NovelToon NovelToon

The Ring Finger

Bab 1

Bab 1

“Manner Peters yang baik hati, jangan sampai kamu berujar bahwa kamu dibodohii oleh orang asing yang masih kecil dengan kisahnya yang tidak masuk akal tentang dirinya yang kehilangan ingatan itu! Biasanya kau paling cepat menaruh curiga kepada segala sesuatu yang bermotif paling tidak yang memiliki dosa paling besar sekalipun,” kata Constan Peters sambil memandangi saudara sepupunya yang duduk tertawa tergelak-gelak mendengar cemoohan dan keheranan.

Dr. Manner Peters, yang sangat sukses saat melakukan praktik di Harley Street pada saati itu. Sekarang Dr. Manner hanya bekerja di rumahnya dan melakukan penelitian Kimia di Devon. Ia berwajah muram dan sukar dibaca, yang membuat dirinya dipercaya bahwa sebenarnya ia lebih tua daripada usia yang sebenarnya. Ia pun dianggap sebagai orang yang selalu mengikuti kata hati untuk melakukan sesuatu, daripada orang yang bersikap sabar hati. Sangat mengherankan bagi Constan sejak Dr. Manner membawa gadis itu ke dalam rumahnya.

“Constan,” kata Manner mendadak raut wajahnya nampak gusar sambil memisahkan cerutu dari mulutnya sehingga sebagian abunya menyebar ke arah celana bagian lututnya, “Siapa yang menjadi dokter di dalam keluarga ini? Kamu atau aku?” tanyanya lagi.

Constan mengamati ujung cerutunya yang menyala dan berkata dengan senyuman yang biasa ditampilkan oleh aktor-aktor terkenal. Sungguh terkutuk senyuman yang dimilikinya.

Manner selalu memiliki anggapan bahwa banyak wanita yang menjadi konyol dan t*lol karena senyuman yang disebarkan oleh sepupunya itu, terutama jika senyuman itu merekah dengan kekuatan gaib di bawah cahaya lampu temaram yang menghiasai kota London.

“Aku akan mencari simtom amnesia dalam buku-buku tebal yang kita miliki di dalam ilmu kedokteran,” kata Manner tersenyum. Kemuraman di wajahnya yang ditampakkan itu pun tak begitu kentara lagi. Usia yang berbeda satu tahun lebih muda tambah bulan dibandingkan dengan sepupunya, Constan, itu membuatnya cukup terliat lebih tua dari Constan.

“Katakan, Constan,” pinta Manner yang sekarang ini merubah raut wajahnya agak sedikit geli dengan sepupunya itu sambil menggosokkan cerutu ke keningnya. “Mengapa kau berprasangka buruk begitu kepada gadis itu, yang jelas-jelas dia menderita kehilangan ingatan?”

Constan tidak begitu mudah untuk memercayai apa yang dikatakan oleh Manner, seperti mempertimbangkan masalahnya sambil mencondongkan dirinya pada meja besar di hadapan saudara sepupunya itu yang mana di meja itu berserakan kertas-kertas berisi simbol-simbol Kimia. Ada juga kertas yang berisikan nomor telepon. Sungguh pemandangan yang tidak pantas dipandang dengan mata. Sangat berantakan. Itu sangat berbanding terbalik dengan sifat Manner yang pandai mengontrol emosinya.

Constan mengamati gesper sepatu yang dihiasi dengan batu permata dan batu swaroski sehingga sepatu itu nampak elegan di atas meja yang berbeda, tepatnya di belakang kursi Manner.

