Pagi yang begitu cerah dengan sinar mentari yang sudah masuk ke celah jendela kamar Yumna. Hari ini adalah hari pertama masuk kampus dan Yumna terdaftar sebagai salah satu peserta orientasi di Kampus Tritunggal Bakti.
"Pagi Bunda, Ayah ...." sapa kedua anak lelaki Bunda Sinta yang terlihat kembar.
Bunda Sinta dan Ayah Roby sudah berada di meja makan dan memulai sarapan paginya sambil menunggu ketiga anaknya yang sudah masuk perguruan tinggi semua.
"Pagi Jone, Dafa. Yumna mana? Bukannya sekalian ketuk kamar adiknya itu," ucap Bunda Sinta gemas.
Sebenarnya ini bukan kali pertamanya Yumna bangun siang. Apalagi setelah liburan panjang dan hanya berada di rumah selama empat bulan. Kerjaannya hanya makan, tidur, begadang dan nangis karena nonton drakor. Bunda Sinta hanya bisa mengelus dada dan menggelengkan kepalanya jjka melihat anak gadis satu -satunya tidak bisa berbuat apa -apa. Mungkin memegang sapu pun harus di ajari.
Sudah jam setengah enam, Yumna belum juga turun dari kamarnya. Bunda Sinta naik ke atas dan membuka pintu kamar tidur Yumna. Kamarnya memang bersih karena setiap hari selalu ada asisten yang membersihkan kamarnya tapi bagian tempat tidurnya berserakan barang -barang pribadi Yumna bercampur sampah.
Ada laptop yang masih menyala dengan stop kontak yang juga ada di sebelahnya untuk mengecas ponsel dan laptop. Belum lagi buku novel percintaan, tisue dan sampah tisue bekas air mata, di tambah sampah snack dan bantal guling serta selimut yang tak beraturan.
Yumna masih nyenyak dan pulas tanpa terganggu sedikit pun dengan kehadiran Bunda Sinta. Yumna malah semakin melengkungkan tubuhnya karena dingin agar tetap berada di suhu yang hangat.
"Yumna sayang ... Bangun. Hari ini kamu kan orientasi pertama," ucap Bunda Sinta yang pelan mengusap kepala Yumna sambil duduk di tepi ranjang.
Hordeng kamar Yumna sudah di buka lebar agar sorot matahari bisa masuk tepat mengenai wajah Yumna agar cepat bangun.
"Eumhhh ... Bunda. Memang jam berapa?" tanya Yumna lembut. Yumna memang ramah dan lembut. Ia sama sekali tidak bisa bicara dengan suara keras, di bentak pun Yumna tak sanggup menahan air mata. Hatinya terlalu lembut dan sensitif.
"Jam enam. Kedua kakak kamu sudah siap. Kamu gak takut terlambat? Duta pasti marah sama kamu," ucap Bunda Sinta pelan.
Mendengar nama Duta, nama kekasihnya yang paling sabar menghadapi Yumna. Yimna pun langsung terbangun dan segera berlari ke.arah kamar mandi. Dengan mandi gaya kucing kecekik karena merasakan dinginnya air shower. Yimna tak berani lama -lama di kamar mandi. Yimna keluar dan memakai baju yang telah di sepakati untuk di pakai saat ospek, yaitu pakaian hitam putih.
Bunda Sinta hanya bisa menggelengkan kepalanya dan mencabut semua charger daro stop kontak. Ikur membantu Yimna merapika tempat tidurnya lalu pergi meninggalkan kamar Yumna dan menemani suaminya sarapan pagi.
"Pasti belum bangun, putri solo kesayangan Bunda," goda Jone pada Bunda Sinta.
"Masih labil. Perlu di ajari dan selalu di nasihati," ucap Bunda Sinta menjawab bijak godaan putra sulungnya itu.
