan Dendra sangat berat melepaskan keduanya bersama. Untuk mengisi waktu luang, Kinan duduk bermain gitar di kursi dekat labirin. Dia sesekali melirik Lemba yang sibuk membaca buku.
Oh baby, I'll take you to the sky
Forever you and I (You and I) (You and I)
and we'll be together till we die
Our love will last forever and forever, you'll be mine
You'll be mine
Oh…
Lembayung senyum mendengar nyayian Kinan. Dia menutup buku sambil tersenyum bertepuk tangan.
“Nan lagu ini bagus buat nyatakan cinta kamu ke wanita yang kamu suka. Latihan main gitar dan suara di rumah ku jadi harus lebih bersemangat lagi dong.”
“Apaan sih kamu, ini Cuma nyanyi doang. Nggak ada wanita lain yang sedang dekat dengan ku.”
“Pokoknya suatu saat siapapun yang coba deketin sahabat ku, dia harus setia dan jangan buat kedua sahabat ku sakit hati.”
Rumah kinan jaraknya yang tidak jauh dari rumah Lembayung sehingga mereka sudah seperti kakak beradik yang menghabiskan waktu berdua dengan kegiatan mereka sendiri-sendiri. Kedua orang tua mereka sudah saling mengenal, bahkan bu Suratmi sudah menganggap Lembayung seperti anak sendiri.
“Dik Kinan, ayah mengajak kita mincing. Ayo pulang” ucap Husni berdiri sambil memegang alat pancing di tangannya.
“Lembayung mau ikut mancing juga?” tambah Husni mengganggunya.
“Nggak deh kak Husni, ntar kalau ibu tiba-tiba pulang bisa berabe. Apalagi mancing di malam hari. Ihihihh.”
“Lembayung aku pamit ya. Kalau ada apa-apa kabari aku. Jangan lupa sebentar lagi waktunya kamu minum obat.”
“Ya bawel” jawab Lembayung singkat.
“Kalau kamu suka nyatain aja jangan di pendam” bisik Husni.
"Dahhh dik Lemba" lambaian tangan Husni di balas olehnya.
Kinan hanya tersenyum tersipu malu, dia menyamakan jalan Husni lalu menoleh ke arah Lembayung. Baginya persahabatan adalah nilai yang paling berharga di bandingkan cinta yang bisa menimbulkan jarak atau kebencian di keduanya. Persahabatan akan selalu kekal sedangkan cinta, dia tidak mau bertanya bagaimana isi hati Lembayung sebenarnya.
Suara klakson mobil bu Sora dan pak Abas. Mereka turun di mobil yang terpisah. Sesampai di rumah, keduanya membuka layar laptop dan tumpukan lembar pekerjaan. Lembayung memperhatikan dari atas loteng. Dia menghela nafas menunggu salah satu dari mereka menanyakan kabarnya.
“Mana Lembayung mbok?”
“Ada di kamarnya nyonya. Nona Lembayung hari ini tidak sekolah, badannya panas sekali. SI mbok sudah memanggil dokter dan sudah agak baikan.”
Mendengar perkataan si mbok, dia pun segera berlari menuju kamar Lembayung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!