“Baiklah,” kata Constan dengan nada yang mendadak kering di kerongkongannya. “Pertama-tama ia memiliki keberanian mengatakan bahwa ia teringat akan satu hal yaitu namanya. Yang dia sebut namanya Dygta. Oh my God, Dygta! Yang terakhir, aku mendengar kalau nama itu ada di sekolah, ketika kami membaca Quo Vadis (sebuah istilah dalam kekristenan). Kedua, ia datang menyelonong memasuki pintu rumahmu pada saat tengah malam. Kenapa ia harus memasuki rumahmu, Manner? Kecuali jika ia sepenuhnya tahu bahwa seorang dokter yang tinggal disitu, sehingga ia dapat dengan masuk dengan mudah ke dalam rumah dengan cara yang sudah diajarkan kepada dirinya sebelumnya. Ketiga, ia datang dengan sandal khusus untuk di kamar, dan itu sandal yang memiliki harga mahal dengan baju yang terlihat mahal pula. Kau tahu maksudku?” kata Constan mendadak sorotannya menjadi tajam tanpa senyuman.

“Aku kira dia itu seorang pembantu kecil atau pelayan, yang ingin membuat sensasi dan atau hal yang lucu menggemparkan untuk dirinya sendiri. Dan kau tahu, gesper permata ini milik Tuan rumahnya. Limin mengatakan bahwa sandal yang ia pakai itu kebesaran di kaki mungilnya,” lanjut Constan.

Manner mengerutkan keningnya karena Constan menyebut nama sekretarisnya.

“Rupanya Limin berprasangka buruk terhadap gadis itu,” kata Manner.

“Kenapa begitu?” tanya Constan. “Limin bertemu dengan gadis itu juga, sedangkan aku tidak pernah. Aku tidak pernah tahu menahu tentang gadis itu sampai aku datang kemari siang ini.”

“Kau tahu benar!” sahut Manner. “Limin mudah terpengaruh olehmu, sehingga dia tak dapat berpikir jernih saat menghadapi mu.”

“Apa itu yang membuatnya berambisi?” Constan seperti tertarik dengan topik ini. “Apakah tidak ada dokter atau obat yang dapat membuat wanita tertarik terhadap orang yang memiliki hati baik tanpa menilai fisik daripada tertarik kepada orang yang hanya menilai fisiknya saja bahkan sifatnya lebih banditt seperti diriku?” tanya Constan lagi.

“Sudahlah. Tidak usah membahasnya. Bagaimana dengan amnesia?” tanya Manner beranjak dari kursinya. Meskipun bulan ini adalah bulan Agustus, tapi cuaca di luar sana membuat hawa dingin menerpa kulit.

“Gadis itu tidak menipu, Constan. Aku sudah memeriksanya secara meyeluruh dan dia memang amnesia. Aku tidak memberikan sembarang obat untuk dirinya. Dan kau harus ingat, gadis itu benar-benar tidak mengingat siapa dirinya sendiri, dan kenapa dia masuk ke rumahku dan darimana asalnya,” jelas Manner dengan senyuman samar yang mengembang dari ujung bibirnya.

Constan memang aktor terkenal, tapi saat ini dia terlihat tidak setuju dengan pendapat Manner.

“Hal itu sangat membingungkan diriku juga. Aku akui itu. Namun kenyataannya dia mendadak berdiri seorang diri di padang rumput yang luas dan melihat cahaya yang menyoroti rumah ini. Kau sendiri pun tahu bagaimana nenek membuka gorden jendela di ruang duduk lebar-lebar sehingga gadis itu langsung menuju ke rumahku. Cahaya itu menuntunnya kemari,” lanjut Manner lagi.

Sorot mata lebar yang dimiliki gadis itu, kemudian dia memegangi Manner dengan gemetaran dan Manner pun membawanya masuk ke dalam rumah. Yang menemukan pertama kali di depan pintu adalah Elia, yang merupakan juru masak di rumah Manner. Ketika dia kembali dari gereja dan segera dia memberitahukan kepada Manner bahwa ada seorang gadis di depan pintu yang menutupi wajahnya dnegan kedua belah tangannya dan seperti hampir pingsan.

Memang gadis itu hampir saja pingsan, tapi tidak. Manner melihatnya dan menemukan sesuatu saat melihat gadis itu.