"Kak Jone kayak gak tahu aja. Paling semalaman dia nonton drakor," ucap Dava si pendiam namun paling sayang pada Yumna, adik bungsunya itu.
Pesona kedua kakak Yumna sudah di akui se -antero kampus Tritunggal Bakti. Jone sedang menulis skripsi di bab akhir dan semester ini sidang skripsi. Dava baru aka mengajukan judul untuk skripsi. Ia baru saja menyelesaikan KKN di semester kemarin.
Dengan langkah terburu- buru. Yimna menuruni anak tangga dengan cepat menggunakan sepatu pantopelnya sehigga suaranya nyaring mengenai lantai marmer rumahnya.
"Selamat pagi Ayah, Bunda, haii ... serupa tapi tak kembar," ucap Yumna riang sekali.
Itulah Yumna, gadis lucu, ramah dan periang. Namun cengeng.
"Hemm ... Cepat sarapan. Bisa telat kamu nanti. Jarak parkiran menuju auditorium itu jauh sekitar sepuluh menit jalan kaki. Belum lagi parkiran motor penuh," ucap Jone yang mengkhawatirkan Yumna takut terlambat masuk ke dalam ruang ospek.
"Gak apa -apa. Yumna mau mandiri. Tanpa Kak Jone, Kak Dafa dan juga Kak Duta. Yumna pasti bisa, dan jangan bilang Yumna gadis manja lagi," ucap Ykmna kesal.
Kedua kakak lelakinya sudah berlamitan terlebih dahulu. Mereka pergi memakai satu mobil yang sama. Ayah Robby sengaja membelikan untuk anak lelakinya agar bisa di pakai bergantian atau bersama -sama.
"Yumna, hati -hati berkendara motornya. Jangan lupa lihat spion dan tetap pakai helm," titah Ayah Robby pada anak perempuan semata wayangnya.
"Siap Bos," jawab Yumna dengan semangat empat lima di pagi ini.
Yumna menyeruput susu putihnya dan langsung menghabiskannya. Ia bergegas menghabiskan sarapannya dan langsunh berangkat. Waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit.
Yumna bangkit berdiri dan berpamitan pada kedua orang tuanya lalu menyalami punggung tangan mereka dengan sopan.
"Yumna berangkat dulu. Da ... da ... semuanya," ucap Yumna dengan tas selemlangnya lalu bergegas kenarah depan.
Yumna sudah siap menjalankan motornya. Ia sudah memakai helm dan membaca doa sebelum berangkat.
Setengah jam ia berkendara menggunakan motor baru yang memang ia minta secara khusus pada Ayahnya untuk pulang pergi ke kampus. Sang Ayah langsung membelikan sebuah motor matic berwarna pink sesuai warna favorit Yumna.
Benar saja apa yang di bilang Kak Jone dan Kak Dafa. Antrian motor yang mau masuk ke dalam parkiran begitu panjang. Yimna menggigit bibir bawahnya dan takut sekaki jika terlambat. Ini sudah pukul tujuh kurang sepuluh menit.
Yumna berlari sekencang -kencangnya saat sudah mendapatkan parkiran motor menuju ruang auditorium. Sungguh melelahkan sekali. Memakai rok hitam span selutut membuat Yumna agak kesulitan bergerak. Tahu sendiri, Yumna itu perempuan yang paling suka memakia celana jeans dan kaos oblong. Cukup simple dan tidak neko -neko.
Yumna sudah berada di depan ruang auditorium. Dibdalam sudah penuh dan acara belum di mulai. Tapi ada beberapa orang yang juga terlambat seperti Yumna.
Yumna harus.mengantri lagi untuk absen. Hari buruk yang tak berkesudahan.
"Kita sudah telat. Kita pasti dapat hukuman. Kenalkan namaku Lukas anak Arsitek," ucap Lukas pada Yumna yang cantik sambil mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
Yumna tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Lukas.
"Aku Yumna. Kita satu fakultas," jawab Yumna lembut.
