Bel sekolah berbunyi dengan sangat kencang di penjuru lingkungan sekolah menandakan waktu pulang untuk para anak-anak murid di sekolah dasar ini. Para orang tua sudah bersiap menjemput anak mereka di depan gerbang begitupun dengan Jane yang kini sedang menengok sana sini mencari anaknya dari gerombolan anak lain yang keluar gerbang.
Hana, sangat menonjol di antara yang lainnya karena paras bule yang dimiliki anak itu. Namun setiap pulang sekolah raut wajah Hana selalu saja muram nampak tak bersemangat, Jane sang ibu selalu khawatir namun ia tak tahu harus berbuat apa agar anaknya kembali ceria. Jane adalah seorang ibu rumah tangga sekaligus bekerja sebagai penulis di sebuah perusahaan.
Jane terpaksa bekerja sebab suaminya Wiliam hanya seorang pekerja kantoran yang gajinya akan selalu tetap walau negara mengalami inflasi (Kenaikan Harga-harga Barang), dengan pendapatan nya kurang ia akhirnya mencari pekerjaan sesuai dengan kemampuannya yaitu menulis buku. Namun karena pekerjaannya itulah, ia menjadi kurang tanggungjawabnya sebagai seorang ibu dalam merawat anak-anak nya dengan baik.
"Hana, gimana kelasmu hari ini nak?" Tanya Jane berusaha tersenyum di balik tubuhnya yang kelelahan karena bekerja.
Hana tetap diam masih dengan raut wajahnya yang tak bahagia, Jane merasa bersalah dan tak tahu harus berbuat apa lagi.
"Mungkin Hana lelah, ayo kita masuk ke mobil." Ajak Jane sembari dirinya menarik tangan Hana masuk ke dalam mobil, di dudukannya Hana di kursi belakang sembari memberikannya mainan anak-anak yang selalu ada di box bawah kursi.
"Hei Hana, kamu gak sakit kan nak?" Jane langsung meletakkan tangannya di dahi Hana mengecek suhu anak tersebut dan Jane merasakan suhu yang hangat di sana.
"Tidak Bu, Hana cuma mau tidur, Hana capek." Jawab Hana sambil memeluk bantal kecil di sampingnya.
Mendengar itu Jane segera memberikan kenyamanan yang baik untuk tidur Hana di mobil, bahkan Jane segera menyiapkan bantal besar untuk Hana.
"Tidurlah Hana jangan sampai tubuhmu sakit." Hana menurut dan segera membaringkan tubuhnya di kursi mobil itu, sedangkan Jane bersiap mengendarai mobilnya.
Dengan hati-hati ia mengemudi agar Hana tidak terbangun dari tidurnya. Asalkan sampai ke rumah dengan selamat, Jane tidak apa-apa walau dirinya selalu di tatap oleh pengendara lain karena mobilnya yang jalan lambat.
Singkat waktu sampailah ia di rumah yang sederhana namun terlihat mewah saking bersihnya tempat itu, setelah memasukkan mobilnya ke garasi barulah Jane masuk ke dalam rumah sambil menggendong Hana di pangkuannya.
Masuk ke dalam ternyata anak-anaknya yang lain sudah berada di ruang TV sembari memakan cemilan yang ada. Ketiga nya menatap Jane dan Hana namun hanya sekilas setelahnya mereka melanjutkan aktivitasnya masing-masing.
"Hana kenapa Bu?" Tanya Viola, anak kedua yang sudah kelas 3 SMA. Remaja cantik selalu saja bermain di depan layar handphone nya setiap hari dan tak pernah lepas dari genggamannya.
"Ssst Hana lagi tidur." Jane menjawab dengan pelan sambil ia pergi menuju ke kamar Hana yang ada di lantai 2, lantai khusus kamar anak-anak.
Viola terlihat menghela nafas lalu gadis itu lanjut bermain handphonenya. "Sekolah gitu aja sampai ketiduran, Hah." Ucapnya sambil menghela nafas seolah ia sedang mengejek adiknya tersebut.
Viola selalu bersikap seperti itu, dimana pun dan kapanpun. Sifatnya yang pemalas, egois dan suka marah-marah itu berbanding terbalik dengan kakak nya Viandra.