Manner sangat jengkel dengan Constan yang menuduh gadis itu sebagai seorang penipu. Padahal dirinya jelas-jelas tidak pernah berjumpa dengan gadis itu, dan lebih menyebalkannya lagi adalah Limin telah memberitahukan hal yang terperinci kepada saudara sepupunya, yang baru saja datang dari London untuk berlibur akhir Minggu di rumah Manner. Limin menceritakan kejadian ini saat Manner tidak ada di rumah.

“Kau percaya dengan ungkapan wanita itu?”

Kedua kening Constan mengkerut menanggapi pertanyaan dari sepupunya. “Apa kau ingin menemui Limin?” tanya Constan kemudian.

“Ya, aku akan menemui Limin agar aku tahu apa yang sebenarnya dikatakan oleh Limin tentang gadis itu. Entah memujinya atau bahkan menjelek-jelekan gadis itu. Itu sangat tidak baik sampai dia menjelekkan gadis yang baru saja ditemuinya,” kata Manner sambil mencari tempat tembakau yang biasa dia pakai untuk mengisi cerutunya.

“Oh, come on. Dia hanya mengatakan gadis itu tidak menarik. Itu saja.” Constan menjawab dengan senyuman jahatnya sambil menatap ke arah Manner.

“Apa kau serius? Ada yang lain lagi?” tanya Manner sarkastik.

Constan menatap Manner dengan rasa heran. Tapi baiklah, dia akan memberitahukan kepada Manner sampai mana dia peduli terhadap gadis asing itu.

...****************...

Selamat datang dan thanks sudah baca.

Bab 2

Bab 2

“Apa kau serius? Ada yang lain lagi?” tanya Manner sarkastik.

Constan menatap Manner dengan rasa heran. Tapi baiklah, dia akan memberitahukan kepada Manner sampai mana dia peduli terhadap gadis asing itu.

“Ya, tentu saja ada yang lain. Apa kau penasaran? Baiklah, aku akan memberitahumu. Ia juga mengatakan bahwa gadis itu terlihat sangat miskin dan tidak memiliki apa-apa. Dia bahkan terlihat pucat ketika mendengar kau akan ke Brinsham untuk menginformasikan kepada polisi setempat, untuk menanyakan apakah ada seseorang yang kehilangan keluarganya atau pelayannya.” Constan menjelaskan kepada Manner apa yang didengarnya dari Limin.

“Begitukah?” tanya Manner sambul menyalakan pipa cerutunya. “Bagian yang menyangkut raut wajahnya menjadi pucat itu memang dapat dimengerti. Gadis mana yang senang terlibat dengan polisi? Tetapi tentu saja aku harus ke sana dan menanyakannya kepada mereka, dan aku sudah memberikan gambaran tentang gadis itu. Mereka akan segera mengumumkannya melalui media yang mereka miliki. Jika terdengar ada seseorang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau pelayannya, mekera akan segera memberitahukannya kepadaku,” jawab Manner.

“Tidak akan ada. Percaya padaku,” ucap Constan lagi.

“Dengar, Cons,” kata Manner dan pandangannya menjadi tajam dengan rahang yang mengeras, “Kau tidak boleh sewenang-wenang tergadap seorang yang kau sendiri tidak tahu bahkan belum pernah bertemu sama sekali dengannya. Itu sangat tidak baik!”

“Kenapa kau terlihat tidak setuju denganku? Apa kau sudah tertarik dengan gadis kecil itu? Siapa namanya? Dygta? Oh, Dygta kecil...,” kata Constan memandangi saudara sepupunya dengan seksama ingin tahu.

Manner terkenal sebagai orang yang sangat kaya, dikarenakan Ibunya merupakan anak tunggal dari seorang pemilik perusahaan minuman keras yang terkenal di Devon dan sebagai pewaris tunggal dari keluarga Peters. Selain itu, Manner membuka pratkik di Harley Street. Tak sedikit pasiennya merupakan wanita cantik yang memiliki body goal dan paras yang rupawan, tapi Manner dapat menahan godaan yang menerpa dirinya dari mereka. Constan pun heran melihat Manner yang dapat mengendalikan dirinya dan me-manage keuangan dengan baik dalam kehidupannya. Namun, kali ini Constan tidak ingin memberikan simpatinya kepada Manner, di mana saudara sepupunya sangat bersimpati kepada gadis yang berwajah tidak menarik sama sekali dengan mengarang cerita bahwa dirinya mengalami lupa ingatan. Itu menandakan dia ingin menipu saudaranya ini.

