NovelToon NovelToon

The Singer

001. Artis kabur

Amira melangkah dengan santai. Kacamata hitam menutupi matanya, kerudung merah yang menutup asal-asalan kepalanya. Dress berwarna merah dengan garisan abstrak berwarna hitam itu membalut tubuhnya. Amira menyusuri jalanan Bali di pasarnya yang terdapat banyak sekali orang berjualan dan berlalu-lalang.

Kakinya berhenti di depan toko pernak-pernik accesoris itu. Tangannya secara otomatis memegangi benda-benda disana, melihat betapa cantiknya kalung itu. Liontin berbentuk kupu-kupu yang memekarkan sayapnya terlihat cantik. Amira langsung mengambil itu dan berjalan ke arah kasir.

Kasir itu perempuan. Rambutnya diikat tinggi, memakai kaos putih polos, dengan wajahnya yang mencerminkan kalau dia sedang mengantuk. "Ada tambahan lagi kak?"

"Nggak." Aku melihat sekeliling sambil menunggu si kasir sedang membuat struk belanjaan.

"Totalnya 120.000 ya," Wajahnya mengadah, menatap ke arah Amira.

Si kasir itu mengedipkan beberapa kali matanya. Amira mengeluarkan Debit Cardnya, namun tak kunjung diterima oleh si kasir.

"Mbak?" Amira menyadarkan lamunan kasir itu.

"Kakak artis ya?" Telunjuknya menunjuk ke arah Amira.

Amira yang terkejut padahal dia sudah berpenampilan seperti maling begini masih saja dikenali. Amira langsung melihat ke arah penjuru setiap ruangan ini ternyata sedang sepi. Untung saja.

"Kakak, Amira Dewangsih itu ya?" Mata bulat si kasir itu semakin membulat seakan bola matanya sebentar lagi akan keluar. "Astaga mimpi apaan aku semalam abis ngegalau dengerin lagu kakak, terus ternyata sekarang ketemu langsung sama artisnya." Ucap si kasir itu histeris.

"Mbak maaf jangan teriak ya..." Amira langsung terlihat resah.

"Maaf, maaf hehehe. Abisnya aku seneng banget, astaga."

Amira hanya tersenyum tipis, "Ini mbak, saya mau bayar."

"Oiya," Si kasir itu langsung mengambil Debit Card itu.

"Ini ya," Si kasir itu menyerahkan kantong belanjaan dan debit card, Amira. "Kak boleh minta foto?"

Amira mengangguk, "Boleh."

Kasir itu tersenyum senang seperti mendapat sembako gratis.

Setelah 3 take foto akhirnya Amira keluar dari toko itu. Melihat sekeliling terlebih dahulu sebelum berjalan kembali.

Astaga gawat!

Matanya menangkap penangkapan Mbaknya dan asisten Amira sepertinya sedang mencarinya.

Amira Dewangsih adalah artis penyanyi pendatang baru yang sedang naik daun tahun ini. Jalan karirnya sudah setaun dan dia sudah mempunyai dua album yang melonjak pendengarnya, tidak heran kalau sekarang mbaknya kelimpungan karna si artis berkeluyuran sendirian.

Yang selalu kerap dipanggil Mbak adalah kakak iparnya yang sekaligus merangkap menjadi managernya, namanya Astridia Mulan, mempunyai anak satu bernama Sagit Athala.

Dan asistennya adalah adik kandung Mbak Astrid yaitu Rania Tamara. Dia bekerja menjadi asisten Amira karna untuk menambah-nambah biaya kuliahnya yang hedon itu.

Amira langsung menundukan kepalanya dan berjalan sedikit cepat agar tidak ketauan oleh kedua perempuan yang berisik itu. Tangannya menghalangi wajahnya, agar tertutupi.

Sial! Suara cempreng itu memasuki telinganya dan telinga beberapa orang yang sedang di sekitar sini. Mata orang-orang langsung mengikuti suara itu. "AMI! Kak itu Ami kak!" Rania menunjuk ke arah Amira.

