Mentari semakin naik ke peraduan, menyelubungi langit biru dengan cahayanya yang menyilaukan netra dan teriknya yang menusuk kulit.
Seorang wanita berjalan mondar-mandir di depan meja kerjanya. Di atasnya terdapat sebuah laptop yang menyala. Entah perasaan apa yang saat ini ia rasakan, raut wajahnya yang berubah-ubah tak mampu tertebak.
"Meski gagal, setidaknya aku sudah mencoba. Aku juga tidak mempermasalahkannya, aku tidak benar-benar ingin lanjut. Jadi diriku yang sekarang saja sudah sangat bersyukur dan cukup, bagiku".
Begitu cecar wanita itu dalam hati.
Setelah ripuh dengan segala angannya, wanita itu menarik kursi di bawah meja dan mendudukkan bokongnya. Satu tangannya ia dekatkan ke arah keyboard. Jari telunjuknya terangkat lebih tinggi, bersiap ingin bergesekan dengan tombol enter.
Tegg!!
Suara singkat itu menandakan gesekan antara jemari dan tombol enter telah terjadi dengan sempurna.
Leora tergugu di depan laptopnya yang menyala. Suhu ruang kerjanya terasa sejuk karena pendingin, namun tak kuasa mengekang peluh kegelisahan yang mengucur dari pelipisnya.
Dadanya bergejolak hebat. Kakinya yang bertumpu di bawah meja bergoyang cepat menimbulkan getaran seperti gempa.
Di saat semua peserta yang lolos bersorak bahkan menangis bahagia, wanita itu justru tampak gelisah. Helaan nafas berat yang menguar dari mulutnya menyiratkan pikiran yang tertekan.
Tidak. Leora tidak ingin serakah. Ini di luar ekspektasinya. Bukan ini yang Leora harapkan. Memang dirinya pernah bermimpi, tapi Leora sudah sangat ikhlas bila tidak kesampaian. Meski tak kesampaian, paling tidak Leora punya keberanian untuk sekedar bermimpi.
Keputusannya untuk mencoba ikut serta dalam beasiswa karena dorongan sahabat-sahabatnya juga salah seorang teman komunitas mereka yang juga pernah menerima beasiswa yang sama, bahkan kini sudah menjadi seorang dosen.
Kata mereka, Leora pernah bilang akan coba daftar beasiswa jika usahanya sudah stabil. Saat kedua orang tuanya sudah tidak perlu bekerja lagi. Leora sendiri sudah tak begitu ingat dengan ucapannya. Anggapannya itu hanyalah sekedar ucapan.
Tapi, karena teman-temannya mengatakan kalau itu adalah janji, jadi harus ditepati. Akhirnya, Leora pun mencoba saja. Leora yakin dirinya tak akan lolos karena beberapa hal dalam dirinya yang tak sesuai, katanya. Leora seakan lupa bahwa ada Yang Maha Kuasa yang lebih berotoritas atas hidupnya.
Tok...tok...tok
Nana, sahabat sekaligus rekan kerjanya masuk sembari menatang nampan berisi segelas es kacang hijau varian alpukat. Salah satu menu favorit kedai yang menjadi kesukaan Leora juga.
Suara ketukan mengalihkan perhatiannya beberapa detik ke pintu, sebelum kembali menatap layar laptop.
Wanita bertubuh mungil itu menaruh gelas yang ia bawa di atas meja. Gurat bingung di wajahnya terbit tatkala melihat raut wajah sahabatnya yang tak biasa. "Ini minuman kamu".
Leora mendongak mendapati Nana yang juga sedang menatapnya penuh tanda tanya di kepala. Sejurus kemudian, Leora berdiri dari duduknya, lalu memegang kedua bahu Nana dan mengguncangnya pelan.
"Na, kok bisa, ya? Gak mungkin, Na. Aku harus bagaimana?"
Dahi Nana semakin mengernyit bingung, ikut cemas juga jadinya. "Kamu kenapa sih? Jangan bikin panik, deh".
Leora mengeser sedikit laptopnya dengan pelan, menyodorkannya ke arah Nana. Memberi instruksi lewat matanya agar Nana membaca rangkaian kata yang tertulis di layar.
Nana terperangah seketika. Kedua tangannya spontan menangkup mulutnya yang terbuka lebar. Setelahnya, wanita itu melompat memeluk Leora dengan hebohnya, membuat tubuh keduanya berguncang.