Setelah absen dan tanda tangan. Beberapa orang yang terlamabt di suruh berbaris dengan sati shaft. Karena ini ospek bukan acara main -main atau mabar lainnya.
Pintu lift terbuka. Semua mata tertuju kesana. Yumna menatap Duta dan seorang wanita cantik yang berjalan tepat di samping Duta. Ada perasaan cemburu dan jngin tahu siapa perempuan itu. Dari gerak geriknya perempuan itu begitu nempel dengan Duta. Lalu di belakang mereka ada Kak Jone dan Kak Dafa. Ya, Kak Jone adalah mantan Ketua BEM dan kini menjabat sebagai ketua HMPTS (Himpunan Mahasiswa Prodi Teknik Sipil) dan Kak Dafa juga sebagai ketua HMPTF (Himpunan Mahasiswa Prodi Teknik Informatika).
Yumna langsung menunduk ke bawah. Ia berharap Duta tak melihatnya. Namun sayang sekali. Duta sudah melihat Yumna sejak keluar dari lift.
"Kak Duta. Ini mahasiswa yang telat ada sepuluh orang," ucap salah satu panitia ospek melapor pada Duta.
"Angkat kepala kalian," titah Dita dengan suara tegas.
Duta hanya ingin memastikan Yumna, kekasihnya menjadi salah satu dari sepuluh mahasiswa yang telat hadir.
Kesepuluh mahasiswa tersebut mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Duta. Pandangan Yumna dan Duta bertemu. Tatapan Duta begitu dalam dan kecewa pada Yumna.
Yumna hanya bisa menunduk dan pasrah jika memang harus menerima hukuman dari kekasihnya itu karena Duta menjabat sebagai Ketua BEM.
"Jadi mau di beri hukuman atau di bebaskan saja dan langsung duduk di barisan belakang," tanya salah seorang panitia kepada Duta.
Biar bagaimana pun juga, memberikan hukuman pada anak maba itu adalah hak preogatif Duta selaku ketua panitia sekaligus ketua BEM.
"Suruh masuk saja. Hari pertama kita bebaskan, hukuman kita berlakukan mulai besok pagi. Acara pagi ini hanya perkenalan saja agara para maba dapat feel dan chemistry di kampus kesayangan kita," ucap Duta dengan tegas dan sikap dingin.
Duta memang pintar menyembunyikan perasaannya. Walaupun di depannya ada Yumna, gadis kesayangannya itu. Duta tetap bisa berlaku adil dan tegas sesuai dengan tupoksinya.
"Bukankah kita sudah sepakat akan memberikan hukuman bagi para maba yang telat. Itu tandanya mereka tidak di siplin dan mereka mengabaikan aturan yang sudah kita buat. Berarti mereka tidak menghargai kita," ucap Atika ikut andi dalam mengungkapkan rasa kecewanya pada Duta pagi ini.
"Aku yang bertanggung jawab untuk kesalahan mereka pagi ini. Setelah acara sepuluh orang ini harus menghadap kepadaku. Aku tunggu di ruang dalam auditorium. Kalian dengar?" tanya Duta tegas.
"Dengar Kak!!" teriak sepuluh maba itu bersamaan.
Mendengar jawaban mantap anak maba. Duta pun langsung pergi dari sana dan masuk ke dalam ruang auditorium untuk memberikan sambutan dan sedikit materi pengenalan kampus Tritunggal Bakti.
Yumna dan sembilan orang maba lainnya masuk ke dalam dan duduk di barisan sesuai dengan kelompok yang sudah di bagikan.
Yumna langsung duduk di lantai da melepaskan tas slempangnya ia berada di paling belakang barisan kelompok dan diam menatap le arah depan.
"Hei ... Yumna!!" panggil Yuri setengah berbisik dari arah samping.