Anak pertama sudah kuliah di UI (Universitas Indonesia) namanya Viandra Bell, laki-laki tampan yang juga pintar dalam akademik itu sudah mendapat kos-kosan untuk tinggal dekat kampusnya. Namun karena itu juga Viandra jarang pulang kerumah karena kesibukannya berkuliah. Sesekali kakak laki-laki itu menelpon keluarganya di saat waktu luang namun tetap saja, Viandra masih tak bisa kembali ke rumah karena kuliah dan kerja sampingannya.
Selain Viola masih ada dua adik lainnya selain Hana, yaitu si kembar. Reva dan Rava namanya, sekarang sudah kelas 2 SMP dan keduanya sama-sama menyukai olahraga. Dan kini, mereka berdua sedang menonton tv bersama sepulang dari sekolah.
"Kak Viola tadi gak sekolah?" Tanya Reva sambil tangannya memasukkan cemilan ke dalam mulutnya.
Tanpa melirik pun Viola tetap menjawab pertanyaan adiknya, namun sorot matanya tak lepas dari layar handphone.
"Libur." Viola menjawab singkat tanpa menjelaskan hal lainnya pada adiknya itu, sudah hal biasa Viola bersikap seperti itu di rumah.
"Kita mah besok ya libur nya." Ucap Reva pada saudara kembarnya Rava dan Rava hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya.
"Gak nanya." Viola segera menimpali ucapan Reva dengan begitu santai tanpa melihat ekspresi kaget yang terbentuk di wajah Reva.
Di saat mereka sedang santai seperti itu, Jane turun dari tangga dan segera menyapa anak-anaknya yang sudah mulai dewasa.
"Hah maaf semuanya, ibu belum sempat masak untuk kalian hari ini. Nah, karena ibu udah di sini kalian mau makan apa?"
Reva dan Rava segera menjawab dengan lantang namun setelahnya mereka berdua kembali bermain di depan televisi.
"Apa aja ibu, kita juga masih kenyang jadi jangan masak banyak-banyak." Ucap Rava dengan senyum manis di wajah tampannya itu, dan hal itu menjadi suatu fakta bahwa anak-anak Jane berwajah tampan dan cantik.
"Baiklah Rava." Jane lalu melirik ke arah Viola, gadis itu terlihat sedang mengetik di layar hpnya namun sepertinya insting yang ia punya masih berjalan dengan baik karena Viola masih bisa merasakan tatapan sang ibu di sampingnya.
"Terserah ibu mau masak apa aja." Ucap Viola, lantas Jane segera pergi ke dapur untuk memasak.
Beberapa puluh menit sudah berlalu, Jane selesai memasak dan segera menghidangkan masakannya di meja makan. Bau masakan enak tercium di segala penjuru rumah hingga membuat si kembar segera menghampirinya dan mengambil makanan tersebut. Keduanya lahap memakan masakan Jane namun tidak dengan Viola yang terlihat biasa saja dan seperti biasa HP selalu ada di genggaman tangannya.
"Kak bisa simpen dulu gak hpnya? Kamu kan lagi makan coba fokus pada makanan mu itu." Jane mencoba menghentikan Viola yang sudah kecanduan bermain HP namun peringatannya itu malah di abaikan dengan Viola yang merajuk dengan wajah yang terlihat kesal.
Jane hanya bisa menggeleng melihat perilaku anak perempuannya yang besar itu, ia merasa sangat lelah bukan hanya tubuh dan pikirannya saja. Apalagi, suami selalu pulang malam dan tak pernah sekali pun membantu ia mengurus anak-anak sejak satu bulan yang lalu.
Jane segera membuang pikirannya yang sedang lelah itu dan berusaha tetap tegar dan sehat untuk mendidik anak-anaknya, Jane mendongak ke lantai atas mengingat Hana belum makan sama sekali sehabis pulang sekolah tadi.
Setelah itu Jane langsung menaiki tangga berniat membangunkan Hana dan menyuruhnya untuk pergi makan di lantai bawah. Setibanya di depan pintu kamar Hana, Jane segera menarik gagang pintu dengan hati-hati. Setelah terbuka Jane terkejut melihat kasur Hana yang kosong melompong hal itu membuatnya panik seketika dan segera masuk ke kamar mencari keberadaan Hana.
"HANA, HANA??" Panggil Jane meneriaki Hana, dan ternyata Hana masih ada di dalam kamar sedang melihat pemandangan samping halaman rumah yang hanya ada pohon tak berbuah di sana namun lebat daunnya.