"Wuahhhh...Raaa...selamattt, akhirnyaaa, mimpi kamu semakin dekat, Raa..."
"Ya, ampun, Raaa...ka..mu berhasil, Raaa..."
Terdengar rengekan kecil selepas ucapan itu lolos dari mulut Nana. Bukan karena sedih, melainkan terharu.
Sementara Leora masih bergeming di pelukan Nana. Tak hanya tubuhnya yang berguncang namun hatinya lebih terguncang sekarang. Tak menduga dengan kenyataan yang sedang menyapanya.
Nana melerai dekapannya tatkala merasakan sesuatu yang ganjal. Tak ada balasan Leora terhadap pelukannya. Bila ada kabar membahagiakan, mereka akan saling berpelukan. Makanya, Nana merasa ada yang berbeda.
"Muka mu kok begitu, Ra, kayak gak senang begitu. Kamu kenapa, sih?".
Nana semakin dibuat penasaran, mengapa Leora tak bergembira seperti dirinya, padahal Leora lah penerima bahagia itu. Leora harusnya lebih antusias dari Nana.
"Aku kok bisa lolos. Aku hanya ingin mencoba, Na. Aku cuman gak mau nyesel karena gak coba. Aku bahkan gak berharap bisa lolos. Beneran, Na".
Raut wajah Leora begitu serius sekaligus cemas saat berceloteh, jemarinya pun terangkat membentuk huruf V, ingin menyakinkan jika yang dikatakannya itu memang benar adanya.
"Jangan-jangan salah, ya. Ini nama orang lain deh kayaknya".
Leora masih terus menampik kebenaran yang sudah terpampang nyata di depan matanya dan juga Nana.
Dengan segenap kegemasan, Nana menjitak dahi Leora cukup keras, yang menyebabkannya meringis kesakitan. Begitu niatnya Nana, ingin memberikan sensasi rasa sakit untuk sahabatnya yang sedang kumat rasa tak percaya dirinya.
"Mulai deh kamu, Ra. Ini jelas banget nama kamu, SELAMAT MEGAN LEORA QUIANA, KAMU DINYATAKAN LOLOS".
Leora menghela nafas panjang. Tangannya meraih gelas yang mulai berembun di mejanya, menegak minuman berserat itu bagai air putih hingga setengah.
"Awas keselek kamu, Ra".
Uhuk...uhuk
Perkataan Nana bagaikan doa yang langsung dikabulkan saat itu juga.
Dengan sigap, Nana mengambil botol air mineral di kulkas mini yang ada di pojok ruang itu, lalu memberikannya pada Leora yang masih gaduh dengan batuknya.
Leora meneguk air mineral itu dengan rakus hingga tandas guna memberi rasa lega yang ia damba. "Aaaahhhh".
"Kebiasaan mulut kamu, kalo yang tragis aja langsung terkabul", protes Leora kemudian.
Nana terkekeh lalu menepuk bahu Leora. "Sorry, bestie".
Leora menepis tangan Nana dari bahunya dengan sedikit kesal lalu kembali duduk di kursinya.
Ditatap kembali laptop yang masih menyala itu. Matanya menelisik setiap kata demi kata yang tertulis di sana. Entah sudah ke berapa kalinya, Leora melakukan itu. Mencoba mencari kesalahan yang barangkali terluput dari penglihatannya namun nyatanya tak ada yang salah.
Leora mencengram pegangan kursi dengan kuat. Tak tahu persis apa yang sebenarnya ia rasakan sekarang. Leora jadi frustasi sendiri.
Sebetulnya yang harus hadir adalah rasa syukur dan bahagia tentunya. Mengingat proses panjang yang harus ditempuh sebelumnya. Disuguhi perjuangan tak mudah dengan banyak kendala melanda. Walau niatnya hanya ingin mencoba agar tak menyesal. Itu saja.
Tapi, Leora dibuat syok dengan hasil yang tak pernah ia bayangkan. Leora tak pernah menyiapkan rencana, jika hasilnya bukanlah kegagalan, bahkan memikirkannya saja tidak mungkin. Keputusannya untuk mencoba agar tak menyesal membawanya lagi pada pilihan yang sulit. Harus menghadapi atau menghindari? Pilihan untuk mencoba lagi atau hanya berhenti di sini?