Yumna dan Yuri adalah sahabat baik sejak SMA. Ia juga tahu hubungan Yumna dan Duta dan kedua kakak laki -lakinya yang tampan mempesona berada di kursi utama.
"Hei ... Yumna telat," bisik Yumna sambil menunjukkan wajah sedihnya kepada Yuri.
Baru juga kedua sahabat itu slaing bertegur sapa dengan berbisik datk arah depan langsung mengeur keduanya.
"Kalian yqng di belakang. Dengar penhelasan saya baru saja? Hah?" tanya Duta dengan suara lantang dan tegas.
Semua mata memandang ke arah Yumna dan Yuri yang secara langsung di tegur oleh Duta. Kedua mata Duta fokus lekat dan tajam ke arah Yumna.
Tidak sampai di situ saja sindiran Duta kepada Yumna.
"Sudah datang telat, duduk di belakang dan malah bicara sendiri tanpa ada rasa bersalah. Kamu tidak menganggap saya? Saya nerdiri di sini ingin menjelaskan smeuanya agar kalian mengerti aturan di kampus kita. Kalau kalian tidak suka dengan acara ini, lebih baik.tadi tidak perlu datang," tegas Duta dengan lantang.
Semua mata memandang nyinyir dan tak suka pada Yumna dan Yuri. Mereka di anggal sebagai pengacau dan membuat Duta, sang ketua BEM murka.
Jone menyenggol lengan Dafa keras hingga Dafa yang sejak tadi menatap Yumna dengan rasa prihatin pun terkejut.
"Kenapa sih? Lihat yang di marahi itu si bungsu putri solo kesayangan Bunda. Kalau Bunda tahu, putri bungsunya di omelin pasti kita juga yang kena ceramah," ucap Dafa kesal.
"Hemm ... Biarkan saja. Gadis labil itu perlu di kasih sedikit pelajaran biar otak micinnya keluar," ucap Jone sambil terkekeh renyah.
Dafa menatap Jone, sang Kakak yang kadang otaknya gak ada akhlak saat berpikir dan menuangkan idenya.
"Otak micin? Kita makan dari nasi yang sama, sayur yang sama dan lauk pauk yang sama. Kalau adik bungsu kita kena sindrom otak micin itu artinya kita berada di posisi yang sama," ucap Dafa kesal.
"Arghh ... Berdebat sama orang jenius itu sulit. Gak bisa di ajak drbat asyik. Tapi gue salut noh sama Duta. Yumna itu ceweknya, bisa tega gitu ngomelinnya gak pake ketawa ngakak. Kalau gue udah ngakak pastinya," ucap Jone pelan.
Yumna terlihat berdiri dan berjalan ke arah depan mengikuti panggilan Duta yang menyuruhnya segera naik ke atas pamggung. Semua pasang mata memandang ke arah Yumna. Ada tatapan kasihan, tatapan prihatin, tatapan tidak suka dan tatapan benci.
Yumna menaiki dua anak tangga menuju panggung dan berjalan dengan langkah pelan menuju arah Duta.
"Siapa nama kamu. Coba kamuhadap ke teman -teman kamu. Karena kamu, materi kita terhenti. Saya paling gak suka, ada orang yang sama sekali tidak menghargai saya saat saya serius bicara di depan. Kamu paham!!" tegas Duta dengan suara lantang tanpa membentak.
Kedua kakak kandung Yumna hanya menjadi penonton. Selama apa yang di lakukan Duta tidak berkenaan dengan fisik, mereka membiarkan Duta melakukannya. Duta dan kedua Kakak Yumna memiliki hubungan yang baik. Duta bahkan sudah kenal dengan Ayah dan Bunda Yumna dan begitu sebaliknya, Yumna sudah mengenal baik Ayah dan Bunda Duta. Hampir tiap akhir pekan, Yjmna yang datang ke rumah Duta untuk menemui lelaki itu. Karena Duta hampir tak pernah punya waktu untuk berduaan dengan Yumna. Paling hanya memberi kabar dan menelepon di malam hari hingga keduanya tertidur setelah bercerita tentang kejadian satu hari selama mereka tak bersama.