Amira langsung berlari kecil, cepat-cepat kabur ke arah parkiran. Matahari yang menyengat membuatnya pusing tujuh keliling, entah harus kemana dia bersembunyi. Matanya menyusuri parkiran itu sampai matanya berhenti menatap seorang lelaki yang sedang berdiri di depan mobil itu yang entah mobil apa, pokoknya terlihat keren. Karna Amira sendiri tidak tahu merk-merk mobil.

Langkah kaki Amira langsung mengarah ke lelaki itu. Sampai ke hadapan lelaki itu. Lelaki itu yang asalnya fokus pada handphonenya, menatap kaki yang sedang berdiri di depannya. Matanya langsung menatap lurus kedepannya. Wajahnya sedikit terkejut tapi namun hanya beberapa saat karna sudah menampilkan ekspresi datarnya.

"Mas, saya boleh minta tolong?"

Pria itu langsung terlihat bingung.

"Kenapa?" Tanyanya.

Amira melihat ke belakang. Astaga, disana ada mbak Astrid dan Rania mulai mendekat walau mata mereka tidak melihat ke arah sini. "Mas ini mobil mas kan? Saya boleh masuk dulu? Sebentar aja."

Pria itu mengeluarkan mimik wajah kebingungannya, mungkin dalam pikiran pria ini. 'Kenapa sih nih cewek aneh?'

"Mas?" Amira menyadarkan lamunan pria itu.

"Saya gak bisa asal ngajak orang masuk mobil sembrangan."

Amira mulai resah karna takut managernya dan asistennya itu semakin dekat. "Mas, saya orang baik kok. Saya lagi dikejar orang, jadi please, boleh bantu saya? Saya butuh tempat sembunyi sekarang juga."

"Dikejar? Dikejar siapa?"

Astaga pria ini kebanyakan cincong, pikir Amira.

"Dikejar debt collector. Mas, tega lihat saya dipukulin? Jadi tolong bantu saya ya?"

Pria dihadapannya itu mengerutkan keningnya, "Emang sampai segitunya?"

"Iya mas, tolong ya?"

Maafkan Amira, Ya Tuhan, karna sudah berbohong. Karna sepertinya orang di depannya ini tidak mengenal Amira.

Mungkin karna kasihan melihat ekspresi Amira seperti orang ketakutan akhirnya pria itu membuka mobilnya. Membuat Amira langsung cepat-cepat masuk mobil itu.

Amira langsung menghembuskan nafas lega-nya. Pria disampingnya itu terus menatap Amira dengan tatapan aneh. Amira membalas melirik ke arah pria itu.

"Kamu beneran dikejar debt collector?" Tanya pria itu memastikan. Karna takutnya siapa tau, ternyata wanita ini penipu atau tukang hipnotis orang. Jaman sekarang kan harus waspada.

"Beneran mas. Debt collectornya kaya monster, makanya saya kabur."

Pria itu menaikan satu alisnya merasa keheranan. "Kamu ngutang berapa sih emang? Buat apa juga?"

Mata Amira menatap ke arah luar. Ternyata Mbak Astrid dan Rania memarkiran mobilnya di dekat mobil ini karna sekarang mereka berjalan mendekat.

"Mas, ini mobil kalo dari luar kacanya gelap kan?"

"Ya?" Pria itu tidak mengerti maksud dari pertanyaan gadis aneh ini. Oh, atau jangan-jangan dugaanya benar kalau perempuan ini ada berniat jahat. Astaga, masih kecil sudah berani berbuat macam-macam, mau jadi apa dia di masa depan? "Kamu mau ngerampok saya ya?" Tanya pria itu.

"Hah?" Kali ini Amira yang kebingungan, namun karna ketakutan Amira akhirnya Amira menundukan kepalanya agar tidak terlihat dari luar.

Pria itu terus melihat Amira dan melihat ke arah luar juga. Disana hanya ada dua seorang perempuan. Lalu mana debt collectornya? Apa dua perempuan itu?

"Kamu ini sebenernya dikejar siapa sih?"

"Penyihir, Mas."

Hah? Kenapa sih perempuan ini aneh sekali. Pikir pria itu.