Berbeda dengan Limin. Limin gadis yang sangat cantik, tak perlu untuk mengiri dengan kecantikan yang dimiliki olehnya. Mungkin saja dengan melihat gadis itu, ia bisa menyombongkan diri untuk mengatakan yang tidak-tidak terhadap gadis kecil itu.

“Kapan aku bisa bertemu dengan Dygta kecil? Atau aku tidak akan bertemu dengannya?” tanya Constan.

Manner tersenyum samar menanggapi pertanyaan sepupunya. “Kau akan bertemu dengannya pada saat makan malam nanti. Siang hari, dia tidur, tetapi malam petang hari, aku mengizinkan dia untuk turun ke lantai bawah dan keluar dari kamarnya,” pandangannya teralihkan untuk mengamati wajah saudara sepupu yang sinis. “Dan aku tidak menginginkan kau untuk menggodanya dengan segala tipu muslihatmu yang terkutuk itu, Cons. Jangan sampai kau membuat anak itu kebingungan sehingga kau dan aku akan bertengkar.”

Constan mengamati gesper berhias permata yang berjalan melalui padang rumput di rawa-rawa. Limin mengisahkan bahwa ini benar, karena sepatu sendal yang berlumur lumpur dan rumput kering menempel di sepatu sendalnya.

Kemudian Constan tersenyum mengamati gesper itu. “Ini bykan jenis perhiasan khusus untuk menarik laki-laki muda, karena aku benar, bahwa sepatu sendalnya ini bukan milik dia sendiri.”

“Mungkin saja,” sahut Manner tidak membantah.

“Bukan hanya mungkin saja, tetapii, IYA!” kata Constan memandangi gesper berhias permata. “Ini agak terlalu mencolok tetapi barang ini memiliki nilai yang lumayan fantastis. Mungkin saja pemilik aslinya sangar, yang membuat dia tidak betah bekerja ditempat itu. Dan mungkin juga banyak tuntutan dan peraturan, kau tahu, kan... banyak menyuruh-nyuruh yang tak ada habisnya. Akhirnya gadis kecil itu memutuskan untuk melarikan diri dari sana.”

“Kau terlalu berasumsi.” Raut wajah Manner yang serius menjadi tertawa terbahak-bahak.

“Kau sudah seperti detektif terkenal, Sherlock Homles, yang berbicara seperti itu. Seakan-akan kau tahu semuanya. Kenyataan yang jelas adalah bahwa anak itu menderita amnesia, dan aku memutuskan akan merawatnya sampai dia dijemput kembali oleh keluarganya atau pun tuannya. Aku akan merawatnya sampai ia teringat siapa dirinya sendiri. Aku tidak ambil pusing dengan masalah sepatu sendal yang dimilikinya itu milik siapa. Aku seorang dokter dan tugas utamaku adalah merawat anak itu untuk mengobatinya.”

“Kenapa kau tidak mengirim ke rumah sakit, jika memang dia sakit?” kata Constan.

“Tidak dikirim ke rumah sakit saja dia udah tampak ketakutan. Dikirim ke rumah sakit akan memberikan dia sugesti bahwa dia sakit. Ia sebenarnya tidak sakit. Ia hanya melarikan diri dari sesuatu, atau seseorang. Jika dia berhenti ketakutan dengan situasi itu, dan kemudian ia lari dari kemungkinan yang terjadi, dia pasti dapat mengingat kembali siapa dirinya. Dan itu bisa saja malam ini, besok, atau minggu depan.”