"Siapa nama kamu?" tanya Duta pelan.
"Yumna," jawab Yumna pelan dan ragu.
"Yumna. Tolong kamu jelaskan kembali pada teman -teman kamu, apa yang tadi saya jelaskan. Cepat," titah Duta kemudian kepada Yumna.
Yumna langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Kenapa geleng kepala? Gak bisa? Atau lupa?" tanya Duta menyelidik.
"Maaf tadi Yimna tidak menyimak karena Yumna ngantuk," ucap Yumna jujur.
"Apa? Ngantuk? Kamu telat karena ngantuk?" tanya Duta menyelidik. Tatapannya tajam ke arah Yumna.
Ini jelas sekali kalau Yumna pasti marathon nonton drakor hingga pagi, batin Duta. Karena semalam Duta tak sempat video call dengan gadis kesayangannya karena terlalu lelah menyiapkan acara pagi ini.
Yumna mengangguk pasrah. Ia bukan saja di permalukan di depan teman -temannya satu angkatan tapi juga setelah ini ia akan mendapatkan ceramah panjang lebar seluas danau toba dari Duta.
"Sana kembali ke tempat kamu. Duduk yang baik dan dengarkan saat saya bicara," titah Duta tegas.
"Iya Kak. Terima kasih," jawab Yumna lirih. Rasanya kedua matanya sudah basah dan berair. Ingin rasanya menangis saat ini juga. Tapi, Yumna sudah berjanji untuk menjadi perempuan mandiri yang kuat dan tidak cengeng seperti di masa putih abu dulu.
Duta hanya menatap sendu dan merasa bersalah kepada kekasihnya. Ia hanya bisa menatap punggung Yumna berjalan lemas ke arah barisan kelompoknya.
"Jadi perlu kalian ingat!! Hargai orang yang sedang bicara di depan. Mungkin saja suatu hari kalian yang berdiri di sini dan menggantikan posisi saya. Bagaimana saat kalian bicara serius tapi sama sekali tidak di hargai? Tentu kecewa kan? Tolong jangan di ulangi lagi!!" tegas Duta mengingatkan.
Acara ospek untuk Maba sudah selesai. Kini giliran sepuluh mahasiswa baru yang tadi twlat menghadap kepada Duta di ruangan khusus. Mereka di beri sanksi dan hukuman ringan sebagai efek jera agar tak melakukan hal yang sama di kemudian hari.
Semua anak maba sudah masuk ke dalam ruangan sedikit kecil di ujung koridor.
Duta di temani Atika di dalam ruangan tersebut. Duta mulai memberikan penjelasan singkat berakgir pada hukuman yang mengharuskan menulis di kertas folio sebanyak sepuluh lembar dengan tulisan seperti ini. SAYA MENYESAL TERLAMBAT.
"Itu tugas kalian untuk besok pagi. Lalu kumpulkan kepada saya secara langsung tanpa di titipkan. Paham?" titah Duta pada semua anak maba itu.
"Paham Kak!!" jawab anak maba itu serentak.
"Sekarang kalian boleh pulang," titah Duta dengan sikap dingin.
Yumna menghembuskan napas lega. Itu sudah aturan main dalam hubungan mereka berdua. Yumna tidak akan mendapatkan perlakuan khusus atau prioritas dari Duta. Jangan harap juga, Duta akan bersikap manis seperti lelaki lain yang bisa terlihat mesra di depan orang banyak.
Yumna keluar dari ruangan itu terakhir. Lukas sudah menunggu Yumna di depan. Lukas sangat lenasaran pada gadis lembut dan cantik seperti Yumna. Pandangan di luar pintu ruangan kecil itu sama sekali tak lepas dari tatapan Duta. Kebetulan pintu ruangan itu di biarkan terbuka lebar.