Amira langsung melihat ke arah luar sana. Melihat mobil mbak astrid telah pergi. "Mas, makasih ya, udah mau nolong saya. Ini ada sedikit uang buat bantuannya." Amira mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribu.

Pria itu langsung mengernyit berbicara kembali di kepalanya. 'Apa-apaan sih? Dia gak kenal saya apa?' "Kamu gak kenal saya ya?"

"Hah? Ngga. Mas siapa? Bupati kah? Eh saya buru-buru. Pokoknya makasih ya mas, ini uangnya." Amira langsung keluar dari mobil hitam itu. Dan berlari kecil entah mau kemana.

Pria itu masih bengong, terkejut dengan keadaan tadi. Sampai kesadarannya kembali. Bangku yang diduduki perempuan itu digantikan oleh teman pria itu.

"Duit apaan tuh, Kan? Oiya tadi gue liat ada cewek keluar dari mobil sini. Siapa deh? Cakep gue liat-liat perawakannya. Wah atau jangan-jangan itu duit dari cewek tadi ya? Wah gila lu open BO bro?"

Alkan yang daritadi mendengarkan celotehan temannya langsung mengambil topi yang daritadi tertengger di kepalanya. Melemparkan ke arah temannya. "Sialan lu."

Temannya hanya tertawa-tertawa gila.

002. Bertemu kembali

Pemandangan Bvlgari Resort Bali pada pagi hari ini memang menakjubkan. Alkan sedang berbincang dengan temannya dan beberapa rekan yang kerap menjadi partner kerja sama di bisnisnya itu. Pagi-pagi yang menyejukan ini malah dirusak oleh topik obrolan soal politik.

Alkan Pramaga adalah seorang pengusaha sekaligus dokter yang memliki beberapa rumah sakit di beberapa kota. Hobbynya adalah membeli saham sehingga membuat kekayaanya seperti tidak akan pernah habis. Pria berumur 31 itu yang hobbynya juga meeting dan meeting jungkir balik keluar negri. Kalau kata ibunda tercintanya sih, rumahnya dia itu di Airport saking seringnya bulak balik. Beberapa rumah sakit adalah peninggalan mendiang Papahnya Alkan sedangkan Alkan dari SMA sudah diberi benefit dari hasil rumah sakit itu dan dia pakai untuk membeli beberapa saham di beberapa perusahaan.

Alkan mengambil S1 Kyoto University mengambil jurusan Medical Science lalu mengambil program belajar kembali di Yale University mengambil jurusan Data Analytics & Technology. Menjadikan dia seorang menantu idaman para ibu-ibu sosialita, teman-teman bundanya.

"Saya dengar Tama sedang bekerja sama dengan pemilik partai PKJ ya?" Ucap Pak Adrian seorang pemilik pabrik sepatu yang sudah menyebar beberapa cabang. Pak Tama adalah pemilik stasiun TV swasta.

"Iya, maklum lah sebentar lagi pencoblosan. Pasti para partai sedang gencar-gencarnya mencari dukungan." Jawab Pak Jardi pemilik properti yang selalu dibeli oleh orang-orang yang sudah memiliki rumah itu. Obrolan itu diselingi tawa yang sebenarnya tidak lucu. Kalau mau melihat kelucuan mungkin lebih tonton saja Rangga, temannya itu memiliki bakat pelawak.

"Kamu dukung siapa Alkan Tahun ini?" Tanya Pak Adrian.

"Ah saya belum riset soal partai-partai terbaru, Pak. Jadi belum ada yang bisa saya pilih sekarang nih."

"Kamu ini. Tidak usah riset semua mencari tau. Dukung saja Partai Om mu itu. Kan kalian kerabat." Om nya memang seorang politikus, namun Alkan tidak menyukainya, karna beberapa kali kerap melakukan tindakan kotor.

"Jangan dong om. Mending dukung papah saya aja. Alkan juga pasti dukung papah saya." Semua orang di meja ini tertawa, melupkan adanya seorang anak politikus juga disini. Tara namanya. Ayahnya sudah dua kali menjabat hampir menjadi presiden namun gagal.