Jane menghela nafasnya merasa sangat bersyukur Hana tak menghilang, karena Jane tahu Hana adalah anak yang berbeda dari yang lain. Gadis itu seolah punya kemampuan tersembunyi dalam dirinya tapi Jane tak peduli, karena Hana tetaplah anaknya.
Jane segera menghampiri Hana dan memeluknya dengan hangat. "Hah Hana, seharusnya kamu keluar kalau sudah bangun ibu sudah masak di bawah. Kamu makan ya? Kan tadi kamu belum makan." Ucap Jane dengan sayang.
Hana mengangguk walau ia tak bersuara gadis itu tetap mengikuti ibunya dan makan dengan lahap.
Tak lama kemudian bunyi telepon masuk dari HP jane, di sana tertera nama Bos. Segera Jane mengangkat telepon itu dan diakhiri dengan Jane yang terlihat terburu-buru keluar dari rumah.
"Mau kemana Bu?" Tanya Rava saat di meja makan ada tiga orang anak yang sedang makan melihat Jane tergesa-gesa mengambil barang miliknya seperti tas, jaket, sepatu dan lainnya.
"Ada kerjaan baru di kantor, ibu harus pergi sekarang. Kayaknya ibu bakalan telat pulang, kalian berdua tolong jaga Hana ya. Kalau malam-malam lapar tinggal makan apa saja yang ada di kulkas, ibu buru-buru sekarang." Jane berbicara tanpa henti sembari bersiap keluar dari sana.
Setelah pintu tertutup tiba-tiba saja pintu rumah kembali terbuka dengan jane yang kembali memberi nasihat pada ketiga anaknya karena Viola sudah masuk ke kamarnya sedari gadis itu merajuk.
"Satu lagi jangan lupa! Kunci pintu rumah dan jangan main keluar malam-malam, titik."
Brak
Suara keras pintu yang tertutup itu membuat mereka bertiga hanya bisa terdiam dengan tingkah Jane yang seperti itu, walau ternyata Jane sering terburu-buru seperti tadi namun kali ini suasananya terasa berbeda seolah sesuatu akan terjadi.
Terdengar langkah kaki yang cepat sedang menuruni tangga dari atas, ternyata Viola segera turun dari atas sana selepas dirinya mendengar suara keras dari pintu depan.
"Ibu keluar lagi?" Tanya Viola pada ketiga adiknya. Mereka pun segera mengangguk cepat membuat Viola tiba-tiba saja menghela nafasnya kasar.
Namun, bukannya apa. Viola malah bergegas menuju kulkas dan mengambil beberapa makanan di dalamnya padahal niatnya makanan itu untuk makan malam nanti.
Terlihat Viola menghidangkan makanan itu di depan TV sembari menyiapkan laptop di depannya, rupanya ia akan berbincang-bincang dengan teman-temannya lewat video call.
"Kak, itu kenapa makan sekarang? Ibu tadi bilang, makanan itu buat nanti malam kalau-kalau kita lapar nanti." Reva mulai menjelaskan hal itu pada Viola yang malah dihiraukan olehnya, melihat itu mereka bertiga pun tak bisa berbuat apa-apa apalagi berani melawan sang kakak.
Akhirnya mau tak mau mereka pun menyibukkan diri mereka dengan bermain di luar rumah, walau sebenarnya Hana sudah di ajak oleh kakak kembarnya untuk bermain tetapi Hana memilih untuk bermain sendirian.
Hana kini sedang bermain taman samping rumahnya yang kebetulan rumputnya lembut dan tidak basah, gadis kecil itu sibuk dengan mainan yang sangat banyak di dalam kardus. Seperti anak lainnya Hana juga membuat sebuah cerita pada mainan-mainan tersebut. Waktu pun tak terasa sudah mulai sore dan Hana belum sadar kalau langit sudah mulai gelap dengan matahari yang mulai terbenam.
Dari pintu Rava memanggil nama Hana untuk segera masuk ke dalam rumah, Hana sadar akan hal itu dan ia segera membereskan mainannya dan memasukkannya ke dalam box kardus setelah itu ia masuk ke dalam rumah dan tak lupa ia mengunci pintu, di simpannya kunci itu di tempat biasa ibu meletakkannya.