Dalam pergolakan batinnya, Leora cemas dan takut, kalau-kalau ia tak mampu menghadapinya. Bagaimana jika ia tak sanggup dan harus berhenti di tengah jalan? Bukankah itu lebih menyakitkan dan memalukan?
Leora menatap Nana dengan mata memelas. "Aku mundur aja ya, Na. Aku beneran gak nyangka ini. Aku takut gak mampu, Na".
Nana tahu sahabatnya itu mungkin masih sedikit trauma dengan pengalamannya dahulu, namun tak habis pikir juga langsung menjudge dirinya tak akan mampu, padahal belum mencoba, belum berusaha.
Nana menepuk bahu Leora dengan sedikit cengraman, seakan ingin menyalurkan kekuatan. Seulas senyum penuh keyakinan terbit di bibirnya.
"Terima saja takdirmu, kamu itu bisa, Ra. Kamu sudah lolos, berarti Tuhan mengizinkanmu mengambil jalan ini, Ra. Kamu sudah begitu hebat bisa bertahan hingga titik ini dengan segala tantangannya. Ingat, menyerah tanpa mencoba tak pernah ada di dalam kamus hidupmu, Ra".
Bersambung...
*************
✨Mohon dukungannya untuk karya pertama ini. Semoga suka sama cerita khayalanku, wkwkw.
Ringankanlah tangan readers untuk memberikan like, subscribe, hadiah, vote dan ramaikan dengan komen tentunya.
Terima kasihhh!!✨
Begitu kabar Leora mendapat beasiswa S2 terdengar ke telinga Papah, Mamah, kedua Kakak, sahabat dan rekan kerja nya, mereka pun turut berbahagia atas kabar baik itu. Mereka dengan yakin mendukung Leora mengambil kesempatan itu.
Yang malah, membuat Leora semakin dilanda kebimbangan berat. Di saat hatinya kalut, ada hati lain yang justru sangat antusias.
Semenjak hari pengumuman itu, Leora memutuskan untuk menyendiri sejenak. Menjauhkan diri dari interaksi, berharap dengan begitu, ia bisa menemukan apa yang sesungguhnya diingini hatinya.
Leora sadar betul, kebahagiaan orang-orang yang ia cintai juga menjadi kebahagiaannya. Tapi tentang mimpi ini, Leora sungguh akan mengutamakan hatinya untuk memutuskan. Sebab, dirinya nanti yang akan menjalani.
Dalam masa menyendiri, Leora menggunakan waktunya untuk merenung. Dalam masa itu, Leora berdoa, membaca buku, juga berbagi cerita dengan kakak rohaninya, kak Fela, untuk menerima saran dan nasehat. Seperti yang sudah-sudah ia lakukan kala kegundahan hati melanda.
Lagi, lagi Leora mendapat dukungan. Sama seperti yang lainnya, Kak Fela begitu senang mendengar Leora lolos sebagai penerima beasiswa.
Yang membuatnya semakin syok adalah, kak Fela yang mengatakan bahwa, selama ini ia mendoakan Leora agar bisa melanjutkan studi. Berpijak dari cerita di masa lalu Leora yang pernah mengatakan bahwa ia ingin menjadi dosen suatu saat nanti.
Ternyata keberhasilannya berkat kekuatan doa dari semua yang tulus menyayangi nya. Karena Leora hanya sharing kepada kak Fela, Nana, dan Yaffa. Kedua orang tuanya pun tak ia beritahu.
Bukan Leora tak bersyukur, hanya saja Leora merasa tak menyangka. Apalagi, sudah beberapa tahun berlalu setelah studi S1 nya.
Bila memutuskan untuk lanjut, Leora musti belajar keras. Mengingat bidang studi yang Leora ambil sangat susah bagi Leora. Matematika murni.
Membayangkannya saja membuat Leora bergidik. Sungguh Leora merasa tak percaya diri, meski ia sangat menyukai bidang ilmu yang satu itu.
Setiap hari Leora memang menyempatkan diri belajar, di sela kesibukan usahanya. Namun, tetap saja, rasa takut akan kegagalan itu pasti ada.
Melalui pengalaman hidup nya yang lalu, tentang perjuangan yang begitu menguras energi sekaligus emosi, Leora telah belajar banyak hal yang sangat berharga.