"Cantik ya? Anak maba yang terakhir itu. Siapa namanya tadi?" tanya Atika lembut. Ia sejak tadi melihat Duta mencuri pandangan menatap lekat wajah Yumna.
Tidak hanya sekali Atika melihat Duta menatap ke arah Yumna. Tadi pagi saat datang, lalu saat Yumna di tegur dan di suruh maju ke depan, lalu saat makan siang dan terakhir sekarang, saat gadis itu akan pulang. Sepertinya Duta ingin bicara sesuatu namun sulit untuk di ungkapkan.
Duta melepas pandangannya pada Yumna lalu beralih menatap Atika yang sudah menumpuk berkas dan bersiap untuk brifing sore sebagai penutupan acara.
Duta hanya tersenyum kecut dan terpaksa tetap tersenyum saat Atika masih mencoba menunggu jawaban Duta.
"Setiap wanita pasti cantik. Mereka punya kelebihan dan pesona tersendiri. Jadi cantik itu rekatif," ucap Duta langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju aula untuk berkumpul dengan panitia lainnya.
Atika hanya diam dan membeku. Duta memang lelaki yang sangat berbeda itu yang membuat Atika menyukai dan kagum pada Duta sejak awal masuk dunia perkuliahan. Duta di kenal baik dan tidak sombong hanya sikapnya memang cuek seolah tak peduli.
Duta mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan singkat pada Yumna.
Hari ini cukup melelahkan sekali. Lulas teman barunya mengajak Yumna ke kantin kampus untuk membeli minuman dingin karena cuaca panas dan hawa yang membuat tenggorokan kering dan selalu haus.
"Kamu mau minuman apa?" tanya Lukas pelan sambil membukakan pintu kulkas minuman yang ada di depannya.
Yumna menatap minuman dingin yang banyak jenisnya itu dan membuatnya bingung harus memilih.
Yumna mengambil satu minuman bersoda ringan dan mengucapkan terima kasih pada Lukas karena harus lebih dulu pulang sudah di hubungi oleh orang rumah. Itu alasan Yumna.
Langkah kaki mungilnya dengan cepat berjalan menuju taman kampus. Taman yang cukup luas dan berada di tengah -tengah kampus dengan air mancur yang indah.
Yumna sudah duduk di salah satu kursi besi taman kampus untuk menunggu Duta, kekasihnya. Baru saja, Duta mengirim lesan pada Yumna untuk menunghunya di taman. Duta akan datang setelah acara brifing panitia di sore itu selesai.
Satu helaan napas dalam di tarik Yumna melalui rongga hidungnya dan di hembuskan pelan merasakan udara yang mulai sejuk. Minuman dingin itu hanya di letakkan di kursi tanpa di minum karena memang Yumna tak menyukai minuman bersoda.
Seperti biasa tubuhnya bersandar dengan nikmat pada sandaran kursi yang membuat punggungnya lebih enakan. Satu pasang earphone sudah menempel di telinga Yumna. Ia membuka satu aplikasi yang menampilkan musik favoritnya. Sambil bernyanyi kecil dan mengangguk -anggukkan kepalanya, kedua matanya di pejamkan untuk lebih menikmati alunan musik dan udara sepoi -sepoi yang menerpa tubuh kecilnya. Rasanya malah makin mengantuk dan ingin tertidur di tempat itu.
Beberapa kali ia melihat waktu di ponselnya. Setengah jam berlalu tapi Duta belum datang juga untuk menemui Yumna. Ini juga bukan kali pertamanya Duta meleset soal waktu karena kesibukannya. Yumna sudah biasa dan bahkan sangat terbiasa dengan keadaan yang begini. Mungkin malah kaget jika melihat Duta datang tepat waktu.
Satu jam berlalu ...