Ayah sudah biasa tidak pulang dengan cepat bahkan mungkin keterlambatannya sudah menjadi hal yang tak aneh untuk mereka semua. Tepatnya di waktu magrib adzan dari masjid sana mulai dikumandangkan agar orang-orang muslim segera melaksanakan sholat magrib ini.
Namun berbeda dengan keluarga Bell, nenek moyang mereka agamanya Kristen hingga keturunannya saat ini. Bisa dikatakan nenek moyang mereka adalah bule dari luar negeri hingga kulit mereka pun berbeda dengan warga asli Indonesia.
"Kak, Rava udah laper nih bikinin makanan dong." Rengek Rava saat dirinya sudah merasakan sakit di perutnya yang kosong.
"Ergh kamu bisa bikin sendiri kan?" Begitulah Viola menolak permintaan adiknya dengan sifat malas akut yang ia punya.
"Tapi kak, salah kakak juga makan makanan yang ada di kulkas padahal ibu sudah bilang makanan itu untuk nanti malam." Timpal Reva dengan berani namun dengan keberaniannya itu masih kalah dengan sifat egoisme yang dimiliki oleh Viola.
"Terus mau apa? Mau kakak muntahin lagi makanan yang udah ada di perut kakak." Viola pun menunjukkan rasa kesal di wajahnya dengan memutar bola matanya merasa jengkel.
"Reva gak bermaksud gitu kakak, Reva cuma mau kakak masakin masakan buat kita bertiga karena kakak yang ngabisin semua makanan yang ada di kulkas." Jelas Reva.
Hingga akhirnya mau tak mau Reva bangun dari duduknya dan segera melangkahkan kaki menuju dapur, Reva dan Rava mulai mengamati kakaknya yang sedang memasak dengan asal-asalan. Di samping itu Hana tetap diam tak berbuat apa-apa karena menurutnya itu permasalahan orang-orang dewasa.
Tak lama kemudian masakan buatan Viola pun telah jadi, lalu dihidangkannya makanannya itu di atas meja makan. Makanan yang hanya berisi telur, saos, kecap, dan nasi itu pun menjadi makan malam mereka bertiga hari ini.
Viola pun segera pergi dari sana dan kembali ke ruang tv meninggalkan ketiga adiknya yang sedang makan malam itu, Reva mulai mencicipi telur buatan Viola namun ternyata rasanya sangat asin hingga nafsu makannya seketika hilang.
"Egh asin banget rasanya kayak makan garam." Ucap Reva yang kedengaran oleh Viola dari sana namun ternyata Viola tak marah malahan gadis remaja itu acuh dan tak peduli akan ketiga adiknya makan atau tidak.
"Makan saja bahaya kalau kita tidur dengan perut kosong." Ucap Rava dengan pelan sambil tangannya mulai memasukkan gumpalan nasi dengan sedikit telur.
Reva pun hanya bisa menurut gadis itu mulai mengikuti Rava dengan membuat gumpalan nasi yang lebih besar daripada telurnya. Berbeda halnya dengan hana yang tidak tahu apa-apa gadis kecil itu hanya bisa menahan rasa asin yang berlebih dalam makanan itu padahal akan membahayakan kesehatannya nanti.
Setelah makan malam selesai, Reva dan Rava pun segera naik ke atas masuk ke dalam kamar dari pada harus menonton tv bersama kakaknya yang sifatnya seperti itu. Hana pun begitu, ia mulai menaiki tangga perlahan-lahan sebelum akhirnya langkahnya terhenti.
Viola pun mendongak dan menatap Hana yang juga menatapnya saat ini.
"Selamat malam kak." Ucap Hana dengan lembut.
Viola hanya mengangguk kecil walau sebenarnya perasannya terasa aneh melihat adiknya yang lembut seperti itu, "Ah iya-iya selamat malam."
Tanpa Viola tahu suhu tubuh Hana mulai tidak stabil setelah makan telur yang asin itu, gejala awalnya adalah pusing, mual, dan perut yang bergejolak tak beraturan.
Hana tetap menahannya ia pikir rasa pusingnya itu akan segera hilang kalau ditidurkan. Namun ternyata sakit di tubuhnya mulai semakin parah begitu pun dengan rasa sakit di kepalanya. Hingga pukul 10 malam dimana Viola yang juga akan masuk ke dalam kamarnya tiba-tiba saja ia mendengar suara rintihan sakit di kamar Hana.