Bahwa tak ada suatu hal berharga yang kamu dapatkan tanpa gagal dulu, tanpa jatuh dulu, tanpa menangis dulu, tanpa terluka dulu. Semua itu adalah proses tak mudah yang akhir nya bisa membawa Leora pada pencapaian nya saat ini.
Yang ia yakini, setiap proses itu tak hanya membuat seseorang mencapai hal berharga tapi juga membuat diri seseorang itu semakin berharga, semakin pantas, dan semakin berkualitas.
Semua keyakinan itu tak hanya sekadar datang. Setiap keyakinan muncul dari pengalaman atas sebuah fase yang telah berhasil kita hadapi dengan baik, walau mungkin tak mudah.
Dahulu, saat studi S1 nya, Leora harus menelan kecewa saat kenyataan berjalan sangat jauh dari rencana dan targetnya. Menghabiskan sampai 10 semester karena berbagai kendala yang datang di luar kendalinya.
Membuat Leora sedikit trauma sebetulnya, untuk melanjutkan studi lagi. Saat itulah ia, mengubur keinginan nya untuk melanjutkan S2. Mengubur mimpi nya untuk menjadi dosen.
Terdengar lucu, sih alasan nya. Namun, itulah yang muncul di benak Leora saat itu.
Tak ada yang perlu di sesali, karena, justru dengan proses yang sulit itu seseorang akan lebih dewasa dan lebih kuat menghadapi tantangan yang lebih tinggi levelnya yang masih menantinya di masa depan.
Usaha kecil keluarga yang ia coba kembangkan, berkali-kali gagal. Leora tentu sempat terpuruk, tapi ia memilih tak menyerah, tapi tetap melakukan apa yang bisa ia lakukan.
Pada akhirnya usaha yang ia impikan bisa dikatakan sukses, semakin besar, semakin berkembang pesat. Meski baru berlokasi di dua tempat, pengunjungnya selalu ramai, tak pernah sepi.
Usaha keluarga yang awalnya hanya sebuah kios kecil beralih menjadi minimarket yang dikembangkan sekaligus bersama kedai dan butik.
Bagi Leora, Tuhan berikan hasil ujian yang sangat memuaskan setelah semua ujian sulit yang harus ia hadapi,
Setelah hampir satu minggu menarik diri dari keramaian, termasuk mangkir dari usaha. Akhirnya Leora kembali bersama pilihan yang telah ia tetapkan.
Kegelisahan yang beberapa waktu ini ia rasakan, perlahan berganti dengan ketenangan. Leora telah yakin pada keputusannya. Untuk menghadapi, untuk menjalani, untuk mencoba lagi.
Tentu saja, keputusan tak mudah yang akhirnya tercetus itu juga tak terlepas dari dukungan doa dan semangat dari keluarga, sahabat serta rekan kerjanya yang selalu mendukungnya. Dan, Leora sangat bersyukur akan hal itu.
Sejujurnya, memutuskan untuk menjalani takdir itu, bukan berarti membuat Leora tak lagi merasakan takut gagal, merasakan kekhawatiran akan kendala di depan sana, juga merasakan keraguan akan kemampuannya.
Yang Leora yakini adalah semua rasa takut, khawatir dan ragu itu tak lebih besar dari Tuhan nya, yang akan selalu mengiringi langkahnya. Asalkan Leora selalu mengandalkan Penciptanya, bukan kekuatan diri.
Mungkin bagi sebagian orang mungkin terdengar berlebihan, namun bagi Leora, pengalaman sewaktu strata satu dulu sedikit banyak meninggalkan kesan yang sedikit menakutkan bagi nya
Leora bukan anak malas dan suka membolos kuliah. Bisa dikatakan, Leora anak yang rajin dan mampu. Sejak masa sekolah dasar hingga menengah pun Leora adalah anak dengan segudang prestasi.
Ditambah lagi, melihat teman-teman sejawat lain yang sudah berhasil, dengan jalannya yang seakan begitu mulus membuat mental Leora sempat jatuh telak.
Leora merasa rendah diri dan meragukan kemampuannya. Tapi begitulah dunia perkuliahan, yang sangat berbeda jauh dengan sekolah menengah.
Jika bukan karena doa tulus dari orang-orang yang menyayangi nya, juga kemauan untuk tetap berusaha, rasanya sulit untuk Leora bertahan hingga akhir.