“Atau tidak pernah sama sekali,” sahut Constan sambil melempar gesper ke meja. “Baiklah, itu adalah keputusanmu, aku tidak akan mencampuri keputusanmu yang ingin merawat gadis itu.”

Manner hanya menganggukkan kepalanya untuk menanggapi sepupunya.

Limin merupakan anak seorang pegawai Pos, yang ibunya bekerja di suatu toko biasa. Toko yang sering dikunjungi oleh orang-orang high class, pekerja kantoran, pekerja pemerintah, dan dia kebetulan bekerja dengan Manner Peters yang menyandang sebagai dokter. Dia juga memiliki pengalaman sebagai sekertaris di tempat lain sebelum bekerja dengan Manner.

Flash back.

Suatu hari, hujan turun. Limin terpeleset di suatu trotoar depan restoran dan Manner melihat itu langsung keluar untuk membantu Limin. Manner tidak hanya membantu dirinya bangkit dari jatuhnya, tetapi Manner mengajak Limin masuk ke dalam restoran itu untuk mendapatkan minuman hangat.

Manner yang tidak sendirian di dalam restoran itu, melihat sahabatnya yang tertarik dalam pandangan pertama terhadap Limin. Kecantikan yang paripurna terpancar dalam raut wajahnya. Pipinya yang kemerah-merahan menahan sakit punggungnya habis terjatuh terpeleset.

Dan pada saat itu, secara kebetulan di tempat praktik Manner di Harley Street sedang memerlukan seorang sekertaris karena sekertarisnya yang lama mengundurkan diri disebabkan ia menikah. Bagi Limin, tawaran pekerjaan itu sangat berarti seperti durian jatuh, dan sekarang Limin sudah bekerja selama empat tahun lamanya bersama Manner. Sampai-sampai ke mana pun Manner, dia akan mengikutinya dengan setia.

Dan Limin sangat gembira dapat terlibat bahkan kenal dengan keluarga Peters, sampai dia sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Ia sangat beruntung mengetahui keluarga Manner yang ternyata Manner memiliki sepupu yang sangat menarik, Constan Peters.

Flash back off.

...****************...

ok, dua bab awal dulu. cape, say. hihi

thanks.

Bab 3

Bab 3

Senja menyonsong hari itu. Limin memegang gelas anggurnya dengan tersenyum cantik memandangi Constan di meja makan.

“Apa kau menyesal telah berlibur dari pekerjaanmu, Constan?” tanya Limin.

“Sejujurnya, ya, sedikit,” sahut Constan tersenyum. “Suatu drama yang sudah diselenggarakan selama dua setengah tahun sudah menjadi habitatku, seperti memerankan sebuah casting drama romantis. Apalagi di akhir scane sebuah perpisahan dalam drama, pasti akan ada scane baik lelaki dan wanita akan mengecup bibir untuk menandakan perpisahan walaupun tidak semua seperti itu,” Constan tersenyum dalam kalimatnya yang langsung memandangi netra Limin yang berwarna biru terang. Sungguh matanya salah satu daya tarik untuk memikat seseorang agar tertarik pada dirinya. “Kau sungguh terlalu menarik dengan sebagai sekertaris,” Constan menambahkan.

Pipi Limin memerah seketika, dan dia segera melirik pada gadis yang duduk disebelah kiri Constan. Gadis itu hanya menunduk dan menatap pada piring yang ada di depannya tanpa dia sentuh. Tak berapa lama Limin sedang memandangi gadis itu, sesaat dia mendongakkan pandangan ke depan. Saat itu juga, mata kebiruan milik Limin bertemu. Bertatapan dalam sengit yang menandakan ia tidak suka dengan gadis itu. Padangan gadis itu pun tak kalah sengit terhadap Limin. Terlihat jelas raut garis wajahnya yang keras dan menegang.

Tiba-tiba Manner berkata menghadap ke arah Dygta. “Apa kau tidak lapar? Kau boleh makan sebanyaknya di sini.”

Dygta agak gelagapan melepaskan tatapannya kepada Limin. “Tidak. Aku tidak terlalu lapar, Dokter Peters.”