Yumna benar -benar mulai mengantuk. Beberapa kali ia menguap dan kedua matanya terasa sangat perih sekali. Tubuhnya mulai merasakan lelah karena jenuh menunggu.
Kedua earphone Yumna langsung di ambil Duta.
"Yumna ...." bisik Duta di telinga Yumna.
Lima menit yang lalu Duta sudah sampai di taman dan menikmati wajah cantik dan sendu Yumna dari kejauhan. Ada perasaan bersalah karena belum bisa menjadi kekasih yang baik untuk Yumna. Tapi hubungan mereka sudah serius dan susah di ketahui dua pihak keluarga. Mereka merestui hubungan kedua putra putrinya.
Kedua mata Yumna mengerjap pelan menatap awan yang tertutupi wajah Duta tepat berada di atas wajah Yumna.
Deg ...
Jantung Yumna berdegup keras. Ia betul -betul kaget saat melihat wajah tampan kekasihnya ada di atasnya.
"Kak Duta," ucap Yumna lirih. Ia langsunh menegakkan duduknya.
Duta pun tersenyum manis hingga pipi berlesung nampak terlihat. Duta memutari kursi tamna dan duduk di sebelah Yumna. Ia menatap minuman botol bersoda.
"Ini milikmu?" tanya Duta pelan.
"Ekhemm .. Ya. Di belikan oleh Lukas," jawab Yumna sambil melirik ke arah botol plastik yang sudah tak dingin lagi.
"Namanya Lukas? Hati -hati kalau punya teman baru," ucap Duta menasehati. Duta merasakan ada yang aneh pada gerak gerik Lukas.
"Iya Kak," jawab Yumna lembut.
"Kenapa tadi terlambat? Boleh Kakak pinjam ponsel kamu?" tanya Duta singkat.
Yumna hanya mengangguk pasrah dan melepaskan kabel earphone lalu di berikan kepada Duta.
"Tadi malam, Yumna menunggu Kak Duta menelepon. Bukankah biasanya di telepon," ucap Yumna membela diri.
Duta mengutak atik ponsel Yumna. Membuka sandi ponsel itu dan mencari beberapa aplikasi yang menurut Duta mengganggu waktu tidur Yumna. Duta menghapus semua aplikasi yang biasa di gunakan Yumna untuk menonton marathon drakor dan film lainnya.
"Kenapa harus di tunggu. Kak Duta sibuk Yumna. Kak Duta janji, akhir pekan ini kita jalan," ucap Duta berjanjinpada gadis mungilnya.
"Janji?" tanya Yumna bahagia. Walaupun masih sangat lama sekali. Setidaknya ada harapan bisa bersama.
"Iya. Kita nonton dan makan malam. Lamu pilih saja tempatnya, anak manja," ucap Duta terkekeh.
"Ih ... kok anak manja," cicit Yumna kesal.
"Memang manja. Ini ponselnya. Kakak gak mau ponsel ini di install lagi denagn aplikasi yang tak berguna. Ingat kamu sudah kuliah. Jurusanmu itu berat. Kadi kamu harus fokus sama kuliahmu, Yumna," ucap Duta menasehati.
Yumna hanya mengangguk pasrah. Kali ini ia harus menuruti semua keinginan Duta. Ini adalah kedua kalinya ponselnya di sidak oleh Duta.
Kejadian sama pernah terjadi saat mereka masih duduk di bangku SMA.
Tangan Duta memegang wajah imut Yumna dan menggeser anak rambut ke belakang telinga Yumna.
Yumna menatap ke arah Duta. Duta memang bukan lelaki romantis taoi perlakuannya manis dan bisa mesra di saat tertentu. Moment itu yang membuat Yumna berkesan.
"Kamu pulang ya? Kakak masih ada urusan lagi?" ucap Duta pelan.
"Iya," jawab Yumna pelan.
Ponsel Duta berbunyi dan di angkat. Wajahnya nampak serius.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!