Alkan ikut terkekeuh, lalu matanya tidak sengaja menangkap pemandangan gadis aneh yang kemarin dia temui. Sedang mengekori perempuan yang kemarin ia lihat juga dari dalam mobil. Wanita di depan menyerocos, tidak berhenti bicara sedangkan gadis dibelakangnya itu hanya manggut-manggutkan kepalanya. Tangannya menggandeng anak kecil sekitar berumur 5 tahun. Sedang tertawa-tawa karna melihat gadis itu manggut-manggut.

Dua perempuan dan anak kecil itu mendekat menjadikan pembicaraanya cukup terdengar sampai ke telinga Alkan.

"Pokoknya Mbak gak mau ya, kejadian kemarin ke ulang. Mbak ngizinin kamu jalan-jalan tapi harus ditemenin Rania. Kamu tahu gak kalau kamu jalan sendiri itu bahaya, Mi." Ucapannya terjeda karna mendorong kursi untuk diduduki lalu kembali berbicara, "Kalau sampai kejadian kemarin keulang, Mbak bakalan stop debit card kamu. Ami, kamu ini harus hati-hati dan nurut kata Mbak, kamu ini sekarang jadi tanggung jawab Mbak. Jadi tolong kamu harus bisa di atur. Ami kamu denger kata Mbak ngga sih?"

Gadis yang dipanggil Ami itu yang tadinya sedang bercanda dengan anak kecil lalu menatap mbaknya. "Iya, kanjeng ratu." Tangannya menyatu lalu diangkat di depan wajahnya lalu menunduk berbarengan dengan wajahnya seakan sedang menyembah.

Anak kecil itu kembali tertawa melihat tingkat gadis itu. Mbaknya menatap sinis lalu menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Amira terkekeuh pelan dan mengambil sendoknya untuk bersiap makan.

"Liatin biasa aja kali, Kan. Emang sih tuh cewek cantik banget. Dia penyanyi kan itu?"

"Hah?" Tatapan Alkan langsung terputus dan menatap temannya. "Dia siapa?"

"Artis itu. Yang lagi terkenal. Masa lu gak tau? Suka lu sama dia? Bisa lah ntar gue kenalin kalau lu mau itu juga." Ucap Tara sambil meminum kopinya.

"Yang mana sih, Tar?" Tanya Pak Jardi.

"Itu Pak yang pakai dress kuning." Jawab Tara.

Pak Jardi mengangguk-angguk. "Oh itu dia nanti malam jadi guest star tuh."

"Di acaranya Pak Brata?"

"Iya,"

Oh ternyata dia artis, pantas saja kemarin dia dikejar-kejar karna jalan sendirian. Pikir Alkan.

Mbaknya itu kembali membuka mulutnya, "Nanti malam, jangan lupa ya. Harus mau didandani gimana aja sama Periasnya. Kamu jangan kebanyakan ngatur deh. Kasian tau periasnya."

"Aku tuh gak suka terlalu tebel mbak make upnya apalagi kalau aneh-aneh." Gadis itu menampilkan raut cemberutnya.

"Ya gak apa-apa toh. Kan biar penampilan kamu terlihat fresh."

Amira memutarkan bola matanya, jengkel. Fresh fresh dikira dia ini freshcare apa? Tidak sengaja menatap ke arah kanan, Amira terkejut karna disana ada pria yang kemarin menolongnya. Amira langsung mengatur mimik wajahnya biasa saja. Dan langsung tersenyum ke arah pria itu. Namun bukannya dibalas senyuman, pria itu malah membuang muka ke arah lain. Cih sombong banget.

Malam itu terhiasi dekor dari acara apa ya? Ami sendiri lupa ini dia menghadiri acara apa sih? Aura berwarna biru sebagai background dari acara ini.

Penampilannya tadi cukup memukai membuat sorakan dari beberapa tamu yang datang. Ami membawakan 2 lagunya yang terbaru.

Setelah menampilkan penampilannya Ami melangkahkan kakinya ke dalam mencari tempat untuk duduk. High heels almond toe itu mengetuk lantai dengan langkah kakinya. Dress selututnya dari Dior itu membalut tubuhnya.