Mendengar kata itu, Constan segera melihat ke arah wajah kurus nan pucat itu. Sejak acara makan malam dimulai, ia tidak berbicara sama sekali kecuali menganggukkan kepalanya waktu dia diperkenalkan oleh Manner. Suara yang rendah dengan alunan suara merdu mengagetkan Constan.

“Apa kau tidak menikmati makan malam ini dengan menu yang tersedia di meja makan saat ini?” tanya Constan.

Wajah gadis pucat itu menatap Constan dan melihat sikap penasaran dengan dirinya. “Maaf, saya tidak paham maksud perkataan anda.”

“Benarkah?” kata Constan dengan bibirnya menyungging sedikit ke arah atas.

“Sudahi pertanyaanmu yang hanya membuat dirinya canggung dan hilang akan selera makannya, Cons,” Manner berkata dengan tajam untuk menanggapi sepupunya yang menyebalkan dengan tingkah ke absurd-annya.

Constan hanya mengangkat bahunya dan kembali memerhatikan Limin yang berada tepat di hadapannya. “Jika saja besok kalau dibolehkan mengambil cuti, aku akan mengajakmu ke cottage yang baru saja aku beli. Bagaimana Manner? Apa kau akan memberikan izin untuk Limin pergi bersamaku?” tanya Constan.

“Ayolah, Manner. Izinkan aku untuk cuti sehari saja,” ucap Limin memandangi tuannya untuk mendapatkan izin dari dirinya. “Apa aku boleh pergi bersama dengan Constan. Aku akan bekerja pada hari berikutnya jika memang ada yang harus aku kerjakan. Walaupun itu di hari weekend.”

“Kenapa tidak ke cottage pas hari weekend saja? Sabtu atau Minggu?” kata Manner bernada datar.

“Aku hari itu akan mulai mengangkut barang-barangku. Akan sibuk pindahan. Aku mengirimkan sejumlah perabotan rumah dari London ke cottage baruku,” jelas Constan.

Kemudian Constan mengangkat gelasnya dengan senyuman yang terpancar di raut wajahnya, “Biarkan dia libur sehari dari pekerjaan yang padat dan meletihkan itu, Manner. Aku akan mengembalikannya utuh dan tidak akan cacat sedikit pun. Ini janjiku padamu.”

“Kau benar-benar penggoda. Mengganggu saja!” Manner tertawa pelan yang dipaksakan. “Baiklah, aku berikan dia untukmu. Tapi hanya untuk besok saja!” Manner akhirnya memberikan izin terhadap Limin untuk cuti hari esok.

“Ah, begitu. Terima kasih, Manner,” kata Constan perlahan. “Kau dengar itu, Limin. Kau sepenuhnya milikku besok,” lanjutnya menatap ke arah Limin.

“Terima kasih, Manner,” ucap Limin dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Anting-anting milik Limin bergoyang-goyang menarik karena semangat yang ditampilkan oleh dirinya.

“Sudahlah. Jangan mengucapkan terima kasih kepadaku.” Manner tertawa dengan ucapan Limin yang sedikit berlebihan menurutnya.

Constan sangat senang dan puas mencuekkan gadis disebelahnya ketika gadis itu kedapatan menunduk dan meneteskan air matanya. Mendadak gadis itu menyandarkan punggungnya di kursi makan, dan tak berapa lama ia segera bangkit dari kursi itu dan melarikan diri. Manner yang melihat hal itu segera mendorong kursinya ke belakang dan bangkit berdiri mengikuti Dygta yang berlari sambil mengumpat kata serapah dari mulutnya.

“Nah, apa kau senang sekarang, Constan?” tanya Limin tersenyum menggoda.

Constan hanya mengangkat keningnya, “Apa yang kau lakukan?!”

“Kau melihatnya tadi.”

“itu buruk.” Constan mengangkat gelas anggurnya lagi dan mengamatinya perlahan, “Apakah kau ingin aku membuatmu menangis jika aku memandangimu, Limin?”