Yang Leora yakini, kalau Tuhan sudah mengizinkan, Tuhan jugalah yang akan menuntun sampai akhir.
Itulah yang Leora alami, meski jalan yang ditempuh tak selalu mulus, pada akhirnya ia tetap sampai pada tujuan.
Dan, seharusnya keyakinan itu juga yang harus ia pegang saat ini. Bahwa ketika Yang Kuasa telah mengizinkannya, Dialah juga yang pasti akan menyertai sampai akhir.
Segala tantangan adalah cara Yang Kuasa membuat anakNya untuk tetap bersandar penuh padaNya, karena kita adalah milikNya dan Dia begitu menyayangi kita. Anggap saja begitu dan memang demikian adanya.
Kesibukkan Leora berlanjut untuk menyelesaikan prosedur lanjutan sebagai calon awardee. Mengikuti beberapa kegiatan penting yakni program pembekalan dan pengajuan dokumen-dokumen penting sebelum keberangkatan.
Meskipun cukup rumit, panjang, dan melelahkan, Leora bisa menyelesaikan rangkaian prosedur itu dengan baik. Saat ini, Leora hanya tinggal menunggu jadwal keberangkatannya.
Ah, jangan lupa juga yang tak kalah penting. Sesuai prosedur beasiswa, Leora harus mencari tempat tinggal terlebih dahulu sebelum dirinya berangkat ke kota tempat studinya.
Awalnya, perihal tempat tinggal sedikit membuat khawatir Leora, pasalnya ini pertama kali nya ia akan tinggal di kos.
Ia tak begitu tahu tempat kos yang bagus di daerah tempat studinya. Pergi ke kota itu saja tidak pernah, mana mungkin mau tahu letak kos-kosan nya.
Beruntung, dari pihak pemberi beasiswa membantu memberikan rekomendasi beberapa tempat yang letaknya dekat dengan kampus.
Leora yang mulanya layu meragu jadi lebih semangat. Tak sabar ingin mengecek langsung calon tempat tinggal barunya. Ia juga akan meluangkan waktunya untuk menjelajah internet, untuk menemukan tempat kos yang sesuai.
Bersambung...
*************
✨Mohon dukungannya untuk karya pertama ini. Semoga suka sama cerita khayalanku, wkwkw.
Ringankanlah tangan readers untuk memberikan like, subscribe, hadiah, vote dan ramaikan dengan komen tentunya.
Terima kasihhh!!✨
Pagi itu, Leora dan Nana sangat padat dengan kerjaan. Pengecekan langsung ini itu oleh Leora dan pengalihan tugas Leora kepada Nana yang akan mengantikan peran Leora selama kepergiannya. Jangan lupakan kesibukan Leora juga dalam mempersiapkan segala keperluan keberangkatannya.
Sebetulnya, Nana sudah banyak tahu peran Leora, karena seringkali mendampingi bahkan turun langsung untuk ambil alih. Tapi, karena mulanya sudah ditetapkan aturannya maka bagaimanapun tetap harus mengikuti prosedur.
Sembari mempersiapkan beberapa orang khusus untuk mengolah menu, Leora masih harus bertanggung jawab penuh menyusun menu baru, memilih bahan, hingga memasak untuk kedai. Dibantu Nana tentunya. Begitu juga untuk butik dalam pemilihan produk dan distributor. Tempat Leora memang sistemnya hanya menjual, tak merancang dan menjahit langsung.
Leora dan Nana sedang dalam perjalanan kembali dari Malang ke Surabaya. Mereka mengecek langsung perkembangan usaha minimarket, kedai dan butik di kota Malang, tempat kedua orang tua Leora menetap saat ini.
Sebelum ke Malang, Leora mengajak Nana ke Jogja. Menemaninya menentukan kosan yang akan ditempati selama masa studi. Karena Leora sudah lebih dulu mencari referensi melalui internet, dirinya tak begitu kesulitan tinggal menentukan yang sesuai dengan keinginannya. Tempat yang bersih, aman dan dekat dengan kampus tentunya. Ternyata tak sesulit yang Leora khawatirkan.
Beberapa waktu lalu, kedua orang tua Leora juga telah berada di Surabaya dalam rangka ikut mempersiapkan keberangkatan Leora ke Yogyakarta yang sudah semakin dekat. Yah, sebenarnya Leora ingin menolak karena tak ingin kedua paruh baya itu kelelahan, mengingat ia hanya ke Yogjakarta, bukan ke luar negeri.