Viola tiba-tiba cemas, matanya malah melirik ke arah kamar adik kembar yang ada di seberang. Lalu ia pun mulai membuka pintu kamar Hana dan betapa terkejutnya ia melihat Hana yang terus menggeliat di atas kasur. Viola panik, ia pun mulai berteriak memanggil Reva dan Rava yang masih berada di kamar sedangkan dirinya mulai menggendong tubuh Hana dan membawanya keluar.
"REVA RAVA BANGUN."
"REVA RAVA BANGUN."
Si kembar yang mendengar kegaduhan dan teriakan Viola mulai keluar dari kamar, terlihat keadaan mereka yang jelas sedang tertidur namun terbangun oleh teriakan kakaknya itu.
Rava malah ikut panik sesaat dirinya melihat Viola menggendong tubuh Hana.
"Kak, Hana kenapa kak?" Tanya Rava sembari mereka semua menuruni tangga.
"Tubuh Hana panas kita harus bawa dia ke rumah sakit. Rava cepetan hubungi ibu sama ayah, dan Reva tolong ambilin tas kakak yang di gantung di balik pintu kamar kakak. Cepetan!!" Viola buru-buru membawa Hana ke luar rumah, Reva dan Rava segera melaksanakan perintah kakaknya tersebut.
Hingga setelah itu, mereka siap untuk segera pergi ke rumah sakit dan tak lupa Reva mengunci pintu rumah agar tak kemalingan. Namun karena tidak ada mobil di garasi Viola terpaksa menganggu tetangganya dan memintanya untuk meminjamkan mobil mereka sebentar. Walau awalnya wajah mereka sedikit kebingungan untuk memberikan pinjaman atau tidak namun pada akhirnya mereka pun mengiyakannya setelah melihat Hana yang begitu tak berdaya. Dengan cepat Viola segera memasukkan Hana ke dalam mobil begitu pun dengan si kembar.
Viola yang sudah memiliki surat ijin mengemudi serta KTP itu siap mengendarai mobil, dengan kecepatan penuh Viola membawa mobil itu ke rumah sakit terdekat. Reva dan Rava kini memegang tubuh Hana yang masih belum membaik.
"Selimuti tubuh Hana Rav." Ucap Reva menyuruh Rava mengambil selimut yang ada di sampingnya itu.
"Rava udah hubungi ibu sama ayah?" Tanya Viola yang tetap mengemudikan mobil.
"Ayah gak ada respon bahkan telponnya langsung mati."
"IBU, CEPETAN HUBUNGI IBU." Teriak Viola dengan suara yang gemetar.
"Iya ini juga lagi telpon ibu." Tak hanya Viola Rava juga gemetaran mengetik di handphonenya.
Untungnya Jane segera mengangkat telpon Rava dan dengan cepat Rava memberitahukan situasi mereka saat ini, lantas mendengar suara Rava yang gemetar di telpon itu Jane segera pergi dari kantornya dan mengambil jaket serta tasnya.
Jane dengan kecepatan penuh mengendarai mobilnya menuju rumah sakit yang di tuju Viola. Hatinya gelisah, emosi karena suaminya yang tak membantu apa-apa.
Hingga setelah sampai di rumah sakit, Viola segera menyuruh para suster yang ada di sana untuk segera memeriksa keadaan Hana. Akan tetapi penanganan di sini sangat lambat dengan alasan harus registrasi dahulu serta alasan lainnya.
Tapi Viola bukanlah gadis yang sabaran, dengan berani ia mengancam pegawai di sana dan menyuruhnya untuk segera memanggil dokter yang ada.
"Cepat lakukan perintahku atau akan ku buat rumah sakit ini mendapat rating terburuk dalam sejarah."
Pegawai yang melihat tatapan seram dari Viola itu pun segera mengangguk dan menyuruh rekannya yang lain menuruti perintahnya. Dan benar saja tak lama kemudian dokter pun datang, penampilannya berbeda dari dokter biasanya dokter laki-laki ini lebih muda dan lebih tampan dari artis-artis di luar sana. Sekejap Viola terpesona akan penampilannya tersebut namun ia mulai menggelengkan kepalanya karena yang terpenting hari ini adalah kondisi Hana.
"Tenanglah nona, gadis kecil ini akan baik-baik saja. Cepat bawa dia ke kamar pasien." Titah dokter muda itu pada bawahannya.