“Kau memandangi aku tidak semacam kau memandangi anak malang itu,” bantah Limin dengan sikap yang puas. “Dan kalau kau melakukan itu sama persis seperti tadi, yakinlah aku rela mengelaurkan air mataku ini untukmu, Constan,” lanjutnya lagi.

Limin bangkit berdiri dari tempat duduknya sambil menjatuhkan serbet yang berada di samping piringnya. “Aku akan pergi ke ruang keluarga untuk mengobrol santai dengan nenek,” izin Limin.

Jika saja Manner kembali, mulutnya akan mengomel. Sungguh Limin, kau telah menendang kucing kesayangannya.

“Tunggu sebentar, Limin,” kata Constan dan bangkit menyusul untuk melangkah ke arah Limin dari belakang. Kemudian Constan memegangi lengan Limin yang halus dan lembut mulus. “Apakah Manner benar-benar terpikat oleh gadis itu?”

Limin mendongakkan kepalanya dengan rambutnya yang pirang itu. “Aku kira, makhluk istimewa itu membangkitkan rasa untuk melindungi dalam diri Manner bangkit,” jawabnya dengan tertawa agak jahat.

“Manner yang malang! Tapi kakiku kau injak,” seru Constan kasar. Kemudian Constan menarik Limin semakin dekat dengannya sambil berkata, “Bagaimana sebenarnya rasa untuk melindungi itu bisa muncul?” Constan menciumm tengkuknya kemudian mata Limin. “Kenapa kau tidak membuat aku dapat memprotek dirimu, sayang?”

Limin mencebikkan bibirnya dan melepaskan diri dari Constan. “Aku tidak berharap menjadi seperti dirinya.” seketika Limin melesat pergi dari ruangan itu, ia hanya mendengar suara tawa Constan yang mengolok-olok dirinya dengan durasi yang lumayan lama sehingga berlalu begitu saja dan suara itu sudah tak terdengar lagi.

“Dia mengira saya penipu, kan?” Dygta berdiri dekat dengan meja perpustakaan, sambil mengusap air mata yang jatuh dari kedua matanya. Ia menyapunya dengan sapu tangan yang telah diberikan oleh Manner kepadanya. Dygta melihat ekspresi wajah Manner yang nampak tidak senang dan Dygta pun segera mengganti kalimatnya, “Saya rasa, saya tidak bisa berada di sini lebih lama, Dr. Peters. Mungkin lebih baik saya ke rumah sakit saja.”

“Ini rumahku, Dygta. Bukan rumah Constan!” mata Manner yang memancarkan keprofesionalannya sebagai seorang dokter itu mengamati gadis kecil dihadapannya, dan ia mengkerutkan keningnya melihat sebuah keraguan yang ada di dalam diri gadis itu. “Dia di sini hanya sehari atau dua hari saja, hei anak kecil. Dia akan pindah ke cottage-nya sendiri pada hari Sabtu. Kau sendiri tadi mendengar perkataannya, kan?” kata Dr. Manner tersenyum kepada Dygta. “Jangan kau khawatir karena dirinya. Constan memang mempunyai humor aneh seperti itu. Kau tahu, jika dia berhasil dengan humornya yang aneh itu, dia kan semakin merasa senang dan akan semakin menjadi-jadi untuk melancarkan serangan selanjutnya. Susahnya, dia sangat suka puji-pujian yang berlebihan yang selalu dilontarkan kepada dirinya. Yah, memang diakui, dia benar-benar hebat dalam karirnya dan menjadi seorang aktor yang sukses dalam seni perannya. Tapi tolong, jangan katakan padanya,” jelas Manner.

“Saya tidak memiliki hasratt untuk mengatakan kepadanya, Dr. Peters,” ucapnya tegas. “Saya kira saya tidak akan suka dengan saudara sepupu anda itu,” katanya menambahkan.

Manner tertawa mendengar celotehan dari gadis kecilnya itu.

...****************...

tbc

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!