Hanya butuh waktu sekitar 4-5 jam dengan kereta. Bahkan lebih cepat lagi jika menggunakan pesawat. Tapi, namanya orang tua pasti ingin ikut melepas pergi sang anak. Mama Giana, mamanya Leora juga berkilah, bahwa sebelum pergi mau adakan ibadah syukur kecil-kecilan.
"Eh, Na, aku mau minta tolong kamu lagi, hehe"
Nana mendengus. "Kamu itu pake minta tolong segala, kayak sama siapa aja".
Leora tersenyum. Terberkati sekali punya sahabat macam Nana. Baik hati, pengertian, pintar dan masih banyak lagi, meski kadang tingkahnya geblek juga.
"Na, aku mau kamu nanti bikin jadwal kunjungan rutin ya ke Malang buat cek langsung. Sekalian liat Papa dan Mama selama aku pergi. Tolong, ya".
"Aku bukan gak percaya anak-anak sih, cuman banyakan mereka kan baru, terus si Yaffa masih cuti, jadi kamu handle dulu. Tolong, ya, Na".
Maklum saja, cabang usaha mereka di Malang baru saja ada pergantian karyawan. Biasanya, walaupun sudah ada Yaffa, Leora tetap akan mengecek ke Malang sesekali sekalian menjenguk orang tua. Sementara Nana akan stay di Surabaya. Kali ini, Nana akan semakin sibuk, karena harus memantau dua tempat sekaligus. Leora sempat menawarkan perekrutan karyawan baru sebagai asisten Nana, tapi wanita itu menolak. Katanya ingin menunggu Yaffa habis cuti saja.
Nana mengangguk mengerti. "Aku emang udah rencana begitu sih sebelum kamu bilang".
"Ck, dasar ya si paling pengertian", seloroh Leora sambil geleng-geleng takjub membuat Nana terkekeh.
Leora, Nana dan Yaffa adalah teman seperjuangan yang menjadi sahabat bahkan saudara sejak masa kuliah dulu. Kemanapun dan dimanapun selalu bersama. Tak terpisahkan. Bagi ketiganya, mereka tak hanya sekampus dan sejurusan, tapi juga sefrekuensi. Sefrekuensi edannya. Hihihihi...
"Sayang banget, abang-abang aku udah sold out", timpal Leora.
Nana tertawa geli. Sebenarnya, masih jomblo pun Nana tak ingin dijodohkan dengan salah satu abang Leora.
Bukan apa-apa, hanya saja menurut Nana mereka lebih komplit jadi kakak adik.
Mengingat Leora anak perempuan seorang, membuat ia sangat disayangi dan dijaga oleh kedua abangnya. Persahabatan Leora dengan Nana dan Yaffa, membuat keduanya juga diperlakukan sama.
Pernah ada, cowok yang kasih surat cinta buat mereka tapi sangat alay jablay, terus ajak kencan tapi sudah punya pacar, langsung kena bogeman maut dari bang Arga dan bang Argy. Alhasil, status jomblo masih tersemat indah pada Leora dan Nana hingga saat ini.
Lain halnya dengan Yaffa yang sehabis kuliah langsung kembali ke Malang, kota asalnya. Yaffa bertemu pria baik dan telah menikah 2 tahun silam. Kini, mereka tengah menanti kelahiran anak pertama.
"Seneng banget kan kalo ipar cantik, pinter dan sangat bisa diandalkan begini. Cari dimana lagi coba".
Guyonan Leora langsung mengundang gelak tawa dari Nana. "Lebay banget kamu. Lebih nyaman jadi adek".
"Barangkali mau jadi yang kedua kan, Na. Sesama teman, bisa diatur lah"
Nana melotot tak percaya pada Leora. Kini, berganti Leora yang terbahak. Sosok Leora yang santun tuturnya sedang turun takhta sepertinya.
Keduanya membunuh waktu dengan saling melempar cerita seraya menikmati pemandangan alam yang luar biasa. Kebanyakan cerita mereka, mengenang masa kuliah dulu.
Kelakuan Leora, Nana, juga Yaffa. Kosan Yaffa yang paling dekat kampus menjadi markas mereka. Untuk numpang makan, numpang tidur, numpang buang hajat, numpang print, numpang nongkrong tak jelas, numpang curhat, dan numpang-numpang lainnya.