Sungguh rasanya Ami ingin pulang saja karna tidak mengenal satu pun manusia yang berada disini. Walau ada beberapa kalangan artis tapi Ami ini manusia introvert anri social. Dia dari tadi menengokan kepalanya entah akan duduk dimana. Sampai ada seorang melayan menawarinya minuman.

"Kak Amira ya? Tadi ada yang nitip minuman katanya untuk Kakak." Pelayan itu menyodorkan gelas terisi minuman berwarna ungu. Entah apa. Mungkin wine?

Amira mengambil minuman itu dan tersenyum berterimakasih. Rasa canggung ini membuat Amira kehausan rasanya. Mau tidak mau Amira meneguk minuman itu. Rasanya ternyata enak seperti minuman rasa anggur?

"Amira!" Seseorang memanggilnya dari belakang sontak Ami memutar tubuhnya. Seorang perempuan cantik menyapanya. "Hi! Kenalin aku Sesil. Penampilan kamu keren banget." Oh Amira ingat siapa dia. Dia pemain artis yang baru rilis filmnya kemarin. Membuat seluruh bioskop heboh karna visual pemainnya.

Ami langsung mengambil jabatan tangan itu. "Oh hi! Thank you, Kak?"

Wanita cantik di depannya itu tertawa manis sampai rasanya Ami sendiri mau pingsan melihatnya. "Eh santai aja. Gak usah manggil pake kak, gapapa kok."

"Oke," Jawab Ami dengan senyuman kecil. Sungguh rasanya awkawrd banget.

"Oiya, kamu mau gabung duduk disana? bareng yang lain yuk? sekalian aku kenalin sama yang lain juga." Sesil menunjukan tempat tadi dia duduk. Disana ada beberapa artis lain sedang berbincang sambil tertawa-tawa kecil.

Amira baru saja ingin menyetujui ajakan itu namun rasanya tiba-tiba panasnya merasakan panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Rasanya gerah membuat keringat dingin mulai bermunculan. "Sorry kayanya aku mau ke toilet dulu."

Ami bisa melihat raut kebingungan dari wajah Sesil. "Oh oke, gapapa kok. Nanti nyusul aja ya?"

Ami hanya menganggukan kepalanya lalu berjalan tergesa ke toilet. Astaga rasanya gak enak banget. Ami mulai meneteskan air matanya. Ami merasakan perasaan gak enak di area kewanitaanya. Sampai Ami berjongkok di depan toilet tidak sanggup untuk berjalan lagi. Ami menundukan kepalanya rasanya pusing karna kegerahan, rasanya Ami ingin membuka seluruh bajunya saja.

Ami melihat sepatu hitam di depannya. Berdiri di depan Ami. "Kamu ngapain disini?"

Ami langsung mendongakan kepalanya. Kepalanya berdengung resah. Mata Ami menatap ke arah bibir pria di hadapanhya itu. Astaga kenapa rasanya Ami ingin menciumnya sih? Ami langsung menutup mukanya dengan telapak tangannya dan menangis.

Pria itu tiba-tiba dibuat panik karna melihat Ami seperti itu. "Eh hey, kenapa? Tolong jangan nangis nanti kalau ada yang liat orang bisa salah sangka." Pria ikutan ikutan jongkok di depan Ami. Tangannya menyentuh pundak polos Ami. Membuat kulit Ami meremang seketika. Rasanya Ami ingin menarik tangan pria itu untum menyentuh lebih dalam tubuhnya.

"Ayok berdiri kita ke mobil saya aja. Ayok saya bantu." Ami belum menjawab pertanyaan pria itu namun menuruti perintahnya untuk mengikuti ke arah parkiran mobil.

Ami melihat pria di sampingnya ini. Tangannya memeluk pundak Ami seakan takut Ami akan jatuh tiba-tiba. Ami mengenal pria itu, pria yang kemarin menolongnya juga. Apa pria ini akan menolongnya juga hari ini?

003. Tragedi

Mobil itu berbeda dengan yang kemarin Ami lihat. Kali ini mobilnya berwarna putih dan Ami tidak tahu mobil apa itu karna ditambah pandangannya yang mengabur.