Dan dengan cepat perintahnya segera di laksanakan, Viola kagum dan dari kekagumannya tersebut Viola merasa ia akan jatuh cinta pada dokter tampan itu.
Jane kini sudah berada di lingkungan rumah sakit tepat setelah ia memarkirkan mobilnya Jane berlari masuk ke dalam, netranya terus mencari-cari keberadaan anaknya.
Kedatangan Jane dari pintu masuk depan membuat orang-orang di dalam sana menatapnya apalagi saat ia membuka pintu itu dengan kencang.
Tak hanya orang lain saja yang menatapnya aneh tapi juga Viola yang terkejut dengan ibunya yang bercucuran keringat. Segera ia hampiri sang ibu dan menanyakan keadaannya.
"IBU, ibu gakpapa kan?" Viola sedikit khawatir dengan ibunya yang kesusahan bernafas dengan baik.
"Hana, Hana mana?" Jane tak menjawab pertanyaan Viola ia hanya fokus pada keadaannya saat ini.
"Hana sekarang lagi di rawat sama dokter di kamar pasien, ibu jangan khawatir Hana pasti baik-baik aja kok." Viola mencoba menenangkan Jane sembari ia juga menyuruh Jane untuk duduk di kursi yang ada di sana.
"Kalian berdua, jaga ibu sana." Bisik Viola pada adik kembarnya, lantas Reva dan Rava segera menghampiri sang ibu dengan menemaninya di sana. Sedangkan Viola pergi mengambil air minum yang ada di tempat itu lalu kembali dan memberikannya pada Jane.
"Ayah udah di telpon belum Vi?" Tanya Jane pada Viola dengan panggilan singkatnya, Viola mengangguk tapi ia memberitahunya kalau sampai saat ini telpon ayah mati dan tidak bisa di telpon.
Sedangkan dua orang suster menghampiri mereka berempat yang sedang duduk di sana meminta agar segera registrasi. Melihat itu Jane segera bangkit dan mengikuti dua suster itu ke tempat pendaftaran.
Kini tinggal mereka bertiga yang tersisa dan terlihat wajah mereka semua kusam, kantung mata hitam karena kekurangan tidur lalu penampilan mereka saat ini sangat kasihan. Hingga tak terasa akan waktu yang terus berjalan Reva dan Rava akhirnya tertidur dengan posisi masih duduk sedangkan kepalanya bersandar di bahu Viola.
Beberapa menit kemudian Jane datang menghampiri mereka, melihat kedua anaknya yang kembar itu sudah tertidur pulas ia hanya bisa menghela nafasnya pelan sedang Viola sibuk di depan layar hpnya.
"Vi, kamu pulang saja sekalian bawa mereka ke rumah kasihan kalau harus menunggu di sini." Jane mulai berbicara hingga Viola pun mematikan hpnya dan menjawab dengan pelan.
"Baiklah, tapi Bu gimana keadaan Hana sekarang?" Tanya Viola pada Jane.
"Baru saja Hana di infus dan juga di kasih obat bius, kamu pulang saja biar ibu tunggu di sini."
Viola mengangguk dan menuruti Jane kali ini dengan baik, lantas Jane pun membantu Viola membawa si kembar masuk ke dalam mobil. Tak lama itu, di parkiran mobil Jane memberinya satu perintah lagi.
"Vi, kalau ayah datang kasih tahu keadaan kita sekarang suruh dia cepat-cepat kemari. Dan juga Vi, pagi-pagi jangan lupa beberes rumah dan juga siapin sarapan buat ade-ade sebelum kamu masuk sekolah."
"Iya Bu, tapi Bu-kenapa gak Viola absen aja dulu untuk besok. Toh si kembar juga besok libur." Viola meminta agar dirinya ijin tidak masuk sekolah besok akan tetapi Jane menggeleng, pikirnya sekolah itu penting.
"Gak usah, kamu sekolah saja biar si kembar nunggu rumah. Udah malam, bahaya di jalan karena itu kamu harus hati-hati gak boleh ngebut." Jane mendorong tubuh Viola untuk segera masuk ke dalam mobil, Viola pun tak bisa berbuat apa-apa dan dia hanya bisa menghela nafasnya lalu ia mulai menyalakan mobilnya dan Viola melambaikan tangannya sebelum mobil hilang pandangan dari Jane.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!