Leora dan Nana kalau mau dibilang, punya sifat sebelas dua belas lah. Cuek dari luar tapi sebetulnya peyayang garis keras. Mungkin karena tanggal lahir mereka berdekatan. Sama zodiak begitulah. Sementara Yaffa si paling adik, terkenal loyal sekali.
Hal yang paling mengesankan itu, kalau menceritakan tentang crush mereka yang bikin hati kacau galau balau. Paling nyambung kalo ceritain crush ke sahabat. Rasanya kayak crush yang hanya kehaluan, bisa jadi nyata dalam sekian waktu saat bareng sahabat.
Ya, karena mereka ikut dukung buat ngehalu. Hihihihihi.
"HAHAHAHA". Tawa Leora dan Nana pecah tatkala mendengar cerita tempo doloe yang masih Nana ingat sampai sekarang. Kejadian memalukan yang susah payah Leora hapus dari ingatannya.
Tentang Leora chat Leora yang salah alamat. Chat yang seharusnya diteruskan pada Nana berakhir tak sengaja diteruskan ke salah satu dosen yang terkenal killer di program studinya pada masa itu. Leora panik bukan main, lalu segera menghapus pesan dan mengirimkan permohonan maaf.
Selain itu, Nana juga pernah saat hendak meminta tanda-tangan skripsi pada ketua program studi mereka. Dosen muda yang tampan dan baik. Nana yang waktu itu begitu bahagia akhirnya bisa bertemu beliau untuk tanda-tangan, tanpa sadar menginjak kaki sang dosen selama tanda-tangan berkas berlangsung.
Bayangkan saja ada sekitar 6 rangkap, di tambah tanda-tangan sang dosen cukup panjang. Selama itulah kaki Nana dengan tidak tahu malu berada di atas kaki bapak dosen. Setelah menyadari kegoblokannya sendiri, ia meminta maaf sambil hampir bersimpuh di kaki sang dosen. Sudah dibaik-baikin malah ngelunjak si Nana. Bisa-bisanya ya, Nana tak sadar sama sekali.
Leora dan Yaffa saat mendengar cerita itu langsung tertawa terbahak-bahak. Membayangkan raut wajah Nana yang panik dan takut sungguh lucu. Belum lagi pikiran-pikiran buruk jika tindakannya itu bisa berdampak pada dirinya sendiri.
Syukurlah, bapak dosen yang sudah baik hati sejak lahir itu hanya diam saja. Tak ada hardikan maut yang mungkin ampuh merontokkan rambut ikal Nana atau lebih ekstrim lagi membuat gendang telinganya jebol.
Nana menabok lengan Leora yang masih asik terbahak. Tawa Leora kini jadinya terkesan mengganggu. Temannya kalau sudah ketawa lupa tempat. Sampai lupa mereka ada di atas kereta bukan di rumah. Tawa Leora cukup menyita perhatian penumpang lain.
"Ngakak, Naa! Yang kocak menjurus ke memalukan memang selalu melekat dalam sanubari dan hangat dalam ingatan, ya". Leora masih tertawa namun tak seheboh tadi.
Terpaksa Nana turun tangan, menunduk kepala sebagai permintaan maaf. Punya teman sefrekuensi memang kadang malu-maluin.
"Eh, si Yaffa kapan lahiran, ya?", tanya Leora setelah berhasil melenyapkan tawanya.
"Bulan depan deh, kayaknya".
"Buset dah, cepet amat. Gak nyangka kita bakal jadi aunty".
"He'em".
"Gak seru, ya, nanti aku gak bisa jengukin", kata Leora dengan raut kecewanya.
"Mau gimana lagi, kirim hadiah aja. Nanti aku wakilin kamu buat peluk dan cium baby nya deh".
"Yasudah lah, nitip ya, aunty Nana".
Leora dan Nana terkekeh. Sebentar lagi keduanya akan mendapat panggilan baru sebagai aunty.
Bersambung...
*************
✨Mohon dukungannya untuk karya pertama ini. Semoga suka sama cerita khayalanku, wkwkw.
Ringankanlah tangan readers untuk memberikan like, subscribe, hadiah, vote dan ramaikan dengan komen tentunya.
Terima kasihhh!!✨
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!