Wangi adalah deskripsi saat Ami memasuki mobil itu. Namun fokusnya tetap buyar karna keringatnya mulai bercucuran. Rasanya tubuh Ami tidak mau diam. Ingin sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan.

Alkan ingin menyentuh pundaknya kembali memastikan Ami baik-baik saja atau tidak. Namun, Ami keburu menepis tangan itu. "Jangan sentuh-sentuh."

Alkan langsung menarik tangannya. "Okay, sorry. Jadi kamu kenapa sih?? Kamu keringetan begini."

"A-aku gak tau... Tadi minum, minuman dari orang terus sekarang rasanya badan aku gak enak."

Alkan mengernyitkan jidatnya, "Maksudnya? Gak enak gimana sih? Coba jelasin."

"Aku gak tau. Aku malu jelasinnya, huaaa." Ami malah semakin menangis membuat Alkan kebingungan sendiri.

"Calm, calm ok? Jelasin yang jelas supaya saya tau apa yang kamu rasain. Saya gak tau kamu ini kenapa. Tenang aja saya dokter. Mungkin, saya bisa bantu kamu."

"Rasanya gak enak bagian bawah aku." Ami menjelaskan dengan nada cepat dan langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu menangis semakin kencang.

"Bawah apa?? Kamu ngomong yang jelas coba."

"Bagian bawah aku!" Ucap Ami menaikan nada tinggi suaranya membuat Alkan bungkam seketika. Terkejut lebih tepatnya.

Alkan mengerjapkan matanya, Dia sekarang tau apa yang sudah wanita minum itu. Mungkin minuman yang dicampur dengan obat perangsang. Entah siapa yang melakukan hal sebejat ini. Dia juga tau rasanya pasti sangat menyiksa jika tidak dilepaskan. Alkan jadi bingung sendiri harus bagaimana.

"Kamu... Kamu dokter kan? Tolong bantu aku. Aku gak tau harus gimana..."

Alkan menatap Ami yang masih menangis dengan gersah mengelap keringatnya di daerah sensitifnya. Alkan rasanya jadi ikutan berkeringat memikirkan hal yang tidak jelas.

"Ayok kita ke rumah sakit dekat sini." Alkan baru saja akan menghidupkan mobilnya namun Ami langsung menghentikan, memegang tangan Alkan di atas setir. Tangan halus dan rasa panas menyalur ke tangan Alkan.

"Jangan... Aku gak mau nanti masuk berita atau pasti heboh ketauan manager aku. Please apa gak ada cara lain? Aku tau sekarang, aku kenapa. Minuman yang tadi aku minum itu ada obat perangsangnya kan?"

Alkan mejilat bibirnya yang mulai kering karna kebingungan akan situasi ini. Rasa iba karna melihat gadis di depannya merintih kesakitan. Penampilannya sudah acak-acakan, dress sudah acak-acakan karna teringsek oleh tangannya.

Tangan Ami masih memegangi tangan Alkan malahan meremasnya semakin kuat, seakan menyalurkan rasa apa yang sedang dia rasakan. Sekelibat pikiran kotor memasuki otaknya.

"Nama kamu siapa?" Alkan melepaskan genggaman tangan itu dan meraih wajah Ami oleh tangannya.

"Apa penting nanya perihal nama disaat keadaan begini?" Wajah Ami memucat dengan keringat bercucuran.

"Saya bisa bantu laporin soal soal kejadian ini biar ditindak lanjuti, tanpa sedikit pun informasi ini masuk ke media."

Dalam keadaan seperti ini, Ami mana bisa berpikir dengan baik? Yang ada pikirannya hanya ingin segera menyelesaikan kegerahan.

"Gak. Saya gak jadi repot. Tolong bantu saya aja bisa?"

Alkan kelimpungan, mengusap wajahnya dengan kasar. Merutuki nasibnya mengapa dia berada di situasi begini? Situasi yang membuatnya kelimpungan, ini berbeda ketika dia menangani pasiennya yang seperti biasa.

Dia langsung mengambil air minumnya yang berada di belakang jok kedua membuka tutup botolnya, langsung menyerahkan pada Ami. "Minum ini, habis itu kamu tarik nafas pelan-pelan, habis itu kamu hembuskan juga pelan-pelan. Denger saya, fokusin pikiran kamu ke dalam hal positif. Tenangin diri kamu ya?" Setelah dia menjelaskan itu, dia menghidupkan AC mobilnya dengan tingkat paling tinggi agar mendinginkan suhu tubuh Amira yang panas.

Amira meminum air itu dengan buru-buru. Lalu melakukan instruksi yang Alkan berikan tadi. Keringatnya mulai menipis tidak sebanyak tadi ketika AC mobilnya dia tingkatnya, tapi dengan ini Alkan yang malah kelimpungan, kedinginan lebih tepatnya.

Ketika selang beberapa menit telah membaik, dia menyenderkan badannya ke jok tempat dia duduk, lalu menutup matanya perlahan. Rasa matanya berat, emosionalnya menjadi meningkat ingin menangis lagi.

Dia pun menangis kembali membuat Alkan kembali kebingungan.

"Alkan... Aku gak tau harus ngomong apa. Aku malu banget." Ami rasanya ingin menangis, menyembunyikan dengan kedua tangannya.

"Its okay. Ini udah berakhir. Kamu gapapa kan sekarang?" Dengan berani kali ini dia memegangi pundak Ami.

Amira mulai melepaskan tangannya, make upnya sudah sedikit berantakan lalu dia membenarkan dressnya yang tersingkap sedikit kzrna dari tadi dia memeganginya dengan kuat. "Aku gak tau harus bilang makasih atau maaf sama kamu."

"Gapapa. Lain kali jangan sembrangan nerima minuman dari orang lain." Ucap Alkan sambil menatap ke arah lain.

"Iya, aku bakalan hati-hati mulai sekarang."

Alkan hanya menanggapinya dengan anggukan, matanya masih memandang ke arah luar.

"Alkan..."

"Ya?" Kali ini matanya kembali beradu dengan mata Ami.

"Kalau kita ketemu lagi. Tolong pura-pura tidak kenal saya, ya. Tolong jangan cerita soal ini sama siapa pun. Kalau pun kamu minta imbalan silahkan hubungi nomor manager saya ini. Bilang aja karna kamu sudah menolong saya tapi jangan jelaskan secara rinci menolong karna apa ya? Aku bakal bayar berapa pun."

Alkan menaikan alisnya kebingungan. Dia jadi merasa sedikit tersinggung, padahal dia murni membantunya tanpa meminta imbalan apa pun. Ditambah, apa katanya? Pura-pura tidak kenal? Memangnya dia sudah melakukan hal apa sampai mereka harus menjadi asing? Wajah Alkan langsung datar menatap Ami.

"Gak usah. Saya gak ikhlas." Ucapnya dengan dingin.

Ami langsung kebingungan lalu terdengar suara telpon dari handphonenya. Ami mengambil tas kecilnya yang jatuh ke bawah. Mengambil ponselnya untuk mengangkat telpon itu.

Ketika telpon itu terangkat, Amira bisa mendengar suara gelisah Mbaknya yang sedang mencari Amira.

"Ya hallo, Mbak?"

"Aku lagi di..." Ami menatap Alkan yang sedang menatap ke arah luar.

"Aku di parkiran."

"Iya nanti aku tunggu di parkiran." Sambungan telpon itu akhirnya terputus. Lalu Handphone itu dimasukan kembali ke dalam tas kecilnya.

"Mas, saya keluar ya? Terimakasih dan maaf merepotkan terus."

"Ya." Karna merasa respon Alkan terlalu dingin akhirnya Ami langsung keluar dari mobil itu dan berjalan ke arah parkiran C untuk mencari mobil mbaknya.

Sepanjang jalan Ami berdoa semoga dia tidak bertemu kembali dengan pria tadi. Dan kalau pun bertemu Amira harus sebisa mungkin menghindarinya karna ini adalah hal paling memalukan yang pernah dia lakukan di dalam hidupnya. Semoga semesta menyetujui permintaanya ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!